"Siapa ya? Ada apa ini?" Kek Usman muncul dari balik tubuh Edwin. Lelaki tua itu menautkan alisnya, memandang heran dua orang tamu di depan rumahnya. Edwin tersenyum, begitu pun Dion. Mereka memberikan jalan pada kakek tua agar bisa masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana.
"Masuklah,," ujar Kek Usman dengan suara rentanya. Siwi masih belum sadar dari keterkejutannya, malah mematung di ruangan depan yang biasanya dijadikan tempatnya bermain bermain bersama Ayumi. Hanya ada tikar tua tergelar di sana sebagai alas duduk.
"Jangan, sungkan. Ayo masuk." Kek Usman berjalan ke belakang untuk mencuci tangan. Edwin dan Dion sudah duduk di atas tikar masih dengan mulut terkunci.
"Siwi, kamu belum pernah lihat orang kota ya? Ampe bengong gitu. Ayo, buatkan minum. Teh saja." Perintah Kek Usman membuat Siwi tersadar, lalu dengan gerakan cepat menarik tangan Ayumi ikut ke belakang bersamanya untuk membuatkan minum. Kepalanya masih
Malam ini jauh berbeda dari malam-malam sebelumnya. Kehadiran Ayumi, Siwi, dan juga Kek Usman di rumah Edwin, menjadi kebahagiaan sendiri untuknya. Suasana lebih semarak dan ramai. Walau kontrakan mereka tidak terlalu besar, tetapi Ayumi terlihat senang. Gadis cantik itu berlarian ke sana-kemari sambil memegang roti yang tadi sempat dibeli Edwin di jalan.Siwi membuatkan teh untuk Kek Usman dan juga Edwin. Wanita itu bergelut di dapur dengan gerakan sangat canggung, karena Raka tidak berhenti mengamatinya dari ruang tengah. Lelaki itu duduk diam saja tanpa bicara, tetapi bola matanya bergerak sesuai dengan gerakan tubuh Siwi."Ayumi, tidak berlarian di dalam rumah, nanti jatuh," seru Siwi sambil membawa nampan."Iya, Bun. Rumah Papa Lata besal, Ayumi senang." Gadis kecil itu memperlihatkan seringai cantiknya. Siwi hanya bisa menghela napas, lalu berjalan melewati Raka."Biar saya bantu." Raka merebut
Siwi tersentak kaget saat merasakan berat di atas perutnya. Biasanya kepala Ayumi yang berada di sana, tetapi tidak terlalu berat. Ia juga tak yakin ini adalah kepala putrinya, karena tidak mungkin kepala bentuknya panjang saat tanpa sengaja ia meraba atas perutnya. Berbulu, bukan rambut. Berarti ini bukan kepala Ayumi.Dengan wajah amat kaku, Siwi sedikit menunduk untuk melihat benda apa yang ada di atas perutnya."Aaaaaargh! Pergi! Pergi!" Siwi berteriak histeris sambil melemparkan tangan Raka dari atas perutnya. Ayumi pun tersentak bangun. Kek Usman dan Edwin yang tengah berada di teras menikmati kopi pagi, berlarian masuk ke dalam rumah. Siwi memeluk lututnya, menyembunyikan wajahnya pada kakinya dengan tubuh gemetar.Raka masih mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, karena tidak paham dengan apa yang terjadi."Pergi ... jangan siksa saya ... tolong ... toloong!" pekik Siwi dengan begitu menyedihk
Ayumi tertidur dalam pangkuan Bundanya. Ini sudah dua jam perjalanan menuju Jakarta, tetapi sisa isakan dari tangis Ayumi masih terdengar di sela tidurnya yang tidak terlalu lelap. Gadis kecil itu lelah menangis, hingga suaranya serak memanggil lelaki yang ia sebut Papa. Segala cara dilakukan Siwi agar gadis kecilnya berhenti menangis, termasuk membelikan balon bergambar hello kitty di penjual balon yang berada di lampu merah. Namun sepertinya Ayumi sangat sedih, sehingga ia terus saja menangis hingga akhirnya tertidur.Di depan sana, Dion yang duduk di samping pengemudi melaporkan keadaan Ayumi pada Edwin. Ya … Dion mengirimkan foto Ayumi yang menangis sambil memanggil Papa. Lalu Dion juga mengirimkan foto saat Ayumi sudah berhenti menangis dan tertidur. Lelaki itu memang sudah berjanji akan melaporkan apapun yang terjadi sepanjang perjalanan pada Edwin. Walau tidak dibayar mahal oleh Edwin, tetapi Dion
Ayumi tertidur dalam pangkuan Bundanya. Ini sudah dua jam perjalanan menuju Jakarta, tetapi sisa isakan dari tangis Ayumi masih terdengar di sela tidurnya yang tidak terlalu lelap. Gadis kecil itu lelah menangis, hingga suaranya serak memanggil lelaki yang ia sebut Papa. Segala cara dilakukan Siwi agar gadis kecilnya berhenti menangis, termasuk membelikan balon bergambar hello kitty di penjual balon yang berada di lampu merah. Namun sepertinya Ayumi sangat sedih, sehingga ia terus saja menangis hingga akhirnya tertidur.Di depan sana, Dion yang duduk di samping pengemudi melaporkan keadaan Ayumi pada Edwin. Ya … Dion mengirimkan foto Ayumi yang menangis sambil memanggil Papa. Lalu Dion juga mengirimkan foto saat Ayumi sudah berhenti menangis dan tertidur. Lelaki itu memang sudah berjanji akan melaporkan apapun yang terjadi sepanjang perjalanan pada Edwin. Walau tidak dibayar mahal oleh Edwin, tetapi Dion
Semua orang yang duduk di meja makan terlonjak kaget mendengar teriakan Sima dari lantai dua. Siwi bahkan berlari dengan sangat kencang menaiki anak tangga untuk memastikan bahwa ucapan adiknya salah. Ayumi masih tertiudr pulas di ranjang, bahkan mulut gadis kecilnya itu sampai tidak tertutp rapat karena sangat mengantuk. Teja dan Ria, serta Aji dan Dion pun ikut naik ke lantai dua. Siwi masuk ke dalam kamar dan mencari keberadaan putrinya yag sudah tidak ada di ranjang.“Ayumi! Ayumi!” teriak Siwi histeris. Semua orang berpencar mencari keberadaan Ayumi. Mulai dari semua kamar yang ada di lantai atas, ruang jemur belakang, dan juga sampai ke depan. Tidak ada satu sudut ruanganpun yang luput dari mereka. Dion menoleh pada pagar yang terbuka sedikit, lelaki itu berlari tanpa alas kaki. Langit sudah semakin gelap dan rintik hujan mulai kembali turun.“Ayumi! Ayumi!”
Edwin terbangun tepat azan Subuh berkumandang. Kaki dan tangan ia renggangkan untuk mengusir rasa kaku di sekujur tubuhnya. Kesadarannya belum semuanya pulih, masih sedikit bermalas-malasan di atas kasur busa miliknya. Begitu azan selesai, Edwin beranjak keluar dari kamar dan melewati kamar Raka tanpa rasa curiga sedikit pun, karena pintu kamar itu tidak terbuka dengan lebar. Sehabis mandi dan berwudu, Edwin pun melaksanakan salat Subuh di kamarnya. Lelaki paruh baya itu masih belum merasa ada yang aneh pada kamar anaknya. Langit di luar juga masih belum terlalu terang dan lampu rumah belum ada yang dinyalakan selain lampu kamar mandi dan kamarnya sendiri.Selesai salat, Edwin berjalan keluar kamar hendak menyingkap gorden jendela. Namun pandangannya seketika melebar, saat tahu pintu sudah terbuka. Lekas Edwin berlari ke kamar Raka. Betapa kagetnya ia saat tak mendapati putranya di sana.“Raka!&rdquo
Sebelum lelaki tidak waras itu mengenalinya, Siwi sudah berbalik badan dan meninggalkan teras kafe dengan langkah cepat. Tidak, Raka pantas mendapatkannya, bahkan ini belum seberapa dibandingkan dengan penderitaannya terdahulu."Siwi, lu baik-baik aja'kan? Muka lu pucat banget. Kalau gak sehat, ayo gue antar pulang," cecar Evan saat memperhatikan wajah wanita itu yang mendadak pias. Siwi masih terlalu kaget dengan hadirnya Raka di Jakarta. Bagiamana bisa dia sampai di sini? Apa dia berjalan kaki?"Siwi." Evan menyentuh pundak Siwi dengan lembut. Siwi tersentak, lalu tersenyum canggung. Wanita itu menggeleng. Dia meyakinkan diri sendiri, bahwa dia baik-baik saja."Gue gak papa. Cuma laper. Mana nih makanannya?" Siwi berpura-pura tak sabaran menanti pelayan mengantarkan roti bakar pesanannya. Tanpa sengaja, matanya kembali menatap keluar kafe. Raka masih ada di sana dan tengah mengais tempat sampah di depan. Mata Siwi terbel
Katakanlah ia istri yang paling egois saat ini dan tidak memiliki rasa iba sama sekali. Namun, foto ceceran darah di aspal yang dikirimkan Nuri. Serta karet rambut helo kiti yang tergenggam erat dalam jemari lelaki gila itu, membuat hati kecilnya seketika iba. Siwi bingung harus berbuat apa saat ini. Haruskah ia melihat keadaan lelaki itu? Ayah dari anaknya. Lelaki kejam yang pernah ia cintai walau setitik.TingSebuah video masuk ke pesan WA. Kali ini pun masih dari pengirim yang sama yaitu Nuri. Detak jantung Siwi semakin tidak karuan. Video apa ini? Gumam Siwi dengan resah dan tak sabar menanti logo roda berputar menunggu video dapat terbuka sepenuhnya dalam ponselnya."Ya Allah." Siwi menutup mulutnya tidak percaya. Tampilan CCTV memperlihatkan seorang lelaki tengah mengejar sebuah mobil dan itu adalah mobil yang ia naiki bersama Evan. Tak lama kemudian, sebuah mobil pick up melaju ken
Edisi Malam Jumat"Wajahmu mengerikan sekali." Zamir menatap sinis Rena yang masih mendekam dalam penjara. Hari ini adalah tahun keenam ia dihukum. Masih ada empat tahun lagi yang harus ia lewati di dalam penjara untuk membayar semua perbuatannya yang telah merugikan banyak orang, sekaligus melakukan tindakan hampir membunuh seseorang dengan sengaja."Kalau lu kemari cuma mau mengejek gue, sebaiknya lu pergi aja!" Rena bangun dari duduknya dan bermaksud meninggalkan Zamir. Lelaki teman tidurnya sekaligus lelaki yang membuat semua rencananya yang hampir menguasai harta Erlan berhasil."Raka menikah hari ini. Pestanya sangat meriah. Apa kau tidak ingin lihat, bagaimana kebahagiaan kembali padanya? Heh, wanita yang pernah ia nikahi, kembali menjadi istri sahnya dan kau tahu, dia akan menjadi salah satu penerus keluarga Teja Corp. Ah, satu lagi ... Erlan juga
PTM 48Hari pernikahan besar antara Siwi dan Raka digelar di sebuah hotel bintang tiga milik Teja yang baru saja sebulan resmi beroperasi. Berlangsung di ballroom yang cukup megah dan luas, pasangan Siwi dan Raka-lah yang pertama kali menggunakan tempat itu sebagai lokasi sakral mengucapkan janji suci pernikahan. Ruangan yang dengan kapasitas menampung maksimal kurang lebih seribu lima ratus orang. Namun tidak perlu khawatir dengan kapasitas maksimum itu, karena tamu dijamin tidak akan berdesakan dan penuh karena area foyer dari ballroom ini sangat luas.Ada yang menarik dari acara pernikahan anak pemilik hotel baru di Jakarta ini, tidak adanya pelaminan megah, tempat tamu memberikan doa dan selamat. Lalu di mana kedua pengangtin itu akan duduk? Siwi dan Raka memiliki konsep bahwa mereka yang akan berkeliling menyambut tamu yang datang. Kenapa tidak ada pelaminan dalam sebuah pesta pernikahan? Bukankah pelaminan itu hal wajib dalam sebuah pe
6 Tahun KemudianHari Sabtu yang begitu dinantikan oleh anggota keluarga besar Teja dan Ria pun tiba. Hari yang akan dilangsungkannya pesta ulang tahun Ayumi; cucu mereka yang telah berusia delapan tahun.Pesta digelar dengan meriah di dalam rumah Teja yang baru saja selesai direnovasi. Yah, setali tiga uang. Sambil mengadakan pesta ulang tahun, Teja juga mengadakan syukuran acara rumah barunya yang semakin bagus dan mewah. Ada beberapa tamu artis dan petinggi yang datang memberikan selamat.Pesta yang digelar di dalam ruangan, tetapi juga tamu dipersilakan untuk menikmati pemandangan luar rumah yang sangat asri. Teja berhasil mendesign rumahnya dengan ide dan sesuai keinginannya sendiri. Begitu melihat hasilnya, ia sangat puas.Semua tamu yang datang ke rumahnya tentu saja membawa banyak kado untuk Ayumi. Gadis kecilnya yang semakin hari semakin cantik d
Rena terus saja menggaruk tubuhnya yang terasa sangat gatal. Tidak hanya di kedua kaki dan tangan, Rena juga mengalami rasa gatal di leher dan juga wajahnya. Entah apa yang terjadi sehingga tahanan lain tidak mau satu sel dengan Rena, karena amat jijik dengan bau busuk serta kudis yang muncul di permukaan kulit wanita itu.Seorang dokter sudah didatangkan untuk memeriksa Rena dan ia pun sudah diberikan salap dan juga obat yang harus diminum sehari tiga kalia agar rasa gatalnya hilang. Namun sangat disayangkan, wanita itu masih terus menggrauk seluruh tubuhnya. Jangankan tahanan lain, sipir penjara dan pengacaranya saja tidak sanggup duduk berlama-lama di dekat karena karena bau bangkai seperti bangkai tikus tercium hidung mereka. Rena pun hampir frustasi dengan keadaannya yang sangat menyedihkan. Tidak ada siapapun yang bisa menoleongnya, karena kedua orang tuanya juga masuk ke dalam penjara, karena kasus penggelapan
PTM 44Kondisi kesehatan Evan berangsur pulih. Polisi menjadwalkan reka ulang kejadian esok hari. Kepada pihak kepolisian, Evan sudah mengakui kesalahannya atas penyekapan berencana bersama tiga orang pria suruhannya. Semua itu ia lakukan karena sakit hati—merasa dipermainkan oleh Siwi. Jejak ciuman Siwi dengan Raka yang nampak di matanya, membuat lelaki itu buta dan nekat melakukan kejahatan yang belum pernah ia lakukan.Erlan pun sudah mulai pulih, tetapi masih dirawat di rumah sakit, karena kepalanya masih sering sakit. Lelaki itu belum mengetahui perihal pengakuan Evan dan Rena yang sudah mendekam di jeruji besi. Pak Sulis yang meminta pada pihak kepolisian untuk menahan diri memberitahukan apapun pada Erlan, karena Erlan memiliki riwayat penyakit jantung.“Siapa kamu?” tanya Erlan pada wanita bertubuh semok yang tengah duduk termenung di sofa kamar perawatannya. Wanita itu menoleh, lalu dengan sigap be
Siwi terbangun berjam-jam berikutnya. Sinar matahari pagi yang masuk ke kamar perawatannya, membuat Siwi merasakan matanya sedikit silau. Setelah matanya dapat menatap jelas langit-langit kamar, Siwi pun merenggangkan ototnya yang kaku. Kulitnya terasa tertarik dan begitu kebas karena tangannya terlalu lama diikat pada sisi tempat tidur.Jika kemarin ia belum terlalu merasa ya nyeri di sekujur tubuhnya, tapi pagi ini tubuhnya terasa sangat sakit. Siwi menoleh ke samping, tepatnya ke arah sofa. Papa dan mamanya tengah terbaring dengan lelap. Entah pukul berapa mereka baru tidur setelah menjaganya semalaman. Jam di dinding sudah menunjukkan angka sembilan dan Siwi mulai merasakan cacing di dalam perutnya melakukan orasi.Siwi ingin bangun setengah duduk untuk mengambil air, tetapi tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kali ini ia meringis saat merasakan nyeri pada pinggang dan juga pangkal lengan. Merasa ada pergerakan dari brangkar putriny
Rena sudah meninggalkan kota Jakarta dengan menyewa mobil rentalan. Wanita itu ketakutan dan kabur keluar kota tanpa membawa banyak barang. Ia terlanjur takut akan kedatangan polisi ke apartemennya. Rena hanya membawa satu tas koper kecil dan beberapa surat berharga suaminya dan juga berkas-berkas usaha showroom miliknya.Awalnya pemilik rental tidak mengijinkan karena tidak menyertai sopir dari mereka. Namun Rena bersikeras ingin menyetir sendiri, sambil memberikan uang rental yang ia berikan dua kali lipat. Tentu saja pemilik rental tergiur dengan uang sepuluh juta di depan wajahnya. Rena juga berani meninggalkan KTP-nya sebagai barang bukti, jika ia tidak kembali dalam waktu tiga hari.Rena juga memberikan alamat orang tuanya (palsu) sebagai bukti kuat bahwa ia tidak mungkin melarikan diri membawa mobil rental yang ia pilih sangat biasa saja.Rena berhenti di rest area saat ponselnya berdering. Lelaki yang selalu saja m
["Apa? Evan sekarat? Papa jangan sembarangan bicara! Dia ke kantor tadi. Oke,oke ... Erlan segera kembali ke Jakarta dan langsung ke rumah sakit."]Erlan menekan gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebelah tangannya memegang setir, sebelah lagi terus menghubungi Rena. Karena tak kunjung diangkat oleh istrinya, Erlan memutuskan untuk meninggalkan pesan suara.["Evan sekarat di rumah sakit XXX. Aku harap kamu ke sana sekarang! Aku sudah berada di tol, mungkin dua jam lagi baru sampai."]SendRena baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya segar dan wangi karena memakai sabun dan lulur yang baru saja ia beli dari salah seorang temannya. Konon, lulur ini sudah didoakan oleh seorang dukun sehingga setiap wanita yang memakainya akan selalu terpancar aura kecantikan dan juga aroma tubuh yang memabukkan setiap pria.Kopernya
Tangan Raka diborgol, lalu digiring masuk ke mobil polisi. Sedangkan Siwi masuk ke dalam ambulan ditemani oleh salah satu polwan. Siwi masih menangis tersedu melihat Raka yang menunduk di dalam mobil. Lelaki itu tidak mengatakan apapun, selain menitipkan Ayumi padanya. Jika Raka akan langsung dibawa ke rumah sakit, maka Raka langsung mendekam di penjara.Mendengar putrinya berada di rumah sakit, Teja dan juga Ria segera meluncur ke sana. Pihak rumah sakit tidak mengatakan apapun perihal Siwi. Mereka hanya mengatakan bahwa putri mereka sedang berada di rumah sakit dan dalam keadaan tidak baik-baik saja.Teja mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikiran buruk akan kemalangan putrinya semenjak munculnya Raka, membuat lelaki itu kesal. Di dalam hatinya pun menyimpan dendam pada Raka, jika sampai terjadi sesuatu pada putrinya."Pelan, Pa. Jangan sampai kita juga celaka karena Papa tida