Semua orang yang duduk di meja makan terlonjak kaget mendengar teriakan Sima dari lantai dua. Siwi bahkan berlari dengan sangat kencang menaiki anak tangga untuk memastikan bahwa ucapan adiknya salah. Ayumi masih tertiudr pulas di ranjang, bahkan mulut gadis kecilnya itu sampai tidak tertutp rapat karena sangat mengantuk. Teja dan Ria, serta Aji dan Dion pun ikut naik ke lantai dua. Siwi masuk ke dalam kamar dan mencari keberadaan putrinya yag sudah tidak ada di ranjang.“Ayumi! Ayumi!” teriak Siwi histeris. Semua orang berpencar mencari keberadaan Ayumi. Mulai dari semua kamar yang ada di lantai atas, ruang jemur belakang, dan juga sampai ke depan. Tidak ada satu sudut ruanganpun yang luput dari mereka. Dion menoleh pada pagar yang terbuka sedikit, lelaki itu berlari tanpa alas kaki. Langit sudah semakin gelap dan rintik hujan mulai kembali turun.“Ayumi! Ayumi!”
Edwin terbangun tepat azan Subuh berkumandang. Kaki dan tangan ia renggangkan untuk mengusir rasa kaku di sekujur tubuhnya. Kesadarannya belum semuanya pulih, masih sedikit bermalas-malasan di atas kasur busa miliknya. Begitu azan selesai, Edwin beranjak keluar dari kamar dan melewati kamar Raka tanpa rasa curiga sedikit pun, karena pintu kamar itu tidak terbuka dengan lebar. Sehabis mandi dan berwudu, Edwin pun melaksanakan salat Subuh di kamarnya. Lelaki paruh baya itu masih belum merasa ada yang aneh pada kamar anaknya. Langit di luar juga masih belum terlalu terang dan lampu rumah belum ada yang dinyalakan selain lampu kamar mandi dan kamarnya sendiri.Selesai salat, Edwin berjalan keluar kamar hendak menyingkap gorden jendela. Namun pandangannya seketika melebar, saat tahu pintu sudah terbuka. Lekas Edwin berlari ke kamar Raka. Betapa kagetnya ia saat tak mendapati putranya di sana.“Raka!&rdquo
Sebelum lelaki tidak waras itu mengenalinya, Siwi sudah berbalik badan dan meninggalkan teras kafe dengan langkah cepat. Tidak, Raka pantas mendapatkannya, bahkan ini belum seberapa dibandingkan dengan penderitaannya terdahulu."Siwi, lu baik-baik aja'kan? Muka lu pucat banget. Kalau gak sehat, ayo gue antar pulang," cecar Evan saat memperhatikan wajah wanita itu yang mendadak pias. Siwi masih terlalu kaget dengan hadirnya Raka di Jakarta. Bagiamana bisa dia sampai di sini? Apa dia berjalan kaki?"Siwi." Evan menyentuh pundak Siwi dengan lembut. Siwi tersentak, lalu tersenyum canggung. Wanita itu menggeleng. Dia meyakinkan diri sendiri, bahwa dia baik-baik saja."Gue gak papa. Cuma laper. Mana nih makanannya?" Siwi berpura-pura tak sabaran menanti pelayan mengantarkan roti bakar pesanannya. Tanpa sengaja, matanya kembali menatap keluar kafe. Raka masih ada di sana dan tengah mengais tempat sampah di depan. Mata Siwi terbel
Katakanlah ia istri yang paling egois saat ini dan tidak memiliki rasa iba sama sekali. Namun, foto ceceran darah di aspal yang dikirimkan Nuri. Serta karet rambut helo kiti yang tergenggam erat dalam jemari lelaki gila itu, membuat hati kecilnya seketika iba. Siwi bingung harus berbuat apa saat ini. Haruskah ia melihat keadaan lelaki itu? Ayah dari anaknya. Lelaki kejam yang pernah ia cintai walau setitik.TingSebuah video masuk ke pesan WA. Kali ini pun masih dari pengirim yang sama yaitu Nuri. Detak jantung Siwi semakin tidak karuan. Video apa ini? Gumam Siwi dengan resah dan tak sabar menanti logo roda berputar menunggu video dapat terbuka sepenuhnya dalam ponselnya."Ya Allah." Siwi menutup mulutnya tidak percaya. Tampilan CCTV memperlihatkan seorang lelaki tengah mengejar sebuah mobil dan itu adalah mobil yang ia naiki bersama Evan. Tak lama kemudian, sebuah mobil pick up melaju ken
Siwi segera turun dari ranjang dan berjalan memutar untuk menuangkan air yang ada di dalam botol besar air mineral ke dalam gelas. Suara air jatuh mengisi gelas hingga penuh bagaikan alunan melodi yang memecah keheningan antara mereka berdua.Bola mata Raka tak pernah lepas menatap Siwi. Bahkan lelaki itu tersenyum sangat tipis dalam keadaan hati yang sangat baik malam ini."Aku sebenarnya ingin sekali melemparkan air ini ke wajahmu, seperti yang pernah kami lakukan dulu padaku, tetapi itu tidak mungkin. Minumlah!" ujung sedotan dimasukkan Siwi ke dalam mulut Raka. Lelaki itu diam sambil terus menyeruput air putih hingga gelas kosong."Terima kasih," lirih Raka dengan suara amat pelan. Matanya masih menatap Siwi yang kini meletakkan kembali gelas, lalu memutar tubuhnya untuk menggendong Ayumi yang terlelap."Dia cantik sekali, persis kamu," ujar Raka masih dengan suara lemah. Siwi memutar bola mata malas.
Dua hari sudah Raka diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun dengan catatan;Raka harus kontrol ulang pekan depan. Edwin memutuskan untuk tinggal di Jakarta sampai kondisi Raka benar-benar pulih. Ia tidak ingin anak lelakinya kabur lagi dari rumah hanya untuk mencari Ayumi.Bermodalkan tabungan terakhirnya yang bernilai dua juta rupiah, Edwin mencari kos di dekat rumah sakit. Lumayan untuk mengirit biaya hidup mereka sampai nanti bisa mendapatkan rejeki kembali. Dion pun sudah kembali ke Surabaya karena mendapat panggilan untuk bekerja sebagai security di komplek perumahan mewah.Tinggallah Edwin dan Raka yang tengah duduk di depan pintu kamar kos. Raka berada di dalam sambil melamun memainkan ikat rambut Ayumi. Sedangkan Edwin duduk di depan pintu dan kini tengah menikmati langit sore, sambil memperhatikan betapa padatnya penduduk di daerah tempatnya kini berada. Edwin menoleh ke belakang untuk melihat Raka yang masih saja melamun.
"Permisi, Bu." Lelaki itu membungkukkan sedikit tubuhnya, lalu berjalan kembali melewati Siwi sambil membawa ember dan juga alat pel. Mulut Siwi setengah terbuka melihat sosok yang sudah tidak ingin ia temui, tapi pagi ini, di awal hari menyambut masa depannya yang lebih baik, malah lelaki itu yang ia temui lebih dahulu.Siwi bahkan sampai menoleh kembali ke belakang hingga melihat punggung Raka yang hilang dari balik tangga."Wi, kamu sudah sampai?" Evan menegurnya. Siwi kembali terlonjak kaget dengan sapaan Evan yang tiba-tiba. Belum lagi usai rasa terkejutnya dengan kehadiran Raka, kali ini Evan langsung muncul di depannya. Siwi mengusap dadanya karena kaget."Lagi merhatiin apa sih, sampai kaget gitu?" tanya Evan penasaran masih dengan senyum lebarnya."Ah, bukan apa-apa, Van. Kamu juga baru datang?" tanya Siwi balik. Evan mengangguk sambil menaikkan
Sudah satu jam berlalu dan pintu ruangan Erlan belum juga terbuka. Di dalam sana masih ada Raka yang menggantikannya untuk memijat Erlan. Bukan ia khawatir akan Raka, tetapi ia lebih was-was akan bosnya. Siwi hapal betul tabiat Raka bila sedang marah. Yah, walaupun ia tidak yakin lelaki itu tengah marah atau melindunginya, yang jelas perasaannya saat ini begitu resah.CklekPintu terbuka lebar dan Siwi bangun dari duduknya. Ia melihat Raka menutup kembali pintu itu dengan pelan. Lalu berjalan seperti biasa dengan kain lap disampir di pundak kanannya."Pak Erlan sudah tertidur. Sepertinya lelaki itu memang menyukai pijatan. Tapi memijat lelaki yang sedang mabuk bukanlah suatu pekerjaan mudah untuk perempuan. Berhati-hatilah lain kali. Saya permisi, Bu." Raka berjalan semakin menjauh dan menghilang di balik anak tangga. Untuk kesekian kalinya lelaki itu tidak membiarkan Siwi mengatakan apapu
Edisi Malam Jumat"Wajahmu mengerikan sekali." Zamir menatap sinis Rena yang masih mendekam dalam penjara. Hari ini adalah tahun keenam ia dihukum. Masih ada empat tahun lagi yang harus ia lewati di dalam penjara untuk membayar semua perbuatannya yang telah merugikan banyak orang, sekaligus melakukan tindakan hampir membunuh seseorang dengan sengaja."Kalau lu kemari cuma mau mengejek gue, sebaiknya lu pergi aja!" Rena bangun dari duduknya dan bermaksud meninggalkan Zamir. Lelaki teman tidurnya sekaligus lelaki yang membuat semua rencananya yang hampir menguasai harta Erlan berhasil."Raka menikah hari ini. Pestanya sangat meriah. Apa kau tidak ingin lihat, bagaimana kebahagiaan kembali padanya? Heh, wanita yang pernah ia nikahi, kembali menjadi istri sahnya dan kau tahu, dia akan menjadi salah satu penerus keluarga Teja Corp. Ah, satu lagi ... Erlan juga
PTM 48Hari pernikahan besar antara Siwi dan Raka digelar di sebuah hotel bintang tiga milik Teja yang baru saja sebulan resmi beroperasi. Berlangsung di ballroom yang cukup megah dan luas, pasangan Siwi dan Raka-lah yang pertama kali menggunakan tempat itu sebagai lokasi sakral mengucapkan janji suci pernikahan. Ruangan yang dengan kapasitas menampung maksimal kurang lebih seribu lima ratus orang. Namun tidak perlu khawatir dengan kapasitas maksimum itu, karena tamu dijamin tidak akan berdesakan dan penuh karena area foyer dari ballroom ini sangat luas.Ada yang menarik dari acara pernikahan anak pemilik hotel baru di Jakarta ini, tidak adanya pelaminan megah, tempat tamu memberikan doa dan selamat. Lalu di mana kedua pengangtin itu akan duduk? Siwi dan Raka memiliki konsep bahwa mereka yang akan berkeliling menyambut tamu yang datang. Kenapa tidak ada pelaminan dalam sebuah pesta pernikahan? Bukankah pelaminan itu hal wajib dalam sebuah pe
6 Tahun KemudianHari Sabtu yang begitu dinantikan oleh anggota keluarga besar Teja dan Ria pun tiba. Hari yang akan dilangsungkannya pesta ulang tahun Ayumi; cucu mereka yang telah berusia delapan tahun.Pesta digelar dengan meriah di dalam rumah Teja yang baru saja selesai direnovasi. Yah, setali tiga uang. Sambil mengadakan pesta ulang tahun, Teja juga mengadakan syukuran acara rumah barunya yang semakin bagus dan mewah. Ada beberapa tamu artis dan petinggi yang datang memberikan selamat.Pesta yang digelar di dalam ruangan, tetapi juga tamu dipersilakan untuk menikmati pemandangan luar rumah yang sangat asri. Teja berhasil mendesign rumahnya dengan ide dan sesuai keinginannya sendiri. Begitu melihat hasilnya, ia sangat puas.Semua tamu yang datang ke rumahnya tentu saja membawa banyak kado untuk Ayumi. Gadis kecilnya yang semakin hari semakin cantik d
Rena terus saja menggaruk tubuhnya yang terasa sangat gatal. Tidak hanya di kedua kaki dan tangan, Rena juga mengalami rasa gatal di leher dan juga wajahnya. Entah apa yang terjadi sehingga tahanan lain tidak mau satu sel dengan Rena, karena amat jijik dengan bau busuk serta kudis yang muncul di permukaan kulit wanita itu.Seorang dokter sudah didatangkan untuk memeriksa Rena dan ia pun sudah diberikan salap dan juga obat yang harus diminum sehari tiga kalia agar rasa gatalnya hilang. Namun sangat disayangkan, wanita itu masih terus menggrauk seluruh tubuhnya. Jangankan tahanan lain, sipir penjara dan pengacaranya saja tidak sanggup duduk berlama-lama di dekat karena karena bau bangkai seperti bangkai tikus tercium hidung mereka. Rena pun hampir frustasi dengan keadaannya yang sangat menyedihkan. Tidak ada siapapun yang bisa menoleongnya, karena kedua orang tuanya juga masuk ke dalam penjara, karena kasus penggelapan
PTM 44Kondisi kesehatan Evan berangsur pulih. Polisi menjadwalkan reka ulang kejadian esok hari. Kepada pihak kepolisian, Evan sudah mengakui kesalahannya atas penyekapan berencana bersama tiga orang pria suruhannya. Semua itu ia lakukan karena sakit hati—merasa dipermainkan oleh Siwi. Jejak ciuman Siwi dengan Raka yang nampak di matanya, membuat lelaki itu buta dan nekat melakukan kejahatan yang belum pernah ia lakukan.Erlan pun sudah mulai pulih, tetapi masih dirawat di rumah sakit, karena kepalanya masih sering sakit. Lelaki itu belum mengetahui perihal pengakuan Evan dan Rena yang sudah mendekam di jeruji besi. Pak Sulis yang meminta pada pihak kepolisian untuk menahan diri memberitahukan apapun pada Erlan, karena Erlan memiliki riwayat penyakit jantung.“Siapa kamu?” tanya Erlan pada wanita bertubuh semok yang tengah duduk termenung di sofa kamar perawatannya. Wanita itu menoleh, lalu dengan sigap be
Siwi terbangun berjam-jam berikutnya. Sinar matahari pagi yang masuk ke kamar perawatannya, membuat Siwi merasakan matanya sedikit silau. Setelah matanya dapat menatap jelas langit-langit kamar, Siwi pun merenggangkan ototnya yang kaku. Kulitnya terasa tertarik dan begitu kebas karena tangannya terlalu lama diikat pada sisi tempat tidur.Jika kemarin ia belum terlalu merasa ya nyeri di sekujur tubuhnya, tapi pagi ini tubuhnya terasa sangat sakit. Siwi menoleh ke samping, tepatnya ke arah sofa. Papa dan mamanya tengah terbaring dengan lelap. Entah pukul berapa mereka baru tidur setelah menjaganya semalaman. Jam di dinding sudah menunjukkan angka sembilan dan Siwi mulai merasakan cacing di dalam perutnya melakukan orasi.Siwi ingin bangun setengah duduk untuk mengambil air, tetapi tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kali ini ia meringis saat merasakan nyeri pada pinggang dan juga pangkal lengan. Merasa ada pergerakan dari brangkar putriny
Rena sudah meninggalkan kota Jakarta dengan menyewa mobil rentalan. Wanita itu ketakutan dan kabur keluar kota tanpa membawa banyak barang. Ia terlanjur takut akan kedatangan polisi ke apartemennya. Rena hanya membawa satu tas koper kecil dan beberapa surat berharga suaminya dan juga berkas-berkas usaha showroom miliknya.Awalnya pemilik rental tidak mengijinkan karena tidak menyertai sopir dari mereka. Namun Rena bersikeras ingin menyetir sendiri, sambil memberikan uang rental yang ia berikan dua kali lipat. Tentu saja pemilik rental tergiur dengan uang sepuluh juta di depan wajahnya. Rena juga berani meninggalkan KTP-nya sebagai barang bukti, jika ia tidak kembali dalam waktu tiga hari.Rena juga memberikan alamat orang tuanya (palsu) sebagai bukti kuat bahwa ia tidak mungkin melarikan diri membawa mobil rental yang ia pilih sangat biasa saja.Rena berhenti di rest area saat ponselnya berdering. Lelaki yang selalu saja m
["Apa? Evan sekarat? Papa jangan sembarangan bicara! Dia ke kantor tadi. Oke,oke ... Erlan segera kembali ke Jakarta dan langsung ke rumah sakit."]Erlan menekan gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebelah tangannya memegang setir, sebelah lagi terus menghubungi Rena. Karena tak kunjung diangkat oleh istrinya, Erlan memutuskan untuk meninggalkan pesan suara.["Evan sekarat di rumah sakit XXX. Aku harap kamu ke sana sekarang! Aku sudah berada di tol, mungkin dua jam lagi baru sampai."]SendRena baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya segar dan wangi karena memakai sabun dan lulur yang baru saja ia beli dari salah seorang temannya. Konon, lulur ini sudah didoakan oleh seorang dukun sehingga setiap wanita yang memakainya akan selalu terpancar aura kecantikan dan juga aroma tubuh yang memabukkan setiap pria.Kopernya
Tangan Raka diborgol, lalu digiring masuk ke mobil polisi. Sedangkan Siwi masuk ke dalam ambulan ditemani oleh salah satu polwan. Siwi masih menangis tersedu melihat Raka yang menunduk di dalam mobil. Lelaki itu tidak mengatakan apapun, selain menitipkan Ayumi padanya. Jika Raka akan langsung dibawa ke rumah sakit, maka Raka langsung mendekam di penjara.Mendengar putrinya berada di rumah sakit, Teja dan juga Ria segera meluncur ke sana. Pihak rumah sakit tidak mengatakan apapun perihal Siwi. Mereka hanya mengatakan bahwa putri mereka sedang berada di rumah sakit dan dalam keadaan tidak baik-baik saja.Teja mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikiran buruk akan kemalangan putrinya semenjak munculnya Raka, membuat lelaki itu kesal. Di dalam hatinya pun menyimpan dendam pada Raka, jika sampai terjadi sesuatu pada putrinya."Pelan, Pa. Jangan sampai kita juga celaka karena Papa tida