“Lydia kan?”
Lydia berbalik ketika mendengar namanya. Dia cukup terkejut melihat Viktor ada di minimarket kecil seperti ini. Lydia pikir orang kaya dengan gaya parlente seperti Viktor hanya akan mengunjungi supermarket besar yang mewah. “Sepertinya ini masih jam kerja deh. Kok kamu bisa ada di sini?” tanya Viktor dengan kening berkerut. “Saya sedang kunjungan lapangan, Pak. Mau mengurusi beberapa komplain yang belum terselesaikan,” jawab Lydia dengan ringisan pelan. “Kamu yang turun tangan sendiri? Kiraiin ada tim untuk ini?” “Karena komplainnya gak kunjung selesai, saya disuruh turun tangan langsung.” Viktor mengangguk mengerti. Dan karena Lydia mengatakan masih menunggu manajer toko, Viktor mengajak Lydia untuk menemaninya belanja. Dan karena memang tidak ada yang dia lakukan selagi menunggu, Lydia mengiyakan saja. “Aku tidak menyangka“Mau Mama pijitin?” “Loh, Mama? Kok belum tidur sih?” Lydia yang berbaring dengan menatap tablet, langsung berdiri menyambut ibunya. Liani membawa nampan kecil berisi susu vanila hangat. Lydia segera meraih nampan itu untuk diletakan di atas nakas. Lianilah yang kemudian mengambil gelasnya dan meminta anaknya untuk minum susu dulu. Lydia meminum susunya tanpa protes. Dia baru protes ketika sang ibu mulai memijat bahunya yang memang terasa kaku akibat terlalu lama kerja. “Mama,” Lydia menyingkirkan tangan Liani dengan lembut. “Mama ngapain sih?” “Mijitin kamu lah. Belakangan ini kan kamu lembur terus, pasti capek banget.” “Capek sih, Ma. Tapi bukan berarti Mama harus mijitin aku dong. Mama kan habis operasi, jadi harus banyak istirahat.” “Tapi kamu jadi makin sibuk pasti gara-gara biaya rumah sakit kan?” tanya Liani yang hanya bisa dijawa
Rupanya masalah komplain bisa diselesaikan dengan cukup mudah. Semuanya hanya masalah kepercayaan. Ketika rasa percaya itu hilang, tentu susah untuk didapatkan kembali. Tapi nyatanya Lydia berhasil. Hanya dalam seminggu, Lydia sudah berhasil menyelesaikan komplain. Entah bagaimana asisten Reino itu berhasil mendapatkan kepercayaan lagi. Lydia sudah menjelaskan semuanya saat rapat, tapi tetap saja Reino merasa belum percaya. Masa iya kepercayaan dari pihak konsumen bisa dikembalikan semudah itu? Solusi yang ditawarkan memang bukan hanya sekedar ganti rugi materil dan kata maaf, tapi juga kesempatan. Lydia memberi orang-orang itu kesempatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tentu saja masih ada keuntungan yang didapatkan dari perusahaan. Misalnya saja, untuk pemilik minimarket. Pria tua itu sering menceritakan saudaranya yang sering dapat hadiah dari hasil penjualan barang. Maka Lydia langsung menawarkan kerja sama. Jika pihak mini market bisa menjual dengan kuantitas te
“Oh, my God. Emang nyaman banget holiday dibayarin,” teriak Vanessa sangat kencang. “Woi, ini di tempat umum kali. Pelankan suaramu,” hardik Lydia sedikit malu dengan suara cempreng sahabatnya itu. “Ck. Makanya kasih tahu pacarmu itu, lain kali tolong sewakan vila saja. Biar kita bisa teriak-teriak sampai puas pas sarapan,” sergah Vanessa kesal. “Ya kali. Udah syukur juga kita semua dibayarin. Mana fasilitasnya yang the best lagi,” timpal Cinta dengan mata berputar. “Dan lagian ya. Kalau kita diambilkan vila yang dekatan atau satu vila buat rame-rame, adanya telinga kita yang tuli dengar suara desahan tiap malam,” tambah Erika tanpa filter. “Ih, apaan sih Ka.” Cinta langsung menoyor bahu sahabatnya itu dengan keras, membuat semua orang tertawa. Mereka berempat (berlima ditambah suami Cinta), akhirnya benar-benar terbang ke Yogyakarta dengan biaya ditanggung
“Astaga! Apaan ini?” teriak Lydia melihat penampilannya di cermin. Demi apa pun juga, Lydia cukup percaya diri kalau menggunakan crop top dan hot pants. Dia percaya diri sedikit memamerkan perut rata dan tungkai jenjangnya, tapi penampilan yang dipilihkan Reino malam ini agak sedikit keterlaluan. Sudah jelas dadanya rata, tapi Reino memberikan pakaian yang memamerkan bagian itu. Bentuk bagian atas gaunnya serupa korset ketat tanpa lengan. Saking ketatnya, membuat dada rata Lydia sedikit menyembul akibat tekanan dari pakaiannya. Dan yang paling bikin risih adalah bagian bawah yang berbentuk segitiga yang kemudian dilapisi dengan kain transparan. Lydia jadi merasa seperti sedang menggunakan pakaian renang seksi yang mengumbar semua bagian tubuhnya. Dan Lydia kurang suka ini. Lydia sama sekali tidak pernah memamerkan lengan atau bagian dadanya. Bahkan hot pants miliknya juga tidak ada yang menyentuh garis pahanya. Nah ini? OMG. Lydia tak percaya harus memakai pakaian seperti ini demi
Entah sudah berapa kali Lydia meminta untuk istirahat ketika mereka menjelajahi beberapa candi atas permintaan ibu hamil. Yang paling parah, hari minggu itu sangat terik sehingga makin menguras tenaga. Ketika berada di Borobudur, Lydia mengeluhkan betapa tingginya tangga yang harus didaki. Katanya kedua kakinya pegal sekali diajak mendaki. Ketika di kompleks candi Prambanan, Lydia mengeluhkan kompleks candi yang luas. Dan karena Cinta ingin berjalan kaki mengelilingi kompleks candi, semua rombogan ikut jalan. “Astaga! Time out.” Lydia yang sangat jarang olahraga, berteriak meminta waktu istirahat. Dia tak segan duduk di atas jalan berbatu dengan memanjangkan kaki. Sungguh hari ini kedua tungkai kurusnya tidak bisa diajak bekerja sama. “Ck. Apaan sih? Yang pasutri siapa yang gak bisa jalan siapa,” ledek Vanessa diikuti kikikan geli yang lainnya. Yeah. Kelelahan dan seluruh kaki s
“Hanya ini saja yang bisa kalian pikirkan untuk produk baru kita?” tanya Reino dengan nada rendah dan tatapan mata tajam. Reino saat ini sedang rapat dengan tim pengembangan untuk membahas rancangan produk baru perusahaan mereka. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang F&B, tentunya mereka harus selalu melakukan inovasi dan mengikuti tren. Dan hasil rapat hari ini sebenarnya sedikit mengecewakan bagi Reino. Dia mengharapkan sesuatu yang lebih spektakuler untuk produk baru mereka, tapi tim hanya membawa pengembangan produk lama yang dikemas dengan lebih menarik. “Aku menggaji kalian untuk melakukan riset agar produk kita tidak ketinggalan dengan yang lain. Aku ingin produk baru, bukan sekedar produk lama yang ditingkatkan kualitasnya,” cecar Reino tak bisa lagi menahan amarahnya. “Selama aku menjabat di sini, belum ada satu pun ide produk baru yang kalian berikan.” Reino m
Reino yang hari ini datang sedikit lebih awal, tidak menemukan Lydia di mejanya. Dan saat akhirnya dia melihat Lydia dari layar tanngkapan CCTV, wanita itu justru terburu-buru berlari ke arah toilet. Penasaran dengan asistennya, Reino mengekori dengan langkah santai. Langkah kakinya yang panjang, membuat Reino dengan mudah mengejar sekretarisnya itu. Dan betapa terkejutnya Reino ketika mendengar suara tendangan yang cukup keras. Awalnya Reino berpikir kalau itu suara Lydia yang terjatuh menghantam pintu atau sejenisnya. Tapi baru juga pintu toilet terbuka, Reino sudah bisa mendengar suara caci maki Lydia. Reino menyandarkan tubuhnya ke dinding dekat pintu untuk mendengar semua keluh kesah yang dilontarkan sekretarisnya itu. Entah dengan alasan apa, Reino merasa perlu mendengarnya. “Loh, Pak Reino? Ada yang bisa dibantu, Pak?” Tuti yang merupakan asisten Lydia dan kebetulan mau ke toilet bertanya ketika melihat bosnya bersandar dekat toilet perempuan. Reino tidak menjawab dan hanya
Hari ini mood Lydia sangat bagus. Walau dia merasa masih perlu tidur sebentar lagi, tapi rasanya energinya sudah terisi penuh. Walau rapat kemarin menguras tenaga, tapi dia senang karena banyak makanan di rumah. Kemarin dulu, Selain memberi hadiah ulang tahun pada Lydia, Reino rupanya juga memesankan makan malam untuk di rumah. Kalau kata Liani, sebagai apresiasi untuk karyawan berprestasi. Ini sungguh diluar dugaan. Reino memberikannya hadiah ulang tahun saja sudah luar biasa. Ini malah ditambah dengan makan malam yang semuanya menu kesukaan Lydia. Entah dari mana Reino tahu makanan kesukaannya, tapi yang jelas Lydia perlu berterima kasih. Karena itu hari ini dia menyempatkan diri memesan sarapan mahal yang kira-kira akan disukai Reino. seharusnya ini dilakukan kemarin, tapi Lydia lupa. “Selamat pagi, Mbak Maya,” Lydia menyapa rekan kerjanya itu dengan sopan ketika mereka berpapasan di lift. “Selamat pagi juga. Tumben ceria amat,” jawab Maya ramah se