Beberapa hari belakangan, Ganta semakin disibukkan dengan urusan internal perusahaannya. Aku merasa sedikit lega, lantaran dia tidak terus berkunjung ke rumah. Aku risih. Ternyata ada lelaki yang nekad menempuh jarak satu jam, hanya untuk menemui sang kekasih. Terlihat sederhana, tetapi menurutku itu berlebihan, karena dalam sehari, Ganta bisa datang bolak-balik sebanyak tiga kali–pagi, siang, dan malam. Rumah Ganta ada di Kota Martapura. Sedangkan, tempat tinggalku ada di Desa Simpang Tiga.
Berita tentang pernikahan kami sudah tersebar ke mana-mana. Tetangga sebelah rumah heboh, karena aku mendapatkan calon suami yang kaya-raya. Mereka mungkin berasumsi, aku menggunakan ilmu pelet untuk menggaet seorang Ganta. Padahal dalam kenyataannya, aku sendiri saja tidak tahu, dari mana dia mengenalku. Seingatku, dia bersama ayahnya–Tuan Ergar, tiba-tiba datang ke rumah, dan melamar di malam hujan rintik itu.Saat rembulan tertutup awan hitam, aku baru selesai mencuci piring-piring kotor. Sebagai rutinitas, aku menyempatkan diri untuk melihat-lihat kembali foto kita. Walaupun tidak pernah bertemu sana sekali alias virtual akut, aku tidak mempermasalahkan jarak, sejauh ini. Hobi mengedit foto kuterapkan pada beberapa foto kita. Menyatukan dua foto yang terpisah adalah keahlianku: tidak terlalu realistis tapi aku selalu bersemangat.Kamu terlihat sangat bahagia di dalam layar. Aku bingung, kenapa kamu yang selama ini kuberi kepercayaan, malah mengkhianati janji? Kata orang, cinta itu tidak mudah berubah, dan selalu punya cara untuk kembali. Apakah pernyataan itu benar?Wajah yang nampak manis dengan potongan rambut brushed on top, terlihat sangat tampan. Senyuman memikatmu menjadi daya tarik tersendiri. Sweater hitam berpadukan dengan jeans, menyempurnakan penampilanmu di sana. Kamu adalah orang yang sederhana, dengan ribuan kebaikan hati. Kekurangan materimu bukanlah menjadi alasanku untuk menjauh. Aku menerima apa adanya kamu, Elgin.Ingatkah kamu masa-masa PDKT kita? Ya, waktu itu aku baru putus dari mantanku yang toxic. Hubungan kami berjalan hampir satu tahun. Namun akhirnya berakhir, karena terhalang restu orang tua. Ibu melarangku untuk berdekatan dengan pria yang sering berkata kasar. Seperti yang kamu tahu, keluargaku sangat menjunjung sikap sopan-santun. Meski pada kenyataannya, ayahku seringkali kasar dengan ibu.Tidak lama setelah kejadian itu, aku memilih untuk menjadi wibu–penyuka segala hal tentang budaya Jepang. Di GC Anime, aku bertemu dengan sosokmu, Elgin. Aku ditambahkan pada tanggal tiga puluh Desember 2020, sedangkan kamu, pada tanggal tiga Maret. Awalnya kita tidak saling mengenal satu sama lain, lantaran aku merupakan pribadi yang cuek.Berbeda denganku, kamu sering muncul, dan berkomunikasi dengan para member. Ketika kamu membalas pesanku yang meminta, untuk mengajarkanku Bahasa Jepang, benih-benih cinta itu mulai bersemi. Kita semakin akrab setiap harinya. Chatting dari menanyakan makan, hingga sleep call pun menjadi kebiasaan. Saat itu, kita akrab hanya sekedar sebagai teman satu grup.Suatu hari, kamu mengirimkan sebuah foto. Aku yang baru aktif, setelah off tiga hari pun terharu bukan main. Kamu menyewa satu videotron yang menampilkan potretku. Di bawah foto itu kamu beri caption, "Keyra Lilac, setelah mengenal kamu, aku didesak oleh satu perasaan, yang tidak bisa kuungkapkan secara lisan. Ya, aku mencintaimu dengan caraku sendiri. Meski aku tidak punya apa-apa, aku akan memberikan segalanya untukmu layaknya seorang princess."Belum selesai sampai di situ, kamu juga mengirimkan chat romantis yang bertuliskan, "Kita berbeda layaknya hitam-putih. Kita juga dipisahkan jarak yang tak kunjung menipis. Rindu yang kupendam sebaiknya diutarakan, karena hatiku sudah tak sanggup menampungnya. Fajar yang menyingsing, kutitip salam hangat pada Keyra. Gadis cantik dari Sumatera yang begitu ingin kutemui, aku mencintaimu dengan segala kurang dan lebihku. Aku berharap kamu memiliki satu perasaan yang sama. Ya, mari berkomitmen, dan menjalani hubungan spesial mulai hari ini."Aku dimabuk asmara karenamu. Bisa kamu bayangkan, aku tidak bisa tidur nyenyak, setelah mendapatkan keromantisan darimu. Tanpa menunggu lagi, karena kita sudah saling mengenal selama tiga bulan, aku pun menerimamu. Kamu adalah pria yang baik, punya segudang harapan, dan sepertinya sangat tulus. Aku merasa yakin, hatiku tidak akan terluka lagi, jika kamu yang menjadi obatnya.Karena udara malam yang semakin dingin, aku memutuskan untuk pindah ke kamar tidur. Kurasa di sana, mungkin jauh lebih baik. Tangan kiriku membawa beberapa snack makanan ringan seperti: keripik kentang, bola-bola cokelat, mie lidi, dan tortila. Tak lupa, kubawa juga sebotol air mineral sebagai pelengkap.Sambil memindahkan percakapan kita ke goggle drive, aku tersipu malu dengan gombalanmu dulu. Tiba-tiba, sebuah notifikasi yang selama ini aku tunggu-tunggu muncul. Ya, cerita on goingku diterima kontrak eksklusif oleh salah satu platform. Bunga di hatiku pun terukir di wajah. Aku melompat kecil diatas ranjang. Duniaku kembali bersemi, bersamaan dengan kebahagiaan yang merekah.Aku sudah mempunyai tabungan bab untuk daily selama tiga bulan. Ibarat kata, aku telah menamatkan bukuku, jauh sebelum kontrak diterima. Rencanaku untuk membeli tiket pesawat tinggal selangkah lagi. Ya, hanya tinggal mengatur bagaimana caranya agar bisa menghubungimu. Bertanya tentang kebenaran, dan melepas rindu adalah impian terbesarku.Akan tetapi, aku kembali jatuh dalam kesedihan. Bagaimana bisa aku membatalkan pernikahan, yang sebentar lagi dilaksanakan? Janjiku pada Ganta harus dipenuhi. Uang sebesar lima ratus juta telah terpinjam. Kesepakatan telah disetujui oleh kedua belah pihak. Bodoh. Aku terlalu naif, karena mengambil keputusan terlalu cepat.Karena sikap introvert yang sudah mendarah daging, aku tidak bisa membagi cerita dengan Dini–seorang teman satu literasi yang baru kukenal, satu bulan terakhir. Prinsipku adalah lebih baik menyembunyikan segala lara, ketimbang bercerita seperti kelemahan diri.Dini adalah anak grup literasi kepenulisan yang aktif nimbrung di GC. Aku sering menyimak chatnya dengan para senior. Kurasa, dia adalah gadis remaja yang mempunyai bakat, di bidang menulis novel. Puisi-puisi yang dia buat juga sangat realistis, dan mengena di hati. Keluarganya pasti beruntung memiliki gadis hebat sepertinya.Kenangan indah yang kita lalui kuputar lagi. Sebuah video yang ada gabungan foto-foto kita, kulihat dengan sorot sayu. Mataku mengeluarkan hujan, setelah sekian lama menghadapi badai seorang diri. Tidak lama lagi, aku akan segera menjadi bagian dari Keluarga Arzo, istri dari Tuan Muda Ganta.Aku hanyalah manusia biasa. Memaksa takdir di waktu yang salah, hanya akan memperburuk keadaan. Ibu sudah menaruh harapan besar, pada pundakku yang rapuh. Jika memang kamu kecelakaan, dan tak bisa menghubungi karena keluargamu benci padaku, semoga ada jalan yang bisa membuktikan. Namun, jika memang kamu berselingkuh, semoga langit mengarahkan langkahku, untuk sirna perlahan dari hatimu.Malam itu, aku memilih untuk tidur lebih awal. Biasanya aku begadang hingga larut malam–pukul tiga dini hari. Entah mengapa, selera untuk melakukan banyak hal seakan hilang, semenjak keputusanku menerima Ganta sebagai calon suami. Hidupku tanpa arah, Elgin. Aku tidak berarti apa-apa, jikalau tanpa dirimu."Ra, jangan lupa ke rumahku besok, untuk menyiapkan pernak-pernik pernikahan! Ingat, jangan sampai telat!" Ucapan Ganta kala itu, terngiang-ngilang di indera pendengaranku.Kuletakkan ponsel di samping bantal. Makanan ringan yang telah habis, kubuang ke kotak sampah, di sudut kamar. Kepalaku jatuh di ranjang yang memiliki motif bunga mawar putih. Napasku naik-turun, mencoba melupakan masalah yang tertumpuk di benak. Mataku pun semakin berat. Setelahnya, aku tidak mengingat apa pun lagi."A aku di mana?" tanyaku sambil memijat dahi, yang masih terasa sedikit nyeri. Pandangan kuarahkan ke sekitar, hanya terlihat dinding putih, dan juga langit-langit yang mempunyai warna yang sama. Mataku perlahan fokus pada seseorang, yang menatapku dengan sorot khawatir."Anda sedang berada di rumah sakit, Nona," jawab Selly yang duduk di samping kananku."Apa yang telah terjadi padaku?" Aku mencoba bangkit, tetapi tubuhku masih terasa lemah. Otomatis, aku pun tak bisa berbuat apa apa. Hanya bisa berbaring.Ganta mengatakan kejujuran yang begitu pahit, "Aku nggak sengaja mendorongmu hingga mengenai kayu, di ujung sofa."Pantas saja, jika aku ada di rumah sakit, ternyata pria itu yang menjadi alasannya. Tak pernah kusangka, dia akan bermain tangan, dan berlaku kasar layaknya ayahku. Kupikir, dia sangat berbeda denganmu, Elgin. Namun nyatanya, lelaki di dunia ini sama saja. Jika ada yang bilang berbeda, mungkin ia hanya beda dalam cara menyakiti.Aku tidak lagi menjawab, ataupun bertany
"Aku udah bilang, aku nggak mau foto pegangan tangan sama kamu, Ganta!" bentakku dengan tatapan tajam.Ganta menghalangi pintu keluar. Kedua tangannya direntangkan ke samping. "Kenapa, Ra? Cuma gegara masalah Liora, kamu jadi kayak gini? Aku udah minta maaf sama kamu tapi kamu masih aja gini. Maunya kamu itu apa, sih?" tanyanya kemudian."Nggak usah cinta sama aku, kalau kamu cuma sekedar obsesi. Aku nggak bisa kasih hati sama pria yang salah lagi. Minggir!" Aku menabrak tangan kanannya. Kulewati pria berpakaian toxedo itu. Tak kuhiraukan orang-orang yang berlalu lalang."Keyra, tunggu dulu!" Suara di belakang sana memanggil-manggil namaku."Jangan menoleh ke belakang lagi, setelah luka berat yang kamu alami, Ra!" batinku kuat. Aku menapakkan kaki jenjangku menuju ke arah ruang ganti. Kemudian, berlari dengan cepat, menyusuri lorong sepi.Aku benci dengan pria yang memperlakukan wanitanya dengan baik. Namun ternyata, karena beralasan ia mirip dengan masa lalunya. Hati wanita mana yang
Perjalanan pulang ke kampung memakan waktu sekitar kurang lebih enam jam. Itu pun jika tidak ditambah dengan istirahat yang lama. Kebiasaan buruk Ganta adalah berlama-lama, di suatu tempat yang menurutnya indah. Mobil miliknya terjebak macet di jalanan. Jalanan di kota besar terhambat, karena arus mudik yang ramai.Kue kering buatan ibu sudah kuhabiskan sendiri. Kami tidak bertegur sapa selama dua jam. Aku mulai merasa tidak enakan dengannya. Karena gengsi menegur duluan, aku pun memilih untuk bermain gawai. Sesekali kulirik pria yang mengenakan jaket denim di sebelahku. Masih sama. Ganta terlihat dingin, siang itu.Notifikasi WhatsApp yang kusenyapkan, menampilkan dua pesan dari nomor ibu. Aku membukanya dengan cepat, takut terjadi apa-apa. Benar saja, itu bukan ibu yang menulis tapi Dek Wita."Kak Keyra, maag ibu kambuh lagi. Kami belum bayar uang sekolah. Ayah nggak pulang dari tadi." Satu pesan saja sudah hampir membunuhku. Aku tidak kuat menahan diri, untuk tidak menumpahkan ben
Rembulan di atas sana bulat seperti bola. Suasana malam di perkotaan terdengar ramai, dengan suara bising kendaraan yang melintas. Aku benar-benar mengantuk, dan tidak kuat lagi menopang tubuh, di sandaran kursi mobil. Jalan-jalan yang menghabiskan banyak energi, menyebabkan tubuhku lelah.Aku menyarankan dengan mata telah terpejam, "El, kita istirahat dulu, ya? Cari penginapan kek." "Lah, El siapa? Aku Ganta. Hei, El itu siapa!?" Ganta menaikkan volume suaranya. Sontak mataku pun membuka sepenuhnya.Tanpa sengaja, aku memanggil namamu, ketika sedang bersama dengan Ganta. Bagai menemui jalan buntu, aku benar-benar sangat menyesal. Lisanku tidak bisa dikontrol, tatkala aku sedang mengantuk berat. Sialnya, aku malah mengucapkan namamu dengan jelas di depannya."Oh, Si El itu ... dia itu cuma temen," ucapku berbohong. Kusembunyikan wajah panik, di balik hoddie tebal yang kukenakan. Menatap wajah bengis itu adalah trauma kedua, setelah kepergianmu, Elgin."Dalam hubungan itu yang terpent
Kami berada di Bandara Udara Sultan Mahmud Badaruddin II. Ruang waiting room tampak ramai oleh turis mancanegara. Jam di arloji kiriku menunjukkan pukul enam pagi."Kamu pasti sangat merindukannya, kan?" Ganta merangkul pinggangku. "Pergilah, sebelum aku berubah pikiran, Ra."Aku hanya diam saja. Pikiran buruk yang selintas berlalu di angan, nyatanya salah besar. Aku kira, Ganta akan melakukan hal yang tidak-tidak."Pesawatnya lepas landas tiga puluh menit lagi. Kalau kamu tetap di sini, kamu bakalan ketinggalan pesawat," pungkasnya kemudian.Aku menatapnya dengan tatapan sayu. "Pernikahan kita bagaimana? Kalau aku pergi, keluargaku nanti ...."Ganta meletakkan jari telunjuknya di depan bibir mungilku. "Sttt! Aku bakalan atur sisanya. Kamu bilang, ingin pergi menemui Elgin di Kalteng, kan? Ya, lakukanlah."Pria yang awalnya bertingkah laku bak iblis itu, menampilkan senyuman manis seperti malaikat penolong. Namun, aku bisa melihat ada guratan-guratan kesedihan, yang terpancar dari uki
Pusat kota yang ramai. Keindahan alam yang bersatu dengan kehidupan masyarakat, sangat indah sekali. Andai ponselku tidak hilang, mungkin sudah penuh dengan foto-foto aesthetic di sana. Sangat disayangkan, tidak mengabadikan banyak momen.Aku ditraktir makan mie ayam oleh Satria. Pria itu agaknya menganggapku sebagai seorang adik. Ya, dia pernah keceplosan,"Aku dari dulu pengen punya adek perempuan, Ra. Boleh nggak aku anggap kamu gitu? Eh, maaf, kita baru kenal, dan nggak sopan kalau aku sampai banyak bicara yang nggak-nggak."Akan tetapi, tujuanku bukanlah untuk bersenang-senang. Ya, karena pertemuan kami pasti akan menemui perpisahan, aku pun sedikit menjaga jarak dengannya. Lagi pula, dia adalah orang baru, dan belum bisa dipastikan, apakah baik dengan maksud terselubung, atau memang benar-benar baik.Aku menghembuskan napas dalam-dalam, setelah menghabiskan dua mangkok mie ayam porsi besar. "Ya ampun, aku kebanyakan makan. Eh, Sat, maafin aku, ya.""Nggak apa-apa kok, Ra. Santai
Aku tidak mungkin salah dengar. Entahlah, aku sedikit tidak yakin juga."Ra, kamu yakin ini tempatnya?" Satria berhenti di dekat gerbang. Tempat itu tampak sepi, tak ada yang belajar, karena hari Minggu.Sudah enam jam perjalanan menuju ke Kabupaten Kapuas. Kata Dara, rumahnya ada di dekat SMAN 1 Kapuas Hulu. Setelah mencari kemana-mana, tetapi aku tidak menemukan sosok gadis jago karate itu.Mbak Farah memberitahukan bahwa, Dara adalah temannya di jejaring facebook. Mereka berkenalan sudah cukup lama. Aku meminjam akun milik Mbak Farah, untuk menghubungi Dara. Sayangnya, selain kabar baik, ada pula kabar buruk."Semua akun media sosial milik Kak Elgin udah nggak aktif lagi, sejak dua hari yang lalu, Mbak. Pas aku tanya ke Kak Toni, dia malah nggak jawab sama sekali. Besoknya pas aku lihat nomor WA-nya, nomorku udah diblokir." Begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh Dara.Kamu hilang tanpa kabar, semenjak pulang dari rumah sakit. Dara bahkan belum sempat menjengukmu. Katanya, ada ba
Di dalam hubungan mana pun, mungkin akan ada banyak masalah yang dihadapi. Kerja sama, dan dukungan satu sama lain merupakan solusi. Lantas, bagaimana jika pasangan yang selama ini berlaku tulus, nyatanya masih menaruh hati pada masa lalu?Pencitraan di depan publik, ketika membuat sebuah SW atau SG bisa saja hanya kebohongan belaka. Beberapa orang kadangkala hanya ingin pengakuan, dan membuat orang lain iri padanya.Kita hanya virtual, dan belum pernah bertemu sebelumnya. Aku hanya yakin bahwa, kamu setia dengan cinta yang selama ini kuberi. Ketika menjalin komitmen denganmu, hanya satu hal yang menjadi penguat. Ya, kepercayaan.Masih ingatkah kamu saat ia yang dulunya mengisi hatimu datang kembali? Aku sangat trauma. Kamu bilang, 'aku sangat mencintaimu'. Nyatanya, orang setulus kamu pun bisa menyembunyikan wanita lain."Kamu ngerahasiain apa dariku?" Aku menulis pesan itu hanya sekedar ingin cari masalah–biasanya juga seperti itu."Nggak ada kok." Jawabanmu begitu meyakinkan, untuk
Sudah terjatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa itu cocok disandangkan padamu, Elgin. Setelah lima belas hari ibumu berpulang, ayahmu juga ikut kembali ke langit.Banyak tetangga yang mencibir, jikalau keluarga Zoidern terkena covid. Ya meksi, ayahmu sempat panas tinggi, Dokter Farhat tidak membenarkan itu adalah gejala covid 19.Penghujung tahun yang mengenaskan. Siapa yang dapat memperhitungkan kematian secara akurat? Tanda-tanda mungkin saja bisa disadari. Namun, apakah bisa ditentukan?Batu nisan yang ada di sana, kamu peluk erat seakan tak ingin lepas lagi. Mata yang paling indah di semesta tak kunjung berhenti mengeluarkan permata indahnya. Kamu terlihat sangat rapuh, ketika menangis.Payung-payung hitam yang ada di atas kepala, satu per satu mulai bepergian. Masker yang kita kenakan basah terkena derasnya musim hujan. Saat itu, hanya tersisa aku, kamu, dan Rossa. Gadis cantik di sampingku masih setia memayungimu. Ketulusannya berbahaya untuk hubungan kita. Aku akui, ra
"Kau pikir ini bukan kesalahanmu? Kau lihat sendiri surat ini baik-baik!" Kak Lintang meletakkan kertas yang sebelumnya kamu remukan di atas meja."Kalau saja mamah nulis nama kamu sebagai alasan dia bunuh diri, kamu mungkin udah beneran masuk penjara, El." Kak Meri yang baru datang malah memanaskan emosi.Kita berempat berkumpul di gudang belakang, setelah pemakaman selesai dilakukan. Dalam suasana duka, kedua kakak tirimu itu masih saja menaruh dendam.Ayahmu memanggil, mungkin tak keenakan karena pertengkaran itu terdengar hingga ke luar, "Elgin, Keyra, Meri, Lintang, kalian di dalam, kan?"Kak Meri meletakkan jari telunjuk ke bibirnya. "Sttt! Awas aja ada yang ngomong!"Aku sedikit menundukkan kepala, takut pada wajah bengis kakak perempuanmu. Tidak lama setelahnya, ayahmu tak lagi berteriak memanggil nama kita. Tampaknya dia sudah cukup bosan berdiri di depan pintu yang masih saja tertutup itu. Karena tak ingin ayahmu menguping, Kak Lintang memastikan, apakah dia pergi atau mas
"Aku punya kabar baik untukmu, Ra." Kamu berjingkrak-jingkrak, seperti orang yang menang undian seratus milyar."Apa?" Aku antusias mendengarkan apa yang ingin kamu sampaikan, di kala senja itu. Rinai hujan yang mengguyur kita, tak kugubris.Kamu mendekat, memegangi kedua bahuku. "Kita akan segera menikah."Aku bahagia bukan kepalang. Rasanya, hanya aku yang paling beruntung. Sayap-sayap cinta kita yang selalu gagal terbang, akhirnya melebar jua."Kamu seneng, kan? Sama, aku juga." Kamu memelukku dengan sangat erat. "Aku nggak bakalan nyakitin kamu lagi, Ra."Aku menyadari sesuatu yang aneh. Tiba-tiba mataku membulat, lebar seperti lingkaran sempurna. "Elgin?" aku memanggilmu seraya membuat jarak di antara kita.Kamu bertanya dengan keterkejutan di wajah, "Kamu kenapa kayak nggak senang gitu, Ra? Kamu nggak suka ya kalo kita nikah? Atau jangan-jangan kamu masih mikirin Si Ganta?"Tuduhan yang kamu layangkan, kubalas dengan satu pertanyaan, "Apakah kita mendapatkan restu dari keduanya?
Satria membuatkan mie celor yang sangat lezat. Kurasa dia lebih cocok jadi chef. Pria itu memberikan sejumput bunga kol sebagai hiasan. Makan siang telah siap, tinggal menyantapnya saja."Jadi, kamu terima tawarannya?" dia bertanya, "kalo misal tidak, itu mungkin jauh lebih baik.""Apa rasanya mencintai orang yang memiliki banyak drama di dalam hidupnya, Sat?" aku balik bertanya pada pria yang memakai apron biru, di depan kompor.Tangan kanannya memutar pengatur besar-kecil api, menjadi off. Kemudian, berbalik ke arahku. Mata hitam pekat itu menatap khawatir, seakan ingin menyerahkan bahagianya untuk melindungi perasaanku.Aku benci situasi konyol seperti itu. Lagi pula, hidupku bukan untuk dikasihani. Kuhentakkan meja, terdengar keras sekali."Itu bukan tingkah laku yang baik, Keyra," Satria memperingatkan, tetap dengan nada lembut. Mungkin dia tak ingin menyakiti perasaanku yang hancur, karena kamu ingin menjadikanku istri sirih, Elgin.Kita bertemu, tetapi tak kunjung bersatu juga.
Kamu meminum banyak air putih. Itu merupakan ke-lima belas kali kamu menuangkan air di dalam teko. Wajahmu merana, ingin cepat keluar dari masalah."Aku nggak pengen mamah kecewa sama aku, Ra. Berbakti pada orang tua itu memang sulit. Lihatlah aku, hancur." Kamu menyandarkan tubuh ke kursi kayu.Mungkinkah aku meminta pada ibumu, agar kita bisa bersatu? Ataukah perlu mengemis, menangis, memohon tanpa jeda, untuk mendapatkan restunya? Kenapa dia tak menyukai hubungan kita?Aku mungkin bisa saja memilih Ganta sebagai pendamping hidup; merahasiakan segalanya tentangmu, setelah pulang dari Kalimantan Tengah. Namun, sosokmu, ya, hanyalah dirimu, Elgin. Aku merasa tak bisa mendapatkan orang yang sama, dalam raga berbeda.Yang paling sulit itu adalah menghancurkan kenangan, yang kita lalui selama ini. Mengapa masih ada sesak, ketika aku ingin berkata ikhlas? Nyatanya, sebaik apa pun Ganta, sampai detik itu pun, dia belum bisa menggeserkanmu sepenuhnya.Dua lelaki yang berbeda, tetapi seperti
Tri Muryani adalah adik angkat Rossa. Dia adalah gadis berusia dua puluh tahunan. Kami pernah tak sengaja bertemu di sebuah antrian Boba. Saat itu, aku mana tahu, kalau Tri–yang pakaiannya tertumpah Boba Hana, adalah adiknya Rossa."Maaf, Mbak, nanti saya ganti rugi, deh." Hana melepaskan jaket Dilannya, lalu memberikannya pada Tri.Dia hanya mengangguk, mungkin tak enakan jika ingin marah pada orang berada. "Ra, kasih uang seratus ribu buat dia, besok aku ganti," ujar Hana meminta padaku.Aku membuka dompet, dan memberikan selembar uang berwarna merah kepada Tri. Gadis yang mempunyai rambut pendek sebahu dengan potongan bob itu menerimanya, tanpa berkata apa-apa.Kupikir di hari itu adalah pertemuan terakhir kami. Namun nyatanya, kami bertemu lagi, saat kita mengunjungi rumah Rossa."Dia bukan gadis miskin seperti perkiraan Hana," gumamku sambil melihat-lihat pagar setinggi empat meteran itu."Rumahnya punya banyak keamanan tingkat tinggi. Wajar sih, orang yang punya rumah aja harga
Kita mampir ke sebuah rumah yang dihuni oleh keluargamu. Tempat tinggal yang tergolong minimalis, tetapi cukup lengkap perabotnya itu menggetarkan benak. Apakah kamu tidak merasa sesak berada di dalamnya?Sofa yang terlihat usang, dan warnanya sudah berubah itu kududuki dengan sedikit ketidaknyamanan. Aku menatapmu, mengode ingin cepat-cepat pulang saja.Bukannya tidak betah. Aku justru ketakutan karena mungkin akan bertemu dengan ibumu. Apa yang harus kulakukan, ketika bersalaman dengan ibumu? Argh! Otakku hampir meledak memikirkannya.Kamu meletakkan dua cangkir teh hangat, di depanku. Makanan ringan yang kamu bawa tak lupa juga ditaruh. Kamu berlaku sopan, dan nampak baik."Harus ya mengunjungi rumah kamu, El? Bukannya kita bakalan ke rumah Rossa, ya?" Aku memulai obrolan, tidak ingin terlibat kecanggungan.Kamu mengernyitkan dahi. "Loh, kok nggak mau? Ini, kan, bakalan jadi rumah kamu juga, Ra. Masa nggak mau sih ketemu sama camer sendiri."Aku memandang ke sebuah potret pernikaha
Cincin Semanggi Empat yang pernah kita bicarakan, sebelum bertemu. Sebelumnya, aku begitu menginginkan benda melingkar kecil, khusus hiasan jemari itu."Kenapa Semanggi, By? Bukannya bisa motif yang lain? Misalnya kayak bentuk yang lain kayak kucing, bunga, naga," saranmu, saat itu.Bagi mereka yang tak mengerti makna, mungkin tak bisa memahami secara detail. Daun semanggi empat adalah variasi langka dari daun semanggi tiga yang umum. Perbandingan dengan daun semanggi berhelai tiga adalah 1:10.000. Itu sebabnya, ada legenda yang mengatakan bahwa, daun semanggi berhelai empat membawa keberuntungan.Aku memang tak terlalu percaya pada hal seperti itu. Namun, keinginan memilikinya sudah menjadi bagian dari impian. Rumit, kan? Ya, salah sendiri resiko mencintai seorang gadis tukang khayal.Pernikahan bukanlah ajang permainan, ataupun lomba agar tak terus dihujat tetangga, karena belum juga mendapatkan pasangan hidup. Kata ibu, hubungan sehidup semati pun bisa putus–cerai atau talak. Oleh
Kain penutup mataku dilepaskan olehmu. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Ada banyak lilin yang menyala, di pinggiran jalan setapak kecil. Taman kecil itu dipenuhi dengan bunga-bunga mawar berwarna merah muda, merah terang, dan putih. "Aku ingin kamu menjadi orang yang kusebut sebagai istri. Kamu tahu, aku nggak bisa romantis-romantis kayak di film Dilan. Tapi aku selalu punya cara untuk mencintaimu, lebih dari kamu mencintaiku, Ra." Kamu yang mengenakan toxedo memasangkan sebuah cincin di jari manisku.Kamu sangat sempurna, meksi tak bisa menjadi pria romantis, Elgin. Aku jatuh cinta bukan pada caramu memperlakukan, tetapi karena hati. Ketulusan yang kulihat dari matamu yang indah. Aku jatuh hati padamu, dan akan selalu begitu.Dritt!Nada ponselku mengacaukan suasana bahagia kita. Masih malu-malu, aku pun meminta izin, untuk mengangkat telepon sebentar. Kamu mengiyakan.Aku berjalan sekitar lima belas langkah darimu. Buru-buru kuangkat panggilan dari Ganta. Kenapa dia? Apakah ad