Home / Romansa / FAUZIAH AZZAHRA / Restu Orangtua

Share

Restu Orangtua

Hubungan Azizah dan Adrian rupanya disambut baik oleh kedua orang tua gadis tersebut. Sehingga sepasang kekasih yang tengah dilanda asmara itu merasa bahagia. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Sebab rekan kerja Adrian merasa cemburu pada pemuda tersebut. Rupanya diam-diam rekan kerja Adrian yang bernama Izul menaruh rasa pada Azizah. Sehingga membocorkan status Adrian padanya. Namun, semula Azizah tak paham apa maksud ucapan Izul . Sehingga ia tak peduli dan tetap melanjutkan hubungan mereka.

“Jadi kau menyukai putriku?” tanya Fahri kepada Adrian. Pemuda itu kini memperkenalkan diri kepada kedua orantua Azizah selayaknya pria dewasa yang bertanggung jawab. Adrian duduk di depan Fahri dan juga Safia sembari menundukan kepala. Merasa segan pada kedua orangtua kekasihnya itu.

“Iya, om,” jawab Adrian ragu-ragu. Walaupun usia Adrian sudah dewasa dan memiliki pengalaman sebelumnya, tetapi kali ini dia merasa berbeda. Azizah gadis spesial yang dia anggap patut di perjuangkan. Gadis itu dengan segala tantangan yang ia beri, meminta Adrian untuk menemui kedua orangtuanya.

“Sudah berapa lama kalian memiliki hubungan?” Fahri tengah menginterogasi Adrian seperti orangtua yang posesif. Dia tak ingin anak gadisnya salah jalan hingga terjerumus dalam lembah yang hitam.

Ada banyak anak remaja yang salah memilih jalur percintaan. Mereka sembunyi-sembunyi dari orangtua serta keluarga. Sehingga yang terjadi adalah hamil diluar nikah. Dan Fahri tak ingin anak gadisnya itu mengalami hal serupa seperti mereka yang tak memiliki adab.

“Belum lama ini, om. Tapi saya mencinta putri om sejak pertama kali bertemu. Dan saya sunguh-sungguh padanya,” terang Adrian.

Pemuda berkulit putih itu berusaha meyakinkan Fahri yang tengah memborbardirnya dengan sejumlah pertanyaan. Dia tak ingin ada jarak atau penolakan dari keluarga Azizah.

“Jadi kalian sudah lama saling mencintai?” Kali ini pertanyaan Fahri mengarah pada Azizah. Dia menatap gadis itu dengan tatapan selidik.

“Belum lama, pa,” sahut Azizah tak kalah takutnya dari Adrian. Wanita itu juga menundukan kepala. Takut ayahnya marah atau menolak Adrian.

“Baiklah kalau begitu. Papa merestui kalian berdua. Tapi ingat, jangan pernah melakukan kesalahan yang fatal. Papa memberi izin bukan berarti kalian bebas melakukan apa saja seperti kebanyakan anak muda zaman sekarang. Jangan pernah membuat malu keluarga. Papa percaya padamu.” Akhirnya Fahri memberi restu kepada Adrian dan Azizah. Pria dengan tinggi seratus tujuh puluh lima itu tak menekan anak gadisnya kali ini. Sebab Fahri dapat melihat tanggung jawab serta kedewasaan yang dimiliki Azizah sekarang. Gadis itu mampu menjaga diri dari lawan jenis.

“Terimakasih, om, tante,” ucap Adrian seraya mencium punggung tangan kedua orangtua Azizah.

“Tolong jaga anak tante. Jangan kecewakan dia. Kau adalah orang pertama yang datang ke rumah dan memperkenalkan diri dengan berani. Tante harap kau tidak akan mengecewakan kami, nak.” Safia yang sedari tadi diam menyaksikan Fahri mencerca Adrian dan Azizah dengan sejumlah pertanyaan, kini meminta pada kekasih putrinya itu untuk menjaga Azizah serta tak membuatnya patah hati.

Sejatinya seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya walau sekeras apapun sifat mereka. Karena biar bagaimanapun juga, Fahri dan Safia lah yang melahirkan Azizah. Sekarang gadis itu menjelma bagai wanita cantik yang berbudi pekerti luhur. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri serta keluarga. Menjaga nama baik mereka yang di sebut sebagai orangtua.

Walaupun tak sedikit dari warga yang masih suka mencemoohnya, tetapi Azizah mampu melewati itu semua. Terbukti dari dia yang sampai detik ini mampu berdiri kokoh di tengah kubangan penghinaan orang-orang rendahan seperti Halima, Alwi, Markonah, dan juga para emak lainnya.

Gadis itu ibarat artis papan atas yang sering mereka hujat dan gosipkan. Ibarat kata, tiada hari tanpa gossip Azizah. Terlebih lagi kehadiran Adrian menjadi buah bibir hangat bagi para warganet. Mereka menyebut, bahwa Azizah sudah tak perawan lagi, tetapi masih berani menjalin kasih pada pria lain. Padahal Adrian merupakan lelaki tampan rupawan serta berasal dari kota besar. Tak sepantasnya dia bersama gadis seperti Azizah.

“Azizah itu gadis yang tidak tahu malu! Sudah jelas-jelas dia tidak perawan lagi, tapi masih mau di embat pria tampan seperti Adrian. Lelaki itu akan lebih cocok apabila di sandingkan bersama putriku, Irma.” Markonah, dengan percaya dirinya menyebut Irma sebagai gadis yang lebih pantas mendampingi Adrian, bukan Azizah. Padahal Markonah tak pernah tahu jika selama ini Irma bermain kasih bersama pria hidung belang.

“Iya, kau benar. Irma kan masih perawan. Iya gak ibu-ibu sekalian?” sahut Hayati, janda kembang berkepala dua. Suka sekali tebar pesona pada Markonah demi mendapatkan sebongkah nasi uduk bercampur ikan asin pedas manis. Padahal dalam hati, Hayati ingin muntah saat mendegar pernyataan Markonah. Dia hanya berpura-pura memberi dukungan pada ketua suku tukang gossip itu agar tak di singkirkan dari perkumpulan mereka.

“Ya, iyalah. Irma gitu loh! Siapa dulu dong ibunya.” Lihatlah, bahkan Markonah tak menyadari sindiran Hayati yang menyebut anaknya masih perawan. Padahal sebagian besar warga tahu, bahwa putri Markonah sering kali keluar rumah selayaknya kupu-kupu malam. Namun, bertingkah seperti manusia paling benar dan suci di muka bumi ini. mencari-cari kesalahan orang lain hingga melupakan dosa sendiri.

“Markonah…” Halima, bibi Azizah yang juga turut menggosip bersama Markonah, memberi dukungan munafik pada teman ghibanya. Para emak itu bertingkah seolah paling murni di dunia ini. Padahal tak ada satu pun dari mereka memiliki masa lalu yang indah. Semuanya di awali dengan jalan sesat. Bahkan sekarang pun mereka tak pernah berubah. Contohnya Markonah, wanita paruh baya itu kerap kali bermain cinta bersama pria yang jauh lebih muda usianya dari dia. Melalui sosial media mereka bertukar pesan dan gambar tak senonoh.

Sementara Hayati, janda muda yang kedapatan selingkuh di kamar mereka. Dan saat itu tengah hamil tiga bulan. Akhirnya dia di ceraikan dan sekarang menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah. Namun, dia memiliki profesi sampingan yang jarang di ketahui oleh banyak orang. Dia menjadi tukang pijat plus-plus di rumah bordir kampung sebelah. Sedangkan Halima, istri Alwi merupakan mantan wanita jalang, hingga saat ini masih setia berkomunikasih pada salah satu pelanggannya yang dulu sukses merebut keperawanan wanita itu tanpa sepengetahuan Alwi.

Sekarang mereka bertingkah seperti manusia berahlak tinggi. Merendahakan Safia dan Azizah selayaknya sampah. Padahal ibu dan anak itu jauh lebih mulia di bandingkan para jalang murahan tersebut.

**

Beberapa bulan kemudian, Izul yang merupakan rekan kerja Adrian tengah terlibat perdebatan. Adrian yang tak terima saat Izul menyinggung persoalan pernikahannya hanya karena merasa cemburu pada temannya itu.

“Jangan coba-coba untuk memberitahu Azizah tentang statusku Izul! Biar aku yang menceritakan segalanya pada wanita itu,” kata Adrian.

“Apa kau ingin bersikap egois? Biarkan wanita itu hidup bebas bersamaku. Kau sudah menikah Adrian. Setidaknya kau harus tahu diri!” sahut Izul tak mau kalah. Dia mempertahankan cinta sepihaknya pada wanita yang sama sekali tak pernah mencintai dirinya.

“Kau yang seharusnya sadar diri Izul! Azizah adalah kekasihku. Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk melepasnya? Apa kau sudah gila?” Adrian tak terima ketika Izul terus mendesaknya untuk memutuskan Azizah. Padahal mereka saling mencintai. Sementara cinta Izul pada Azizah hanyalah bertepuk sebelah tangan.

“Adrian, apa kau lupa bahwa kau dan Yanti belum bercerai secara hukum? Mungkin saat ini kau hidup sendirian, tapi selesaikan dulu urusanmu bersamanya, lalu kemudian beralihlah pada Azizah. Tapi sebelum kau berhasil menyelesaikan segala urusanmu bersama Yanti, maka selama itu pula Azizah akan menjadi kekasihku.” Izul memperlakukan Azizah selayaknya boneka yang patut dia ofor kesana kemari seperti piala bergilir.

“Tutup mulutmu, brengsek!”

Bug!

Adrian menghantam wajah Izul yang sungguh menyebalkan. Sebagai seorang pria dewasa, tidak seharusnya Izul berkata demikian. Merendahakan Azizah yang merupakan kekasih dari rekannya sendiri. Seharusnya pria itu bersikap lebih jentel dalam memperebutkan seorang wanita. Tidak dengan mengeluarkan kata-kata yang menguras emosi dan tenaga.

“Kalian sedang meributkan apa?” Azizah.

To be continued…

  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status