“Dia cantik sekali. Siapa namanya?”
“Aku akan menamai dia Daisy.”
“Kenapa Daisy?” tanya Darren seraya masih terus memperhatikan bayi mungilnya menyusu di dada Esme.
“Karena Daisy berawalan D, sama seperti daddynya,” jawab Esme asal, membuat Darren memrotesnya.
“Masa karena itu?”
Esme terkekeh senang. Dia senang jika bisa membuat Darren kesal. Setidaknya untuk membalas kekesalannya tadi karena suaminya itu menginginkan anak yang banyak.
“Tentu bukan lah. Daisy diambil dari nama bunga. Bunga Daisy masih dalam family Asteraceae. Ibuku dulu suka menanam bunga Tithonia, yang juga berasal dari family Asteraceae. Tithonia berwarna kuning, oranye, dan ungu. Tapi Daisy berwarna putih. Bagiku, putih adalah lambang keadilan yang kau selalu usahakan untuk ditegakkan. So, isn’t it a lovely name?”
Darren takjub mendengar semua ucapan Esme. Sepertinya, istrinya itu sudah s
“BAgaimana kau bisa sudah keluar dari penjara?”“Kakakku mengeluarkanku.”“Oh!” sahut Catherine tercengang. Mendengar itu, hati kecilnya seakan memiliki secercah harapan lagi bahwa ayahnya pun tidak akan terlalu lama di penjara.Tanpa sadar dia menghela napas panjang dan tersenyum lembut, penuh harapan. “Syukurlah kalau begitu.”Martinez melihat ekspresinya itu dan merasa aneh. Dikiranya, Catherine merasa lega dengan melihatnya sudah terbebas dari hukuman penjarannya jauh lebih singkat dari seharusnya. Jantungnya berdebar riang dan penuh gelora.Catherine meletakkan bungkus rokok di alat scan, kemudian menyebutkan harganya. Martinez memberikan uangnya dan menerima rokok itu dari tangan Catherine. Sentuhan tangan mereka tampaknya telah membuat dia merasa tersengat. Sedangkan Catherine pun cepat-cepat menarik kembali tangannya.Wajah gadis itu terlihat merona, membuat Martinez semakin gemas. Hasr
Cahterine berada di atas Martinez. Dia jatuh tepat di dekapan pria itu. Dan bibirnya menempel di atas bibir pria itu. Dalam keterkejutannya, Catherine tak mampu bergerak. Pun Martinez tidak terlihat berusaha untuk bergerak. Mereka berdua seakan mematung. Semua terasa aneh. Aroma napas Martinez yang segar merasuk di hidung Esme. Kehangatan bibir pria itu pun menempel lembut di dagunya. Serta tatapan Martinez begitu mengikatnya, membuatnya seakan lupa bagaimana harus bersikap. Berdetik-detik kemudian, saat Catherine akhirnya mampu meraih pikirannya kembali dan siap untuk menegakkan tubuhnya, secara tak terduga, tangan Martinez malah menarik tubuhnya hingga lebih merapat pada tubuh kekar pria itu. Masih dalam keterkejutan Catherine, sedetik kemudian, Martinez malah melumat bibirnya. “Huummptt! Apa yang kau lakukan?!” bentak Catherine sambil berdiri. Martinez memandanginya tak percaya. Beberapa saat yang lalu, Catherine tera
“Aku pun bukan pria sempurna. Kita sama-sama benahi hidup kita. Tapi, aku ingin bersamamu. Setiap hariku di penjara aku tak bisa berhenti memikirkanmu, Cath. Bayangan dirimulah yang membuatku bertahan hingga detik ini aku bisa bebas.”Catherine mulai kesal. Dia pergi dari hadapan Martinez. “Kita baru bertemu, tidak perlu bahas tentang asmara. Ada banyak hal di dunia ini yang lebih penting dari urusan asmara.” ***Catherine selesai menyuapi baby Rod. Semakin hari takaran makan anaknya itu semakin banyak. Ada rasa puas di wajah Catherine melihat bayinya makan dengan lahap dan menghabiskan semangkuk bubur yellow pumpkin sampai bersih tak bersisa setetes pun. Meski begitu, baby Rod masih menangis. Biasanya, dia ingin minum jus, atau susu.Catherine menuju dapur untuk membuatkan baby Rod jus jeruk. Tetapi, dia baru melih
“SEkalian yang ini,” kata Martinez lagi pada kasir seraya dia mengangsurkan 3 kotak alat kontrasepsi yang baru dibelinya dari gadis SPG tadi.Dan untuk menutupi malunya, Martinez berkata pada Catherine, “Apa kau lapar, Babe? Kita makan dulu sebelum pulang?”Apa? Babe?Catherine kini memicingkan matanya menatap Martinez. Di saat yang sama, kasir mengulurkan kembalian dan struk pada Martinez. Pria itu langsung menyimpannya dalam dompet tanpa memeriksanya.Kemudian, tangannya merangkul pinggang Catherine dan membawa wanita itu, beserta baby Rod yang anteng di gendongan, dari sana.Mereka bertiga keluar dari supermarket dan langsung menuju mobil. Catherine masih menahan dirinya untuk tidak berkomentar sedikitpun. Tapi kata ‘babe’ yang diucapkan Martinez terus bergema di benaknya.Mobil melaju di jalan raya, Catherine memilih untuk melihat ke luar jendela. Dia sembari menyusun-
BAgi Catherine, bukan kata-kata indah dari bibir Martinez yang membuatnya terpana dan tak menyangka. Meskipun sangat aneh melihat pria itu bisa mengucapkan kata-kata cinta, tetapi fakta bahwa Martinez sudah mengatakan semua itu di saat mereka baru bertemu sekitar 2 minggu lamanya.Rasanya terlalu cepat untuk mengungkapkan cinta. Belum ada yang terjadi di antara mereka selain saling pandang.Pikiran Catherine terdiam lagi.Oh, yeah, they kissed. Dua ciuman sudah terjadi.Huh!Catherine membanting tubuhnya ke ranjang dan memilih menghentikan semua pikirannya itu. Dipandanginya Rodney yang tertidur nyenyak di dalam baby crib. Urgh! Bisa tidur seperti Rodney pastilah menyenangkan. Jadi, lebih baik dia tidur daripada memikirkan semua itu.Namun yang terjadi, begitu dia memejamkan matanya, adegan ciumannya bersama Martinez tertayang ulang di benaknya.Aaarrgggh! Menyebalkan!&
Sore itu semua terasa damai, tentram, dan begitu sempurna bagi Catherine. Ditambah lagi langit senja yang berwarna oranye membuat suasana hati menjadi semakin bersahaja. Dan saat perpaduan semua itu terasa begitu sempurna bagi hari itu di dalam hidup Catherine, dari arah depan muncullah sosok yang sangat tidak dia harapkan. Shit! Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini? Bagaimana mungkin sedari tadi dia tidak g,melihatnya? Jika tahu begini, dia akan langsung memutar. Ah, andai bumi bersedia menelannya saja …. “Hai, Cath! Aku baru mau ke tempatmu. Kau ….” Suara itu lenyap seiring dengan tatapan si pemilik suara yang mengarah pada Martinez dengan baby Rod di gendongannya. Catherine ingin menyusup ke dalam tanah saat itu. Tetapi, tak ada yang bisa dihindari lagi. “Martinez?” seru Esme menatap pengawal ayahnya itu dengan tatapan tak percaya. “Kau sudah keluar?” “Nona Esme. Sengan berjumpa denganmu. Kakakku yang mengelu
“Pagi, Agent Darren,” sapa Archie saat dia baru tiba di kantor. Dilihatnya, Darren telah duduk bertopang dagu dengan tatapan serius ke arah layar computer. Kedua alis pria itu mengerut tajam.“Tumben kau pagi-pagi sudah tiba dan serius membaca. Ada kasus baru?” Archie meletakkan tasnya di kursi, melonggarkan dasi nya, dan duduk di kursinya. Dia tidak langsung menyalakan computer, melainkan menyesap kopi panasnya dulu.“Tidak ada kasus baru. Justru ini kasus lama. Kemarin, aku melihat anak buah buronan yang kukirim ke penjara. Seharusnya dia dihukum 15 tahun. Tetapi, kemarin dia sudah berkeliaran di jalan. Bagaimana bisa?” tanya Darren datar, namun ucapannya terdengar kelam. Tatapannya tetap pada layar computer, mencari-cari artikel yang mungkin dia lewatkan.“Itu hal biasa, Bro. Beginilah tugas kita. Hanya menang sesaat. Susah payah kita kejar mereka sampai bertaruh nyawa. Saat akhirnya mere
“Hei, Babe. Kau sudah pulang?” Esme terbangun dari tidur siangnya yang begitu damai. Dia menoleh ke arah pintu dan menemukan Darren berdiri di sana menatap ke arahnya.Pria itu melangkah masuk dengan raut wajah yang aneh. Tetapi, ketika mereka telah dekat, Darren tersenyum lembut.“Maaf, aku mengganggumu. Aku hanya mengecek keberadaan kalian. Tidurlah lagi,” ucap Darren sembari memeluk Esme dan ikut berbaring di belakang istrinya itu.Esme membalikkan tubuhnya dan memandangi Darren. “Ada apa? Tidak biasanya kau pulang di siang bolong seperti ini. Ada yang kau cemaskan?”Darren menggeleng. Dia tidak ingin membuat Esme merasa takut dan cemas, hingga dia memutuskan untuk menyimpan sendiri kabar lolosnya Nicky dari penjara.“Tidak ada. Hanya merindukan dua bidadariku saja.” Kecupan lembut mendarat di bibir Esme setelah dia selesai mengucapkan itu. SAtu kecupan berlanjut menja
Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak
“Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha
Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan
“Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan
Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b
“LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te
Sementara itu di kamarnya, Claire juga menangis tersedu. Dia memikirkan betapa James Carter adalah pria yang baik.James sudah berteman dengan Darren sejak mereka di awal karier kepolisian. Claire suka berada di dekat mereka jika James datang ke rumah.Dan entah sejak kapan, James mulai menunjukkan tanda-tanda suka pada Claire. Meskipun gadis itu tidak menganggap James lebih dari seorang teman, Claire tidak pernah meremehkan perasaan James.Di hari ketika kabar tewasnya James tiba di telinganya, Claire mulai sering memikirkan pria itu. Saat itu, Claire merasa tidak ada salahnya membuka hatinya untuk James. Pria itu dewasa dan sangat baik. Dirinya yang manja mungkin akan bisa merasakan cinta yang manis saat bersama James.Claire bahkan sudah menyusun kata-kata yang akan dia ungkapkan pada James, bahwa dia ingin membuka hatinya untuk James.Tetapi kemudian kabar itu datang. Hatinya hancur remuk.Baru bertahun-tahu
Garry benar-benar mengajak Catherine ke apartemennya. Dalam setiap langkahnya, Catherine merasa semakin gelisah.Meskipun semua ini adalah idenya sendiri, tetapi memikirkan dia akan kepergok Martinez mengunjungi apartemen pria lain, yang malahan baru dia kenal lewat kencan buta, tetaplah membuat perutnya terasa mual.Langkah kaki Cahterine hampir saja berbalik arah jika bukan karena wanita itu terngiang lagi akan ucapan Martinez sebelum ini.‘Kau berhak mendapatkan pria lain yang lebih sempurna. Yang layak mendapatkan dirimu.’Huh! Dasar lelaki tidak peka! Memangnya Martinez tidak sadar jika yang Catherine inginkan adalah pria itu sendiri? Dan karena kebodohannya itu, sekarang Catherine benar-benar ingin mencari yang lebih baik dari pria itu. Dia akan tunjukkan bahwa dia tidak akan mengemis cinta.“Unitmu di lantai ini?” tanya Cahterine terkejut saat mereka keluar dari lift. Bahkan unit Garry berada di lantai yang sama denga
Garry pun memberitahu apartemen tempatnya tinggal. Cahterine terkejut karena nama apartemen yang disebut Garry adalah apartemen tempat Martinez tinggal. Mendadak, selintas ide gila lewat di otak Catherine. Dan idenya ini telah menghilangkan rasa malu Cahterine sebagai wanita. Dia berkata, “Boleh aku mampir ke apartemenmu? Ehm, maksudku, sekarang?” Pertanyaan Cahterine sukses membuat Garry tercengang. Tidak ada wanita yang lebih seterus terang dan segesit dia. Garry juga tidak menyangka jika Catherine bisa mengatakan ini semua mengingat saat makan di kafe tadi, Catherine tidak terlihat ramah. Dia begitu cuek, dingin, dan jutek. Wanita itu seperti tidak memiliki pikirannya di tubuhnya. Tetapi sekarang, tiba-tiba wanita ini memintanya untuk mengajaknya ke apartemen? Mungkin sebentar lagi akan hujan uang. Namun begitu, Garry laki-laki normal. Tidak mungkin dia melewatkan kesempatan emas seperti ini. Apalagi Catherine adalah wanita pirang seksi. Sungguh me