Home / Romansa / FATED / Chapter 04

Share

Chapter 04

[Park Hyunjae’s POV]

Aku menghela nafas dengan berat memandangi pintu yang sedang tertutup itu. Pikiranku kalut, tanganku berkeringat, kakiku gemetar, dan jantungku berdegup dengan cepat. Apa aku selama ini sudah melakukan kesalahan? Ataukah penampilanku sangat buruk baginya? Pikiran-pikiran negatif mulai membanjiri benakku. Mungkin pada akhirnya aku tidak akan pernah berhasil debut menjadi seorang idol seperti yang selama ini kuinginkan.

Namun aku berusaha menepis semua pikiran negatif itu dari kepalaku. Aku sudah berusaha hingga sejauh ini. Jika aku menyerah sekarang, apa gunanya perjuanganku selama satu tahun ini? Aku tidak akan kembali ke orang tuaku dengan tangan kosong nantinya. Lalu, tiba-tiba aku teringat peristiwa satu tahun yang lalu. Dan, aku pun kembali ke masa lalu untuk sejenak dan menyadari bahwa langkahku sudah sangat jauh dan aku tidak akan berhenti saat ini.

(Flashback)

“Hoahm…” aku menguap.

Aku mendongakkan kepalaku sedikit dari benaman lenganku untuk melihat jam di depan kelas. Aku berusaha meregangkan badanku dengan senatural mungkin agar guruku tidak melihatku. Sejarah memang selalu dicap sebagai salah satu pelajaran yang membosankan yang pernah ada. Tapi, jika sejarah ditaruh di jam akhir begini dan ditengah lapar-laparnya perut rasanya godaannya semakin berat.

Aku bangun dari tidurku untuk melihat keadaan kelas di sekitarku. Saat melihat wajah mereka aku merasa kasihan dengan seonsaengnim. Wajah mereka sangat kosong, ada yang menahan kantuk sama sepertiku, ada yang sudah berada di dalam mimpi. Aku bertaruh tidak ada yang mendengar ocehan guruku ini.

Terkadang aku agak kesal dengan sistem sekolah di Korea. Sistem sekolah di Korea ini sangat tidak manusiawi. Kita mulai bersekolah pukul 08:00 pagi sampai dengan pukul 21:00 malam. Seakan masih belum cukup, kita masih diharuskan untuk mengikuti yaja (self study) hingga sampai jam 23.00 malam. Itu belum terhitung dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru kami. Walaupun, aku merasa lelah sekaligus muak dengan sistem sekolah disini tapi aku malah merasa membutuhkan tantangan baru. Entahlah apa yang benar-benar kurasakan. Tapi, aku bosan jika hidupku begini-begini saja. Memang aku dasarnya bukan tipe orang yang bisa diam sih, jadi tidak usah heran.

Kring…Kring…

“Ya, terima kasih sudah mengikuti kelas saya. Kalian bisa langsung menuju perpustakaan sekarang.”

Fuhh… Akhirnya pelajaran paling membosankan ini berakhir juga. Teman-temanku langsung bergegas menuju lantai bawah untuk menuju ke perpustakaan. Yap, kita masih harus mengikuti yaja dan ini adalah suatu kewajiban bukan opsional. Aku sebenarnya ingin segera pulang dan cepat-cepat membaringkan badanku di kasur tapi sepertinya realita berkata lain. Sesaat aku akan turun ke bawah temanku memanggil.

“Hyunjae-ah, kau mau ikut ke warnet malam ini?” tanya Dongsuk.

Aku tersenyum berusaha menyembunyikan kegiranganku. “Oke. Kau mau tetap ikut yaja dulu apa bagaimana?” tanyaku.

“Kayak biasanya lah, bro. Kita ikut aja dulu nanti kalau kebetulan tidak ada yang jaga kita langsung ke warnet. Gimana?”

“Oke, aku ikut. Siapa aja yang ikut nanti?”

“Ada aku, kau, Hyunsik, Lee Dae, sama temannya Lee Dae.”

“Oke. Nanti kabari aku kalau kebetulan pengawas lagi ga fokus.”

“Siap, komandan!”

Ini lah enaknya punya banyak teman. Saat aku bosan pasti selalu ada yang mengajak pergi. By the way, sebenarnya aku sudah sering melakukan ini. Diam-diam pergi atau kabur saat kelas ataupun yaja. Memang sih, pasti ada rasa takut akan ketahuan oleh guru. Tapi, aku sangat senang ketika adrenalinku terpacu untuk melakukan sesuatu yang menantang. Dan, untungnya selama ini aku tidak pernah ketahuan.

Sesampainya aku di perpustakaan aku langsung mengambil tempat duduk paling belakang. Begitu juga dengan Dongsuk, Hyunshik, dan temanku yang lainnya. Ini adalah salah satu cara biar kita tidak gampang ketahuan oleh pengawas. Kukeluarkan buku paket dan juga buku tulisku dan pura-pura membaca buku paketku sambil terus melihat ke depan memastikan keadaan aman. Nampaknya hari ini aku sedikit apes, pengawas hari ini adalah salah satu guru killer di sekolah kami. Aku dan Dongsuk saling memandang ke satu sama lain selama beberapa detik.

5 menit berlalu…

Aku memperhatikan ke depan dan guruku masih ada di depan membaca buku.

15 menit berlalu…

Target terpantau masih membaca buku. Aku melihat kearah Dongsuk, dia tertidur. Hyunshik sedang sibuk dengan handphonenya. Dan Lee Dae menaruh komik di dalam buku pelajarannya. Dasar teman-temanku, batinku dalam hati.

20 menit berlalu…

Aku hampir saja tertidur saat membaca 1 paragraf pertama di buku paketku. Untung saja aku langsung tersadar kembali. Tentu saja, aku langsung mengecek ke depan. Wow, sepertinya ini kesempatanku. Karna seonsengnim pergi menuju ke bagian perpustakaan yang lain. Aku langsung mengirim pesan pada Hyunshik yang sedang memainkan handphonenya.

Hyunjae: Yah… Dia sudah pergi. Yuk buruan

Hyunsik: Lebih baik kau keluar dulu. Nanti, aku coba chat yang lainnya

Hyunjae: Oke. Aku tunggu di pintu belakang

                Si Dongsuk kayaknya bakalan susah dibangunin lagi tuh

Hyunsik: Aman lah, aku tau caranya

Setelah memastikan semua aman dan memberikan kode ke Hyunsik aku segera mengendap-endap keluar dari perpustakaan. Aku segera berlari kearah pintu belakang dan berusaha tidak membuat suara apapun.

                                                                                                                                              * * * *

Aku tertawa dengan keras, “Giliranmu traktir kita nih,” kataku pada Lee Dae.

“Yang agak spesialan sedikit dong. Tumben-tumbenan nih teammu kalah.” kata Dongsuk.

“Dasar kalian. Kalian mau apa?”

“Ramyeon enak nih malem-malem seperti ini.”

“Iya iya, nih kupesenin dulu.”

Lee Dae termasuk salah satu pemain unggulan di team game kami. Saat ada turnamen game, dia selalu ikut dan seringkali dia menang. Aku sudah nggak kaget lagi, sih. Tapi, tumben-tumbenan nih dia kalah. Biasanya juga selalu aku sama Dongsuk yang traktir mereka. Lee Dae sepakat membelikan kami ramyeon. Ramyeon selalu enak jika dijadikan makanan tengah malam.

“Hyunjae-ah, The Coaster nggak ada event-event lagi?” tanya Dongsuk membuyarkan lamunanku.

“Kita lagi nggak ada event sih. Kita lagi break sekarang. Kenapa?” kata Hyunsik.

“Kemarin aku nggak sengaja nemu iklan di SNS, Move Agency lagi ngadain audisi tuh.”

“Move? Hmm, kalau Move yang ngadain sih pasti bakalan banyak yang ikut,” kata Hyunsik sambal melihatku.

Omong-omong The Coaster itu adalah grup band yang berisikan aku dan juga Hyunsik dan juga masih banyak anak yang lainnya. The Coaster sebenarnya adalah grup band dari kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Grup ini sebenarnya sudah dibuat oleh sunbaenim kami yang namanya, Han sunbae. Tapi, group ini baru populer saat angkatan kami masuk ke dalam grup ini. Saat Han sunbae naik kelas dia sudah sibuk dengan persiapan hagwon (ujian masuk perguruan tinggi) dan pastinya band jadi tidak akan terurus. Dan, disitulah The Coaster diserahkan ke kami. Aku sebagai leader dan Hyunsik sebagai wakilnya. Aku sendiri yang memilih Hyunsik sebagai wakil. Karena aku merasa tidak bisa menyerahkan kepercayaan ke orang lain yang tidak terlalu kukenal.

The Coaster sering mengikuti event-event sekolah kami. Bahkan kadang kami juga mengikuti event di luar sekolah, seperti lomba dan banyak lagi. Aku dan Hyunsik sebenarnya sudah lama sekali ingin masuk ke ekstrakuliker band di sekolah kami. Karena itu adalah salah satu ekstrakulikuler yang paling terkenal di sekolah kami. Kami pun berjuang bersama untuk bisa keterima dalam seleksi band yang ketat. Akhirnya kami pun diterima dan bahkan tidak pernah menyangka akan diberikan tanggung jawab sebesar ini. Karena aku dan Hyunsik selalu berjuang bersama aku selalu membagikan dan menceritakan harapanku pada The Coaster. Suatu hari, Hyunsik memberikan ide kepadaku kenapa kita tidak mencoba ikut audisi yang diadakan oleh agensi besar di Korea.

Aku sebenarnya agak tidak setuju dengannya. Bukan karna aku tidak suportif dan melarangnya. Tapi, jika dia ikut audisi semacam itu pastinya dia tidak akan fokus pada The Coaster. Aku tahu aku sangat egois dalam hal ini. Tapi, bukannya kita yang dari awal bersama-sama berjuang ingin masuk ke dalam band ini? Aku tahu dia sebenarnya diam-diam latihan bernyanyi lebih keras dari biasanya dan juga mencoba belajar dance basic. Dan, aku tak pernah melarangnya. Mungkinkah selama ini aku sudah terlalu jahat dan egois pada Hyunsik? Seharusnya sebagai sahabat yang baik aku mendukung keputusannya.

Saat aku melihat wajah Hyunsik yang berbinar-binar mendengar berita audisi itu, aku merasa bersalah. Sepertinya selama ini aku sudah terlalu jahat padanya. Mungkin tidak ada salahnya juga untuk mencoba ikut audisi itu? Toh, aku nggak ingin masuk agensi itu. Aku kan hanya menemani Hyunsik. Lagian juga Move Agency itu agensi yang lagi naik daun sekarang meskipun tidak terlalu besar. Jadi, mana mungkin mereka menerima orang yang newbie dalam bermusik sepertiku ini, haha.

“Hei, kau mau coba ikut audisi Move?” tanyaku ke Hyunsik.

Aku menyadari dia sedikit terkejut dengan pertanyaanku itu. Tapi, dia langsung menjawab, “Ya, aku mau coba ikut.”

“Kayaknya boleh juga ikut audisi itu.”

“Hah? Tumben-tumbenan seorang Hyunjae mau buang waktu ikut audisi seperti itu?”

Aku pun menyengir pelan, “Nggak ada salahnya kan dicoba?”

“Iya sih. Kenapa sih kau nggak sadar dari awal aja?”

“Jadi, kapan audisinya?” tanyaku.

“Tanggal 20-27 April”

“Kita masih ada waktu 1 bulan untuk menyiapkan semuanya,” kataku padanya.

                                                                                                                                             * * * *

Itulah awal mula aku bisa menjadi trainee di Move Entertainment ini. Awalnya, aku tidak percaya bahwa mereka akan menelponku. Karena sebenarnya tujuan utamaku bukanlah benar-benar ingin mengikuti audisi itu. Tapi, karena aku ingin menemani Hyunsik dan menebus rasa bersalahku padanya. Berbulan-bulan setelah aku mengikuti audisi tiba-tiba aku menerima telepon dari salah satu staff mereka. Begitu pula dengan Hyunsik, ia ditelepon beberapa hari setelahnya. Saat itu, aku kaget dan tidak tahu harus berkata-kata apa lagi, tapi di satu sisi ada perasaan senang di dalam hatiku.

Aku tahu bahwa diterima sebagai trainee di Move bukanlah sesuatu yang mudah. Jadi, aku membulatkan tekadku dan berjanji akan menunjukkan apa yang kupunya kepada mereka. Aku tidak pernah tahu bahwa aku bisa sejauh ini. Aku tahu tidak ada kebetulan dari semua yang sudah kualami, bahkan tak pernah terbersit di benakku untuk mengikuti audisi semacam ini. Mengingat seberapa jauh perjalanan yang sudah kutempuh hingga sekarang aku pun menyadari ini bukanlah waktuku untuk menyerah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status