"Dasar anak tidak tahu balas budi!" hardik ibu angkat Bianca kala itu.
"Ada apa lagi? Apa ulahnya kali ini?" tanya ayah angkat Bianca dari dalam kamar. Kemudian berjalan mendekati sang istri yang sedang memelototi Bianca yang tertunduk ketakutan di hadapannya.
"Lihat ini, Mas! Anak ini sudah merusak bajuku. Ini mau aku pakai malam nanti untuk acara reuni. Kalau begini, aku harus pakai apa?" Ibu angkat Bianca menggoncang-gocangkan sesuatu di genggamannya, sebuah gaun berbahan halus yang telah rusak warna aslinya karena noda luntur di beberapa bagian.
"Aku hanya melakukan apa yang Ibu suruh. Aku memasukkan semua baju kotor ke dalam mesin cuci," ungkap Bianca membela diri.
Ayah angkat Bianca merebut gaun itu dan membentangkannya. Dia mengamati gaun itu dengan kesal.
Jamuan makan malam di rumah mewah milik Aditya Saguna cukup meriah. Tak kurang dari lima puluh orang berkumpul, baik kerabat dekat maupun jauh. Terdapat dua orang pemandu acara agar malam lebih interaktif. Ada juga yang berkaraoke dengan diiringi band kecil yang sengaja didatangkan untuk lebih menyemarakkan suasana. Adam sudah duduk bergabung di meja tempat para keluarga inti Saguna. Di sana ada Tuan Adyaksa, Nyonya Wursita, Tuan Aditya, Nyonya Padmana, dan Gita. Akan tetapi, masih ada dua kursi yang kosong dan seharusnya itu tempat Desmon, sepupu Adam. "Desmon lama sekali," keluh Nyonya Padmana. "Memangnya kakak ke mana, Ma?" tanya Gita. "Jemput pacarnya," jawab Nyonya Padmana bangga. Baru saja wanita itu hendak menelepon putranya, dari kejauhan muncul seorang pria bertubuh tinggi atletis dengan bentuk w
Beberapa pegawai telah berdiri di depan pintu bilik segi empat yang digunakan untuk mengangkut manusia ke antar lantai. Bianca turut menyusul berada di antara mereka. Kali ini perempuan tersebut tak memilih menaiki tangga seperti biasanya. Sekarang dia terpaksa menggunakan lift karena bunga anggrek yang dikirim oleh seseorang yang belum juga dapat diketahui identitasnya."Selamat pagi, Bianca," sapa suara seorang pria dari sebelah kiri Bianca.Bianca melihat pria itu dan tersenyum ke arahnya. "Selamat pagi, Pak Fahar."Fahar pun membalas balik senyuman yang tak kalah manis. Terdengar nama itu disebut, para pegawai yang semula menghadap pintu lift menoleh serentak ke arah pria itu dan ikut menyapanya.Fahar Abadi adalah direktur utama perusahaan periklanan tempat Bianca mengais rezeki. Meskipun usia pria tersebut baru 31 tahun, tetapi Fahar mampu membangun perusahaan Advance Advertising hingga sebesar sekarang dan semakin diperhitungkan di jajaran pelaku b
Sementara itu di kantor pusat AS Corp, tepatnya sebuah ruang tempat kelima asisten Adam bekerja, Trias berdiri dari kursinya dan berseru sesuatu, "Ini Lucky ke mana, ya? Kok, nggak datang-datang?" Perempuan ini awalnya hanya menjabat sebagai sekretaris, tetapi sejak Adam membangun perusahaannya sendiri yang diberi nama OSG, dia membuat Trias merangkap juga menjadi asisten Adam.Di sana selain Trias, ada Hassan dan dua asisten junior, Andhika, dan Adi. Sedangkan Lucky belum juga datang.Andhika mendongak. "Tadi papasan sama saya di jalan. Mas Lucky ada tugas dari bos katanya. Jadi nggak langsung ke kantor," terangnya."Dia kasih tahu pergi ke mana?" tanya Trias."Enggak. Nah, itu Mas Lucky!" seru Andhika serayamelihat ke arah pintu."Hai, semua. Kangen saya,
Setelah mendengar perkataan dari Trias, Adam tertegun dengan wajah serius. Saat Adam sedang menyiapkan diri untuk mengatakan sesuatu, sebuah ketukan di pintu terdengar."Masuk!" ucap Adam.Empat pria memasuki ruangan dan bersiap menyampaikan laporan."Tadi saya sudah sampaikan pada Trias, mulai pekan depan dia akan fokus pegang OSG atas nama saya. Dan dia butuh salah satu dari kalian untuk membantunya di sana." Adam menunjuk Adi dan Andhika. "Siapa yang bersedia?"Dua pria muda di hadapan Adam saling bertukar pandang. Mereka tak bisa memilih. Kemudian Adam menengahi agar keputusan tidak terlalu lama diambil. "Hassan, siapa yang kamu percaya untuk bekerja dengan istrimu? Adi atau Andhika?" tanya sang bos.Tanpa berpikir panjang Hassan menjawab Andhika. Namun, tiba-tiba Adi merajuk, "Jadi nggak percaya saya, Pak?""Andhika sudah tahu banyak tentang pekerjaan kita. Kamu masih harus belajar di bawah saya," jawab Hassan lugas.Menden
Bunga anggrek itu berhasil menarik perhatian teman satu kantor Bianca. Mereka sangat penasaran apa hubungan Bianca dengan orang yang mengirimi bunga itu. Karena selama pengalaman mereka bekerja bersama, tak satu pun ada kisah tentang romansa yang terdengar dari seorang Bianca. Wanita muda itu dikenal serius dalam bekerja, berbicara seperlunya, dan jarang berkumpul dengan teman-teman sepulang kerja. Awalnya hanya Lia yang tahu inisial di kartu itu A. Kini seluruh kantor tahu. Bukan karena Lia yang menyebarkannya, tetapi karena Bianca memberikan kesempatan pada mereka untuk tahu. Kartu itu masih di sana. Bianca tidak menyingkirkannya. Jadi saat Bianca meninggalkan meja, dengan lancang beberapa rekan yang suka bergosip mengintip kartu itu. Maka tersebarlah penggemar rahasia berinisial A itu. "Kabarnya ada yang punya penggemar rahasia? Kau tahu siapa, Bi?" Bahkan Melissa, atasan Bianca di divisi perencanaan pun sudah mendengar cerita itu. Tadi saat Melissa di toile
Keesokan paginya, Bianca sedang duduk dengan tangan terlipat di dada, matanya menatap lurus ke sebuah vas kaca bening berisi air dengan beberapa tangkai mawar kuning yang cantik nan harum. Bersama bunga itu lagi-lagi ada sebuah kartu dengan inisial A sebagai pengirim. Wanita itu masih belum menebak arah keinginan si pengirim.Kemarin di meja resepsionis, kali ini begitu berani meletakkan bunga itu di meja kerja. Bisa saja Bianca mengabaikan lagi seperti yang sebelumnya, tetapi kali ini sedikit keterlaluan. Kembali diliriknya kartu itu, teringat tulisan di dalamnya, "Bisakah kita berteman?"Mengabaikan teman satu ruangan yang saling bertukar tatap karena bunga mawar di mejanya, Bianca pergi mencari Joko, office boy yang bertugas di lantai kantornya. Wanita itu menuju ruang pantry. Namun, tak mendapati siapa pun di sana. Saat akan keluar, Bianca berpapasan dengan Lia yang baru keluar dari lift."Nyari siapa, Bi?" tanya Lia."Pak Joko. Kamu lihat?" Lia
Pria berparas tegas itu sejenak tertegun dengan ajakan Luna Maheswari yang terkesan ingin sekali mengakrabkan diri dengan dirinya. Adam menyimpulkan sebuah senyum, "Tentu. Tapi saya lihat dulu jadwal saya besok. Nanti biar Vina yang mengabarimu. Oke?" Tidak ada alasan bagi Adam untuk menolak atau bersikap tidak ramah dengan ajakan siapa pun, termasuk Luna. Hanya saja dia akan lebih mengutamakan mana yang lebih penting.Artis yang sedang naik daun itu matanya berbinar bahagia. Dia spontan meraih tangan Adam untuk mengutarakan rasa terima kasihnya. "Makasih, ya, Mas," bisiknya dengan senyuman termanis.Tok! Tok!Pintu terbuka dan menampilkan Hassan, yang melihat pemandangan sang bos tangannya dipegang oleh sang artis. "Oh, maaf mengganggu," ucap Hassan sambil akan menutup pintu kembali, tetapi Adam mencegahnya.
Pria berambut hitam tebal itu sedang berbicara melalui ponsel dengan sang ayah. "Iya, Yah?" [Kamu tolong gantikan ayah makan malam dengan Mr. Li, ya] ujar Tuan Adyaksa. "Hari ini?" tanya Adam. [Iya. Ibumu minta ditemani ke Singapura. Tahu sendiri kalau ayah menolak pasti panjang urusannya] jawab suami Nyonya Wursita itu. Seketika Adam mengulas senyum dan teringat sifat sang ibu yang mudah merajuk. Pernah suatu seketika Nyonya Wursita jatuh sakit karena anemia yang dideritanya dan hanya akan makan jika Adam pulang menyuapinya. Saat itu Adam memang sudah hampir dua bulan tidak pulang ke Menteng terhalang pekerjaannya dengan OSG yang baru saja dimulai. Trias berjalan mengantar Adam ke pintu lift. "Pertemuan dengan pihak Advance Advertising akan dilakukan hari ini. Bos mau jadwalnya ditunda biar bisa menemui mereka langsung?" tanya Trias. "Nggak perlu. Aku serahkan sama kamu. Siapa nanti yang datang?" "Kepala divisi Perencanaan mereka," jawab wanita hamil itu. Sejenak Adam tertegun
Ponsel Lucky berdering. Setelah melihat nama sang bos terpampang di layar, segera diangkatnya sebelum nada dering pertama berakhir."Halo, Bos," sapa Lucky.[Bunga untuk Bianca besok biar saya sendiri yang ngasih!] Lalu sambungan itu diputus."Halo, Bos? Bos?" Lucky masih mencoba memanggil, tetapi sudah tidak ada jawaban dari penelepon. Asisten Adam tersebut menatap layar ponsel dan mencari daftar nama di kontak masuk. Dia ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah membaca nama penelepon. "Benar. Tadi memang bos yang telepon." Mata Lucky bergerak seperti sedang membantu kepalanya mengingat kembali perintah Adam.'Bunga untuk Bianca besok biar saya sendiri yang ngasih!' Kalimat pendek dan padat itu terngiang kembali di kepala Lucky. "Kenapa tiba-tiba begitu?" gumam Lucky yang bingung karena tidak ada penjelasan lebih lanjut.Lucky segera membuka ruang obrolan dengan empat rekan lainnya.Lucky: Bos barusan telpon. Ngasih perintah singkat padat dan jelas.Adi: Apaan, Mas?Hassan is typi
Fahar menceritakan kehidupan pribadinya kepada Adam, seorang teman yang telah lama berpisah. Bagaimana dia kehilangan Diana, istrinya, dan meneruskan hidup bersama putra tunggalnya, Alex."Aku akui kamu memiliki segalanya, Bro. Wajah, otak, penampilan, gaya bicara, keramahan, tapi baru sekarang aku paham kenapa," tutur Fahar.Sedangkan Adam tersenyum mendengar pujian demi pujian yang kawan lamanya itu lontarkan. "Kenapa?" tanya Adam mengetes."Iya, kamu anak tunggal kerajaan bisnis AS Corp, Bro. Kalau aku jadi orang tuamu pasti juga nggak bisa biarin kamu main-main," terang Fahar.Adam bahagia karena sahabatnya itu paham tanpa harus dijelaskan."Kenapa senyum?" tanya Fahar penasaran."Iya, aku senang kamu bisa paham tanpa aku harus jelasin. Beberapa hubungan menuntut kejelasan. Bahkan kadang sudah dijelaskan, mereka tetap tidak menerima dan memilih pergi. Dan aku senang lu paham," tukas Adam dengan intonasi tenang.Pria di hadapan Adam menangkap maksud lainnya. Dia merasa ada hubungan
Sekembali Adam dari Bandung, dia langsung menuju gedung pusat AS Corp. Dia beristirahat sejenak di ruang pribadinya sebelum kembali memulai hari dengan menyibukkan diri dalam pekerjaan.Hassan melihat jam hampir menunjukkan pukul sembilan. Sesuai instruksi yang Adam berikan, dia ingin Hassan membangunkannya sebelum tepat jam sembilan. Sang asisten segera menuju ruang kerja Adam. Di sana ada pintu lain yang tersembunyi di balik rak buku. Setelah menekan tombol di balik sebuah buku tebal bersampul cokelat, rak buku itu menimbulkan sebuah bunyi yang halus lalu bergerak bergeser secara perlahan. Semua asisten Adam sudah mengetahuinya, sedangkan Vina yang baru saja dipromosikan sebagai pengganti Trias belum mengetahuinya.Saat masuk ke ruangan itu, Hassan sudah bisa melihat Adam yg duduk termenung di tepi ranjang. Pria itu terkesan aneh melihat sang bos yang berlaku di luar kebiasaan. "Sudah bangun, Bos?" tegurnya.Adam menoleh lalu mengangguk. Hassan berjalan mendekat, "Ada yang Bos pik
"Selamat siang. Ada yang bisa dibantu?" tanya petugas di pintu masuk pada seorang kurir."Saya mengantarkan kiriman bunga untuk Ibu Bianca," jawabnya.Saat percakapan itu terjadi, Fahar baru saja tiba di kantor dan mendengarnya. "Langsung masuk saja, sampaikan ke meja resepsionis," instruksi si petugas.Kurir itu masuk membawa sebuah buket Krisan kuning dan melangkah menuju dua orang wanita yang sedang duduk tak jauh dari pintu utama.Fahar yang telah menerima salam dari si petugas keamanan berjalan menuju ke dalam gedung Advance Advertising. Namun, pria itu tidak langsung menuju lift untuk mengantarkan ke lantai tempatnya bekerja dan justru menyempatkan diri mendekat ke meja resepsionis. Dia penasaran dengan bunga yang dikirim untuk Bianca. Sejauh yang pria itu ingat, beberapa hari terakhir ini dia melihat Bianca selalu membawa bunga. Pertama bunga anggrek, lalu bunga matahari, dan pagi itu bunga Krisan. 'Apakah ada seseorang yang sengaja mengirimkannya kepada Bianca?' batinnya bert
Ibu Sun melihat Adam berdiri mematung, kemudian segera pergi menghampiri sang tamu. "Ada apa, Nak Adam?" tanyanya. "Bunganya cantik, Bu," sahut Adam saat menunjuk anggrek bulan ungu yang tersimpan di rak kayu di bawah pohon mangga. Bersisian dengan pot bunga lainnya. "Oh, bunga ini. Iya, saya juga suka lihatnya. Warnanya kalem sekaligus berani.""Ibu Sun sepertinya terampil merawat bunga, ya," puji Adam."Saya memang suka berkebun sejak muda. Tapi pengalaman merawat anggrek? Ini pertama kali. Semoga saja si cantik ini berumur panjang dengan saya," tutur wanita itu dengan menyentuh ujung kelopak bunga ungu itu.Entah mengapa tiba-tiba Adam merasa ada keterkaitan antara Ibu Sun dengan Bianca. Seingat Adam, ibu Bianca bekerja di panti asuhan, tetapi dia lupa nama lengkap panti maupun nama ibu Bianca. Namun, adanya bunga anggrek ungu itu membuatnya berpikir untuk menanyakan sesuatu yang lebih spesifik."Ini beli di mana? Saya jadi ingin punya juga.""Aduh, saya kurang tahu. Soalnya saya
Diawali dengan bunga anggrek, hari berikutnya mawar, kemudian bunga matahari. Semua makhluk cantik itu membuat Bianca tak henti-hentinya berpikir apa keinginan si pengirim. Sambil menatap kertas kecil yang berisi pesan singkat dan tentu saja dari seseorang yang berinisial A.~Jadi, kita sudah berteman. Teman?~AMawar kuning di meja kerjanya belum juga layu, dan kini tiga tangkai bunga matahari sudah datang. Dengan malas, Bianca melepas ikatan pita hijau pada bunga berkelopak kuning itu. Kemudian satu per satu tangkainya diselipkan di tengah kuntum mawar.Beberapa orang sudah berdatangan dan mereka mempersiapkan diri sebelum jam kantor benar-benar dimulai. Tak terkecuali Bianca, meskipun dirinya sedang diliputi rasa penasaran, tetapi pekerjaan lebih utama baginya. Terlebih lagi, kejadian pagi itu tentang dirinya yang terkurung di dalam toilet membuat energi paginya sudah cukup terkuras.'Terserah apa maumu," batin Bianca saat melihat sekali lagi isi kertas dan melemparnya asal.Amelia
Rupanya Adam dan Fahar adalah kawan lama semasa menempuh S1 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Mereka berbeda jurusan, tetapi terbilang akrab karena memiliki kesukaan yang sama yaitu menulis puisi. Sehingga mereka sering bertemu dalam satu komunitas pecinta puisi di kampus. Mereka rajin mengikuti acara-acara seni literasi. Menghadiri pementasan musikalisasi puisi. Hingga pernah menggagas buku antologi puisi bersama. Namun, belum sempat naik cetak karena jejak Adam menghilang di hari mereka wisuda. Kabar yang Fahar dapat ketika itu bahwa Adam segera terbang untuk meneruskan S2 di Amerika. Sejak saat itu, Fahar hilang kontak dengan Adam. Hingga tibalah hari saat Fahar melihat kontrak kerja sama dengan perusahaan OSG. Ada nama Adam Harun Saguna tertera pada bagian pihak pertama. "Adam Harun Saguna?" desis Fahar. "Benar. Itu adalah nama pemilik OSG sekaligus CEO kami. Saya di sini bertindak sebagai wakil beliau untuk pelegalan kontrak
"Tolong! Saya terjebak di dalam sini!" teriak Bianca.Si pengetuk pintu langsung membuka pintu toilet wanita. Wajahnya terkejut karena mengira pintu utama toilet yang macet. Dia melihat ada bunga dan tas kerja di dekat wastafel. "Di mana?" serunya.Merasa mengenal pemilik suara itu, Bianca coba memastikan. "Pak Fahar?" tanyanya."Bianca?" Pria itu pun mengenali suara si korban."Saya di sini, Pak! Pintunya tidak bisa dibuka!" cicit Bianca.Karena mendengar ketukan Bianca, Fahar tahu perempuan itu terjebak di dalam bilik kedua."Menjauh dari pintu!" titah Fahar.Bianca beringsut di pojokan ruangan dengan tetap menjaga kesadarannya.Kemudian lelaki ini mencoba menekan kenop dan mendorong paksa dengan mengandalkan sisi samping badannya. Percobaan pertama gagal. Begitu pun percobaan kedua dan ketiga. Lalu usaha keempat membuahkan hasil. Lelaki itu terkejut melihat kondisi Bianca.Sementara itu Bianca menatap nanar ke a
Pagi pun tiba. Bianca sengaja datang lebih awal karena bermaksud ingin menemui satpam yang berjaga shift malam. Hajatnya untuk mengetahui pengirim bunga itu masih bergelora. Setelah memarkirkan si marun, motor matiknya, perempuan itu menghampiri seorang penjaga di pintu masuk gedung.Melihat kartu tanda pengenal yang menggantung di leher Bianca, penjaga itu mengenali bahwa Bianca adalah pegawai di gedung itu, sehingga pria itu tidak mencegahnya. "Selamat pagi, Bu?" tanya pria itu santun."Pagi, Pak Eko," sapa Bianca setelah melihat deretan huruf di seragam yang pria itu kenakan."Pagi sekali, Bu?" tanya Eko heran."Iya. Sekali-kali menghindari polusi, Pak," kata Bianca berbasa-basi. " Pak Eko baru di sini? Saya nggak pernah lihat," ujar Bianca menyelidik."Betul, Bu. Ini minggu pertama saya dan dapat shift malam," terang Eko.Bianca mengangguk tanda dirinya paham. "Oh, iya, Pak. Apa Pak Eko juga yang menerima kiriman bunga mawar buat s