Ibu Mertua di Status Wa Sahabatku (6)
"Ah, gue juga punya rencana biar balas dendam Lo terlihat lebih elegan dan mahal," timpal Dewi lagi sambil tersenyum licik."Rencana apa?"Dewi mendekat kemudian membisikkan sesuatu hal padaku yang membuat mataku membulat sempurna. Dewi melepaskan rangkulannya lantas menatapku dalam hendak melihat bagaimana ekspresiku mungkin."Gimana? Lo setuju nggak?" tanya Dewi dan aku hanya membalasnya dengan manggut-manggut tidak jelas. Benar apa.xang dikatakan Dewi. Aku tidak boleh terburu-buru. Aku harus menyiapkan semua dengan benar-benar matang agar balas dendamku terasa lebih menyakitkan."Nah tiket pesawat, penerbangan akan dilakukan dalam 4 jam kal" kata wanita itu yang mampu mengejutkan aku.4 jam bukanlah waktu yang lama bagiku, ah ayolah aku belum mandi atau bersiap-siap.Aku meraih benda tersebut dari tangannya kemudian meletakkan di atas koperku langkah berikutnya aku berlari dengan terbirit-birit. Aku tidak boleh terlambat.Dewi terus saja berteriak meneriaki aku agar cepat-cepat. Ah wanita itu hanya bisa menambah keruh suasana saja menyebalkan.***"Ok, lo hati-hati di sana, ya. Gue cuma bisa doain Lo, semoga iblis-iblis itu lekas mendapatkan karma mereka masing-masing," ucap Dewi dengan suara yang terdengar geram. Aku mengangguk mengiyakannya lantas beberapa menit kemudian wanita itu mendekap tubuhku erat."Kamu juga baik-baik di sini, ya," kataku sambil menepuk-nepuk bahunya beberapa kali berniat menguatkannya.Dewi mengangguk cepat."Gue nggak sabar mau dengar berita kalau Tasya nangis sambil bersujud di kaki Lo, sahabat macam apa itu, menusuk dari belakang," gerutu Dewi."Iya.""Dan satu lagi, jangan mau lagi sama Riski itu, kalau bisa cerai aja sama dia, laki-laki tidak berg*na, bisanya cuma selingkuh sama ngabisin duit doang," timpalnya lagi membuat aku menganggukkan kepalaku pelan."Ok, sana," perintah wanita itu.Sabelum pergi, aku tidak sengaja menyaksikan bulir bening menyerupai kristal luntuh dari kedua pelupuk mata Dewi, wanita itu mencoba menyembunyikannya dengan senyuman tulus.Dewi adalah sosok yang keras atau bisa dikatakan tomboi, di usianya yang sudah 26 tahun, wanita itu tidak kunjung menikah. Ya, mungkin salah satu faktor ia belum menikah karena penampilan yang terlihat begitu jauh dari feminim. Bahkan ia sengaja memotong rambutnya persisi seperti rambut laki-laki. Serta kaos dan celana jeans-nya membuat banyak laki-laki yang mendekati wanita itu harus berpikir ribuan kali.Dan lagi pula, sejak dulu Dewi tidak pernah lagi tertarik pada pria mana pun setelah ditinggal mati oleh kekasihnya.Ia tipikal wanita yang setia pada satu pilihannya, katanya Dewi ingin bersama dengan kekasihnya itu hingga di surga kelak, aku sebagai sahabat yang baik berusaha mengaminkan walaupun aku sebenarnya juga berusaha mencari laki-laki yang tepat untuk Dewi.Satu lagi fakta tentang gadis aneh itu, ia hampir tidak pernah menangis'. Itu sebabnya aku terharu kala melihat air matanya yang melepaskan kepergianku. Sebab, sejak awal mula merantau ia tidak pernah menangis' atau sedih, berbeda jauh dengan aku.Aku melangkah semakin jauh darinya membuat Dewi Hampir hilang dari pandangan mata oleh jarak, semakin jauh pula maka lambaian tangan Dewi semakin cepat menimbulkan rasa sesak di dada.Saat mengingat Tasya, aku merasa takut dan gelisah, ya, aku takut bahwa Dewi juga akan meninggalkan aku dan mengkhianatiku sama seperti Tasya. Akan tetapi saat melihat bagaimana ketulusan Dewi padaku, rasa takut da rasa takut itu perlahan terkikis.Sebelum benar-benar masuk ke dalam pesawat, aku menghela napas panjang kemudian menariknya kembali dengan sedikit sesak, menoleh ke belakang dan melihat di sekitar, aku akan meninggalkan negara ini dan kembali ke negara asalku.Sebenarnya sulit, akan tetapi mau bagaimana lagi? Keadaan yang memaksaku untuk pulang.Namun, di saat bersamaan sebuah kenangan tiga tahun yang lalu terlintas di otakku di mana Mas Riski mengatakan bahwa apa pun yang terjadi, ia tidak akan pernah meninggalkan aku. Dia lah yang memaksaku untuk merantau ke sini, dan Sekarang ia juga yang memaksaku untuk pulang.Benar apa yang telah dikatakan oleh ibu kandungku, "Laki-laki bisa menahan rasa rindu, akan tetapi laki-laki tidak akan bisa menahan hawa nafsunya. Ibu takut Riski melampiaskan nafsunya pada wanita lain."Kata-kata itu masih jelas terngiang dalam otakku. Memang naluri seorang ibu terhadap anaknya tidak pernah salah.Air mata yang sejak tadi aku tahan kini berangsur-angsur keluar membuat dadaku sesak sendiri. Aku duduk di salah satu bangku pesawat dengan pandangan yang menatap ke luar jendela.Aku tidak sedih karena dikhianati, akan tetapi aku sedih karena selama ini aku lalai dalam segala hal, membiarkan suami dan Mertuaku memanfaatkan aku.Ternyata selama ini aku hanya dijadikan mesin pencetak uang saja.Amarahku sudah mulai memuncak, aku mencoba menahannya dengan mengepalkan tangan ini kuat. Semua ini berawal dari Mas Riski.Sejak tadi aku menonaktifkan ponselku karena merasa pusing dengan notifikasi dari Mas Riski dan ibunya.Lagi pula untuk apa aku meladeninya terus-menerus. Lebih baik aku sabar saja, akan kuladeni mereka secara langsung dan berhadap-hadapan."Tidak lama lagi," gumamku pelanBersambung!Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku (7)**Aku mulai memejamkan mataku tatkala pesawat yang aku tumpangi mulai lepas landas. Banyak pranugari dan pramugara memberikan arahan pada penumpang agar tetap tenang dan berpeganggan sebelum semua stabil.Mungkin aku akan sangat bosan di sini membayangkan jarang tempuh yang begitu jauh, jadi aku memutuskan untuk tidur saja.***Aku menggembuskan napasku gusar tatkala kakiku berdiri tepat di atas trotoar jalanan kota jakarta.Aku sudah menghabiskan waktu kurang lebih 27 jam dan akhinya tiba di sini. Sebenarnya perjalananku tidak sampai di sini saja. Aku harus kembali naik taksi dalam 5 jam kedepan untuk bisa pulang ke kampungku.Walaupun tubuh ini sudah terasa pegal-pegal, akan tetapi aku harus tetap menempuh perjalan tersebut agar semua kebenaran bisa kuungkapkan.Ya, tujuan utamaku adalah rumah kedua orang tuaku, mengapa aku tidak ke rumahku saja? Jawannya karena aku ingin melihat langsung bagaimana kehidupan orang tuaku di kampung.Karena sel
"Apakah semua ulah Mas Riski dan Ibu mertuaku?" Mbak Rita diam beberapa saat, wanita itu mengalihkan pembicaraan seolah tidak ingin menjawab pertanyaanku."Ayo mbak antarkan pada orang tuamu," katanya sambil menarik tanganku pelan membuat aku menuruti saja permintaannya."Kita simpan dulu barang-barangmu," katanya dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakan wanita itu. Setelah selesai menyimpan koper di dalam rumah, Mbak Rita kembali menarik tanganku mengajak aku untuk mengikuti langkahnya. Walaupun tadi aku sempat terpaku dengan keadaan di dalam rumah yang membuat hatiku tersayat.Rumah yang ditempati oleh kedua orang tauku bahkan bisa dikatakan tidak layak. Bayangkan saja, atap yang sudah bocor tidak ada sedikitpun perbaikan.Ke mana Mas Riski membawa uang yang aku kirimkan untuk ibu dan bapakku? Apakah ia juga menghabiskan uang itu demi kesenangannya dan kesenangan ibunya semata? Langkahku terhenti di tepian luasnya sawah-sawah yang ditumbuhi padi yang hijau, mbak Rita menunjukka
"Akan kuceritakan nanti, sekarang aku hanya ingin mendengarkan penjelasan ibu."Aku tetap teguh akan pendiriku membuat ibu menghela napas pelan. Wanita itu menatapku cukup lama seolah-olah ia tidak yakin akan menceritakan hal itu. Padahal aku sudah penasaran setengah mati."Buk, ayo katakan bagaimana sikap Mas Riski pada ibu selama ini? Dan apakah selama ini juga Mas Riski pernah ke sini dan menjumpai ibu untuk menyerahkan uang mungkin?" Pertanyaanku yang bertubi membuat ibu bingung sendiri.Wanita itu kemudian memberikan tanggapan hanya dengan sebuah gelenggan kepala pelan yang dapat menimbulkan rasa penasaran teramat sangat pada diriku. Aku masih belum bisa memberikan kesimpulan dengan jawaban ibu yang seperti itu."Semua yang kamu tanyakan tadi ibu berikan jawaban hanya dengan gelengan kepala kenapa?" Ibu malah balik ikut mempertanyakan. Padahal di sini aku tidak tahu apa pun."Karena suamimu tidak pernah ke sini ataupun menyerahkan sepeserpun uang. Ia Malah melupakan bahwa semua h
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku[Senangnya dapat mertua baik, sehat terus Ma sampai dede bayinya lahir.] Aku membaca status Wa Tasya berulang kali. Ini benar-benar tidak masuk akal, di dalam status itu jelas sebuah foto Tasya dan seorang wanita paru baya dengan tangan mengelus perut Tasya yang mulai membesar.Aku tau bahwa hari ini adalah acara 7 bulanan calon bayi Tasya. Akan tetapi aku merasa tidak masuk akan dengan caption di foto itu.Mertua? Jelas-jelas itu mertuaku alias Mama Mas Riski.Aku melihat pemberitahuan di bawah nama Tasya di sana menunjukkah bahwa wanita itu baru saja memposting status itu dua puluh menit yang lalu, akan tetapi di samping waktu terdapat pemberitahuan kecil bahwa Tasya sudah menghapus status itu.Lantas kenapa aku masih bisa melihatnya padahal Tasya sudah menghapus Status itu? Jawabannya karena aku menggunkan Wa GB. Jantungku mendadak berdenyut ngilu. Apakah ini alasan bahwa Tasya menghapusnya mendadak? Mungkin wanita itu menyadari bahwa ia lupa m
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Dan Tasya! Awas kau."Aku mencoba menghubungi seseorang, dan tidak berapa lama orang itu langsung menjawab teleponku tanpa perlu aku menunggu lama."Pesan tiket pesawat untuk saya sekarang. Saya akan kembali ke Indonesia," ucapaku tanpa basa-basi dan bahkan tanpa memberikan salam terlebih dahulu."Lo gila, Rin? Kok mendadak begini?" Dewi menyahut dengan nada suara yang terdengar penasaran.Aku menghela napas pelan. Lantas kembali menarik napas dengan rakus, hal yang terjadi hari ini benar-benar membuat aku darah tinggi."Ada hal yang harus aku selesaikan di sana Dewi. Ayolah jangan banyak bertanya. Lakukan saja perintahku." Dewi adalah sahabatki. Nasib wanita itu sama sepertiku, ia merantau ke negri orang juga untuk memperbaiki perekonomian keluarganya. Bedanya Dewi belum menikah."Ok, gue pesan sekarang. Lo mau yang berangkatnya jam berapa?" tanya wanita itu lagi."Mungkin dua atau tiga jam kedepan," sahutku."Lo gila, Sin? Emangnya Lo mau ngapain
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Lihat saja. Mulai hari ini kau akan menyesali perbuatanmu itu.""Akan kubuat kau jatuh miskin semiskin-miskinnya," gumamku pelan sambil meremas ponsel di tangan dengan kuat.Lagi-lagi bunyi notifikasi masuk, aku melihat siapa yang mengirim pesan, dan lagi-lagi tidak perlu menembakkannya karena orang yang mengirim pesan tidak lain adalah Mas Riski.[Sayang boleh tidak? Ini juga permintaan Ibumu, katanya beliau ingin liburan ke sana." Aku tersenyum sinis membaca pesan itu. Selalu saja begitu. Mereka selalu melibatkan keluargaku di kampung demi kesenangan mereka. Benar-benar kurang *jar.[Nggak boleh. Simpan saja uang itu.] Balasku singkat namun aku yakin bahwa pesan itu mampu membuat Mas Riski kesal.[Kamu bagaimana, sih? Karin? Ini juga aku lakukan demi kebahagiaan orang tua kamu, kok kamu jadi egois begini? Apa kamu sudah punya selingkuhan di sana hingga membuat kau galap mata dan keras hati?] tanya pria itu panjang lebar. Hay! Apa ini? Dia menuduh
"Ah sudahlah. Aku tidak melakukan kesalahanan apa pun, jadi untuk apa aku menyesal. Seharunya saat ini aku memikirkan cara membuat penghianat-penghianat itu menyesal dan merasa hancur sehancur-hancurnya."Aku berinisiatif untuk mengirimkan sebuah pesan berupa ucapan selamat untuk Tasya. Ucapan selamat atas bayinya sekaligus ucapan selamat atas keberhasilan wanita itu merebut suamiku.Terlihat bahwa ia sedang online.[Kamu udah mau lahiran aja, ya. Sedangkan aku masih asik kerja di sini he ge.]Jujur aku benar-benar penasaran dengan balasan Tasya. Akan tetapi aku harus tetap bersikap biasa saja seolah tidak tahu apa pun. Aku cukup diam dan membalasnya dengan elegan.Jujur, hatiku berdenyut sakit kala mengetahui bahwa banalu dalam rumah tanggaku adalah sahabatku sendiri. Ya, lagi pula semua itu wajar bukan? Hati siapa yang tidak sakit jika berada di posisiku.Masih jelas terngiang kala itu, saat-saat aku dan Mas Riski masih berada dalam ikatan pacaran, aku selalu datang bersama Tasya se
[Ah lupakan saja, oh iya, kamu sering ketemu suamiku nggak? Aku penasaran bagaimana keadaannya di sana.] Aku sengaja memancingnya. Dan aku tidak mendapatkan balasan Tasya. Hingga aku memutuskan untuk bersiap-siap karena ingin cepat cepat kembali."Tunggu aku, Tasya, Mama dan Mas Riski, aku akan kembali."Aku datang kemari sebagai TKW, jadi sebenarnya akan banyak hal yang harus dilakukan di diurus sebelum aku bisa kembali ke ke Indonesia. Mulai dari pengecekan paspor, visa dan beberapa hal lainnya.Akan tetapi aku sudah mempersiapkan hal itu jauh-jauh hari. Itu sebabnya aku bisa kembali ke Indonesia sekarang juga.Ya, satu bulan lagi adalah acara anniversary pernikahanku dan Mas Riski yang ke 5 tahun, aku sudah berniat memberikan pria itu kejutan istimewa, dengan pulang, akan tetapi terpaksa aku harus membatalkan semua itu dikarenakan aku sudah mengetahui semua kebusukan Mas Riski dan Tasya.Rencana kepulanganku untuk hal kebahagiaan sirna seketika, sekarang aku akan pulang dengan alas
"Akan kuceritakan nanti, sekarang aku hanya ingin mendengarkan penjelasan ibu."Aku tetap teguh akan pendiriku membuat ibu menghela napas pelan. Wanita itu menatapku cukup lama seolah-olah ia tidak yakin akan menceritakan hal itu. Padahal aku sudah penasaran setengah mati."Buk, ayo katakan bagaimana sikap Mas Riski pada ibu selama ini? Dan apakah selama ini juga Mas Riski pernah ke sini dan menjumpai ibu untuk menyerahkan uang mungkin?" Pertanyaanku yang bertubi membuat ibu bingung sendiri.Wanita itu kemudian memberikan tanggapan hanya dengan sebuah gelenggan kepala pelan yang dapat menimbulkan rasa penasaran teramat sangat pada diriku. Aku masih belum bisa memberikan kesimpulan dengan jawaban ibu yang seperti itu."Semua yang kamu tanyakan tadi ibu berikan jawaban hanya dengan gelengan kepala kenapa?" Ibu malah balik ikut mempertanyakan. Padahal di sini aku tidak tahu apa pun."Karena suamimu tidak pernah ke sini ataupun menyerahkan sepeserpun uang. Ia Malah melupakan bahwa semua h
"Apakah semua ulah Mas Riski dan Ibu mertuaku?" Mbak Rita diam beberapa saat, wanita itu mengalihkan pembicaraan seolah tidak ingin menjawab pertanyaanku."Ayo mbak antarkan pada orang tuamu," katanya sambil menarik tanganku pelan membuat aku menuruti saja permintaannya."Kita simpan dulu barang-barangmu," katanya dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakan wanita itu. Setelah selesai menyimpan koper di dalam rumah, Mbak Rita kembali menarik tanganku mengajak aku untuk mengikuti langkahnya. Walaupun tadi aku sempat terpaku dengan keadaan di dalam rumah yang membuat hatiku tersayat.Rumah yang ditempati oleh kedua orang tauku bahkan bisa dikatakan tidak layak. Bayangkan saja, atap yang sudah bocor tidak ada sedikitpun perbaikan.Ke mana Mas Riski membawa uang yang aku kirimkan untuk ibu dan bapakku? Apakah ia juga menghabiskan uang itu demi kesenangannya dan kesenangan ibunya semata? Langkahku terhenti di tepian luasnya sawah-sawah yang ditumbuhi padi yang hijau, mbak Rita menunjukka
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku (7)**Aku mulai memejamkan mataku tatkala pesawat yang aku tumpangi mulai lepas landas. Banyak pranugari dan pramugara memberikan arahan pada penumpang agar tetap tenang dan berpeganggan sebelum semua stabil.Mungkin aku akan sangat bosan di sini membayangkan jarang tempuh yang begitu jauh, jadi aku memutuskan untuk tidur saja.***Aku menggembuskan napasku gusar tatkala kakiku berdiri tepat di atas trotoar jalanan kota jakarta.Aku sudah menghabiskan waktu kurang lebih 27 jam dan akhinya tiba di sini. Sebenarnya perjalananku tidak sampai di sini saja. Aku harus kembali naik taksi dalam 5 jam kedepan untuk bisa pulang ke kampungku.Walaupun tubuh ini sudah terasa pegal-pegal, akan tetapi aku harus tetap menempuh perjalan tersebut agar semua kebenaran bisa kuungkapkan.Ya, tujuan utamaku adalah rumah kedua orang tuaku, mengapa aku tidak ke rumahku saja? Jawannya karena aku ingin melihat langsung bagaimana kehidupan orang tuaku di kampung.Karena sel
Ibu Mertua di Status Wa Sahabatku (6)"Ah, gue juga punya rencana biar balas dendam Lo terlihat lebih elegan dan mahal," timpal Dewi lagi sambil tersenyum licik."Rencana apa?"Dewi mendekat kemudian membisikkan sesuatu hal padaku yang membuat mataku membulat sempurna. Dewi melepaskan rangkulannya lantas menatapku dalam hendak melihat bagaimana ekspresiku mungkin. "Gimana? Lo setuju nggak?" tanya Dewi dan aku hanya membalasnya dengan manggut-manggut tidak jelas. Benar apa.xang dikatakan Dewi. Aku tidak boleh terburu-buru. Aku harus menyiapkan semua dengan benar-benar matang agar balas dendamku terasa lebih menyakitkan."Nah tiket pesawat, penerbangan akan dilakukan dalam 4 jam kal" kata wanita itu yang mampu mengejutkan aku.4 jam bukanlah waktu yang lama bagiku, ah ayolah aku belum mandi atau bersiap-siap. Aku meraih benda tersebut dari tangannya kemudian meletakkan di atas koperku langkah berikutnya aku berlari dengan terbirit-birit. Aku tidak boleh terlambat.Dewi terus saja bert
[Ah lupakan saja, oh iya, kamu sering ketemu suamiku nggak? Aku penasaran bagaimana keadaannya di sana.] Aku sengaja memancingnya. Dan aku tidak mendapatkan balasan Tasya. Hingga aku memutuskan untuk bersiap-siap karena ingin cepat cepat kembali."Tunggu aku, Tasya, Mama dan Mas Riski, aku akan kembali."Aku datang kemari sebagai TKW, jadi sebenarnya akan banyak hal yang harus dilakukan di diurus sebelum aku bisa kembali ke ke Indonesia. Mulai dari pengecekan paspor, visa dan beberapa hal lainnya.Akan tetapi aku sudah mempersiapkan hal itu jauh-jauh hari. Itu sebabnya aku bisa kembali ke Indonesia sekarang juga.Ya, satu bulan lagi adalah acara anniversary pernikahanku dan Mas Riski yang ke 5 tahun, aku sudah berniat memberikan pria itu kejutan istimewa, dengan pulang, akan tetapi terpaksa aku harus membatalkan semua itu dikarenakan aku sudah mengetahui semua kebusukan Mas Riski dan Tasya.Rencana kepulanganku untuk hal kebahagiaan sirna seketika, sekarang aku akan pulang dengan alas
"Ah sudahlah. Aku tidak melakukan kesalahanan apa pun, jadi untuk apa aku menyesal. Seharunya saat ini aku memikirkan cara membuat penghianat-penghianat itu menyesal dan merasa hancur sehancur-hancurnya."Aku berinisiatif untuk mengirimkan sebuah pesan berupa ucapan selamat untuk Tasya. Ucapan selamat atas bayinya sekaligus ucapan selamat atas keberhasilan wanita itu merebut suamiku.Terlihat bahwa ia sedang online.[Kamu udah mau lahiran aja, ya. Sedangkan aku masih asik kerja di sini he ge.]Jujur aku benar-benar penasaran dengan balasan Tasya. Akan tetapi aku harus tetap bersikap biasa saja seolah tidak tahu apa pun. Aku cukup diam dan membalasnya dengan elegan.Jujur, hatiku berdenyut sakit kala mengetahui bahwa banalu dalam rumah tanggaku adalah sahabatku sendiri. Ya, lagi pula semua itu wajar bukan? Hati siapa yang tidak sakit jika berada di posisiku.Masih jelas terngiang kala itu, saat-saat aku dan Mas Riski masih berada dalam ikatan pacaran, aku selalu datang bersama Tasya se
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Lihat saja. Mulai hari ini kau akan menyesali perbuatanmu itu.""Akan kubuat kau jatuh miskin semiskin-miskinnya," gumamku pelan sambil meremas ponsel di tangan dengan kuat.Lagi-lagi bunyi notifikasi masuk, aku melihat siapa yang mengirim pesan, dan lagi-lagi tidak perlu menembakkannya karena orang yang mengirim pesan tidak lain adalah Mas Riski.[Sayang boleh tidak? Ini juga permintaan Ibumu, katanya beliau ingin liburan ke sana." Aku tersenyum sinis membaca pesan itu. Selalu saja begitu. Mereka selalu melibatkan keluargaku di kampung demi kesenangan mereka. Benar-benar kurang *jar.[Nggak boleh. Simpan saja uang itu.] Balasku singkat namun aku yakin bahwa pesan itu mampu membuat Mas Riski kesal.[Kamu bagaimana, sih? Karin? Ini juga aku lakukan demi kebahagiaan orang tua kamu, kok kamu jadi egois begini? Apa kamu sudah punya selingkuhan di sana hingga membuat kau galap mata dan keras hati?] tanya pria itu panjang lebar. Hay! Apa ini? Dia menuduh
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku"Dan Tasya! Awas kau."Aku mencoba menghubungi seseorang, dan tidak berapa lama orang itu langsung menjawab teleponku tanpa perlu aku menunggu lama."Pesan tiket pesawat untuk saya sekarang. Saya akan kembali ke Indonesia," ucapaku tanpa basa-basi dan bahkan tanpa memberikan salam terlebih dahulu."Lo gila, Rin? Kok mendadak begini?" Dewi menyahut dengan nada suara yang terdengar penasaran.Aku menghela napas pelan. Lantas kembali menarik napas dengan rakus, hal yang terjadi hari ini benar-benar membuat aku darah tinggi."Ada hal yang harus aku selesaikan di sana Dewi. Ayolah jangan banyak bertanya. Lakukan saja perintahku." Dewi adalah sahabatki. Nasib wanita itu sama sepertiku, ia merantau ke negri orang juga untuk memperbaiki perekonomian keluarganya. Bedanya Dewi belum menikah."Ok, gue pesan sekarang. Lo mau yang berangkatnya jam berapa?" tanya wanita itu lagi."Mungkin dua atau tiga jam kedepan," sahutku."Lo gila, Sin? Emangnya Lo mau ngapain
Ibu Mertuaku di Status Wa Sahabatku[Senangnya dapat mertua baik, sehat terus Ma sampai dede bayinya lahir.] Aku membaca status Wa Tasya berulang kali. Ini benar-benar tidak masuk akal, di dalam status itu jelas sebuah foto Tasya dan seorang wanita paru baya dengan tangan mengelus perut Tasya yang mulai membesar.Aku tau bahwa hari ini adalah acara 7 bulanan calon bayi Tasya. Akan tetapi aku merasa tidak masuk akan dengan caption di foto itu.Mertua? Jelas-jelas itu mertuaku alias Mama Mas Riski.Aku melihat pemberitahuan di bawah nama Tasya di sana menunjukkah bahwa wanita itu baru saja memposting status itu dua puluh menit yang lalu, akan tetapi di samping waktu terdapat pemberitahuan kecil bahwa Tasya sudah menghapus status itu.Lantas kenapa aku masih bisa melihatnya padahal Tasya sudah menghapus Status itu? Jawabannya karena aku menggunkan Wa GB. Jantungku mendadak berdenyut ngilu. Apakah ini alasan bahwa Tasya menghapusnya mendadak? Mungkin wanita itu menyadari bahwa ia lupa m