Setelah berbicara dengan Agus, Mike berjalan ke arah Mansa yang nampak asyik bersenda gurau dengan teman barunya itu.
“Bagaimana kerjaanmu, Mansa?” tanya Mike datar tak bersemangat.
“Maaf Mike, aku tak bermaksud berleha-leha.”
“Tapi serius, hampir tak ada yang bisa aku kerjakan sekarang.”
“Arif memborong hampir semua...”
“Baguslah!”
“Kita pulang saja kalau begitu,” seru Mike memotong penjelasan Mansa.
Mike langsung berbalik hendak pergi meninggalkan tempat itu. Mansa nampak bingung saja dengan reaksi Mike saat ini. Dia pikir Mike akan memarahinya gara-gara keenakan mengobrol di jam kerja. Bagaimanapun juga, Mike adalah manager sekaligus bos di tempat itu, jadi wajar Mansa sedikit merasa dia akan kena marah.
“Apa lagi yang kamu pikirkan?” seru Mike sesaat berbalik karena Mansa
Ini bukan pertama kalinya Mike menyaksikan fenomena ajaib itu, fenomena di mana Mansa seolah mampu mengendalikan gerakan api. Tapi tetap saja sekarang dia jadi takjub karena sepertinya saat ini Mansa seakan bisa melakukan itu secara sadar. Lalu tiba-tiba Mansa membuka matanya dan anehnya Mansa begitu terkejut dengan api yang berputar-putar di depannya. “Uwaaah!!!” teriaknya panik. Seketika itu dia merentangkan tangannya lebar-lebar dan gulungan api itu menyebar ke sekeliling. Untung baginya saat itu sedang bulan-bulannya musim hujan dan pepohonan di sekitar masih sedikit basah. Api yang memecah tersebar ke sekeliling itu hanya bisa menyibak dedaunan tapi tak sampai membuatnya terbakar. << Jangan gegabah seperti itu Mansa >> << Kekuatan tanpa pengendalian diri hanya akan menjadi sumber masalah >> “Aku kan sudah bilang, ingatkan aku jika aura esperku jadi
Mansa sendiri langsung masuk menyapa Yono yang sedang asyik bermain game di ruang kerjanya. Mike melihat sepertinya toko mereka memang tidak terlalu sibuk. Tapi dia tetap khawatir dengan empat orang anggota barunya yang serentak tidak masuk hari itu. Diapun kembali menghampiri Agus yang masih memegang dua donat di pintu masuk pantri. “Apa hari ini ada jadwal barang masuk, Gus?” “Kebetulan tidak ada. Mereka akan datang besok sore,” jelas Agus. “Kamu mau?” tanya Agus menawarkan satu donat miliknya. “Ya sudah, aku ke atas dulu,” ujar Mike seraya berbalik pergi mengabaikan donat tersebut. Aguspun kembali masuk ke Pantri menyelesaikan beberapa donat yang belum dihabiskannya. Ketika Mike baru ingin menaiki anak tangga, tiba-tiba Basri datang dari koridor yang menuju ke arah gudang. Mike menoleh dan diapun tidak jadi naik ke lantai dua. “Oh, dari mana s
“Apa maksudmu tidak biasa?” tanya Mike heran. “Sudah jelas ini tumor. Mana ada tumor yang biasa” “Minggir lah dulu, Mike!” seru Mansa memaksanya bergeser. Mansa meraba tangan Chyntia yang membengkak, dan tiba-tiba wajah Chyntia terlihat berubah seakan terganggu oleh itu. Kelopak matanya mulai mengkerut memicing terlihat begitu tidak nyaman dan kemudian dia mulai merintih kesakitan. “Hey, Jangan sembarangan menyentuh tangan Tante seperti itu!” seru Leni panik. Tapi Mansa tidak terlalu peduli dengan seruan Leni tersebut. Dia tetap fokus mengamati bagian yang membengkak di tangan Chyntia. “Kenapa bisa begini?” gumamnya. << Iya, aku juga baru kali ini melihat yang seperti ini >> << Lagi pula, seingatku waktu pertama kali kita datang ke sini waktu itu, rasa-rasanya sama sekali tidak ada makhluk halus sepertiku yang men
“Bagaimanapun kita tidak bisa membiarkan tante mereka itu seperti itu terus.” “Tolonglah, Mike,” pinta Mansa lirih. Mike menghela nafasnya. Dia sebenarnya sama sekali tidak keberatan menolong wanita itu tapi beberapa saat yang lalu dia lebih perhatian dengan apa yang akan Mansa ceritakan dan berharap Mansa bisa mengurangi rasa penasarannya itu. “Ya sudah.” “Aku akan coba berbicara dengan mereka,” seru Mike berbalik hendak kembali masuk ke dalam ruangan tersebut. Setelah berada di dalam, Mike mencoba meyakinkan Basri dan Leni agar tante mereka itu dibawa saja ke klinik milik mereka yang dikelola oleh Dokter Harlin. “Bagaimana dengan Arif?” sahut Leni. “Memangnya di mana Arif sekarang?” tanya Mike. “Dia baru saja keluar membeli paracetamol di apotek sebelum kalian datang ke sini,” jawabnya. “Dia hanya berjalan kaki, jadi mung
Harlin terpaksa mengikuti permintaan Mike. Diapun mengambil anestesia spray dari troli yang dia bawa dan hendak menyemprotkannya pada bagian tangan Chyntia yang membengkak. Namun Mansa langsung mencegahnya. “Bukan anestesia lokal,” katanya. “General Anestesia,” lanjutnya lagi. “Apa yang ingin kau lakukan?” tanya Harlin sedikit membentak. “Aku tahu mungkin ini adalah tumor ganas.” “Apa kau bermaksud membedahnya dengan kondisi klinik seperti ini?” Harlinpun menoleh ke arah Mike. “Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja?” serunya. Mike hanya diam dengan sedikit menggelengkan kepala. Harlinpun nampak semakin kesal. Namun sejurus kemudian meski dengan wajah cemberut dia menarik kasur di mana Chyntia berbaring dan sepertinya dia ingin membawanya keluar dari ruangan tersebut. “Jika memang itu yang ingin kau lakuka
“Jadi bagaimana sekarang?” tanya Mike. “Aku sudah berusaha untuk menariknya agar lepas dari tangan Tante Chyntia. Tapi parasit yang menempel di tangan Chyntia berusaha untuk tetap terikat dengan dan menyatu dengan sel tumor tersebut.” Mansa terlihat masih mencoba menarik-narik makhluk yang disebutnya parasit itu meski tidak terlalu keras. Harlin memperhatikan memang benar sel tumor yang ada di dalam tangan Chyntia yang membengkak seperti ikut tertarik. “Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan,” sanggah Harlin memotong diskusi mereka. “Tapi bagaimana jika bagian itu kita keluarkan, apakah kamu bisa membuat parasit itu lepas dari tangan yang membengkak itu?” “Itu yang ingin aku lakukan,” ujar Mansa. “Apa ibu bisa membantuku untuk sedikit menyayat bagian tangan yang membengkak ini? Mungkin dengan itu aku bisa menarik parasit ini keluar bersamaan dengan sel
Berbicara hal-hal yang bijak tentang takdir memang mudah, dan sering kali begitu enak didengar. Tapi menerima takdir yang tak lagi sesuai dengan keinganan adalah cerita yang berbeda. Untuk beberapa waktu dalam hidupnya, Mansa berpikir dia ditakdirkan untuk melakukan sesuatu dan keunikannya yang membuatnya berbeda dari orang lain bisa saja ditujukan agar dia melakukan sesuatu yang penting dengan itu. Beberapa urutan kejadian, masalah serta segala kemalangan yang dia lalui selama ini bertindak sebagai nasib yang seakan mendorongnya untuk melakukan hal-hal yang menurutunya sudah ditakdirkan untuk dirinya. Dia telah memutuskan untuk menerima dan menjalaninya, memahami keunikannya, dan melakukan kebaikan sebisa yang dilakukannya. Namun sekarang hidup seakan menamparnya seraya mengingatkan, “kau tak bisa berbuat seenaknya dalam hidup ini”, membuatnya sadar akan batasan diri dan garisan takdir yang tak bisa diubahnya. “Aku hanya berniat untuk
“Cerita energi dan materi adalah pembahasan mainstream di tingkat SMA, sementara soal evolusi alam semesta, teori big bang sudah bukan lagi rahasia umum.” “Aku mungkin memang tidak mendalami ilmu fisika, tapi aku cukup tahu semua itu. Tak ada hal yang baru bagiku mengenai topik itu,” jelas Harlin. Mansa hanya terlihat sedikit mengangkat satu alis matanya bagian kanan, diam saja tak memberikan tanggapan apapun, seolah dia masih menantikan sejauh mana Harlin bisa menjelaskannya. Reaksi Mansa itu sedikit membuat Harlin kesal seakan merasa dirinya diremehkan oleh seorang bocah SMP. Diapun mengambil spidol yang ada di depannya dan langsung berdiri mendekati sebuah white board. “Aku tak tahu bagian mana dari pembahasan soal energi dan materi yang harus dijelaskan. Topik itu terlalu luas. Tapi aku bisa sedikit bercerita tentang teori evolusi alam semesta,” terangnya. Harlinpun mulai menggambar seb