“Kau! Aku tidak akan pernah memercayaimu lagi!!!” Catherine begitu marah pada Esme sehingga dia mendelik sangat tajam pada wanita itu. Bahkan lubang hidungnya pun kembang kempis ingin menghempas Esme.
Sementara sepupunya itu malah tertawa terbahak-bahak. Tawanya baru berhenti saat baby Daisy menangis karena terganggu kegaduhan mereka.
“Oh, sayang. Tidurmu terganggu, ya? Aunty mu itu sih ngejar-ngejar mommy. Ayo, sudah bobok lagi. Atau, mau main sama aunty mu itu?”
Catherine yang melihat wajah lucu baby Daisy saat menangis langsung melupakan niatnya untuk mengejar Esme. Diraihnya baby Daisy dari gendongan Esme kemudian dia menciumi perut baby Daisy hingga bayi montok itu terkikik-kikik.
“Tidak usah dengarkan mommy-mu lagi, ya. Mommy-mu itu perempuan paling menyebalkan di dunia ini. Saat kau besar nanti, jangan seperti mommy-mu, ya. Seperti aunty saja.”
Mendengar itu, Esme mengernyit ngeri. “Jan
“Catherine?” Suara pria yang mengambil duduk di sebelah kiri Catherine terdengar kaget.Kekagetan itu menular di Catherine. Sekalipun wanita itu tidak menoleh, dia masih mengenali suara itu.Kepalanya berputar lambat sambil menyerap kemarahan di dadanya, ke arah sumber suara dan menemukan tatapan yang dulu dipujanya, tetapi sekarang sudah dilupakannya.Catherine menetralkan wajahnya saat menyapa dengan malas, “Kau lagi.”“Kau mengenalnya?” tanya Brad dengan raut super penasaran.Ditanya seperti itu, Cahterine sengaja ingin membuat pria itu sakit hati. Dia pun menjawab, “Tidak! Aku tidak mengenal pria pengecut seperti itu!”“Hei, Cath, please, jangan begitu,” sahut Kyle dengan wajah memelas. Dia sudah jauh berubah. Tampilan bajunya tidak semewah dulu. Malam ini dia hanya mengenakan kaos oblong dengan celana jeans selutut. Dia tampil sangat casual. Akan tetapi, aura tamp
“Kau sendiri ngapain ada di tempat seperti ini? Bukannya kau bilang kau sudah pindah ke pinggiran kota? Kenapa bisa hang out sampai ke sini, huh?”Mendengar sindiran Catherine, Martinez semakin marah. Mereka jadi bertatap-tatapan dalam kemarahan masing-masing.Setelah beberapa detik berlalu, Catherine terkejut karena Martinez menarik kuat tangannya dan membawanya keluar dari club malam itu.Sesampainya di luar, Catherine menarik tangannya dari Martinez. “Kau apa-apan?”“Kuantar pulang.”“Aku belum mau pulang!”“Ini sudah malam. Kasihan Rodney di rumah!”“Lepaskan!” Catherine menepis lagi, kali ini benaran terlepas dari genggaman tangan Martinez. “Aku wanita dewasa. Tidak perlu ada yang mengatur jadwal hariku. Lagi pula, aku bisa ke sini sudah tentu Rodney sudah tidur. Jadi, tidak perlu berlebihan mengkhawatirkannya!”Karena kesal, Martinez tidak
Catherine berjalan keluar dari club malam itu. Beberapa meter di depannya, terlihat punggung Martinez yang berjalan dengan susah payah. Perasaan bersalah melilit Cahterine karena dia telah sengaja membuat Martinez melihatnya mesra bersama pria lain, bahkan pria itu baru dikenalnya beberapa menit yang lalu.Wanita itu membayangkan dirinya jika melihat pria yang disukainya bertingkah seperti itu, rasanya begitu menjijikkan. Dia ingin muntah. Seketika pikirannya melilit. Apakah Martinez memutuskan pulang karena merasa begitu jijik padanya?Dirinya yang berada dalam kondisi polos saat diselamatkan Martinez ketika di Hawaii saja sudah cukup menjijikkan baginya. Ditambah lagi, dia akhirnya memiliki anak di luar nikah. Seharusnya, sudah dari sebelumnya Martinez jijik padanya. Tapi, apakah mungkin sekarang pria itu benar-benar tidak bisa menolerir lagi kadar kejijikan yang terpancar dari tubuhnya?Entah kenapa, pikiran itu membuat Catherine merasa tidak te
Catherine terbangung esok paginya dengan hati yang … entahlah. Seharusnya dia senang karena Martinez menciumnya lagi. Tetapi nyatanya, pria itu mengakhirinya seolah ciuman mereka adalah kesalahan besar.Seperti biasanya, selesai sarapan dan bermain sebentar dengan baby Rod, Catherine membuka tokonya. Namun, sepanjang hari menjaga toko, benaknya diisi banyak pertanyaan yang serupa. Akankah Martinez muncul hari ini? Kalaupun muncul, apakah untuk menemuinya?Dengan segala pertanyaan itu, hampir setiap menit Catherine akan melirik ke arah pintu. Namun hingga sore menjelang dan toko harus ditutup pun tak kelihatan batang hidungnya Martinez.Catherine terpaksa menelan rasa kecewanya lagi.Ingin rasanya dia menghampiri apartemen Martinez dan menyemburkan semua kemarahannya pada pria itu. Tetapi, harga dirinya melarangnya. Hati kecilnya selalu mendengungkan keyakinan padanya, bahwa Martinez akan datang padanya tanpa dipaksa, jika pria itu mem
Sore itu bulan sudah muncul dan terlihat begitu bulat. Catherine sampai menunjuk-nunjuk ke arah bulan pada baby Rod. Bahkan dia juga mengambil baby Rod dari stroller dorongnya danmenggendong baby Rod. Setelahnya, Catherine berjalan santai dari kediamannya menuju apartemen Martinez yang hanya berjarak dua blok dari tempatnya. Gedung apartemen itu tidak terlalu tinggi. Tidak sampai lebih dari sepuluh lantai mengisi gedung itu. Catherine memasuki gedung dan menuju lift. Baby Rod sudah dia letakkan lagi di dalam stroller bayi nya. Bayi lelakinya itu terlihat senang meski sudah mulai mengantuk. Dengan menghisap punggung tangannya, perlahan kedua mata mungil di atas pipi tembam itu menutup. Catherine mulai merasakan jantungnya berdegup kencang. Bayangan dia akan bertemu Martinez membuatnya begitu gugup hingga dia merasa ingin memuntahkan isi perutnya. Lift membuka di lantai tempat hunian Martinez. Catherine melangkah menuju pintu Martinez.
“Sudah kubilang, aku bukan nonamu lagi! Lagi pula, aku memintamu menemaniku sebagai temanku, bukan pengawalku!”Martinez menoleh pada Catherine. Dibiarkannya air di panci yang sudah mulai mendidih. Kompor pun tidak dia matikan.“Kalau kau memintaku menemanimu, nanti kau akan malu.”“Malu? Malu karena apa?” tanya Cahterine yang mulai kesal percakapan mereka berputar-putar di tempat.Martinez membuang mukanya. Dia kembali menatap pancinya. Dengan lagak cuek, dia memasukkan spageti instan ke dalam air mendidih. Dia memasak, sambil menjawab Catherine sambil lalu. “Aku pincang.”Bukannya simpati, bukannya kasihan, mendengar alasan Martinez serta kecuekan pria itu saat mengucapkannya, Catherine malah semakin marah.Dia berkacak pinggang. “Aku bukan anak ABG lagi!” Bagi Catherine, dia sudah terlanjur menunjukkan ketertarikannya. Sekalian saja dia usahakan semaksimal mun
Esme dan Darren tiba di California satu hari sebelum hari wisuda Allan dilaksanakan. Mereka memilih hotel bintang lima agar terasa nyaman. Begitu juga dengan orang tua Darren yang memilih hotel yang sama dengan mereka.Di hari wisuda, Esme dan Darren, beserta baby Daisy tiba dengan memakai gaun dan jas berwarna senada. Mereka duduk di tempat yang telah disediakan.Dua menit setelah itu, muncullah orang tua Darren, juga Claire yang menggandeng seorang pria seusianya. Pria itu berambut pirang, bertubuh tinggi dan atletis, serta berwajah tampan seperti para anggota boyband.Tanpa sengaja pria yang dibawa Claire duduk tepat di sebelah Esme. Tidak ada yang mempermasalahkan itu, bahkan tidak ada yang menyadarinya sama sekali, tentu saja kecuali Claire.Wanita itu merengut sebentar. Tetapi dia juga tidak bisa meminta pertukaran tempat duduk. Dia akan ditertawakan oleh Zach, kekasihnya, jika dia bertingkah cemburu buta.Di awal acara wisuda,
Esme memutuskan untuk mandi sore sebelum makan malam bersama nantinya. Sembari menunggu, Darren mengajak baby Daisy keluar, jalan-jalan di sekitar kolam renang.Di sana, dia melihat Claire. Adiknya itu baru selesai spa. Zach juga di sana, tapi sesaat kemudian mereka berpisah. Zach kembali ke kamar, sementara Claire menghampiri Darren.“Halo, baby Daisy, ayo, sini dengan aunty,” sahut Claire menyapa baby Daisy dan mengulurkan tangannya hendak menggendogn bayi itu.Wajah baby Daisy yang datar saja melihat Claire membuat gadis itu bingung harus berbuat apa. Dia teringat ucapan Zach bahwa tidak butuh talenta khusus untuk bermain bersama bayi, tetapi saat dengannya, kenapa keponakannya itu tidak merasa tertarik? Apa dia tidak mempunyai aura keibuan sama sekali?“Aku dengar kau tidak pernah bermain dengannya sama sekali sewaktu tinggal di apartemenku,” ujar Darren yang sukses membuat wajah Claire merona malu. Tepat di saat yang sama, All