[Kim Young Mi’s POV]
Kugerakkan kakiku di atas lantai yang dingin aku baru menyadari sedari tadi aku tertidur di lantai. Aku bisa merasakan mataku yang sembab dan perih. Aku berjalan ke arah cermin untuk melihat wajahku. Kulihat bayangan diriku di cermin. Wajah dan rambutku begitu kacau dan aku terlihat seperti belum tidur 3 hari. Lingkaran hitam tergantung di bawah mataku membuatku semakin terlihat menyedihkan. Aku pun pergi ke luar kamar menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Suasana di ruang tamu sangat sepi. Mama pasti sudah berangkat kerja, dan dia pasti pergi ke klub malam lagi.
Setelah mencuci muka aku pergi ke dalam kamar untuk membuka handphoneku. Aku belum mengecek handphoneku sedari perjalanan menuju Seoul. Aku takut tertinggal dari pengumuman dan informasi dari sekolah. Terdapat 25 notifikasi yang belum kubuka. Tapi, ada satu notifikasi yang mengejutkanku. Aku melihat notifikasi dari Yoon Jae. Yoon Jae? Sepertinya nam
[Im Aerum’s POV] Aku masuk ke dalam sebuah kafe bernuansakan vintage. Mencium aroma yang tajam yang berasal dari kopi itu sendiri. Kalau dilihat-lihat lagi kafe ini memiliki kesan mewah pada furniturnya. Aku membayangkan betapa mahalnya minuman dan makanan yang dijual di kafe ini. Tiba-tiba aku teringat bahwa aku tidak membawa uang lebih, hanya ada sisa 30.000 won. Itu pun ongkos untuk naik taksi, aku juga tidak akan menghabiskan uang sakuku hanya untuk minuman mahal di sini. Aku duduk di tempat yang dipilihkan oleh staff tadi sembari menunggu staff tersebut kembali dari mengurus beberapa urusan yang tidak kuketahui. Jantungku berdegup cukup kencang membayangkan kesalahan apa yang telah kuperbuat hingga salah satu staff bisa memanggilku. Rasanya aku tidak melakukan kesalahan apapun, kan? Masa ini karena aku pakai tiketnya si Yeri? Apa mereka benar-benar mengecek itu? Untuk membunuh waktu aku dan mengurangi kegugupanku aku mengetik pesan pada
[Kim Young Mi’s POV] 6.15 Aku mengenakan seragamku dan melihat pantulan diriku di cermin. Perfect, batinku. Setelah semuanya siap aku mengecek lagi semua yang kubawa dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Setelahnya aku segera memakai sepatu dan keluar dari rumah. Begitu aku keluar dari rumah aku bisa merasakan hangatnya sinar mentari menyinari tubuhku. Hari ini cukup berbeda, karena aku akan berangkat bersama bibi Yeesung. Katanya sih dia ada keperluan jadi sekalian saja mengantarku. Tapi, menurutku ini pasti mama yang menyuruhnya. Tak perlu berjalan lama-lama aku sudah dapat melihat restoran bibi Yeesung. Aku melihat bibi Yeesung dan paman Lee sudah berdiri di luar menunggu kehadiranku. Aku yang merasa tak enak karena sudah ditunggu segera berlari kecil ke arah bibi dan paman. “Sudah menunggu lama, ya?” tanyaku begitu sampai di depan restoran. “Nggak kok, kita kan juga ingin menikmati pemandangan pantai
[Im Aerum’s POV] Tut … tut … tut... . Aku menunggu agar panggilan tersambung. Seketika itu penerima telepon pun mengangkatnya. “Halo,” kata seseorang di seberang sana. “Yah, Yeri-ah!” kataku mengagetkannya. “Astaga, kau bikin aku kaget. Ada apa?” Belum sempat aku membicarakan tujuan mengapa aku meneleponnya, Yeri sudah menyahut terlebih dahulu. “Bagaimana acara fansgin tadi? Seru kan pasti?” “Not bad, sih.” “Kok begitu reaksimu? Apa acaranya kurang berkesan bagimu?” “Ya, jelas saja kurang berkesan. Ini kan pertama kalinya aku tahu tentang mereka. Semua butuh proses, Yeri.” “Iya iya, aku tahu.” “Oh ya, kau mau tahu sesuatu nggak? Tadi waktu aku mau pulang tiba-tiba ada salah satu staff yang mengajak aku ngobrol di suatu cafe gitu.” “Hah? Ngapain dia mengajak kau ngobrol di sana?” “Aku tahu ini mungkin terdengar s
[Kim Young Mi’s POV] “Selamat datang di Seafood Corner,” kataku menyambut pelanggan yang datang. Aku berjalan ke arah pelanggan yang duduk di pojok ruangan. Tak lupa aku juga membawa buku menu. Di hari Senin seperti ini restoran tidak seramai pada hari Sabtu dan juga Minggu. “Silahkan ini menunya,” kataku sambil menyodorkan buku menu berwarna dominasi merah itu. “Kamsahamida. Kamu baru bekerja di sini, ya?” “Iya. Saya baru bekerja di sini.” “Oh, Yeesung!” kata pelanggan itu tiba-tiba. “Wah, kamu datang ke sini lagi. Mau pesan menu seperti biasa?” Wanita berumur sekitar 30 tahunan itu pun tersenyum, “Kau selalu hafal dengan seleraku.” “Pesan nasi goreng udang dengan kimchi, minumnya ice lemon tea,” kata bibi Yeesung kepadaku. Sepertinya bibi Yeesung dan perempuan tadi sudah kenal dekat. Sembari mereka bercakap-cakap, aku kembali ke bel
[Im Aerum’s POV] “Huft, akhirnya tugas ini selesai juga,” kataku sambil menghela napas panjang. Setelah membereskan semua barang yang berserakan di meja belajarku, aku pun segera pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukaku dan menggosok gigi. Lagi-lagi, aku memikirkan mengenai audisi itu. Haruskah aku ambil kesempatan ini? Kata-kata oppa tadi ada benarnya juga. Bahkan waktu oppa menceritakan tentang audisi ini ke appa dan eomma mereka memberikan reaksi yang bagus, mereka sama-sama mendukungku untuk ikut audisi ini. Awalnya aku merasa sedikit takut jika nantinya aku tersaingi dengan mereka yang memiliki kemampuan lebih bagus dariku. Bagaimanapun juga aku tidak pernah mendalami bakatku, aku hanya suka melakukannya. Tapi, jika kupikirkan lagi bukankah di atas langit masih ada langit? Lagian juga sepertinya kemampuan bernyanyiku tidak seburuk itu. Mungkin untuk belajar dance bisa kupelajari setel
[Kim Young Mi’s POV] Kring…Kring… “Baik, pelajaran kita sampai di sini saja. Kita akan melanjutkannya di pertemuan selanjutnya.” Akhirnya jam pulang yang kutunggu-tunggu datang juga. Tapi, aku masih harus melakukan kerja kelompok bersama. Semoga saja nanti kerja kelompoknya tidak lama. Aku mengambil buku-buku di mejaku dan keluar untuk menaruhnya di lokerku. Ku masukkan semua buku-buku yang ku bawa. Tiba-tiba seseorang mengagetkanku dari belakang. “Huaaa!!” Aku terpekik kecil dan langsung menoleh ke belakang. Ternyata itu Hyenjin, aku langsung lega seketika. “Yah! Kau bikin aku kaget saja,” kataku masih memegangi dadaku. Hyenjin tertawa dengan puas, “Mianhae.” “Oh ya, hari ini kau kerja kelompok, kan?” tanya Hyenjin. “Iya, aku kerja kelompok. Tapi, nggak di sekolah.” “Di restoran yang kau bicarakan itu, ya?” Aku pun menggumam sembari kami berj
[Im Aerum’s POV] Mataku menelusuri setiap video yang ada di youtube. Melihat-lihat apakah ada video latihan dance yang tepat untuk kubuat sebagai latihan. Beberapa hari yang lalu eonnie Michelle memberiku pesan. Katanya lebih baik jika aku mempersiapkan dan mempelajari beberapa lagu dan juga dance. Meskipun aku memilih menyanyi tak menutup kemungkinan agensi ingin melihat bakatku di bidang yang lainnya. Inilah alasan mengapa aku belajar dance sekarang. Rasanya sudah sangat lama aku tidak mempelajari dance. Ini bukan pertama kalinya aku mempelajari dance, sih. Dulu, waktu aku masih SD setiap kali sekolahku mengadakan acara pasti aku akan mengisi acara dengan menari dan menyanyi. Tapi, itu sudah sangat lama. Tentunya tarian yang kutampilkan dulu sangat mudah. Sementara semua dance k-pop ini memiliki berbagai tingkatan. Ada yang mudah, sedang dan ada yang susah. Aku sudah hampir 10 menit menc
[Kim Young Mi’s POV] Aku berjalan ke arah lemariku untuk mengambil piyamaku. Tapi, langkahku terhenti karena tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku melihat nama bibi Yeesung tertera di layar ponselku. Aku meneguk salivaku dan seketika merasa bersalah kepadanya. “Annyeong, Young Mi-ah.” “Annyeong, Bibi.” “Kamu sudah pulang?” “Aku sudah di rumah, Bibi.” “Tadi kamu jadinya kerja kelompok di mana?” “Young Mi tadi kerja kelompok di sekolah. Tadi, Young Mi selesai sekolah jam setengah tujuh, teman Young Mi kayaknya harus cepat pulang. Apalagi sudah lumayan malam.” “Begitu, ya. Bibi sebenarnya sudah bikin makanan lumayan banyak. Besok pagi kamu ambil saja, ya. Siapa tahu bisa kamu makan di rumah kalau lagi lapar.” “Iya, Bibi. Maaf ya Young Mi tidak jadi kesana.” “Ah, tidak apa-apa kok. Sudah, ya. Kamu cepat tidur, ya.” “Oke, Bibi.” Sedetik kemudian bibi Yeesung pun m
1 Juni 2021 Sore hari, selalu menjadi jam-jam paling sibuk nan riuh di Busan. Hari ini pun masih sama seperti hari-hari lainnya. Stasiun kereta itu terlihat sangat penuh, dipenuhi oleh penumpang yang bersiap-siap akan kembali ke rumahnya masing-masing. Tak terkecuali bagi si wanita di usianya yang berada di kepala dua. Wanita itu terlihat berlarian mengejar sebuah kereta yang akan segera pergi. Beberapa orang melihatnya dengan tatapan aneh, namun ia tidak memedulikannya. Hal terpenting baginya adalah ia tidak ingin ketinggalan kereta itu. Ia berlarian seraya menenteng sebuah rangkaian bunga berwarna ungu di tangan kanannya. Begitu pintu kereta terbuka, ia langsung berdesak-desakkan dengan penumpang lainnya. Wanita itu menghembuskan napas lega begitu dapat masuk ke dalam kereta dengan selamat. Karena kereta itu sangatlah penuh, ia pun mengambil tempat duduk yang terdekat dengannya. Di sebelahnya, terdapat dua anak perempuan berseragam. Kedua anak tersebut mengingatkannya saat ia masi
[Park Hyunjae’s POV]Satu bulan berlalu ….“Sekali lagi, saya mengucapkan selamat kepada ke-sepuluh trainee yang berhasil dan lolos melewati acara survival show ini dengan baik. Kami akan menunggu debut kalian!” Begitu pembawa acara dari tayangan televisi mengumumkan keberhasilan kami, semua langsung bersiap untuk memegang gelas mereka masing-masing. Kami tersenyum memandangi satu sama lain.“Haruskah kita memulainya sekarang?” tanya manajer kami. “Cheers!”“Cheers!” ucap kami serempak. Kami langsung mendentingkan gelas kami satu sama lain dan meneguk minuman anggur itu bersamaan.“Bukankah ini pertama kalinya kita merayakan ini secara resmi?” tanya manajer kami.“Itu dapat dimaklumi. Kita ‘kan memang sedang sibuk untuk menyiapkan keperluan debut kita,” sahut Lee Dae sambil memegang gelas kosong di tangannya.“Jangan dengarkan dia, ya? Kalian juga harus bersenang-senang. Nikmatilah masa muda kalian, itu tidak akan datang dua kali.” Seperti biasa manajer kami selalu memberi nasihat ya
[Kim Young Mi’s POV]Napasku menderu karena sehabis berlari. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri dan tidak menemukan satu pun orang yang dapat kumintai pertolongan. Apakah perumahan orang kaya selalu sesepi ini? Perasaanku kian gelisah dan tak kunjung tenang, serasa ada yang mengganjal di dalam hatiku. Hanya ada satu orang yang dapat kupikirkan di dalam benakku saat ini.Kuhentikan langkahku dan memastikan alamat yang diberikan Jen benar. Aku bahkan sudah melewati gang ini dua kali. Mengecek setiap rumah yang ada, namun rumah yang ditujukan Jen hanya satu. Rumah dengan blok A bernomor 27. Apakah aku salah? Aku mendekati rumah yang sudah kulewati dua kali itu. Rumah itu sangatlah besar dan megah. T-tapi, mengapa di depan pagarnya ada sebuah bendera berwarna kuning yang menunjukkan seseorang baru saja meninggal?Aku berlari kecil ke arah rumah itu. Di depan rumah terdapat sebuah pos satpam kecil. Salah satu satpam itu menyadari kedatanganku dan langsung menghampiriku.“Apa kau sedang menca
[Yoon Jae’s POV]“Mengapa sampai sekarang mereka belum memberi kita asrama juga?”Lamunanku buyar, ketika salah satu dari mereka mulai mengoceh kembali. Oh astaga, aku hanya menginginkan sebuah istirahat yang tenang dan damai tanpa siapapun mengangguku. Dan, lagi-lagi mereka terus membahas mengenai hal yang sama. Aku sudah cukup lelah mendengar protesan dari mereka semua.Yeon Seok bangkit berdiri dan sekilas aku dapat melihat matanya mengerling padaku. Ia mendatangi trainee baru yang baru saja membuka suara itu dan mengcengkeram kerahnya.“Hei, anak baru, kau jangan berulah terus. Mereka tidak akan memberikanmu apa yang kita butuhkan selama kita tidak mengalami peningkatan apapun.”Salah satu teman Yeon Seok bersuara, “Kau seharusnya belajar dari kami. Bahkan sampai bertahun-tahun memendam di agensi sialan ini, mereka juga tidak akan pernah memberi kami asrama. Setidaknya hingga kita berhasil debut.”Seorang trainee yang baru saja protes itu langsung bergeming di tempatnya. Aku melih
[Kim Young Mi’s POV]Jari jemariku saling beradu di atas sebuah mesin ketik laptop milikku. Aku terus menerus melirik jam yang terletak di bawah laptop itu. Aku tidak memiliki banyak waktu, aku harus menyelesaikan pekerjaan ini tepat pukul enam malam ini. Jika aku terlambat barang semenit saja, maka itu akan berdampak besar kepada agensi.Alisku bertaut menunjukkan bahwa aku sangat berfokus untuk dapat menyelesaikan tugas ini hingga selesai. Kutulis subjek email dan tidak lupa mencantumkan sebuah file yang akan kukirim. Segera setelahnya, aku langsung menekan tanda enter dan email itu pun terkumpul kepada klien.Aku langsung menghembuskan napas sebagai bentuk kelegaanku. Kulirik kopi yang tersisa setengah cangkir di sebelahku. Kopi yang semula panas itu, sekarang sudah menjadi dingin. Kuhabiskan kopi itu dan bersiap-siap untuk pergi dari kantin milik agensi itu.Saat aku sedang memasukkan barang-barangku ke dalam tas, aku mendongak dan melihat dua wajah yang familiar dari kejauhan. Ku
[Park Hyunjae’s POV] “Silahkan lima belas peserta dengan penampilan individual terbaik untuk maju ke depan,” ucap pembawa acara itu sambil memberikan bahasa tubuh agar kami naik ke atas panggung.Sebelumnya, para juri sudah berdiskusi untuk menentukan lima belas peserta terbaik. Sisa peserta yang tidak lolos, disuruh untuk kembali duduk di bangku penonton bersama dengan para orang tua yang datang. Sekarang, tersisa seluruh lima belas peserta yang sebelumnya sudah dipanggil.Lee Dae dipanggil sebagai peserta pertama yang lolos. Ia selalu menjadi peserta terbaik, bahkan kesayangan para juri. Meski begitu, urutan awal ini adalah acak dan bukan ranking yang sesungguhnya. Sebelum aku pergi ke atas panggung, aku melihat ke arah kedua orang tuaku dan mereka menganggukkan kepala. Kami satu per satu berbaris di atas panggung. Aku berdiri mendekati ujung panggung, karena aku berada di urutan ke dua belas.Selama berada di atas panggung, aku merasa sangat gugup bukan main. Bagaimana jika aku ga
[Im Aerum’s POV]“Bagaimana perasaan kalian setelah kolaborasi kemarin?” tanya Hong Eonnie.Aku terduduk mematung dan menghiraukan pertanyaan manajer kami. Pikiranku masih memikirkan banyak hal, sehingga aku tidak membalas pertanyaan Hong Eonnie. Kami semua sedang bersantai di ruang latihan. Kata manajer, hari ini seluruh latihan ditiadakan, untuk merayakan kolaborasi kami kemarin.Karena tidak ada yang bersuara, seperti biasa Miyeong Eonnie selalu mendahului kami.“Aku rasa, kita semua sudah menampilkan yang terbaik. Terutama bagi Aerum, Yerim, Naeun, dan Hanna yang baru saja melakukan masa pelatihan mereka satu bulan yang lalu.”Jika dipikir-pikir, waktu satu bulan adalah waktu yang sangat singkat untuk kami dapat menyiapkan semua persiapan kolaborasi itu. Bukan hanya itu, kami juga harus dilatih untuk penguasaan di atas panggung dan bagaimana kami menghadapi penonton. Singkat kata, itu bukanlah hal yang mudah.Sebuah dorongan akhirnya muncul padaku. Aku mengangkat tangan dan Hong E
[Kim Young Mi’s POV]Cuaca pagi hari ini cukup cerah dan hangat. Aku membalikkan kepalaku ke belakang untuk mengecek anak-anak yang bermain bola di lapangan. Sepertinya tidak ada yang menyadari kepergian kami berdua, baguslah. Aku berjalan di atas dedaunan kering yang terjatuh berserakan di sepanjang jalan di taman.Aku tersenyum sekilas kepada Yoon Jae yang sibuk memperhatikan bunga-bunga di sekitarnya. Ia berjongkok dan mengelus permukaan bunga itu dengan perlahan. Entah mengapa, aku merasa hangat dan aman di saat yang bersamaan, meski kami tidak berkomunikasi satu dengan yang lain.Aku memutuskan untuk duduk di bangku taman. “Jae-ah, apa kau menyukai bunga?”Ia menoleh ke belakang dan berkata padaku, “Sebenarnya, sedari kecil aku menyukai bunga. Apa itu aneh jika seorang laki-laki menyukai bunga?”Aku menggelengkan kepalaku. “Itu sama sekali tidak aneh. Bunga apa yang kau sukai?”Ia bangkit berdiri dan duduk di sampingku. “Apa kau pernah mendengar bunga Hydrangea? Di Jepang, bunga
[Im Aerum’s POV]05.00Kubuka mataku perlahan dan mengerjap-erjapkannya. Kulihat tempat tidur Yerim yang sudah kosong. Pertanda bahwa ia sudah bangun sedari tadi. Aku mencoba untuk duduk pada ranjangku dan menghela napas. Semalaman penuh hingga pagi aku sama sekali tidak dapat tidur dengan tenang. Rasanya seperti aku baru saja terlelap dalam beberapa jam.Saat aku akan bangkit berdiri dari ranjangku, aku tersadar bahwa pintu kamar sudah terbuka. Nampaknya, semua orang sudah bersiap-siap untuk memulai hari mereka. Dari dapur, aku dapat mendengar Minhee Eonnie berseru untuk membangunkanku.“Aerum-ah! Bangunlah! Eomma-mu sudah di sini!”Begitu mendengar bahwa Eomma sudah datang, rasanya itu seperti membangunkan jiwaku. Aku segera keluar dari kamar dan mengambil handuk yang tersampir dekat kamar mandi. Di ruang tamu, semua terlihat sudah sangat siap untuk berangkat ke agensi. Hal itu membuatku semakin tersadar bahwa aku tidak punya banyak waktu lagi.“O-oh, kau sudah bangun ternyata ….”A