Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku (7)
**Aku mulai memejamkan mataku tatkala pesawat yang aku tumpangi mulai lepas landas. Banyak pranugari dan pramugara memberikan arahan pada penumpang agar tetap tenang dan berpeganggan sebelum semua stabil.Mungkin aku akan sangat bosan di sini membayangkan jarang tempuh yang begitu jauh, jadi aku memutuskan untuk tidur saja.***Aku menggembuskan napasku gusar tatkala kakiku berdiri tepat di atas trotoar jalanan kota jakarta.Aku sudah menghabiskan waktu kurang lebih 27 jam dan akhinya tiba di sini. Sebenarnya perjalananku tidak sampai di sini saja. Aku harus kembali naik taksi dalam 5 jam kedepan untuk bisa pulang ke kampungku.Walaupun tubuh ini sudah terasa pegal-pegal, akan tetapi aku harus tetap menempuh perjalan tersebut agar semua kebenaran bisa kuungkapkan.Ya, tujuan utamaku adalah rumah kedua orang tuaku, mengapa aku tidak ke rumahku saja? Jawannya karena aku ingin melihat langsung bagaimana kehidupan orang tuaku di kampung.Karena selama ini aku sudah menyuruh Mas Riski untuk merenovasi rumah kedua orang tuaku dan meberikan uang yang cukup untuk keduanya hingga tidak perlu bekerja.Selama merantau aku memang jarang berbicara dengan ibu atau bapak, dikarenakan mereka tinggal di desa terpencil yang kesulitan mendapatkan sinyal untuk telepon.Aku lebih sering menanyakan kabar mereka melalui Mas Riski.Sudah pernah memaksa ibu dan bapak untuk pindah dan tinggal bersama keluarga Mas Riski, akan tetapi mereka menolak karena alasannya lebih nyaman tinggal di rumah sendiri, jadi aku tidak memaksa.Setelah mendapatkan taksi, Aku langsung masuk dan mengatakan alamat agar supir mengantarku ke tempat tujuan.Sudah menggabaikan ponselku cukup lama, sekarang aku memutuskan untuk melihat apakah ada pesan atau notifikasi yang aku abaikan.Seketika mataku membulat sempurna.Kebanyakan pesan dari Mas Riski yang terus saja membahas perihal liburan. Ah, dasar menyebalkan. Apakah dia pikir aku mau mengizinkannya untuk menghabiskan uangku hanya demi liburannya yang sama sekali tidak menguntungkan? Ah, tidak! Sudah cukup aku dibohongi.Sekarang jam 11 siang. Kemungkinan aku akan tiba di kampung sekitar jam 3 kurang atau lebih.Untuk makan siang. Aku tidak terlalu memikirkan itu dikarenakan tadi di bandara aku sudah mengisi perutku.[Sayang kok diread doang?] Pesan susulan dari suamiku yang menanyakan mengapa aku hanya melihat dan membaca pesannya saja tanpa berniat membalas.[Apakah aku dan ibu melakukan kesalahanan? Sejak tadi kamu tidak membalas pesanku dan pesan ibu, ayolah sayang. Jika kau punya masalah maka ceritakan padaku. Jangan begini, aku tidak suka.]Aku diam beberapa saat tatkala selesai membaca pesan itu. Mas Riski bahkan tidak sama sekali menyadari kesalahannya. Ia bertanya begitu seolah-olah aku lah yang salah karena telah mengabaikannya. Dasar pria aneh.Kesalahan terbesarku adalah mengenalnya.[Aku sedang sibuk mengungkap sebuah masalah, tolong jangan janggu aku dulu Mas dan untuk liburan, sebaiknya kau tunda saja, aku tidak punya banyak uang untuk dihambur-hamburkan pada hal yang tidak berguna seperti itu.] Setelah membalas pesan Mas Riski aku langsung menyimpan kembali ponselku dan menyandarkan kepalaku.Sebelah tangan ini memijiti kepalaku yang terasa sedikit berdenyut, mungkin karena tidurku kurang teratur dan mungkin juga karena efek lelah seharian berada di dalam pesawat. Di tambah lagi sekarang aku harus duduk diam di dalam taksi. Ah, punggung dan bokongku terasa begitu pegal.[Sepertinya kamu pulang dari suatu tempat yang jauh, ya?" tanya supir taski memecahkan keheningan di antara kami.Pria setengah baya itu melirikku sebentar kemudian tersenyum ramah."Iya pak.""Pulang dari mana memangnya?" tanya pria itu lagi."Saya TKW luar negri Pak, sekarang saya kembali ke kampung halaman," sahutku cepat dan pria itu hanya manggut-manggut sambil fokus menyetir dan kedua bola mata menatap jalanan yang begitu ramai."Belum nikah, ya?" tanya pria itu lagi."Udah, Pak," sahutku cepat membuat pria itu kembali menoleh tidka percaya.Saat menyadari perubahan raut wajahku pria setengah baya itu terdiam sambil meminta maaf dengan nada suara terdengar tidak enakan.Kemudian sepanjang perjalanan aku asik berbincang-bincang dengannya, ya, hitung-hitung untuk membunuh rasa jenuh. Beliau bercerita banyak padaku tentang kehidupannya yang ternyata lebih sulit dariku. Akan tetapi saat menceritakan satu persatu kata, ia terus saja terkekeh seolah-olah kesusahan itu sudah menjadi makanannya sehari-hari.Dari beliau aku belajar banyak. Aku benar-benar kagum pada sosok kepala rumah tangga sepertinya.Saking asiknya berbincang-bincang sampai-sampai aku tidak menyadari bahwa 4 jam di dalam taksi aku lalui tanpa aku sadari.Taksi yang aku tumpangi berhenti di sebuah gang kecil membuat aku sontak menegakkan tubuhku.Aku mulai mengucapkan terimakasih pada pria itu dan menyerahkan 4 lembar uang 100 ribu rupiah yang sempat aku tukar tadi di salah satu bank dekat Bandara.Pria itu langsung pergi meninggalkan aku yang masih berdiri mematung di tempat.***Saat kakiku berdiri di depan rumah, dadaku berdenyut-denyut dengan sakit, bahkan tidak ada perubahan sedikit pun pada rumah orang tuaku. Semua masih sama seperti sebelum aku merantau bahkan terlihat jauh lebih rusak.Aku tidak mendapati siapa pun di rumah, akan tetapi tiba-tiba aku dikejutkan dengan tepukan singkat baruku pelan."Karin?" tanya wanita yang kira-kira berusia 37 tahun itu."Mbak Rita! Ibu dan bapak di mana? Mengapa rumah masih seperti ini? Padahal aku sudah begitu banyak mengirim uang untuk renovasi rumah?" tanyaku pada wanita itu.Dia adalah tetangga yang sudah begitu dekat dengan keluargaku.Wanita itu diam sambil menundukkan kepalanya seperti tidak berani mengatakan sepatah katapun."Apakah semua ulah Mas Riski dan Ibu mertuaku?"Bersambung ..."Apakah semua ulah Mas Riski dan Ibu mertuaku?" Mbak Rita diam beberapa saat, wanita itu mengalihkan pembicaraan seolah tidak ingin menjawab pertanyaanku."Ayo mbak antarkan pada orang tuamu," katanya sambil menarik tanganku pelan membuat aku menuruti saja permintaannya."Kita simpan dulu barang-barangmu," katanya dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakan wanita itu. Setelah selesai menyimpan koper di dalam rumah, Mbak Rita kembali menarik tanganku mengajak aku untuk mengikuti langkahnya. Walaupun tadi aku sempat terpaku dengan keadaan di dalam rumah yang membuat hatiku tersayat.Rumah yang ditempati oleh kedua orang tauku bahkan bisa dikatakan tidak layak. Bayangkan saja, atap yang sudah bocor tidak ada sedikitpun perbaikan.Ke mana Mas Riski membawa uang yang aku kirimkan untuk ibu dan bapakku? Apakah ia juga menghabiskan uang itu demi kesenangannya dan kesenangan ibunya semata? Langkahku terhenti di tepian luasnya sawah-sawah yang ditumbuhi padi yang hijau, mbak Rita menunjukka
"Akan kuceritakan nanti, sekarang aku hanya ingin mendengarkan penjelasan ibu."Aku tetap teguh akan pendiriku membuat ibu menghela napas pelan. Wanita itu menatapku cukup lama seolah-olah ia tidak yakin akan menceritakan hal itu. Padahal aku sudah penasaran setengah mati."Buk, ayo katakan bagaimana sikap Mas Riski pada ibu selama ini? Dan apakah selama ini juga Mas Riski pernah ke sini dan menjumpai ibu untuk menyerahkan uang mungkin?" Pertanyaanku yang bertubi membuat ibu bingung sendiri.Wanita itu kemudian memberikan tanggapan hanya dengan sebuah gelenggan kepala pelan yang dapat menimbulkan rasa penasaran teramat sangat pada diriku. Aku masih belum bisa memberikan kesimpulan dengan jawaban ibu yang seperti itu."Semua yang kamu tanyakan tadi ibu berikan jawaban hanya dengan gelengan kepala kenapa?" Ibu malah balik ikut mempertanyakan. Padahal di sini aku tidak tahu apa pun."Karena suamimu tidak pernah ke sini ataupun menyerahkan sepeserpun uang. Ia Malah melupakan bahwa semua h
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku[Senangnya dapat mertua baik, sehat terus Ma sampai dede bayinya lahir.] Aku membaca status Wa Tasya berulang kali. Ini benar-benar tidak masuk akal, di dalam status itu jelas sebuah foto Tasya dan seorang wanita paru baya dengan tangan mengelus perut Tasya yang mulai membesar.Aku tau bahwa hari ini adalah acara 7 bulanan calon bayi Tasya. Akan tetapi aku merasa tidak masuk akan dengan caption di foto itu.Mertua? Jelas-jelas itu mertuaku alias Mama Mas Riski.Aku melihat pemberitahuan di bawah nama Tasya di sana menunjukkah bahwa wanita itu baru saja memposting status itu dua puluh menit yang lalu, akan tetapi di samping waktu terdapat pemberitahuan kecil bahwa Tasya sudah menghapus status itu.Lantas kenapa aku masih bisa melihatnya padahal Tasya sudah menghapus Status itu? Jawabannya karena aku menggunkan Wa GB. Jantungku mendadak berdenyut ngilu. Apakah ini alasan bahwa Tasya menghapusnya mendadak? Mungkin wanita itu menyadari bahwa ia lupa m
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Dan Tasya! Awas kau."Aku mencoba menghubungi seseorang, dan tidak berapa lama orang itu langsung menjawab teleponku tanpa perlu aku menunggu lama."Pesan tiket pesawat untuk saya sekarang. Saya akan kembali ke Indonesia," ucapaku tanpa basa-basi dan bahkan tanpa memberikan salam terlebih dahulu."Lo gila, Rin? Kok mendadak begini?" Dewi menyahut dengan nada suara yang terdengar penasaran.Aku menghela napas pelan. Lantas kembali menarik napas dengan rakus, hal yang terjadi hari ini benar-benar membuat aku darah tinggi."Ada hal yang harus aku selesaikan di sana Dewi. Ayolah jangan banyak bertanya. Lakukan saja perintahku." Dewi adalah sahabatki. Nasib wanita itu sama sepertiku, ia merantau ke negri orang juga untuk memperbaiki perekonomian keluarganya. Bedanya Dewi belum menikah."Ok, gue pesan sekarang. Lo mau yang berangkatnya jam berapa?" tanya wanita itu lagi."Mungkin dua atau tiga jam kedepan," sahutku."Lo gila, Sin? Emangnya Lo mau ngapain
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Lihat saja. Mulai hari ini kau akan menyesali perbuatanmu itu.""Akan kubuat kau jatuh miskin semiskin-miskinnya," gumamku pelan sambil meremas ponsel di tangan dengan kuat.Lagi-lagi bunyi notifikasi masuk, aku melihat siapa yang mengirim pesan, dan lagi-lagi tidak perlu menembakkannya karena orang yang mengirim pesan tidak lain adalah Mas Riski.[Sayang boleh tidak? Ini juga permintaan Ibumu, katanya beliau ingin liburan ke sana." Aku tersenyum sinis membaca pesan itu. Selalu saja begitu. Mereka selalu melibatkan keluargaku di kampung demi kesenangan mereka. Benar-benar kurang *jar.[Nggak boleh. Simpan saja uang itu.] Balasku singkat namun aku yakin bahwa pesan itu mampu membuat Mas Riski kesal.[Kamu bagaimana, sih? Karin? Ini juga aku lakukan demi kebahagiaan orang tua kamu, kok kamu jadi egois begini? Apa kamu sudah punya selingkuhan di sana hingga membuat kau galap mata dan keras hati?] tanya pria itu panjang lebar. Hay! Apa ini? Dia menuduh
"Ah sudahlah. Aku tidak melakukan kesalahanan apa pun, jadi untuk apa aku menyesal. Seharunya saat ini aku memikirkan cara membuat penghianat-penghianat itu menyesal dan merasa hancur sehancur-hancurnya."Aku berinisiatif untuk mengirimkan sebuah pesan berupa ucapan selamat untuk Tasya. Ucapan selamat atas bayinya sekaligus ucapan selamat atas keberhasilan wanita itu merebut suamiku.Terlihat bahwa ia sedang online.[Kamu udah mau lahiran aja, ya. Sedangkan aku masih asik kerja di sini he ge.]Jujur aku benar-benar penasaran dengan balasan Tasya. Akan tetapi aku harus tetap bersikap biasa saja seolah tidak tahu apa pun. Aku cukup diam dan membalasnya dengan elegan.Jujur, hatiku berdenyut sakit kala mengetahui bahwa banalu dalam rumah tanggaku adalah sahabatku sendiri. Ya, lagi pula semua itu wajar bukan? Hati siapa yang tidak sakit jika berada di posisiku.Masih jelas terngiang kala itu, saat-saat aku dan Mas Riski masih berada dalam ikatan pacaran, aku selalu datang bersama Tasya se
[Ah lupakan saja, oh iya, kamu sering ketemu suamiku nggak? Aku penasaran bagaimana keadaannya di sana.] Aku sengaja memancingnya. Dan aku tidak mendapatkan balasan Tasya. Hingga aku memutuskan untuk bersiap-siap karena ingin cepat cepat kembali."Tunggu aku, Tasya, Mama dan Mas Riski, aku akan kembali."Aku datang kemari sebagai TKW, jadi sebenarnya akan banyak hal yang harus dilakukan di diurus sebelum aku bisa kembali ke ke Indonesia. Mulai dari pengecekan paspor, visa dan beberapa hal lainnya.Akan tetapi aku sudah mempersiapkan hal itu jauh-jauh hari. Itu sebabnya aku bisa kembali ke Indonesia sekarang juga.Ya, satu bulan lagi adalah acara anniversary pernikahanku dan Mas Riski yang ke 5 tahun, aku sudah berniat memberikan pria itu kejutan istimewa, dengan pulang, akan tetapi terpaksa aku harus membatalkan semua itu dikarenakan aku sudah mengetahui semua kebusukan Mas Riski dan Tasya.Rencana kepulanganku untuk hal kebahagiaan sirna seketika, sekarang aku akan pulang dengan alas
Ibu Mertua di Status Wa Sahabatku (6)"Ah, gue juga punya rencana biar balas dendam Lo terlihat lebih elegan dan mahal," timpal Dewi lagi sambil tersenyum licik."Rencana apa?"Dewi mendekat kemudian membisikkan sesuatu hal padaku yang membuat mataku membulat sempurna. Dewi melepaskan rangkulannya lantas menatapku dalam hendak melihat bagaimana ekspresiku mungkin. "Gimana? Lo setuju nggak?" tanya Dewi dan aku hanya membalasnya dengan manggut-manggut tidak jelas. Benar apa.xang dikatakan Dewi. Aku tidak boleh terburu-buru. Aku harus menyiapkan semua dengan benar-benar matang agar balas dendamku terasa lebih menyakitkan."Nah tiket pesawat, penerbangan akan dilakukan dalam 4 jam kal" kata wanita itu yang mampu mengejutkan aku.4 jam bukanlah waktu yang lama bagiku, ah ayolah aku belum mandi atau bersiap-siap. Aku meraih benda tersebut dari tangannya kemudian meletakkan di atas koperku langkah berikutnya aku berlari dengan terbirit-birit. Aku tidak boleh terlambat.Dewi terus saja bert
"Akan kuceritakan nanti, sekarang aku hanya ingin mendengarkan penjelasan ibu."Aku tetap teguh akan pendiriku membuat ibu menghela napas pelan. Wanita itu menatapku cukup lama seolah-olah ia tidak yakin akan menceritakan hal itu. Padahal aku sudah penasaran setengah mati."Buk, ayo katakan bagaimana sikap Mas Riski pada ibu selama ini? Dan apakah selama ini juga Mas Riski pernah ke sini dan menjumpai ibu untuk menyerahkan uang mungkin?" Pertanyaanku yang bertubi membuat ibu bingung sendiri.Wanita itu kemudian memberikan tanggapan hanya dengan sebuah gelenggan kepala pelan yang dapat menimbulkan rasa penasaran teramat sangat pada diriku. Aku masih belum bisa memberikan kesimpulan dengan jawaban ibu yang seperti itu."Semua yang kamu tanyakan tadi ibu berikan jawaban hanya dengan gelengan kepala kenapa?" Ibu malah balik ikut mempertanyakan. Padahal di sini aku tidak tahu apa pun."Karena suamimu tidak pernah ke sini ataupun menyerahkan sepeserpun uang. Ia Malah melupakan bahwa semua h
"Apakah semua ulah Mas Riski dan Ibu mertuaku?" Mbak Rita diam beberapa saat, wanita itu mengalihkan pembicaraan seolah tidak ingin menjawab pertanyaanku."Ayo mbak antarkan pada orang tuamu," katanya sambil menarik tanganku pelan membuat aku menuruti saja permintaannya."Kita simpan dulu barang-barangmu," katanya dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakan wanita itu. Setelah selesai menyimpan koper di dalam rumah, Mbak Rita kembali menarik tanganku mengajak aku untuk mengikuti langkahnya. Walaupun tadi aku sempat terpaku dengan keadaan di dalam rumah yang membuat hatiku tersayat.Rumah yang ditempati oleh kedua orang tauku bahkan bisa dikatakan tidak layak. Bayangkan saja, atap yang sudah bocor tidak ada sedikitpun perbaikan.Ke mana Mas Riski membawa uang yang aku kirimkan untuk ibu dan bapakku? Apakah ia juga menghabiskan uang itu demi kesenangannya dan kesenangan ibunya semata? Langkahku terhenti di tepian luasnya sawah-sawah yang ditumbuhi padi yang hijau, mbak Rita menunjukka
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku (7)**Aku mulai memejamkan mataku tatkala pesawat yang aku tumpangi mulai lepas landas. Banyak pranugari dan pramugara memberikan arahan pada penumpang agar tetap tenang dan berpeganggan sebelum semua stabil.Mungkin aku akan sangat bosan di sini membayangkan jarang tempuh yang begitu jauh, jadi aku memutuskan untuk tidur saja.***Aku menggembuskan napasku gusar tatkala kakiku berdiri tepat di atas trotoar jalanan kota jakarta.Aku sudah menghabiskan waktu kurang lebih 27 jam dan akhinya tiba di sini. Sebenarnya perjalananku tidak sampai di sini saja. Aku harus kembali naik taksi dalam 5 jam kedepan untuk bisa pulang ke kampungku.Walaupun tubuh ini sudah terasa pegal-pegal, akan tetapi aku harus tetap menempuh perjalan tersebut agar semua kebenaran bisa kuungkapkan.Ya, tujuan utamaku adalah rumah kedua orang tuaku, mengapa aku tidak ke rumahku saja? Jawannya karena aku ingin melihat langsung bagaimana kehidupan orang tuaku di kampung.Karena sel
Ibu Mertua di Status Wa Sahabatku (6)"Ah, gue juga punya rencana biar balas dendam Lo terlihat lebih elegan dan mahal," timpal Dewi lagi sambil tersenyum licik."Rencana apa?"Dewi mendekat kemudian membisikkan sesuatu hal padaku yang membuat mataku membulat sempurna. Dewi melepaskan rangkulannya lantas menatapku dalam hendak melihat bagaimana ekspresiku mungkin. "Gimana? Lo setuju nggak?" tanya Dewi dan aku hanya membalasnya dengan manggut-manggut tidak jelas. Benar apa.xang dikatakan Dewi. Aku tidak boleh terburu-buru. Aku harus menyiapkan semua dengan benar-benar matang agar balas dendamku terasa lebih menyakitkan."Nah tiket pesawat, penerbangan akan dilakukan dalam 4 jam kal" kata wanita itu yang mampu mengejutkan aku.4 jam bukanlah waktu yang lama bagiku, ah ayolah aku belum mandi atau bersiap-siap. Aku meraih benda tersebut dari tangannya kemudian meletakkan di atas koperku langkah berikutnya aku berlari dengan terbirit-birit. Aku tidak boleh terlambat.Dewi terus saja bert
[Ah lupakan saja, oh iya, kamu sering ketemu suamiku nggak? Aku penasaran bagaimana keadaannya di sana.] Aku sengaja memancingnya. Dan aku tidak mendapatkan balasan Tasya. Hingga aku memutuskan untuk bersiap-siap karena ingin cepat cepat kembali."Tunggu aku, Tasya, Mama dan Mas Riski, aku akan kembali."Aku datang kemari sebagai TKW, jadi sebenarnya akan banyak hal yang harus dilakukan di diurus sebelum aku bisa kembali ke ke Indonesia. Mulai dari pengecekan paspor, visa dan beberapa hal lainnya.Akan tetapi aku sudah mempersiapkan hal itu jauh-jauh hari. Itu sebabnya aku bisa kembali ke Indonesia sekarang juga.Ya, satu bulan lagi adalah acara anniversary pernikahanku dan Mas Riski yang ke 5 tahun, aku sudah berniat memberikan pria itu kejutan istimewa, dengan pulang, akan tetapi terpaksa aku harus membatalkan semua itu dikarenakan aku sudah mengetahui semua kebusukan Mas Riski dan Tasya.Rencana kepulanganku untuk hal kebahagiaan sirna seketika, sekarang aku akan pulang dengan alas
"Ah sudahlah. Aku tidak melakukan kesalahanan apa pun, jadi untuk apa aku menyesal. Seharunya saat ini aku memikirkan cara membuat penghianat-penghianat itu menyesal dan merasa hancur sehancur-hancurnya."Aku berinisiatif untuk mengirimkan sebuah pesan berupa ucapan selamat untuk Tasya. Ucapan selamat atas bayinya sekaligus ucapan selamat atas keberhasilan wanita itu merebut suamiku.Terlihat bahwa ia sedang online.[Kamu udah mau lahiran aja, ya. Sedangkan aku masih asik kerja di sini he ge.]Jujur aku benar-benar penasaran dengan balasan Tasya. Akan tetapi aku harus tetap bersikap biasa saja seolah tidak tahu apa pun. Aku cukup diam dan membalasnya dengan elegan.Jujur, hatiku berdenyut sakit kala mengetahui bahwa banalu dalam rumah tanggaku adalah sahabatku sendiri. Ya, lagi pula semua itu wajar bukan? Hati siapa yang tidak sakit jika berada di posisiku.Masih jelas terngiang kala itu, saat-saat aku dan Mas Riski masih berada dalam ikatan pacaran, aku selalu datang bersama Tasya se
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Lihat saja. Mulai hari ini kau akan menyesali perbuatanmu itu.""Akan kubuat kau jatuh miskin semiskin-miskinnya," gumamku pelan sambil meremas ponsel di tangan dengan kuat.Lagi-lagi bunyi notifikasi masuk, aku melihat siapa yang mengirim pesan, dan lagi-lagi tidak perlu menembakkannya karena orang yang mengirim pesan tidak lain adalah Mas Riski.[Sayang boleh tidak? Ini juga permintaan Ibumu, katanya beliau ingin liburan ke sana." Aku tersenyum sinis membaca pesan itu. Selalu saja begitu. Mereka selalu melibatkan keluargaku di kampung demi kesenangan mereka. Benar-benar kurang *jar.[Nggak boleh. Simpan saja uang itu.] Balasku singkat namun aku yakin bahwa pesan itu mampu membuat Mas Riski kesal.[Kamu bagaimana, sih? Karin? Ini juga aku lakukan demi kebahagiaan orang tua kamu, kok kamu jadi egois begini? Apa kamu sudah punya selingkuhan di sana hingga membuat kau galap mata dan keras hati?] tanya pria itu panjang lebar. Hay! Apa ini? Dia menuduh
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Dan Tasya! Awas kau."Aku mencoba menghubungi seseorang, dan tidak berapa lama orang itu langsung menjawab teleponku tanpa perlu aku menunggu lama."Pesan tiket pesawat untuk saya sekarang. Saya akan kembali ke Indonesia," ucapaku tanpa basa-basi dan bahkan tanpa memberikan salam terlebih dahulu."Lo gila, Rin? Kok mendadak begini?" Dewi menyahut dengan nada suara yang terdengar penasaran.Aku menghela napas pelan. Lantas kembali menarik napas dengan rakus, hal yang terjadi hari ini benar-benar membuat aku darah tinggi."Ada hal yang harus aku selesaikan di sana Dewi. Ayolah jangan banyak bertanya. Lakukan saja perintahku." Dewi adalah sahabatki. Nasib wanita itu sama sepertiku, ia merantau ke negri orang juga untuk memperbaiki perekonomian keluarganya. Bedanya Dewi belum menikah."Ok, gue pesan sekarang. Lo mau yang berangkatnya jam berapa?" tanya wanita itu lagi."Mungkin dua atau tiga jam kedepan," sahutku."Lo gila, Sin? Emangnya Lo mau ngapain
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku[Senangnya dapat mertua baik, sehat terus Ma sampai dede bayinya lahir.] Aku membaca status Wa Tasya berulang kali. Ini benar-benar tidak masuk akal, di dalam status itu jelas sebuah foto Tasya dan seorang wanita paru baya dengan tangan mengelus perut Tasya yang mulai membesar.Aku tau bahwa hari ini adalah acara 7 bulanan calon bayi Tasya. Akan tetapi aku merasa tidak masuk akan dengan caption di foto itu.Mertua? Jelas-jelas itu mertuaku alias Mama Mas Riski.Aku melihat pemberitahuan di bawah nama Tasya di sana menunjukkah bahwa wanita itu baru saja memposting status itu dua puluh menit yang lalu, akan tetapi di samping waktu terdapat pemberitahuan kecil bahwa Tasya sudah menghapus status itu.Lantas kenapa aku masih bisa melihatnya padahal Tasya sudah menghapus Status itu? Jawabannya karena aku menggunkan Wa GB. Jantungku mendadak berdenyut ngilu. Apakah ini alasan bahwa Tasya menghapusnya mendadak? Mungkin wanita itu menyadari bahwa ia lupa m