Accueil / Romansa / Excite 17 / Hot Kitchen

Share

Hot Kitchen

Auteur: Cho Ana
last update Dernière mise à jour: 2021-06-26 21:00:35

Beberapa menit kemudian, mobil mulai memasuki pekarangan yang akhir-akhir ini juga tidak asing bagiku. Padahal semenjak meninggalkan rumah ini pertama kali aku bersumpah tidak akan pernah kembali lagi. Tapi keadaan malah mengharuskanku kembali ke sini berkali-kali. 

Aku tidak bisa apa-apa, selain membiarkan takdir untuk menuntun jalan kehidupanku. 

"Bersihkan dulu dirimu. Saya bisa menunda jam makan siang." ucapnya sebelum kami berpisah setelah keluar dari mobil. 

Sehabis itu, aku benar-benar tidak melihatnya lagi. Sampai aku selesai mandi dan melupakan baju ganti yang masih di ambil Ibu. Sambil menunggu Ibu datang, aku hanya bisa memakai bathrobe. 

Aku menjepit rambutku ke atas sembari membaca daftar menu yang dikirimkan ibu lewat pesan singkat dan harus ku masak. Semua bahan-bahan sudah tersedia, sepertinya Ibu memang sudah merencanakan menu yang akan dimasak dan mempersiapkannya sebelumnya. Memudahkan pekerjaanku. 

Suara pisau yang beradu dengan talenan satu-satunya suara yang terdengar dalam ruanganku berada. Aku menatap langit-langit. menghentikan aktivitas memotongku agar suasana sekitar benar-benar sunyi. Menajamkan pendengaran. Mencoba merasakan apakah ada tanda-tanda orang hidup di atas sana, tapi tidak terdengar apapun, kecuali suara gemericik air dari aquarium di ruang tamu. Itupun terdengar samar. 

Ah, masa bodoh. 

Aku kembali memotong-motong, namun sedetik kemudian kembali menaruh pisau di tanganku. Mengulangi apa yang aku lakukan tadi. Mencari tanda-tanda kehidupan. Penasaran apa yang sedang dilakukan pria itu di atas sana. 

Aku tidak tahu, tidak bisa menahan rasa penasaran adalah kebiasaan  yang baik atau buruk untuk diriku. 

Mungkin dia sedang tertidur? Cukup, Mita! Hentikan! 

Aku menggeleng-gelengkan kepala. Aku harus fokus pada makanan. Fokus! Fokus! 

Tapi kebiasaannya adalah mandi begitu sampai di rumah. Benar. Mungkin dia sedang mandi. 

Arghhh… Aku mengepalkan tangan di udara. Kesal pada diriku sendiri yang terus memikirkannya. 

Dering ponselku membuatku menoleh. Ada pesan dari grup yang menyebut namaku. Grup yang hanya berisikan Aku, Ranti, Sashi, Gatra dan Gilang, tapi hebohnya bisa melebihi grup berisi 100 anggota jika kami semua sedang berkumpul di dalam percakapan grup. 

Sashi : "Mit, rumah Lo kebanjiran lagi ya? Sini ngungsi di rumah Gue Mit."

Gatra : "Hah, kok Lo tadi nggak cerita Mit?"

Aku cepat-cepat mengetikkan balasan. "Iya kena banjir lagi. gue udah ngungsi dan baru tahu pas pulang sekolah tadi."

Aku memalingkan tatapan dari layar ponsel saat samar-samar bau maskulin terhirup di hidungku, mengalahkan lezatnya bau sup yang sedang mendidih di atas kompor. 

Kenapa aku jadi menyukai bau ini?

Suara langkah yang sedang menuruni tangga semakin lama semakin terdengar. Aku meletakkan ponsel, mengaduk sup, menyibukkan diri agar tidak peduli kepada seseorang yang kemudian datang dan menyalakan mesin kopi. 

Aku melirik kepadanya dari ujung mata. Rasanya ingin mendekat dan menghirup aroma tubuhnya. Aish… Apa sih yang sedang kupikirkan? 

Pikiranku tiba-tiba mengingat percakapan rahasia antara aku dan Sashi beberapa waktu lalu. Percakapan di sekolah, di hari dimana kedatangan guru baru yang menggemparkan. 

"Shi, gimana kalau tiba-tiba ada orang, Lo tahu siapa orang itu dan dia juga tahu siapa Lo, Tapi kalian belum pernah saling sapa sebelumnya. Cuma, dia tiba-tiba nyium Lo. Kira-kira maksud dia apa? "

"Hah?" Sashi tampak berpikir. "Sama aja kayak orang asing bukan sih? termasuk pelecehan? Tapi kalau Lo kenal orang itu, tampar dulu, baru tanya maksudnya apa. Kecuali…"

Aku mengangkat kedua alis menunggu Sashi melanjutkan ucapannya. 

"Kecuali… Gilang yang begitu ke Gue. Masalahnya lain lagi." Sashi mesem. Matanya menerawang membayangkan sesuatu. Aku menggeplak kepala Sashi. 

"Hahaha." Sashi terbahak. "Habis pertanyaan Lo susah banget. Kalau ada yang begitu, gue laporin polisi. Tapi bakal beda cerita kalau ternyata kita saling tertarik. Ya 'kan?"

Tertarik? Apa mungkin dia tertarik padaku? Tapi, waktu itu aku yang terus melihatnya dengan tatapan ketertarikan. Jadi aku tidak bisa menyalahkan semuanya kepadanya. Apalagi, waktu itu aku juga sempat membalas ciumannya. Atau mungkin itu tanda kita sama-sama tertarik? 

Namun, bagaimana jika dia selalu melakukan hal itu saat tahu seorang wanita tengah tertarik padanya? 

"Mita." Suara dalam dan berat itu memanggilku. Aku mengerjap-ngerjap lalu menoleh. "Konsentrasi." pintanya untuk apa yang tengah kulakukan. Aku menatap sup yang hanya ku aduk sedari tadi. Aku harus segera menyiapkan makanan yang lainnya. 

Aku berjalan ke meja lain. Dia masih disana. Berdiri bersandar di kabinet sambil menyeruput kopinya. 

"Dia pacarmu?" 

Pertanyaannya membuatku menoleh. Memastikan jika pertanyaan itu untukku karena hanya aku yang berada di ruangan ini bersamanya. Dia tidak sedang memakai headset kan? Aku mengecek kedua telinganya. Tidak. 

"Siapa?"

"Yang datang bersamamu ke ruang guru tadi pagi."

Oh, Gatra. Aku buru-buru menggeleng. "Bukan, Pak." jawabku tanpa menoleh padanya. Bahkan jikalau aku punya pacar, aku tidak akan jujur dan melaporkannya pada guruku sendiri. 

Dalam hati, tertawa lagi saat pikiranku juga membayangkan kejadian tadi pagi. Bu indah yang ditolak mentah-mentah. 

Tunggu dulu. Tidak. Pak Daniel bukan orang yang akan melakukan hal yang sama seperti kepadaku saat tahu seseorang tengah tertarik padanya. Tadi pagi, dia bahkan meminta Bu Indah menjaga jarak dengannya.

Haruskah aku mengetesnya? Haruskah aku mendekatinya juga? 

Jika dia tidak tertarik padaku dia juga pasti menyuruhku pergi. Menyuruhku menjaga jarak. Mungkin dia akan mengurungkan niat baik hatinya yang menerima Ibuku mengungsi disini, dan membatalkan jam pelajaran tambahan. Aku bisa bebas walau mungkin dia akan marah. Benar. 

Yang terpenting, aku tidak berada dekat-dekat dengannya walau aku menyukainya. Ya, aku sadar menyukainya. Menyukai berada dekat dengannya. Aku menyukai saat dia memberikan sentuhan-sentuhan tidak terduga. Bahkan aku menyukai aroma tubuhnya. 

Tapi, aku juga sadar itu tidak sesuai etika. Aku tahu sangat salah menyukainya disaat aku melihat dia mengajar di ujung kelasku sendiri. Maka dari itu, aku harus menjauh. 

Aku menoleh ke belakang. Rupanya dia masih memperhatikanku. Sambil membasuh tangan, aku berusaha membalas balik tatapan yang selalu berpusat padaku itu.

"Kenapa?" tanyanya. 

Aku tidak menjawab. Mulai berjalan mendekatinya pelan-pelan. Ya ampun, rasanya jantungku bisa copot saat melakukan ini. Aku menahan kegugupan. Aku bisa melakukannya. Aku bisa. 

Aku berhenti. Sangat dekat padanya. Ia sedikit beringsut saat aku mencondongkan badan ke arahnya hingga bagian depan tubuhku menempel di samping lengan kanannya yang kekar. 

Seketika wajahnya yang tadi terkejut berubah datar. Aku menunggu kata-kata itu keluar. Kata-kata pengusiran. Tapi dengan tenang, dia malah menyeruput kopinya kembali. 

"Katakanlah." Sergahku. 

"Apa?" tanyanya tidak mengerti. 

"Usir Mita." Jelasku. "Seperti tadi pagi. Seperti Bapak mengusir Bu Indah. 'Ini tidak nyaman. Tolong jaga jarak.' seperti itu." Aku meniru gaya bicaranya tadi pagi sambil menempelkan badanku lebih erat. Berusaha membuatnya jijik dengan tingkahku. 

Ujung bibirnya malah pelan-pelan naik saat mendengar perkataanku. "Kamu melihat pertunjukan bagus rupanya." 

"Ck." Aku menegakkan badanku. Lelah menunggunya mengucapkan apa yang ingin kudengar. Dia malah mengucapkan sesuatu yang tidak berguna. "Kenapa Bapak nggak ngusir Mita juga?"

Dia meletakkan gelas kopinya. Tiba-tiba tubuhku terhuyung. Dia menarikku. Sedetik kemudian, aku sudah terjepit di antara kabinet dapur dan tubuhnya. Dua tangannya juga mengapitku di sebelah kanan dan kiri. 

Aku menahan nafas. Sial! Aroma tubuhnya memang sempurna di jarak sedekat ini. 

"Kamu berharap saya mengusirmu?" 

Aku tidak boleh ragu-ragu. 

"Ya." jawabku bergetar. 

Tatapannya berubah tajam. Apakah dia marah? Aku menundukkan kepala. Tidak berani menatapnya. Nafas hangat yang keluar dari mulutnya saat berbicara menyapu puncak kepalaku. 

"Setelah semua rencanaku, membuatmu terus berada di sekitarku?"

Apa? Apa maksudnya? Rencana agar aku terus berada di sekitarnya?

"Saya tidak akan melakukannya." lanjutnya. 

Aku tahu itu. Reaksinya berbeda saat perempuan lain mendekatinya. Apa itu artinya dia juga tertarik padaku? 

"Tapi jika ini benar-benar permintaanmu, saya akan pergi dari sekitarmu, Mita. Apakah kamu benar-benar menginginkannya?"

Seharusnya aku tetap pada keputusanku. Tetapi memikirkan bagaimana jika… Jika aku benar-benar menyuruhnya menjauh. Apa sikapnya juga akan berubah? Apa dia juga tidak akan berani mendekatiku seperti ini lagi? 

Memikirkan hal itu, Menjauh darinya, adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. 

Namun dia menyerahkan semua keputusan di tanganku. 

"Katakan Ya, jika semua ini memang membuatmu tidak nyaman. Katakan Tidak, jika berpikir sebaliknya. Pikirkan baik-baik. Aku tidak akan memaksamu."

Apa aku tidak nyaman? Tidak. Aku menyukainya. Walaupun sikapnya pertama kali membuatku sedikit takut. 

Dia mulai melangkah mundur. Menjauhkan tubuhnya, dan aku mulai merasakan kehilangan. 

Oh, tidak. Tanpa sadar, tanganku mengambil inisiatifnya sendiri. Aku meletakkan kedua tanganku di pinggang Pak Daniel untuk menariknya kembali mendekat. 

"Tidak." jawabku akhirnya. Memilih untuk berkata jujur akan apa yang kurasakan saat ini. 

"Mita… Menyukainya." lanjutku. Melupakan sejenak statusnya sebagai guruku. Lagipula, kita tidak berada di sekolahan saat ini. 

Dia tidak berkata-kata. Hanya diam. Aku memberanikan diri mendongakan kepala. Melihat kedua bola mata itu menggelap. Rahangnya mengeras. Hidung kami bersentuhan. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. 

Yang kutahu pikiranku sendiri yang sudah tidak waras. Entah keberanian dari mana, aku menyentuh bibir merah muda yang penuh itu dengan bibirku. 

Tidak ada penolakan darinya. Apakah ia menyukainya? Aku senang jika dia memang menyukainya. 

Aku melepaskan bibirku. Hm… Rasa kopi. 

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya serak. "Bagaimana jika saya benar-benar tidak bisa menahannya lagi?"

"Kalau begitu. Jangan ditahan." sahutku asal. Padahal masih berusaha mencerna perkataannya. Memangnya, apa yang harus dia tahan?

Dia menangkap leherku, mencegah kepalaku menjauh. Meraup bibirku kembali dengan kasar. Tidak seperti saat pertama kali. Bukan hanya memagut, setelah berhasil membuat mulutku terbuka dengan bibirnya, lidahnya ikut bermain. Sebuah sensasi lain yang pertama kali untukku. 

Dia semakin menekan tubuhku ke kabinet. Aku terdesak. Tubuh kami benar-benar saling menempel. 

Ya ampun. Aku harus bernafas. Tapi sepertinya dia tidak akan membiarkanku menghirup oksigen sedikitpun. 

"Ekhem!"

Aktivitas kami terhenti saat terdengar suara deheman seorang laki-laki. Kami saling menatap dengan terkejut, kemudian melihat ke sumber suara orang lain yang berada di dekat kami. 

Related chapter

  • Excite 17   The Punishment (2)

    Daniel menoleh. Aku berjinjit agar bisa mengintip dari celah bahunya.Seorang pria berdiri tegak di belakang Daniel. Memperhatikan kami berdua tanpa ekspresi. Aku segera mendorong Daniel menjauh. Aku pun menggeser tubuhku. Menjaga jarak dengan Daniel.Apa orang itu melihat semua yang kami lakukan? Sepertinya iya.Aku tidak tahu siapa dia. Ini pertama kali aku melihatnya. Tapi sepertinya dia juga bukan orang asing atau seorang tamu karena bisa masuk begitu saja tanpa membunyikan bel rumah terlebih dahulu."James?"Aku memperhatikan Daniel yang juga tampak terkejut dengan kedatangan pria itu.

    Dernière mise à jour : 2021-07-10
  • Excite 17   Study Tour

    Setelah perkataan Daniel waktu itu, entah kenapa aku menjadi lebih semangat belajar daripada biasanya. Aku berusaha mendapatkan yang terbaik. Walau aku tidak yakin bisa mendapatkannya atau tidak, aku akan tetap berusaha. Padahal, aku juga tidak tahu apa yang kuinginkan darinya jika aku berhasil. Hah, Mita sebaiknya jangan terlalu berharap. Ya, Ya, Setidaknya aku masih tahu batas kemampuan otakku dan tidak terlalu berharap. Hari demi hari akhirnya berlalu. Aku sudah kembali ke rumahku dan ujian selesai seminggu kemudian. Bel istirahat belum berbunyi, jadinya murid-murid dalam kelasku hanya bisa merusuh di dalam. Apalagi kami semua sedang

    Dernière mise à jour : 2021-07-12
  • Excite 17   The Excite

    Seluruh tubuhku terasa lelah juga sakit. Tapi kenapa rasanya aku berbaring di atas tempat yang sangat nyaman? Suasana juga tidak lagi sepi. Suara langkah dan gumaman orang yang sedang bercengkrama sesekali terdengar. Seharusnya tidak ada suara seperti itu jika aku masih tersesat di hutan. Hutan? Kejadian tadi malam terputar di otakku dengan sangat cepat. Membuatku segera berusaha untuk membuka mata. Ada sinar menyilaukan, tapi bukan pepohonan rimbun lagi yang kulihat di sekitar, melainkan suatu ruangan yang rapi dan bersih. Aku berada di rumah sakit sekarang? Apa yang telah terjadi? Apa mereka sudah menemukanku? Atau ini tempat di surga? Tidak mungkin.

    Dernière mise à jour : 2021-07-15
  • Excite 17   His Family

    Aku menggeliat. Merasakan tubuhku terasa berat. Ada sesuatu yang menindih pinggangku dan membuatku tidak leluasa bergerak. Aku mencoba mengangkat dan menyingkirkannya. Tapi sesuatu itu tidak mau menyingkir, malah menarik tubuhku hingga punggungku menempel pada sesuatu yang hangat. Aku terkesiap. Segera membuka mata. Itu tangannya, yang berotot dan kekar, memelukku dari belakang. Kulit kami benar-benar saling menempel di balik sehelai selimut, karena tidak ada dari kami yang memakai sehelai pakaian pun. Untuk sesaat, aku teringat apa yang kami berdua lakukan barusan. Kejadian panas dari meja makan hingga berakhir disini, di sofa ruang tamu. Wajahku menghangat saat membayangkan kejadian itu. Aku berusaha menggeser tubuhku sedikit. Tidak bisa bergeser le

    Dernière mise à jour : 2021-07-17
  • Excite 17   Broken Friendships

    Jadi begitu… "Kalau lo suka sama Gatra, kenapa gue yang jadi sasaran, Ran? Lo seharusnya langsung bilang sama Gatra." "Nggak bisa." Ranti menggeleng. "Kenapa?" "Karena Lo, Mit. Karena Lo!" Aku menarik nafas. Masih tidak mengerti kenapa jadi aku yang disalahkan. "Gue nggak ngerti deh Ran. Kenapa semuanya jadi salah gue." "Ini kenapa gue jadi benci sama lo. Lo nggak ngerti-ngerti. Lo nggak ngerti sama keadaan sekitar. Lo nggak pernah ngerti gimana perasaan gue atau gimana perasaan Gatra. Coba kalau lo pa

    Dernière mise à jour : 2021-07-19
  • Excite 17   (1) Something Between Eliza and Daniel

    Gatra memberi salam pada Pak Daniel. Berusaha menetralkan raut keterkejutannya. Walau Gatra berusaha untuk tampak biasa saja, tapi saat melihatku tatapannya berbicara. Melontar beribu pertanyaan yang mungkin muncul di benaknya. Gatra melanjutkan langkahnya setelah kami hanya bertukar sapa. Begitupun denganku yang lanjut mengekor di belakang Pak Daniel menuju parkiran mobil. Suasana jadi aneh di sekitar kami. Kami hanya terdiam selama perjalanan bahkan sampai aku tiba di rumah. "Saya… Akan kembali ke rumah. Tolong sampaikan itu pada Ibumu." ucapnya sebelum aku turun dari mobil. Aku mengangguk. Merasa senang mendengar keputusannya.

    Dernière mise à jour : 2021-07-21
  • Excite 17   (2) Something Between Eliza and Daniel

    Entah sudah keberapa kali. Aku terus memperhatikan ponselku di atas meja yang berkedap-kedip. Tidak ada suara nada dering karena aku memang membisukannya. Terlalu berisik. Hingga akhirnya layar mati. Tapi beberapa detik kemudian menyala lagi. Mungkin ini panggilan masuk yang ke 8. Ya, aku menghitungnya tapi terlalu takut untuk mengangkatnya. Tidak. Aku juga tidak mau mengangkatnya mengingat kejadian tadi siang yang terus berputar di kepalaku. Bagaimana bisa dia seperti itu? Dengan wanita lain di belakangku? Apa selama ini aku salah menilainya? Aku kecewa. Sedih. Dan marah. Tapi aku juga ingin bertanya tentang apa yang terjadi. Aku butuh kejelasan darinya. Walau sebenarnya semua yang ku liha

    Dernière mise à jour : 2021-07-22
  • Excite 17   The Punishment (3)

    Ada Tuan James juga disana. Di samping Pak Daniel. Dengan langkah cepat, Pak Daniel menghampiri kami. "Apakah ini alasan kamu tidak bisa dihubungi?" Pak Daniel melirik sesaat ke arah Gatra. Tatapan yang sangat tidak ramah. Apa dia mencurigai Gatra? "Bukan-" Aku ingin menepis praduganya. "James," tapi Pak Daniel memotong. Seperti tidak mau mendengar apa yang akan kukatakan. "Urusanku sudah selesai 'kan?" Pak Daniel menoleh ke arah Tuan James. Tuan James mengangguk. "Mulai dari sini kuserahkan padamu." lanjutnya lagi.  

    Dernière mise à jour : 2021-07-24

Latest chapter

  • Excite 17   Sekali, Seumur Hidup - Ending

    1 hari.2 hari.3 hari.Sudah 3 hari semenjak kepulangan Pak Daniel ke Australia. Tuan Lambert meminta Daniel menemaninya berkunjung ke makam almarhum sang istri, ibu Pak Daniel.Walaupun komunikasiku dengan Pak Daniel tidak terputus, tapi tetap saja rindu untuk bertemu dengan sosoknya.Namun aku tahu, banyak pekerjaan juga yang harus Pak Daniel urus, sepertinya dia tidak akan kembali dalam waktu dekat.Aku tahu resiko menjalin hubungan dengan seseorang yang memiliki posisi penting, memang seperti ini. Aku tidak bisa menuntut semua waktunya untuk di berikan kepad

  • Excite 17   Terjebak di Keheningan

    Aku rasa Pak Daniel tidak bisa berpikir jernih sekarang. Jadi aku mengambil alih plastik yang ada di tangannya kemudian meletakkannya di bawah, di sembarang tempat, berikut juga plastik di tanganku, kemudian menuntun Pak Daniel duduk di sofa yang berhadapan dengan Tuan Lambert. Hanya keheningan yang ada. Membuat kita semua jadi sedikit canggung. Sampai akhirnya Ibu berpamitan untuk pergi ke kamar. Mungkin sebaiknya aku mengikuti langkah Ibu. Aku tidak perlu terlalu ikut campur di antara mereka. Urusanku cukup sampai membuat Pak Daniel bertemu dengan Tuan Lambert. "Kalau begitu Mita juga-" "Tetaplah disini. Saya pikir, Daniel bisa lebih nyaman jika ada dirimu." Baru setengah bangun, Tu

  • Excite 17   Sudah Ada Yang Punya

    Pagi ini, aku sedang sibuk membuat sarapan begitu Pak Daniel keluar dari kamarnya. "Kopi?" tawarku. Dia menghampiri. Berdiri di dekatku. "Boleh." jawabnya. Untuk membuatkan kopi, aku meninggalkan sejenak sarapan yang sedang ku masak. Pak Daniel masih berdiri di sampingku. Tubuhnya bersender menyamping pada salah satu lemari dapur yang tinggi. Tangannya bersedekap di depan dada. Saat aku melirik, dia menelengkan kepalanya. Perhatiannya tidak pernah teralih dari diriku. Membuatku sedikit gugup diperhatikan seperti itu. "Apa?" tanyaku. Takut-takut dia sedang membutuhkan sesuatu.

  • Excite 17   Hutang Janji

    "Terima kasih." sahut Ibu setelah mendengar tanggapan Pak Daniel. Walau perkataan Ibu tadi demi diriku, tapi aku merasa tidak suka. Aku berjalan mendekati ranjang. "Ibu ngomong apa sih? Ibu nggak akan pergi kemana-mana." Ibu hanya tersenyum kecil mendengar ucapanku. **** Selama 2 hari, Ibu harus menginap di ICU. Setelah kondisinya berangsur-angsur membaik, akhirnya Ibu dipindahkan lagi ke ruang rawat inap. Aku sama sekali tidak mengeluarkan kaki dari gedung rumah sakit demi menjaga Ibu. Bi Laksmi juga sering datang hanya untuk membawakan pakaian ganti untukku dan

  • Excite 17   Bersyukur Dia Di Sampingku

    Aku berlari menyusul mereka.Ibu ada di atas ranjang itu, dengan badan yang terus bergoyang-goyang karena ketiga petugas kesehatan itu menyeret ranjang Ibu sambil berlari, tapi mata Ibu terus terpejam. Hal itu membuatku langsung tahu kalau Ibu sedang tidak sadarkan diri.Sayangnya, seorang suster menghalangi kami agar tidak melangkah lebih jauh ke dalam unit perawatan intensif."Mohon ditunggu di luar aja ya, Mbak." pinta suster itu."Kita tidak disana. Bisa jelaskan apa yang terjadi?" Pak Daniel mencegah suster itu yang hendak pergi tanpa menjelaskan apapun."Tadi ada suster yang mau ganti infus, Pak. Pas suster ngecek, Ibu Li

  • Excite 17   Tertangkap Basah

    "Kalau begitu, saya kembali ke ruangan, Pak." Si Dokter yang sedari tadi menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar di samping Pak Daniel, mengakhiri pembicaraannya.Pak Daniel mengangguk. Akhirnya mengalihkan perhatiannya kepada dokter itu. "Hm. Terima kasih."Setelah Dokter itu menghilang kembali ke ruangan tempat mereka keluar tadi, Pak Daniel melihatku kembali.Tanpa peduli Milen yang masih bicara dalam telepon, aku menurunkan ponsel dari telinga dan mematikan sambungan."Mita pikir, Bapak di sini bukanlah sebuah kebetulan." Aku memberanikan diri untuk bicara."I-itu…. Saya berobat di sini."

  • Excite 17   Pulang

    Aku langsung meminta cuti begitu mendengar kabar Ibu dan langsung kembali ke Jakarta.Di tengah kesibukannya, Milen malah membantuku mencari jadwal kereta yang bisa berangkat paling cepat dan menyuruhku untuk tidak panik.Jadi, masih dengan baju dinas, sore hari aku sudah sampai di sebuah rumah sakit dimana ibu di rawat.Walau seluruh tubuhku lemas seakan tulang-tulang di tubuhku lenyap, namun aku masih bisa berlari-lari kecil saat berusaha mencari kamar Ibu. Dan setelah menemukannya, melihat kedatanganku, Ibu sedikit terkejut. Sementara Bi Laksmi yang duduk di samping ranjang Ibu tampak lega.Dengan kaki bergetar, aku berjalan mendekat.

  • Excite 17   Hubungan Yang Rumit

    "Kemana aja, Mit?" Milen sedang melahap roti panggangnya begitu aku kembali. Penampilannya sudah rapi. Ia melirik jam di pergelangan tangan untuk melihat apa masih ada waktu yang tersisa untuk bersiap-siap. "Masih lama. Udah cepet sana siap-siap."Aku mengacuhkan Milen. Memang berniat untuk langsung masuk ke kamar mandi. Menyiapkan diri untuk bekerja dalam keheningan. Juga sambil berusaha mengumpulkan konsentrasi untuk bekerja nanti. Walau aku yakin pikiranku pasti akan terpecah belah nanti.Di tengah perjalanan, Milen yang sudah menahannya sedari tadi, akhirnya menyuarakan pertanyaannya."Jadi, tadi malem Mita tidur dimana?"Dari ujung mata, aku melirik Milen sebentar, kemudian kembali lagi berkon

  • Excite 17   Apakah Bisa Bertahan

    Walau ragu, aku akhirnya berjalan mendekat perlahan-lahan.Merasakan kehadiranku, lelaki itu menoleh dan langsung menegakkan pundak, bersikap siaga akan kedatanganku.Dia tampaknya sama sekali tidak ingin menyapaku, namun dia terlihat ingin mengatakan sesuatu namun segera di urungkannya, terlihat dari pergerakan mulutnya yang terbuka kemudian menutup dengan cepat."Pak Daniel ada di dalam?" tanyaku.Dia hanya mengangguk."Baiklah kalau begitu, tadinya Mita ingin berpamitan, tapi nunggu Pak Daniel keluar aja." aku berniat pergi, tapi berbalik dan bertanya lagi pada pria itu. "Apa… Tuan Lambert juga ada di dalam?"

Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status