<< Hey Mansa, soal yang tadi malam... >>
“Ya, aku juga sudah tahu” sanggahnya memotong.
“Tapi apa yang bisa aku lakukan? Mungkin teknik itu memang tak cocok untukku.”
“Nantilah aku coba bicarakan dengan Mike. Sekarang yang jelas isi perut dulu,” serunya lagi setelah menutup pintu rumahnya.
Namun belum turun Mansa dari teras, Musa kembali bersikeras untuk menjelaskan pendapatnya.
<< Tidak Mansa, sepertinya kamu belum benar-benar paham masalahnya >>
Mansa terhenti dan sedikit mengernyitkan dahi.
“Aku tahu teknik itu juga memaksa aura esperku keluar melebihi yang seharusnya, dan itulah yang membuat tubuhku tidak bisa bertahan karena kehabisan energi.”
“Aku tahu, kondisi tubuhku ini ini tidak cocok dengan teknik tersebut,” jelasnya.
<< Itu kenapa aku bilang sepertinya kamu salah memahaminya. Tentang energi yang kamu sebut sebagai aura esper itu, jika tubuhmu menghasilkan sesuatu yang ti
Tiba-tiba Arif si anak jalanan itu menoleh seperti melihat sesuatu di belakang Mansa. Itupun memancing Mansa untuk menoleh ke belakang meski sedikit ragu-ragu. Siapa tahu dia si anak jalanan itu hanya menipunya saja. Tapi belum sempat Mansa menoleh ke belakang, tiba-tiba dia dikagetkan oleh seorang bocah kecil yang menarik-narik celananya. “Kakaak, kakak yang waktu itu,” seru bocah tersebut. “Oh, kamu, kamu yang waktu itu,” balas Mansa ramah. “Kakak bawain aku sandwich lagi yaaa?” tanya bocah itu bersemangat. Namun Mansa memindahkan kantong sandwichnya tersebut ke tangan kirinya seraya berkata, “eee, ini kakak beli buat kakak sendiri ini.” Tentu hal tersebut membuat si bocah sedikit kecewa dan sama sekali tidak menyembunyikan bibir cemberutnya. Mansa langsung duduk sembari mengelus kepala bocah tersebut. “Ya sudah, buat kamu satu yaa,” sah
Meski biasanya daerah pusat kota cukup sibuk di siang hari, khususnya di sekitaran Pasar Raya, namun jalanan di sekitar Taplau tidak terlalu ramai. Terutama sejak kejadian gempa 2027 serta terbengkalainya proses perbaikan di sebagian besar kawasan tersebut membuat tempat yang dulu sempat menjadi icon wisata kota sekarang nyaris seperti reruntuhan, penuh oleh puing-puing dan barang bekas sisa-sisa dari wahana pariwisata yang sudah mati. Kawasan ini mungkin baru akan kembali dikunjungi orang saat sore hingga menjelang senja bagi mereka yang masih memiliki obsesi dengan warna lembayung di ufuk Samudera Hindia. Karena itu, dua orang anak jalanan itu seakan tak peduli berlari seenaknya melintas di jalan raya seperti itu. Mansa yang tidak biasa bermain di daerah tersebut sedikit ragu-ragu juga mengikuti mereka berlari seperti itu. Meskipun begitu, tidaklah terlalu sulit baginya untuk mengikuti mereka karena daerahnya cukup terbuka sehingga mudah bagi Mansa mengamati meski
Tak selamanya mereka yang hidup susah sama-sama mengerti kesusahan orang lain. Kadang ada juga orang yang terlalu lama menjalani kehidupan yang buruk, khususnya mereka yang mampu bertahan dengan itu, beresiko meremehkan kesusahan dan kesulitan yang dihadapi oleh orang lain. Itulah yang menghampiri pikiran Mansa sejak beberapa hari yang lalu. Dia berpikir bahwa dia yang selama ini hidup sendiri dan teralienasi dari lingkungan kemudian mampu bertahan dengan itu, semua itu membuatnya meremehkan kesusahan hidup dari anak jalanan tersebut. Keadaan itu membuatnya naif seakan kesusahan orang lain sama sekali tidak seserius itu di matanya. Dia tidak pernah menyangka kehidupan anak-anak jalanan tersebut sekacau ini. Ini bukan semata sebatas keinginan untuk memilih jalan hidup. Kadang sebagian orang memang tak bisa melihat pilihan yang ada, atau meskipun bisa melihat pilihan itu, namun seakan mereka terkondisikan tidak dibolehkan untuk memilih. Seakan itu sudah menjadi
<< Mansa bodoh, kalau kamu menyelesaikannya begitu mudah begitu mana mau mereka ditantang satu lawan satu >> “Mau bagaimana lagi,” balas Mansa. “Aku sudah berusaha menahan diri. “Dia saja yang terlalu lemah,” tutupnya. Sekarang memang terlihat ekspresi prema-preman itu sudah menjadi lebih serius. Dengan hati-hati mereka mendekati Mansa. Namun dari sekian banyak preman itu, ada juga satu orang preman dari belakang yang ternyata tertarik dengan tantangan Mansa tadi. “Hey, hey.., apa kalian tidak malu mengeroyok bocah begitu?” “Mau taruh di mana muka kalian jika seorang bocah nantang kalian satu lawan satu malah kalian keroyok begitu.” Perhatian preman-preman yang lain sempat teralihkan. “Jangan bilang kau serius ingin menantang posisi Doyok sebagai bos?” tanya seorang preman lainnya. “Jangan bodoh” sahutnya. “Aku tahu bos kita ini sama sekali bukan orang yang pintar berkelahi.”
Baru saja Mansa berusaha untuk berdiri, preman itu sudah datang sedikit melompat hendak menghujamkan lututnya ke wajah Mansa yang masih setengah membungkuk berusaha bangkit. Mansa terkejut namun masih bisa menahan lutut orang tersebut dengan kedua tangannya. Tapi dia tetap terdorong dan punggungnya terhempas pada pancang kayu dan membuat kayu tersebut patah. Mansa kembali jatuh tergeletak di tanah. Mansa sudah tidak lagi dalam posisi untuk berhitung-hitung menahan diri menghemat tenaga. Salah-salah, bisa-bisa dia yang habis duluan oleh preman yang satu itu. Preman itu menendang dan menghujamkan kakinya ke perut Mansa dan kembali membuatnya terdorong di atas tanah. Preman itu mencoba manarik punggung Mansa bermaksud memaksanya berdiri. Ketika kaki Mansa sudah mantap berdiri, dari posisi tubuh yang masih membungkuk itu, si preman tidak sadar Mansa melayangkan satu pukulan kanan dari bawah ke arah dagunya. Dia baru terkejut ketika kepalan tangan Mansa su
Salah seorang preman menendang pelan satu rekannya yang saat ini sedang tergeletak di tanah.“Hey, apa yang terjadi denganmu?” teriaknya.Tapi preman itu sama sekali tidak sadarkan diri.“Apa yang dilakukan bocah itu?”“Entah, aku sama sekali tidak melihat dia melakukan apa-apa.”“Hey, bangunlah” teriaknya lagi mencoba menyadarkan rekannya itu dengan sepakan kakinya.Setidaknya reaksi bingung preman itu memberi Mansa sedikit waktu untuk mengambil nafas dan menenangkan diri untuk beristirahat sejenak.Meskipun tidak harus menyerang balik, sekadar menghindari serangan preman itu tetap saja sudah menguras tenaganya. Bahkan sesaat yang lalu dia sudah mulai kesulitan untuk tetap waspada dan menghindari semuanya.“Hey Musa, sepertinya aku tidak bisa berlama-lama menahan mereka.”<< Lalu bagaimana sekarang? Aku hanya bisa berusaha sebisaku >>Di teng
Masih dalam keadaan tergeletak di tanah itu Mansa nampak memeriksa kantong celana dan juga kemeja serta jaketnya. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu. “Ah sial,” gumamnya lirih “Sepertinya aku meninggalkan HP di ruang kerja.” << Bagaimana bisa? >> “Biarkan aku tidur dulu,” serunya sembari menutup wajah dengan lengan kanannya. Sementara itu langit yang beberapa saat sebelumnya sudah mulai gelap sekarang menangis meski enggan. Arif dan Basri hanya menengadah ke langit seakan pasrah membiarkan tetesan gerimis itu membasuh wajah mereka dari darah bercampur kotoran debu yang mengering. Belum sampai tanah di tempat itu basah, Mansa benar-benar sudah tertidur. Basri sedikit tersenyum melihat ketidakpedulian Mansa yang terlelap begitu damai. Diapun berdiri dan nampaknya dia sudah cukup kuat untuk bisa membantu Mansa ikut berdiri. Dia langsung menggendongnya di punggung. Mereka semua akhirnya meninggalkan semua preman itu
Ada sekitar sepuluh menit Mike di panorama tersebut memeriksa preman-preman yang sedang tergeletak di sana. Tak seorangpun yang memiliki kartu identitas. Tentu tidak juga terlalu mengherankan mengingat mereka hanya preman dengan kehidupan yang tak jelas. Bahkan kebanyakan mereka sama sekali tidak memiliki dompet di saku celananya. Mike berdiri melihat sekeliling. Tahu sudah tidak ada lagi yang bisa didapatkannya, diapun langsung kembali turun ke kaki bukit. Dari kejauhan Mike melihat dua orang seperti berlari menghampiri sekelompok anak jalanan tadi. Mereka adalah Leni dan seorang temannya yang lain. Nampak Leni langsung menangis begitu dia sampai di dekat Basri. “Maaf, aku tidak bisa membawa kembali ukulelenya,” terang Basri pada Leni. Leni hanya menggeleng berusaha untuk tidak lagi mempedulikan ukulele tersebut. Saat ini dia hanya mengkhawatirkan keselamatan mereka. Sesaat kemudian Leni melihat Mansa yang masih terbaring di pin
Dia pun menjawab panggilan itu dengan raut wajah yang nampak tegang. “Tumben, ada perlu apa Pak Jenderal menelepon saya?” tanyanya berlagak bersikap tenang. << Mike, apa kau ada hubungannya dengan kejadian di Majalengka? >> Pertanyaan yang to do point itu sukses membuat Mike terdiam. [ Aku tak tahu apa motifmu, tapi apa yang telah kau perbuat ini benar-benar serius. Kau akan membuat negera ini kacau ] “Apa maksud Bapak berbicara seperti itu?” tanya Mike dengan ekspresi wajah yang semakin suram dengan wajah yang mulai pucat. Bagaimana dia tidak pucat, tiba-tiba saja seorang jenderal meneleponnya dan sekonyong-konyong bicara soal keamanan negara. [ Aku tak tahu apakah kau sudah menyadarinya atau belum.
Mike masih diam saja, tak menanggapi pertanyaan kedua pria asing itu. Namun Mike cukup sadar bahwa pria berkaca mata itu tak begitu memerlukan jawaban darinya. Dari reaksinya, jelas terlihat kalau dia sudah bisa membacanya sejauh itu.“Aku cukup mengerti jika kau memilih diam soal ini, karena dia adalah orang yang paling dicari saat ini,” lanjut pria berkaca mata itu.“Aku tak tahu apakah ini juga ada hubungannya denganmu, tapi dari informasi yang kami dapatkan, dalam waktu dekat mereka akan kembali melakukan pergerakan di Eropa. Awalnya aku tak begitu mengerti karena dari kabar, katanya mereka akan berburu serigala di sana,” jelasnya.Mendengar cerita itu, reaksi Mike nampak berubah dan pria itu menangkap perubahan itu dengan cermat.Laki-laki itu nampak tersenyum karena deduksinya seperti mencapai titik temunya.&nb
Sementara itu, di halaman rumah terdengar suara Acil dan ‘Aini. Mereka nampak kebingungan sekaligus ngeri dengan kondisi di tempat itu.“Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini?” gumam Acil, menutupi mulutnya seperti sedang berusaha menahan diri agar tidak muntah.Wajah mereka nampak pucat. Mereka pun semakin tercengang begitu berdiri di pintu masuk rumah. Pada detik itu, Acil tak lagi kuasa menahan diri dan memuntahkan semua isi perutnya. Sementara ‘Aini masih nampak berdiri melongo di pintu masuk itu.Hingga tiba-tiba Mike sadar dan bangkit. Tanpa sepenuhnya sadar dengan kondisinya, dia membiarkan kain itu terlepas dari badannya.“Hey, Mike!” seru Mansa kaget, berusaha mengingatkan.Namun ‘Aini sudah terlanjur melihatnya. Dia berteriak dan sesaat kemudian pingsan, kaget karena ti
Suara burung gagak itu menarik perhatian dua orang asing yang masih sibuk di perkarangan halaman. Mereka menyaksikan burung gagak berapi itu terus terbang menuju sedikit celah di bagian puncak dari kelopak bunga raksasa yang tidak sepenuhnya menutup itu.“Did you see that, mate?” tanya pria yang berkaca mata.“Apa mungkin itu Ki Bejo? Aku tak menyangka kalau dia juga chimera, tapi bentuk apa itu? Burung Phoenix?” balas pria yang berambut afro itu dengan berbahasa inggris.“Dasar bodoh, mana ada chimera model phoenix,” balas temannya.“Tapi entahlah, aku juga tak tahu apa itu. Sebaiknya kita coba periksa ke dalam,” seru pria berkaca mata itu, bergegas berlari ke dalam rumah.Begitu mereka masuk ke dalam rumah, ruangan tengah itu sudah begitu sesak oleh
Ki Bejo nampak menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kerisnya berada. Dia tak tahu bahwa pria itu sebelumnya telah menendang keris itu dan saat ini berada di bawah kulkas tak jauh dari tempatnya bersimpuh. Namun entah bagaimana, Ki Bejo seperti menyadari keberadaan keris itu. Dia pun mulai meraba-raba ke bawah kulkas itu, berusaha meraihnya dengan jari-jarinya. Pria itu menyeret kaki Mansa ketika dia hendak menghampiri Ki Bejo di bagian dapur. Musa langsung datang mencoba menolongnya. Namun pria itu hanya berteriak, melepaskan tekanan energi yang cukup besar. Tekanan energi yang dilepaskannya itu mendorong Musa cukup jauh dan membuat sebagian besar tubuhnya terurai. Setelah itu pria tersebut kembali berjalan menghampiri Ki Bejo. Begitu sampai, diapun menginjak tangannya hingga patah. “Sayang sekali, sepertinya tanganmu tak bisa menjangkau keris itu,” ujarnya nampak menatap d
Mansa yang mulai menyadari keunikan tubuh dari pria misterius itu langsung menyerangnya dari belakang dengan tenaga espernya. Serangan itu mengenai bahunya, dan membuat bagian itu pecah seperti kembali ke bentuk api.Pria itu memang nampak kesakitan, namun dia segera menyerang Mike yang ada di dekatnya dan mengabaikan Mansa. Tubuhnya kembali memadat, dan mulai menghantam Mike ke lantai.Mulut Mike yang sudah seperti kepala serigala itu menganga seperti mencoba menerkam pria itu. Namun dia langsung memukul kepalanya begitu brutal.Sementara itu, Mansa diam saja melihat Mike menjadi bulan-bulanan. Ternyata serangan yang terakhir itu telah menguras staminanya. Meski dia masih bisa berdiri dan pandangannya belum benar-benar kabur, namun dia sudah mulai kesulitan mengumpulkan aura espernya.“Diam kau!” ujar pria itu terus memukuli mulut Mike yang terus saja meronta.
Meskipun terlihat saling mengenal, tak nampak bahwa kedua orang tersebut memiliki hubungan yang baik. Ki Bejo sendiri meski sedang mengintimidasi pria yang dipanggilnya Mantir itu, dia sendiri nampak ragu dengannya.Kedua orang itu nampak saling waspada satu sama lainnya. Hanya ketika pria misterius itu sudah merasa cukup memperhatikan kondisi Ki Bejo, dia pun nampak bersikap tenang.“Apa yang bisa kau lakukan dengan kondisimu saat ini?” tanya pria itu mulai bersikap santai.Lantas pria itu bergerak sesaat, dan tiba-tiba Ki Bejo langsung menyabetkan keris yang dipegangnya. Ternyata memang benar, dalam sekejap pria itu sudah mendekati Ki Bejo dan saat ini tangannya terkena sabetan keris dari Ki Bejo.Pria itu langsung kembali mundur, memegangi lengannya yang terkena sabetan keris. Tangannya yang terkena sabetan keris itu seperti terbakar dan berubah seperti ongg
Mike kembali berdiri, melepaskan satu pukulan Oizuki dari jarak jauh. Pria misterius itu hanya sedikit memiringkan tubuhnya. Dengan mudah dia menghindari serangan tersebut. Namun saat itu Mike langsung bergerak ke arahnya. Dia sudah bergitu dekat, siap menyerang dengan kedua lengan dan kuku-kuku tajamnya. Braakk!!! Tiba-tiba pria misterius itu menghempaskan satu bangku kayu ke tubuh Mike. Mike pun dibanting ke salah satu dinding dapur dan lansung tergeletak di lantai. Pria misterius itu hendak membantingkan bangku kayu di tangannya itu ke arah Mike. Namun bangku kayu itu langsung hancur berantakan sebelum dia berhasil melakukannya. Pria misterius itu menoleh ke arah Mansa. Salah satu alis matanya naik, memperhatikan Mansa dalam postur tubuh Oizukinya. Namun secara tiba-tiba Mansa kembali melancarkan serangan cepat ke arahnya. Se
“Jadi benar kalian adalah orang-orangnya Belial yang dari Amerika itu?” tanya Mike.“Maaf saja, tapi dua orang yang sedang kalian cari sudah tewas, dan kalian pun akan bernasib sama jika mengganggu kami,” lanjutnya mengancam.Ekspresi laki-laki berambut afro itu sedikit berubah mendengar kata-kata dari Mike.“Dari caramu berbicara, sepertinya aku bisa menebak siapa yang membunuh mereka. Tapi soal anak buah Belial, sepertinya kau salah paham dan itu cukup bisa aku pahami,” balas laki-laki itu.Namun dedemit baru terus bermunculan, baik itu dari dalam rumah maupun dari tanah. Mereka pun tak punya waktu untuk meluruskan kesalahpahaman mereka.“Nanti saja kita bicarakan, yang jelas kita harus cari jalan keluar dari tempat ini,” ujar laki-laki berambut afro itu.