Salah seorang preman menendang pelan satu rekannya yang saat ini sedang tergeletak di tanah.
“Hey, apa yang terjadi denganmu?” teriaknya.
Tapi preman itu sama sekali tidak sadarkan diri.
“Apa yang dilakukan bocah itu?”
“Entah, aku sama sekali tidak melihat dia melakukan apa-apa.”
“Hey, bangunlah” teriaknya lagi mencoba menyadarkan rekannya itu dengan sepakan kakinya.
Setidaknya reaksi bingung preman itu memberi Mansa sedikit waktu untuk mengambil nafas dan menenangkan diri untuk beristirahat sejenak.
Meskipun tidak harus menyerang balik, sekadar menghindari serangan preman itu tetap saja sudah menguras tenaganya. Bahkan sesaat yang lalu dia sudah mulai kesulitan untuk tetap waspada dan menghindari semuanya.
“Hey Musa, sepertinya aku tidak bisa berlama-lama menahan mereka.”
<< Lalu bagaimana sekarang? Aku hanya bisa berusaha sebisaku >>
Di teng
Masih dalam keadaan tergeletak di tanah itu Mansa nampak memeriksa kantong celana dan juga kemeja serta jaketnya. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu. “Ah sial,” gumamnya lirih “Sepertinya aku meninggalkan HP di ruang kerja.” << Bagaimana bisa? >> “Biarkan aku tidur dulu,” serunya sembari menutup wajah dengan lengan kanannya. Sementara itu langit yang beberapa saat sebelumnya sudah mulai gelap sekarang menangis meski enggan. Arif dan Basri hanya menengadah ke langit seakan pasrah membiarkan tetesan gerimis itu membasuh wajah mereka dari darah bercampur kotoran debu yang mengering. Belum sampai tanah di tempat itu basah, Mansa benar-benar sudah tertidur. Basri sedikit tersenyum melihat ketidakpedulian Mansa yang terlelap begitu damai. Diapun berdiri dan nampaknya dia sudah cukup kuat untuk bisa membantu Mansa ikut berdiri. Dia langsung menggendongnya di punggung. Mereka semua akhirnya meninggalkan semua preman itu
Ada sekitar sepuluh menit Mike di panorama tersebut memeriksa preman-preman yang sedang tergeletak di sana. Tak seorangpun yang memiliki kartu identitas. Tentu tidak juga terlalu mengherankan mengingat mereka hanya preman dengan kehidupan yang tak jelas. Bahkan kebanyakan mereka sama sekali tidak memiliki dompet di saku celananya. Mike berdiri melihat sekeliling. Tahu sudah tidak ada lagi yang bisa didapatkannya, diapun langsung kembali turun ke kaki bukit. Dari kejauhan Mike melihat dua orang seperti berlari menghampiri sekelompok anak jalanan tadi. Mereka adalah Leni dan seorang temannya yang lain. Nampak Leni langsung menangis begitu dia sampai di dekat Basri. “Maaf, aku tidak bisa membawa kembali ukulelenya,” terang Basri pada Leni. Leni hanya menggeleng berusaha untuk tidak lagi mempedulikan ukulele tersebut. Saat ini dia hanya mengkhawatirkan keselamatan mereka. Sesaat kemudian Leni melihat Mansa yang masih terbaring di pin
Meski Mike tidak memiliki tubuh yang terlalu besar dan kekar, nampak cukup mudah baginya mengangkat Mansa menuju kamarnya. Enteng saja baginya, bahkan beberapa kali dia diam berdiri cukup lama meladeni ibu Mansa berbicara. Setelah sampai di kamarpun, Mansa masih belum terjaga. Mike tahu tubuhnya hanya memaksa dirinya beristirahat secara insting karena kelelahan, mirip seperti yang terjadi dengan kejadian penculikan dulu. Mike segera pergi meninggalkan ruangan tersebut karena ada hal penting yang harus diselesaikannya bersama Agus. “Bu, tolong bilang ke Mansa untuk tidak perlu ke toko dalam seminggu ini.” “Kamu sudah ingin pergi saja?” “Tidak makan dulu?” tanya ibu Mansa menawarkan. “Apa ada masalah lagi?” Mike mengeluarkan kantong plastik berisi sisa-sisa narkoba yang ditemukannya sore tadi di atas Bukit Gado-gado milik preman yang sudah tewas karena overdosis tersebut.
Ada yang bilang hujan selalu bisa membuat orang bernostalgia. Ada juga ilmuan yang berpendapat kemunculan nuansa nostalgia di saat hujan adalah cara tubuh secara alami untuk menahan tekanan ketika cuaca buruk. Kesan nostalgia itu selalu mampu menarik kembali memori indah yang melankolis, ada juga kenangan akan kesedihan, atau mengingatkan seseorang akan perasaan damai bagi orang-orang yang biasa bersahabat dengan dirinya sendiri. Bagi Mansa, dia hampir tidak memiliki kenangan akan hubungannya dengan orang lain. Selama ini hubungannya terbatas dalam lingkungan yang sempit, lebih seringnya menyendiri. Tak banyak hal-hal melankolis di kehidupan masa lalu untuk dikenang. Tak juga ada kesedihan mendalam yang bisa diingatnya. Namun tetap saja hujan mampu menghadirkan perasaan nostalgia dalam dirinya, nostalgia akan hubungan harmonisnya dengan alam yang untuk beberapa hari mulai jarang dikunjunginya. Akhir-akhir ini, dia lebih banyak terikat dengan orang lain serta dengan segala ke
Sejak kondisi Taplau tak lagi seindah dulu karena banyaknya sisa reruntuhan yang tak terurus, kawasan yang dulunya jadi objek wisata pantai kota Padang itu sekarang sudah tak lagi seramai dulu. Terutama ketika malam, daerah ini tak ubahnya seperti kawasan sakral bagi para petualang uji nyali ataupun para bloger dan konten kreator bertema horor. Meski sepi, tapi daerah ini selalu ada pengunjung.“Eh, aku mau mampir mau beli sesuatu dulu ya,” kata seorang pemuda pada pacaranya.“Beli apa?” tanya si cewek.“Cuma minuman,” ujarnya sebelum pergi meninggalkan si cewek di atas motor.Beberapa menit kemudian, si cewe turun dari motornya menyusul sang pacar bermaksud untuk minta dibelikan jajanan. Tapi ketika dia tiba di pintu mini market, si cewek tak sengaja melihat cowoknya malu-malu mengambil sebungkus karet kontrasepsi di dekat kasir dan kemudian membayar semua belanjaannya.“Jangan ngarep deh,” seru si c
Mike mengangguk membenarkan kekhawatiran Agus karena dia sendiri juga sudah cukup memikirkan hal itu. Sesaat mike terdiam mencoba mempertimbangkannya lebih jauh. “Tetap saja kita tidak bisa gegabah, Gus.” “Masalah seperti ini, sebisa mungkin kita harus langsung bisa mencabut akarnya sekali tarik. Kalau kita tidak sabaran, kemudian bergerak dan gagal, setelahnya akan semakin sulit. Aku tidak ingin mengambil resiko datang ke sana, jika ujung-ujungnya yang kita dapatkan cuma ikan terinya saja.” “Jangan lupa kita masih memiliki masalah yang lebih penting terkait Mansa,” tutupnya sembari menepuk bahu Agus sebelum beranjak pergi meninggalkan balkon tersebut. Setelah beberapa saat berkendara dengan mobilnya, Mike singgah sebentar di Pattimura. Tempat ini jadi salah satu tempat mang
Karena segala masalah yang menghampirinya selama ini, perhatian Mansa soal rencana kuliahnya jadi sedikit teralihkan. Kalau Rudy tak membahas soal kelulusan seleksi yang diikuti Mansa, mungkin Mansapun tak akan terpikirkan soal itu. “Dengar-dengar, Bang Rudy dan Bang Anjang kuliah di tempat yang sama ya?” tanya Mansa. “Oh, benar juga. "Kenapa tidak kuliah bareng kami saja?” balas Anjang menawarkan. “Ntar ka
Mansa berjalan masuk dan duduk sesaat di bangku kerjanya. Leni menoleh ke arah Mansa, sementara Arif tetap fokus dengan kerjaannya. Mansa hanya tersenyum sedikit setelah itu kembali berdiri seperti hendak pergi meninggalkan ruangan tersebut.Dia berjalan menuju Pantri berniat menyiapkan minuman untuk dirinya sendiri. Tiba-tiba Leni bergegas menuju Pantri.“Kamu mau minum?”“Biar aku yang siapkan,” ujarnya pada Mansa.“Ah, tidak usah.”“Biasanya aku buat sendiri kok.”“Tidak, tidak. Ini kerjaanku,” seru Leni berusaha mendorong-dorong punggung Mansa untuk kembali ke ruangan kerja.Mansa yang seperti dipaksa keluar dari pantri merasa tak enak untuk menolak.“Ya, sudah.”“Buatkan aku kopi susu saja ya,” pintanya sedikit canggung menyerahkan cangkir kopi yang dipegangnya.