Ketika Aryan datang di tempat itu, dia nampak berjalan pelan dan kemudian mengintip dari balik pintu gerbang yang sudah terbuka lebar. Dia cukup bingung karena tidak terlihat seorangpun di sana, hingga Arif keluar dari mobil dan bunyi suara ketika dia menutup pintu sedikit mengalihkan perhatian Aryan.
“Pak.. tuan satpam itu?” tanya Arif nampak ragu-ragu.
“Mike sudah menunggu di dalam,” katanya lagi sembari mengajak Aryan menuju ke tempat di mana Mike menahan Maman dan preman yang lainnya.
Ketika sampai di tempat yang lembab itu, Aryan melihat begitu banyak preman tergeletak sementara di ujung lorong terlihat Maman duduk dengan kondisi wajah bonyok tak karuan. Mike langsung menoleh dan membiarkan Maman ketika dia hendak menghampiri Aryan.
“Ini,” sahut Mike menyerahkan sebuah HP milik Maman pada Aryan.
Aryan hanya sedikit menaikkan satu alis matanya saat menerima HP yang diberikan Mike
Setelah beberapa saat mengamati Maman terjatuh ke jurang, Mike kemudian berbalik dengan ekspresi wajah santai menatap ke arah Aryan.“Bagaimana sekarang?” tanyanya.“Apa sudah bisa aku serahkan semuanya pada tuan satpam?”Aryan hanya bisa terdiam, bukan karena dinginnya Mike melempar Maman ke jurang, tapi karena larut dalam pikiran.“Sepertinya semua jadi masuk akal,” gumamnya.“Apanya?” tanya Mike.“Salman sendiri yang menyerahkan urusan ini padaku. Kau pasti tahu kalau urusannya sudah diserahkan padaku, itu berarti hal itu tidak berhenti di meja hijau,” terang Aryan.“Itu kenapa sulit menerimanya karena bisa dibilang dia sendiri menyuruhku untuk membunuhnya dengan membiarkan nomor HPnya disimpan oleh pengedar narkoba yang sedang kuselidiki. Tapi sekarang kalau ceritanya begini, semua jadi masuk akal
Malam itu juga, begitu mereka sampai di vila utama milik Hassan Guardian, semua anggota Mike sudah menanti kedatangan mereka di ruang tamu. Agus langsung menghampiri Aryan di depan pintu itu dengan tatapan dingin seperti tidak senang dengan kedatangannya. “Loh kenapa?” tanya Mike. “Bukannya kamu yang memintanya untuk datang?” Namun Mike tak terlalu mempedulikannya dan terus masuk menghampiri yang lainnya yang sudah berdiri menyambut kedatangannya itu. Sementara itu Agus masih dengan dingin mengeluarkan senjata dan nampak seperti ingin memamerkannya pada Aryan. “Mungkin Mike memilih melepaskan anda waktu itu,” ujarnya menggoyang-goyangkan pistol tersebut di tangannya. “Tapi jujur saja, aku memungut senjata ini dan bermaksud ingin membunuh anda waktu itu. Jadi jangan sekali-sekali berpikir semua yang terjadi diantara kita sudah selesai,” jelasnya. Aryan lantas dengan sigap menyi
Semua perhatian orang yang ada di ruangan tersebut jadi teralihkan oleh pertanyaan Mike tersebut. Termasuk mereka yang sedari tadi sibuk bermain dengan HP masing-masing seperti tidak terlalu peduli dengan diskusi tersebut.Dewipun tak bisa menyembunyikan ekspresi penasarannya.“Siapa Belial?” gumam Dewi.“Kenapa tiba-tiba bertanya tentang nama itu?”“Aku sama sekali belum pernah mendengar nama itu.”Mike terlihat heran dan sedikit menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya.“Waktu aku mengejar salah seorang dari kalian di dalam hutan, aku mendengarnya menelepon untuk segera diberitahukan pada Tuan Belial, dan seingatku jelas saat itu dia berbicara dengan bahasa Inggris,” terang Mike.“Dua orang itu..” sahut Dewi sedikit mulai berpikir.“Aku baru dipertemukan dengan mereka khusus untuk urusan kali ini membawa Mansa
Sudah dua hari cuaca di sekitar Padang kembali dihantui badai. Senja itu, di salah satu titik di perbatasan antara Kota Padang dan Kabupaten Solok, sekelompok pekerja sudah mulai beristirahat di tengah kelelahan mereka memperbaiki jalanan yang putus karena tertutup longsor. Satu jalur sebenarnya sudah mulai bisa dibuka, namun mereka tetap menutup jalan tersebut untuk menghindari potensi adanya longsor baru. Namun ada satu buah mobil yang berangkat dari arah Kabupaten Solok memaksakan diri untuk melewati jalan tersebut. Saat ini, beberapa orang pekerja nampak sedang ribut adu mulut dengan pengendara mobil tersebut. “Apa kalian tak tahu siapa saya?” bentak si pengendara mobil itu. “Memangnya siapa benar Bapak?” sanggah salah seorang pekerja.“Ini urusan keselamatan, Pak. Masalah keselamatan tidak ada pandang bulu siapa Bapak dan apa jabatan Bapak,” jelasnya. Tiba-tiba pengendara mobil itu menurunkan jendel
Petugas polisi itu memberikan satu berkas laporan kepada lelaki paruh baya tersebut. Sementara petugas-petugas yang lain, lengkap dengan mantel hujan dan masing-masing mereka memegang satu senter sorot, nampak sibuk menyisiri area. Meski saat itu gerimisnya lumayan bersemangat turun membasahi bumi, namun rindangnya pohon-pohon berkanopi membuat mereka tidak terlalu basah kuyub di bawahnya. Setelah beberapa saat membalik-balik berkas laporan itu, si pria paruh baya itu berjalan menghampiri salah seorang ahli forensik. “Apa sudah bisa dipastikan kapan waktu kematiannya?” tanyanya. “Belum begitu pasti,” jawab petugas forensik tersebut.“Saya belum dapat laporan dari lab.” “Kamu..?! Sepertinya kamu masih baru ya di forensik?” tanya pria paruh baya itu. “Ah, i.. iya Pak!” jawabnya nampak serba salah. Sesaat pekerja forensik baru itu mencoba menyibukkan dirinya di
Hingga esok paginya cuaca masih sedikit mendung. Tanah, rumput, semak-semak serta pepohonan masih terlihat basah. Ketika Dewi menuju lantai dua vila untuk melihat keadaan Adi, dia sama sekali tidak menemukannya. Begitu juga dengan Mike dan Mansa.Namun dari pintu itu, melalui jendela yang terbuka lebar, Dewi bisa melihat ketiga orang tersebut saat ini sedang berada di atas bukit belakang vila.Seperti sudah menjadi rutinitas harian bagi dua orang itu sejak dulu di hutan belakang rumah Mansa, pagi itu Mike dan Mansa juga kembali melakukan latihan kumite. Latihan itu tidak hanya membantu mereka meningkatkan keahlian dalam bertarung kontak jarak pendek, namun juga membuat mereka saling memahami kebiasaan satu sama lainnya.Di sela-sela kesibukan mereka melakukan latihan kumite dengan tempo yang cukup cepat, Mike tak lupa menyelipkan beberapa wejangannya untuk meningkatkan insight dan wisodm Mansa yang memang dalam masa pembentukan karakter.
Untuk beberapa saat Mike terdiam seperti sulit untuk menerima apa yang baru saja dilihatnya. Aguspun begitu, karena dia juga sama sekali tidak bisa membuat kesimpulan, karena itu dia memanggil Mike mencoba menganalisis semua temuannya itu. Melihat Mike yang tak kunjung melepaskan mouse yang ada di meja itu, Agus memilih untuk berdiri dari tempat duduknya dan membiarkan Mike untuk duduk di sana. Mike duduk, masih dengan tatapan yang tak bisa lepas dari foto-foto tersebut. Cukup lama dia mengganti-ganti foto itu maju mundur untuk mengamati semuanya lebih seksama. Tetap saja dia tak bisa menyangkal bahwa perawakan orang yang ditandai oleh Agus itu benar-benar sama meski foto jadul itu sendiri memang tidak sebagus foto-foto dengan kualitas High Definition zaman sekarang. “Apa mungkin penjelajah waktu?” gumam Mike sedikit berseloroh. “Yang benar saja,” sanggah Agus sedikit geleng-geleng kepala.“Aku tahu teori kons
“Musa, cobalah melayang lebih rendah!” seru Mansa.Musa yang sudah dalam wujud seonggok lidah api itu mulai mengitari gubuk tersebut dengan melayang-layang begitu rendah di atas lantai. Ketika Musa mulai melayang di dekat sebuah sudut ruangan, Mansa menyadari ada sesuatu yang aneh dengan pergerakkan nyala plasma dari tubuh Musa.Mansapun bergegas memeriksa lokasi tersebut. Meski lantai papan itu terlihat tersusun rapi sama sekali tidak ada perbedaan yang signifikan dari bentuk susunan lantai papan yang lain, tapi sekarang dia merasakan ada aliran angin samar-samar terasa seperti berhembus masuk ke dalamnya.Mansa mendekatkan telapak tangannya pada lantai tersebut dan sengaja melepas sedikit aura esper dari tangannya. Aura itu bukannya terurai ke atas, akan tetapi seperti menyusup ke sela-sela lantai papan tersebut. Itu aneh karena jika di bawah lantai papan itu hanya sekadar ruang di bawah lantai seperti gubuk pada umumnya, aliran udara