Aku kini sedang mencari Kenn yang ingin kutagih janjinya. Janji di mana ketiga permintaanku harus dia penuhi. Tanpa penolakan.Aku sudah tidak sabar mengeluarkan permintaan keduaku untuk membuatnya menuruti kemauanku sekali lagi. Ah, rasanya semangat sekali jika otakku sudah memberikan sinyal keberhasilan dalam setiap ideku.Aku berlari menuju dua kantin yang ada di sekolah, tapi nihil, batang hidungnya tak kelihatan sama sekali. Nggak mungkin dia sudah pulang, aku lihat motornya masih di parkiran sekolah.Aku beralih ke taman, gedung olahraga, bahkan ruangan perpustakaan pun tetap nggak ada. Akhirnya aku berhenti di depan ruangan musik, hanya sekadar mencoba mengatur napas. Ketika kaki ini akan melangkah pergi, aku sempat mendengar seseorang memainkan piano dengan merdu di sana.Bermodalkan penasaran, kuputuskan mengintip melalui celah lubang kecil pintu. Aku meliha
Angin berhembus cukup kencang, rambutku berkibar-kibar mengikuti arah angin yang menerpaku. Tanganku semakin mempererat pinggang Kenn saat motornya melaju dengan super kencang.Aku nggak tahu ini di mana. Dari tadi setelah keluar dari lingkungan sekolah, Kenn seperti kerasukan setan gila. Ia mengendarai motornya tanpa melihat siapa yang ada di belakang kemudinya. Sedari tadi aku berteriak kalap memukul-mukul bahu Kenn supaya bisa lebih pelan, tapi Kenn seolah-olah berubah tuli dan semakin mempercepat laju motornya.Aku mulai merutuki diriku sendiri. Bisa-bisanya aku mengikuti kemauan Kenn saat ia mengajakku berbicara di luar. Aku benar-benar bodoh. Ini sama aja bunuh diri.Kututup mataku serapat mungkin. Jantungku rasanya memompa lebih cepat dan kencang, rasa takutku juga bertambah besar. Suara klakson terdengar di tiap kendaraan yang kami lewati. Mungkin mereka berpikir kami orang sinting yang
Aku nggak salah dengar, tadi? Kenn menyebut nama Gita, kan? Jadi, Gita cinta pertama kakaknya?Sebentar, sepertinya ada yang ganjil. Tapi apa, ya? Kupukul-pukul kepala dengan tangan kananku. Duh, apa ya? Rasanya ada yang aku lupakan. Aku berjalan mondar-mandir dengan pikiran kalut dan berusaha memeras otak."Ada apa?" tanya Kenn.Aku melirik ke arah Kenn yang saat ini menampilkan wajah bingungnya saat melihat tingkahku. "Lo diem dulu, gue mau mikir. Kayaknya ada yang gue lupa."Masih berjalan bolak-balik di depan Kenn, aku berusaha keras mengingat kembali sesuatu yang sempat aku lupakan. Kenapa di saat penting begini, aku bisa lupa?Oh, aku tahu! Spontan aku berhenti dan menatap Kenn. "Lo tadi bilang Gita cinta pertama Hendra, kan? Gue bingung, kalo Gita cinta pertamanya kenapa waktu itu Gita malah nggak tau nama lo sama sekali, Ken
Jika tidak ada guru, di mana-mana yang namanya ruang kelas, ujung-ujungnya pasti ramai. Ada aja bahan untuk omongan. Seperti halnya kelas X-1.Kata Rafa selaku ketua kelas X-1, pelajaran ekonomi hari ini kosong. Itu disebabkan Pak Eko sedang sakit. Tugasnya kali ini harus membuat pertanyaan yang berhubungan dengan perusahaan dagang dan perusahaan jasa, lalu diberikan jawaban sendiri menurut cara pandang kita masing-masing."Hahaha ... ini sih gampang. Pertanyaan tergantung kita, kan? Kita sendiri yang disuruh buat pertanyaan, kan?" sesumbar Udin seraya tertawa keras."Gaya lo, Din! Emang lo mau bikin pertanyaan apa?" sahut Andika menimpali."Lo kayak nggak tau Udin aja, Dik. Palingan yang dibuat pertanyaan nggak jauh-jauh sama perdagangan sepatunya. Terus entar diselipin tuh bagian paling bawah kertasnya, alamat pabriknya sendiri," seloroh Daniel yang kini sudah dudu
Kenn menahan pergelangan tangan Kak Farah dengan tatapan yang mampu membuatnya menciut. "Berhenti atau kecoak ini akan berbalik masuk ke seragam lo," ancam Kenn."I-iya. Gu-gue b-berhenti, Kenn," jawab Kak Farah dengan tubuh gemetar dan tergagap-gagap di depan Kenn.Aku masih bingung. Dari mana Kenn datang? Bukankah dia masih ada urusan sama Pak Ahmad?"Kalian jangan coba-coba kabur dari sini!" teriaknya kepada semua anak buah Kak Farah begitu mengetahui mereka berniat kabur secara diam-diam.Mereka serentak berhenti dan berbalik, wajah mereka pucat pasi, berjalan layaknya mumi."Kemarikan kecoaknya."Dengan tangan gemetar Kak Farah menyerahkan plastik itu. Kenn meraihnya, lalu ia lepaskan kecoak-kecoak tersebut ke bawah kaki Kak Farah. Kontan Kak Farah terlonjak dan refleks mundur. Ia berteriak ketakuta
Ini hari keduaku di rumah sakit. Saat aku tersadar kemarin, tahu-tahu aku sudah berada dalam ruangan serba putih. Tak selang berapa lama, aku menjalani beberapa pemeriksaan dan diberikan serum anti tetanus. Aku masih ingat, karena luka di telapak tanganku cukup dalam sehingga perlu dilakukan pembedahan untuk membersihkan luka di dalamnya. Dokter yang merawatku tadi bilang, kemarin teman-temanku belum diizinkan menjenguk karena memang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan pembedahan, aku diwajibkan istirahat total dan tidak ada yang boleh mengganggu kecuali hari kedua. Dan seharusnya hari ini mereka sudah bisa membesukku. Omong-omong soal pembalasanku pada Kak Farah, aku harus merelakan jika nanti beasiswaku dicabut, tentunya tidak akan ada sekolah mana pun sudi memberikan beasiswa pada siswi yang suka membuat onar sepertiku. Atau mulai sekarang aku harus bersiap-siap, bisa jadi sesudah ini aku akan ditendang dari SMA Bakti Airlangga. Yeah, aku yakin dalam peristiwa ini, aku yan
Aku terbaring di atas tempat tidurku. Mataku terpejam, tapi pikiranku melayang ke mana-mana. Akhirnya kubuka mata dan mencoba melirik jam weker yang menunjukkan pukul 9.00 malam.Aku terus membolak-balikkan badanku, mencoba mencari posisi senyaman mungkin. Aku berusaha keras memejamkan mata, namun entah mengapa, aku tetap tak bisa tidur. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku sejak tadi pagi.Ya. Sejak tadi pagi awal mulanya berbagai macam pertanyaan di kepalaku muncul secara bertubi-tubi.Dari kemarin hingga tadi pagi aku menunggu kedatangan Kenn, akan tetapi ia tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Ia tak menjengukku barang sekalipun. Sampai sekitar pukul 8.00 pagi tadi, aku diperbolehkan pulang dan hanya dijemput Kak Kevan, Kak Alvin, Kak Ari, Dara, Tomi, kakek dan nenek.Ada niatan untuk menanyakan secara langsung pada Tomi, ia kan sepupu Kenn, aku yakin Tomi mengetahui penyebab Kenn tidak datang
Aku dan Dara tengah berjalan turun ke lantai bawah, kami akan menuju ke kantin belakang sekolah. Sejak Dara memproklamirkan hubungannya dengan Kak Ari, ia selalu aja mengajakku ke kantin dengan antusiasme yang tinggi.Aku sih senang-senang aja, selama keinginannya tidak berbelok dengan tujuanku mendekati Kak Kevan, tentunya.Kalau dipikir-pikir cepat juga Dara resmi menjadi pacar Kak Ari. Hubunganku sama Kak Kevan aja sampai sekarang belum ada perkembangan yang signifikan, kecuali berhasil di bagian kencan, tapi tetap aja masih kalah cepat dengan Dara. Apalagi waktu itu Dara masih tergila-gila dengan Kenn. Eh, saat dia mengaku sudah menyerah mengejar Kenn, tak tahunya nggak ada angin, nggak ada hujan, ia sudah pacaran sama Kak Ari. Kan, aneh!Jangan-jangan aku yang terlalu lamban. Apa kode yang aku tunjukan untuk Kak Kevan kurang jelas, ya? Atau, pendekatanku yang masih kurang?