[Im Aerum’s POV]
Beberapa orang berkata bahwa, “Tidak akan ada yang bisa menggantikan sahabat semasa sekolah menengah.” Aku rasa yang mereka ucapkan itu benar adanya. Terutama untukku, yang bahkan sama sekali tidak memiliki teman di SMA-ku saat ini.
Jujur saja, aku tak pernah memahami maksud dari ucapan mereka beberapa waktu yang lalu. Namun, saat aku sedang menyiapkan bekal makanan untuk persiapan piknikku dengan Yeri, aku merasa yang mereka ucapkan benar. Sejauh ini, aku sama sekali tidak memiliki teman yang dekat denganku di sekolah baruku. Terutama jika kau tahu bagaimana bersekolah di sekolah para artis itu.
Meski aku selalu terlihat cuek dan malas-malasan ketika bertemu Yeri, tapi percayalah, dia adalah salah satu teman terbaik yang pernah kupunya. Aku mengeluarkan ponsel dari sakuku dan berniat meneleponnya.
“Bersiap-siaplah. Aku sudah berjalan ke arah rumahmu. Aku tidak akan menunggu lagi, oke?&rdq
[Kim Young Mi’s POV]Banyaknya tugas dan juga jadwal di sekolah akhir-akhir ini membuatku cukup jarang bertemu dengan bibi Yeesung. Aku juga meminta bibi Yeesung untuk berhenti memberikanku uang untuk bekal ke sekolah. Namun, ia selalu memberiku uang, setidaknya sebulan sekali. Karena aku merasa tak enak padanya, hari ini aku memutuskan untuk kembali membantu di restorannya.Aku memasuki restoran bibi masih mengenakan seragam sekolah. Mungkin karena hari ini adalah hari kerja, jadi tak banyak orang yang datang ke restoran. Berbeda dengan hari Sabtu ataupun hari Minggu. Setelah mengganti seragam sekolahku, aku segera mencari keberadaan bibi. Nampaknya, bibi sedang tidak berada di restoran.“Hei, kau lama sekali tidak datang ke sini,” sapa Dongsuk dari belakangku.“Ah, mianhae. Akhir-akhir ini aku cukup sibuk dengan jadwal sekolah.”Dongsuk mengangguk-angguk. “Aku bisa memahaminya. Tapi, a
[Im Areum’s POV]Hari pertama di minggu ini berjalan sangat lambat. Banyak tugas-tugas yang harus kukerjakan. Untungnya, karena aku bersekolah di sekolah seni, jadi kebanyakan tugas yang diberikan sekolah adalah tugas praktik bukan akademis. Ya, meski begitu kami juga tetap mendapatkan tugas akademis seperti murid sekolah lainnya.Kendala yang selalu kualami lagi-lagi masih sama, yaitu dalam tugas berkelompok. Aku bingung harus pergi ke siapa jika ada tugas berkelompok seperti ini. Sedangkan hampir sebagian tugas kami adalah berkelompok. Lagi-lagi hal ini terjadi, seperti saat ini ….“Sekarang kalian bisa membentuk suatu kelompok yang terdiri dari tiga sampai empat orang. Tugas kalian kali ini adalah menyajikan grup vokal musik dengan akapela,” ucap guru vokal kami.Ruangan vokal yang sedari tadi hening itu langsung mulai gaduh. Beberapa anak mulai mencari-cari teman untuk dijadikan teman sekelompok. Mataku mulai
untuk bersenang-senang.” “Ish. Bu—” Aku sudah mengetahui bahwa ia akan memprotesku. “Memang itu tujuanku. Yuk, kita lihat tamannya,” ajakku sambil mengulurkan tanganku padanya. Kami pun keluar dari ruangan kafe itu dan melihat taman di sekeliling kafe itu. Ia terlihat sangat bahagia. Padahal ia hanya sedang melihat taman saja. Darinya, aku jadi tahu bahwa memang benar jika kebahagiaan itu terkadang sangat sederhana. Ia banyak mengambil foto di taman. Nampaknya ia sangat suka bunga dan taman. Tak salah jika aku mengajaknya ke sini. Setelah beberapa kali memutari taman, akhirnya kami memutuskan untuk istirahat dan duduk di kursi yang sudah disediakan. “Aku tidak menyangka bahwa kafenya akan sebagus ini.” “Berarti pilihanku memang tidak salah, kan?” Ia mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat. “Aku sangat suka taman dan bunga. Karena Eomma sangat menyukainya juga.” “Kau sering pergi ke taman dengannya?”
[Im Aerum’s POV]“Ya, kalian saja yang kerja. I mean, kalian tahu kan kalau aku lagi sibuk akhir-akhir ini?” ucapnya sambil memandangi kukunya yang cantik itu.Rasanya emosiku sudah berada pada titik jenuhnya. Sedari tadi aku sudah merutuk-rutuk Seo Hana di dalam hati. Sepertinya aku mulai memahami mengapa seisi sekolah ini membicarakannya diam-diam. Ternyata beginilah sifat aslinya. Sangat menjengkelkan.Aku melirik sekilas ke arah Eun Ha. Ia masih saja acuh tak acuh, melihat ke sekeliling ruangan dengan malas. Rasanya aku ingin memaki-maki di depan wajah mereka. Andai aku bisa, pasti sudah kulakukan. Karena nampaknya Eun Ha pun tak peduli, maka aku harus bersuara untuk diriku sendiri. Enak saja, masa aku harus bekerja sendirian dengan si Eun Ha ini?“Eum, maksudku begini … kau bisa mengerjakan tugasnya sedikit saja. Sisanya kita akan melanjutkannya,” ucapku sok berani. Padahal seben
[Kim Young Mi’s POV]Tidak kusangka bahwa bepergian bersama Yoon Jae hari ini akan membuatku kelelahan. Maka dari itu, sesampainya di rumah aku langsung menuju ke tempat tidur untuk sekedar merebahkan diriku di atas sana. Meski begitu, hari ini aku sangat senang.Aku berguling-guling di tempat tidur dan menendang-nendang kakiku di udara. Bahkan aku mencoba membenamkan pekikan-pekikanku dengan bantal tidurku. Baru saja ketika aku akan melanjutkan scenario gila yang ada di pikiranku, ponselku berbunyi.Ku usap layar gawai itu, dan melihat nama ‘Eomma’ terpampang sebagai penelepon. Seketika aku langsung terduduk dan segera mengangkat telepon darinya.“Yeoboseyo?”“Annyeong, Young Mi-ah. Bagaimana harimu hari ini?”“Ah, aku baik,” ucapku sembari menstabilkan suaraku agar tidak terdengar sangat bahagia di depan Eomma.&ld
[Im Aerum’s POV]“Bagaimana kalau kau yang kerjakan bagian ini saja?”“Boleh. Kalau begitu kau kerjakan yang bagian ini, ya.”Setelah Eun Ha memilih untuk duduk denganku ketika makan di kantin pada saat itu, kami menjadi semakin dekat. Terdengar cukup klise memang, tapi cukup tidak terduga di saat yang bersamaan pula. Jujur saja pada awalnya aku cukup kesal kepadanya, karena ia selalu terlihat acuh tak acuh.Sekarang aku jadi mengetahui bahwa memang seperti itu lah sifat aslinya. Setidaknya ia tidak semenjengkelkan Seo Hana. Ah, mengingat-ingat soal Seo Hana, ia sudah seminggu tidak datang ke sekolah. Aku tahu memang ia sangat sibuk, tapi bukankah dia masih membutuhkan sekolah? Atau anak orang kaya sepertinya mungkin memang tidak membutuhkan sekolah? Itu bisa jadi.“Hei? Kau dengar penjelasanku barusan?” tangan Eun Ha bergerak-gerak di depanku untuk menyadarkanku dari lamunanku.&ldq
[Kim Young Mi’s POV]Aku berdiri tepat di hadapan Hyenjin dengan raut wajah kebingungan terpatri di wajahku. Sedari tadi aku melihatnya dengan tatapan seperti apa-maksudmu-aku bingung. Tapi, Hyenjin lagi-lagi tidak menjawab pertanyaanku mengapa ia menyuruhku melakukan itu.“Sudahlah. Pokoknya turuti aku saja,” ucapnya seolah tak ingin diganggu gugat.Satu hal yang baru-baru ini ku sadari dari Hyenjin adalah ia termasuk orang yang cukup keras kepala. Jika ia sudah menginginkan suatu hal, tentu ia harus mendapatkan hal itu. Entah bagaimanapun caranya, susah ataupun mudah. Dan, untuk kali ini aku juga akan mengalah kepadanya.“Baiklah. Aku tidak tahu apa maksudmu, tapi aku harap suatu saat nanti kau akan menjelaskannya pa—” Aku langsung berhenti dan tidak lanjut mnegucapkan kata-kataku barusan.Sosok yang kami tunggu-tunggu baru saja datang. Ia berjalan dengan sangat percaya diri seperti biasanya. N
[Im Aerum’s POV]Sepertinya pernyataan yang baru saja diungkapkan oleh Eun Ha benar-benar membuatku terkejut. Kami bahkan masih berdiam-diaman satu dengan lainnya selama beberapa detik. Apa ini ada hubungannya dengan artikel yang dibuat di Naver pada saat itu? Mungkin saja ini semua memiliki dasar yang sama.“Kau masih terkejut?” tanya Eun Ha seolah bisa membaca pikiranku.“Ya, seperti itu. Sepertinya ini masih berhubungan dengan artikel yang dibuat di Naver itu?” tanyaku balik untuk memenuhi rasa ingin tahuku.Eun Ha mengedikkan bahunya. “Aku tidak tahu. Lagipula bukankah lebih baik kita tidak usah ikut campur dengan urusan Seo Hana?”Jujur saja, aku sedikit terkejut dengan ucapan Eun Ha barusan. Tidak akan mengira jika ucapan seperti itu akan keluar dari mulutnya. Tapi, yang diucapkannya memang benar. Lagipula siapa aku hingga mengurusi kehidupannya? Aku pun langsung ter