Home / Fantasi / Elegi / 5. Father of Aesir

Share

5. Father of Aesir

Author: Oxell Raditya
last update Last Updated: 2022-02-28 09:10:47

Aksa berdiri takjub di sebuah ruangan besar dengan warna perak di segala sisinya. Wisnu dan Laksmi benar-benar mengantarkannya ke Asgard, mereka juga yang berbicara pada Heimdall agar Aksa bisa melewati Bifrost-jembatan pelangi menuju Asgard-dan sekarang di sinilah mereka berada; Valaskjalf, salah satu ruangan terbesar Odin. Sepasang samudra milik Aksa menatap sopan kepada sang penguasa Asgard yang tengah duduk di singgasananya; Hlidskjalf di mana Odin biasa mengawasi alam semesta. Sosok besar Odin dengan janggut putih panjang, dan topi berpinggiran lebar serta tongkat di mana dua ekor burung peliharannya-Hugin dan Munin-yang biasa terbang berkeliling Midgard dan melaporkan berita dari Midgard kepada Odin. Yang begitu mencolok dari penampilan lelaki tua bertubuh besar itu adalah salah satu matanya yang ditutup, mengingatkan Aksa pada bayangan sosok kapten bajak laut yang biasa dibicarakan oleh penduduk pinggiran kota Britania Raya.

"Hugin dan Munin telah membawakan berita tentangmu padaku ... jadi, apa yang ingin kau tanyakan ... Aksa?”

Suara Odin yang terdengar lembut dan tegas di saat bersamaan menyadarkan Aksa dari segala fantasinya perihal kapten bajak laut. Ia mengumpulkan seluruh atensinya kepada sang penguasa Asgard. Di sisi kanan dan kirinya, Wisnu dan Laksmi terdiam demi mendengar apa yang akan ditanyakan Aksa kepada Odin. Mereka sendiri tidak tahu arti dari kalimat dalam lembaran bambu yang diberikan Laksmi pada Aksa, karena 900 tahun yang lalu Aksa-lah yang membuat kalimat itu. Aksa menghukum dirinya sendiri atas sebuah dosa besar yang telah ditanggung oleh sosok yang begitu mencintai dan dicintai olehnya.

"Aku ingin tahu, apakah segala penebusan dosaku berhubungan dengan Binar?" tanyanya dengan sepasang samudra yang bersipandang dengan satu-satunya mata Odin.

"Benar."

Ada keterkejutan yang terlihat di biru mata Aksa. Napasnya memburu dan jantungnya bertalu. Apa ... apa dosa masa lalu yang telah ia lakukan dan berhubungan dengan Binar?

"Kau harus mencari tahu jawabannya sendiri Aksa." Aksa kembali memijak nyata dari segala tanya dalam kepala. Odin seolah bisa membacanya bahkan tanpa perlu ia bertanya. "Penebusan dosa dan hukuman ini adalah pilihanmu, dan kau sendiri yang harus mencari tahu, karena dahulu kau juga yang memutuskan untuk mencapai sebuah tujuan yang mustahil."

"Jika itu berhubungan dengan Binar, aku akan mengubah segala kemustahilan menjadi sebuah kemungkinan, bahkan jika aku harus lenyap dari segala peradaban sekalipun," ujar Aksa dengan mantap.

"Jawabanmu masih sama dengan 900 tahun yang lalu Aksa, atau aku harus memanggilmu ... Kitsune?"

Mendengar nama Kitsune disebut sontak saja Aksa teringat pada sosoknya dengan surai panjang terikat rapih yang memperingatinya untuk tidak membuang-buang waktu, dan ketika itulah salah satu memori terlintas dalam kepalanya.

"Kau bisa menanyakan segalanya, dan aku akan menjawab apa yang harus kujawab begitupun sebaliknya," kata Odin begitu Aksa ingin bertanya lagi.

Lelaki pirang itu mengangguk singkat sebelum melirik sepasang Sura yang sedari tadi diam memerhatikannya dengan tatapan tak terbaca, dan Aksa mengabaikan mereka berdua demi jawaban yang harus ia dapat.

"Father of Aesir, Anda mengatakan bahwa jawabanku sama dengan 900 tahun yang lalu, apa maksudnya itu?"

"Dirimu hari ini adalah wujud dari keputusan yang diambil oleh dirimu 900 tahun yang lalu. Segala ingatanmu telah dihapus, dan kau telah berjanji bahwa kau akan mencapai tujuanmu jika kau bisa mengingat kembali segalanya dalam hukuman yang akan kau jalani dalam sembilan dunia."

Aksa mencerna kata demi kata yang diucapkan oleh Odin. Ia lantas teringat pada lembaran bambu yang diberikan Laksmi kepadanya. Lelaki pirang itu mengambil lembaran bambu berisi kalimat yang menurut Wisnu seharusnya ia mengerti karena ia yang membuat tulisan itu.

"Apakah Father of Aesir tahu apa arti dari kalimat yang ada dalam lembar bambu ini?" tanya Aksa lagi. Odin yang telah mengetahui isi dari lembaran bambu itu mengangguki pertanyaan Aksa. "Apakah Anda bersedia memberitahuku arti dari kalimat ini wahai Father of Aesir?"

"Tentu." Ada sebuah hembusan napas kelegaan yang keluar dari bibir penuh Aksa. "Tetapi pada akhirnya hanya semesta dan dirimu sendiri yang bisa menjelaskan secara gamblang perihal kalimat itu."

"Tidak apa-apa wahai Father of Aesir, Anda berkata bahwa Anda akan menjawab apa yang seharusnya dijawab begitupun sebaliknya. Aku hanya ingin tahu tujuan akhir dari hukuman ini."

"Baiklah." Odin melirik Wisnu dan Laksmi sejenak sebelum kembali menatap Aksa. "Kau telah menemukan arti dari penggalan angka satu dengan menemuiku, yang selanjutnya harus kau lakukan adalah mencari arti penggalan kedelapan angka yang lain."

"Kenapa harus ada sembilan angka? apakah ini ada hubungannya dengan ...." Kalimat Aksa terhenti begitu ia teringat pada mimpi anehnya tentang sosok pemuda yang berubah menjadi rubah dengan sembilan ekor dan sosok perempuan yang kehadirannya dikelilingi oleh kobaran api.

"Itu adalah pertemuan pertamamu dengannya," ujar Odin yang membuat napas Aksa tercekat. Semuanya menjadi masuk akal jika dirinya memang benar-benar sosok Kitsune di masa lalu yang berarti Binar benar-benar ada dalam kehidupannya sebelum Arawn membangkitkannya di belatara Britania Raya dan bertemu sosok Putri Ryujin yang membuatnya terikat pada belenggu yang sejatinya telah ada sejak jauh-jauh hari sebelum hari pertemuannya dengan Sang Putri Ryujin. Sekarang Aksa mengerti bahwa Binar yang ada di masa lalunya adalah Phoenix, itulah mengapa ia merasakan sesuatu meremas jantungnya ketika Binar berkata Phoenix telah musnah 900 tahun yang lalu, rasanya sama seperti bagaimana ia melihat tubuh Binar yang bersimbah darah.

"Dalam peradaban kami terdapat sembilan dunia yang dihubungkan oleh pohon Yggdrasil yang merupakan pusat dunia." Aksa kembali mengumpulkan atensi pada penjelasan Odin. "Kesembilan dunia itu adalah; Asgard, dunia para Æsir; golongan dewa-dewa tinggi dan yang paling berkuasa. Vanaheim, dunia para Vanir; golongan dewa-dewi kecil. Alfheim, dunia para Elf; ras dewa kecil pengatur kesuburan. Midgard, dunia manusia sebagai dunia makhluk yang tidak abadi. Jötunheimr, dunia para Jotun; raksasa. Svartálfheim, dunia para Svartálfar atau Dökkálfar; kaum elf dari kegelapan. Niddhavellir, dunia para Dwarf; kurcaci. Niflheim, dunia es dan rumah para Jotun es. Dan Muspellheim, dunia api dan rumah bagi Surt; raksasa yang berkulit lahar dan berambut api."

Odin berhenti menjelaskan dengan matanya yang kini menatap Aksa dengan tatapan berbeda dari tatapan yang ia berikan tadi selama menyambut dan menjawab segala pertanyaan Aksa. Aksa sendiri merasakan hawa berbeda yang membuatnya tidak nyaman dengan tatapan Odin.

"Dan kesembilan ekormu bisa menghancurkan kesembilan dunia dari peradabanku, jika kau mau. Karena itulah kau memilih sembilan dunia sebagai penggambaran ekormu yang berjumlah sembilan, Kitsune."

Aksa menelan ludahnya; gugup, ia masih sulit mempercayai fakta bahwa dirinya 900 tahun yang lalu adalah sosok Kitsune; rubah berekor sembilan yang biasa dipuja sebagai Dewa Pelindung oleh manusia dalam sebuah peradaban.

"Apakah tiga memori yang dimaksud dalam kalimat itu adalah ingatanku ketika Arawn membangkitkanku di belantara Britania Raya?" tanya Aksa kemudian.

"Benar, kau sendiri yang memintanya kepada para Dewa 900 tahun yang lalu, bahwa kau akan terbangun hanya dengan tiga ingatan tak berarti, tetapi sebenarnya ada hal yang lebih besar daripada itu." Aksa manggut-manggut mengerti sembari berpikir kembali perihal angka-angka yang belum bisa ia pecahkan. "Kitsune." Suara Odin kembali menarik segala atensi Aksa dari pemikirannya sendiri. "Mulai saat ini kau akan melanjutkan hukuman dan penebusan dosamu demi mencapai kemustahilan tujuan yang kau yakini bisa diubah menjadi sebuah kemungkinan. Kau hanya memiliki tujuh kesempatan dengan delapan rasi bintang yang akan menuntun jalanmu."

Aksa kembali meneguk ludahnya dengan susah payah, tapi meski begitu masih ada satu pertanyaan besar yang bercokol dalam kepalanya. "Wahai Father of Aesir, apakah aku masih bisa bertemu dengan Binar?"

"Tentu. Tujuh kesempatanmu adalah bertemu dengan ketujuh sosoknya dan segala perasaanmu terhadapnya akan tetap sama meski ia memiliki kepribadian dan ingatan yang berbeda."

Aksa berkedip beberapa kali untuk mencerna ucapan Odin. Ada tujuh sosok Binar yang berbeda dalam sembilan dunia yang akan ia jelajahi, dan ia sungguh tidak mengerti apa maksud semua ini, pun di mana ia akan bertemu dengan sosok lain dari Binar.

"Kau akan bertemu dengannya di padang pasir."

"Padang pasir?" tanya Aksa yang mendapat anggukan dari Odin. "Di mana tepatnya padang pasir itu wahai Father of Aesir?"

"Sebuah tempat yang merujuk pada Draco, rasi bintang yang tidak pernah tenggelam di horizon utara."

"Tempat yang merujuk pada Draco, maksudmu Piramida Khufu?"

Kali ini Odin mengangguk atas pertanyaan Wisnu yang menimbulkan tanda tanya besar bercokol dalam kepala pirang Aksa. "Kau benar Wisnu, Kitsune akan bertemu dengannya di sebuah peradaban di mana Phoenix berasal."

"Mesir," gumam Aksa yang kini mengerti ke mana arah pembicaraan Odin. "Katakan, bagaimana caranya aku bisa pergi ke Mesir?"

"Kami akan membantumu untuk bisa pergi ke sana Aksa," ujar Laksmi.

"Terima kasih Ya Sura, terima kasih wahai Father of Aesir." Aksa bersujud di hadapan Odin dan juga sepasang Sura yang sejatinya tak seharusnya mendapatkan perlakuan demikian dari Aksa. Ialah sosok Kitsune yang juga merupakan seorang Dewa, tapi bagi Aksa ... ia hanyalah pendosa yang harus menjalani segala hukuman yang telah ia buat untuk dirinya sendiri, dan meskipun begitu, tetap ada binar senang dalam biru mata Aksa. Akan ia lakukan apapun, akan ia berikan apapun, asalkan ia bisa bertemu sosok pemilik jiwanya lagi. Sosok pembelenggu hatinya yang akan ia puja dengan caranya yang tidak bisa ditirukan oleh manusia pengharap kesejahteraan dari penyembahan kepada Dewa.

Akan ia lewati tempat manapun, meski ia harus menjelajah empat penjuru mata angin, atau pergi ke lima benua berbeda, melewati enam musim, pun mengarungi tujuh samudra. Akan ia jalani kutukan apapun sampai kutukan itu lelah membelenggu takdirnya dan akan ia lawan takdir sampai sang takdir bertekuk lutut di hadapannya demi mencapai tujuan tidak pastinya pun demi bersama Binar, sosok Dewi Naga yang membelenggu hati Aksa, sosok Phoenix yang tak hanya abadi dalam sebuah peradaban, tetapi juga abadi dalam hati Kitsune.

※※※※※※※

Heimdall : Anak Odin yang misterius karena terlahir dari 9 ibu. Sama seperti Odin yang menukarkan bagian tubuhnya untuk kebijaksanaan, Heimdall juga mengorbankan 1 telinganya demi bisa minum air dari sumur mimir

Piramida Khufu : Piramida Giza

Related chapters

  • Elegi   6. Rosemary

    Di hari yang terik, Wisnu dan Laksmi mengantarkan Aksa ke Mesir, tak jauh dari muara sungai Nil. Ia berada di peradaban dinasti ke-26 Mesir, tepatnya tahun 575 SM dengan Firaun; Amasis II sebagai pemimpinnya. Sepasang Sura itu berpesan padanya untuk berbaur dengan manusia di sana seusai mereka memberi ingatan perihal keadaan sekitar, sementara mereka akan mengawasi Aksa dari sebuah tempat yang tak diketahuinya. Sepasang samudra di matanya mengamati sekeliling yang begitu berbeda dengan belantara Britania Raya, tapi di manapun itu, tak masalah baginya, asalkan ia bisa bertemu dengan Binar."Apa yang kaulakukan di sini?"Aksa menoleh ketika mendengar suara berat seorang pria di belakang tubuhnya. Ia berbalik badan dan menemukan sosok pria bertubuh tinggi dengan surai cokelat panjang dan mata berwarna amethyst yang menatapnya penuh selidik."Aku ...." Aksa menggaruk pipinya dengan gugup. Meski telah dibekali ingatan oleh Wisnu dan Laksmi, tetap saja ia tak memiliki

    Last Updated : 2022-03-03
  • Elegi   7. Kidung

    Dua minggu telah berlalu sejak kedatangan Aksa di Mesir. Dua minggu itu pulalah ia mengenal sosok Rosemary. Odin benar, gadis itu adalah manifestasi sosok Binar dengan latar belakang dan ingatan yang berbeda. Mesir adalah dunia kedua yang Aksa jalani dan lagi, ia masih harus memecahkan enigma yang belum sepenuhnya ia mengerti. Tapi ada satu hal yang dapat ia pastikan di sini, bahwa perasaannya terhadap sosok Rosemary adalah sama dengan perasaannya terhadap Putri Ryujin. Barangkali, seperti itu pulalah perasaan Kitsune kepada Phoenix.Aksa menghela napas lelah begitu ia kembali teringat pada enigma menyebalkan itu. Rasanya kepalanya bisa saja berasap karena memikirkan enigma sekaligus terkena sinar Matahari yang luar biasa terik di bawah langit Mesir. Menggeleng sejenak, Aksa memilih mengedarkan pandang ke sekeliling, dan ia mendapati Rosemary tengah memberi makan kuda, bersama Hilea yang merupakan putri dari Hiro. Lengkung senyum terpoles secara spontan di bibir Aksa, hanya k

    Last Updated : 2022-03-05
  • Elegi   8. Kekasih

    Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi sang raja siang masih menunjukkan kegagahannya. Hilea tengah memandang jauh ke muara Sungai Nil bersama Rosemary yang tengah memainkan serulingnya. Gadis bersurai malam itu memejamkan mata guna menikmati permainannya. Bayang wajah sang tuan hadir begitu saja tanpa ia minta. Rosemary tidak paham pada perasaan-perasaan aneh yang bergolak di dadanya semenjak sang tuan memeluknya sambil menangis di atas kereta kuda. Ia juga tidak mengerti kenapa pipinya selalu terasa panas saat sang tuan menatap dan tersenyum hangat padanya. Jantungnya pun bertalu keras setiap kali ia mendengar sang tuan memanggil namanya, atau ketika ia mendengar nama sang tuan disebutkan."Kau sedang jatuh cinta?"Rosemary agak tersentak dengan pertanyaan tiba-tiba dari nona muda yang dihormatinya. Ia menghentikan permainan serulingnya dan membuka mata, guna menatap wajah ayu sang nona muda."Jatuh cinta?" tanyanya dengan wajah polos yang membuat Hilea te

    Last Updated : 2022-03-06
  • Elegi   Prolog

    Rerintik hujan turun membasahi setiap bagian dari permukaan Bumi. Tiap tetesnya bagai kemarahan semesta, di mana awan kelabu sepenuhnya menyembunyikan Sang Mentari. Angin bertiup ringan bagai bisikan merdu yang menenangkan semesta dari kemarahannya. Tiba-tiba suara dentingan lonceng terdengar menggelegar ke seantero jagat raya. Rerintik air yang jatuh berhenti di udara, angin berhenti bertiup. Hanya tinggal keheningan janggal yang tertinggal. Di sebuah pegunungan yang ditumbuhi pepohonan lebat, sebuah cahaya putih muncul secara tiba-tiba. Para manusia terbiasa menyebut wilayah itu termasuk ke dalam Britania Raya. Cahaya putih itu berubah terang, semakin terang, dan semakin terang, seolah berniat membutakan mata siapapun yang melihatnya, dan begitu cahaya itu menghilang tinggallah sesosok tubuh telanjang yang tergeletak di atas tanah lembab sisa hujan. Perlahan kelopak mata berwarna kecokelatan itu membuka, menampilkan eksistensi bola mata biru yang dimilikinya. Tetes air hujan yang b

    Last Updated : 2022-02-11
  • Elegi   1. Bakunawa

    Sang raja malam bertahta dengan sempurna, ditemani ribuan gemintang yang berkerlip menggoda. Suara binatang malam riuh menyuarakan rasa kepada semesta. Di tepi hutan tampak sosok pemuda dengan pakaian compang-camping. Manik birunya berubah merah begitu menatap sang purnama. Seiring biru yang berubah merah, pemuda itu merangkak dan sekujur tubuhnya mulai bermantelkan bulu keemasan. Ia berubah menjadi sosok rubah dengan ekor berjumlah sembilan.Sang rubah mulai bergerak liar mengibas kesembilan ekornya. Akal sehatnya telah hilang tergantikan hawa nafsu untuk menghancurkan segalanya. Tiada peduli pada pekik ketakutan para binatang malam pun manusia. Nyanyian kepada semesta berubah menjadi jeritan duka yang merobek dada. Semuanya musnah dalam amukan sang rubah merah yang sekujur tubuhnya bermandikan darah semua makhluk yang dimangsa.Hingga satu titik membelah malam. Sebuah kilat mengalihkan atensi sang rubah. Dengan langkah tergesa sang rubah menuju sungai di mana kilat i

    Last Updated : 2022-02-11
  • Elegi   2. Malapetaka

    Di bawah siraman cahaya Matahari yang mulai menampakkan eksistensinya. sepasang manusia duduk di tepian sungai berarus deras. Satunya adalah lelaki pemilik surai pirang dan mata biru, sedangkan yang satunya lagi adalah sosok gadis bergaun merah dengan surai panjang berwarna kelam yang senada dengan iris matanya. Mereka sama-sama diam, hanya ada suara angin yang meramaikan kesunyian di antara mereka."Kau lebih terlihat seperti iblis penghancur daripada Dewa pelindung, Kitsune." Gadis itu memulai pembicaraan, sementara si pemuda mendengus sinis."Aku bukan lagi Dewa, permataku dicuri oleh manusia dan aku tidak bisa mengendalikan diri saat Bulan sedang purnama." Si gadis terbahak mendengar penjelasan Sang Kitsune yang sangat dikenal sebagai Dewa pelindung itu. "Jadi, apa yang membuat Zeus menyambarkan petirnya padamu ... Phoenix?" tanya Sang Kitsune pada gadis bergaun merah yang merupakan sosok manusia dari burung Phoenix."Oh itu ... Para Dewa sedang mengadakan r

    Last Updated : 2022-02-11
  • Elegi   3. Kelindan

    Binar melangkah memasuki goa di mana ia terbiasa menyendiri semenjak tinggal di belantara Britania Raya. Di sana Temaram dan Gulita sudah menunggu. Ia yakin kedua Dragon itu akan menyampaikan kabar buruk yang entah apa. Sebentar lagi purnama, sudah pasti banyak kejadian tak terduga yang disebabkan oleh Bakunawa."Jadi ... apa yang ingin kalian berdua bicarakan?" tanya Binar begitu melihat wajah serius Temaram dan Gulita yang kini berlutut di hadapannya."Kami membawa kabar buruk Yang Mulia." Binar melirik Temaram untuk menunggu lelaki itu melanjutkan ucapannya. "Yang Mulia Raja Ryujin telah tewas di tangan seorang manusia."Manik obsidian Binar membola begitu suara Temaram merasuki indera pendengarannya. Waktu seolah berhenti detik itu bagi Binar. Ayahnya tewas di tangan para manusia, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?"Bakunawa telah menyebar ilusi pada sebagian manusia dan memberitahukan kelemahan para Dragon di seantero jagat raya agar ia bisa mem

    Last Updated : 2022-02-11
  • Elegi   4. Enigma

    Hari-hari berlalu tanpa keberadaan Binar di belantara Britania Raya. Aksa tidak bisa berbohong, ada hampa yang merongrong rongga dadanya. Lebih dari yang ia pikirkan, lebih dari yang ia bayangkan, dan lebih dari yang ia inginkan ... Binar adalah pemilik keseluruhan jiwanya. Lelaki pirang itu menghela napas sembari menatap Purnama yang berkilauan, saat itu kesadaran menyentaknya. Bulan Purnama yang berarti peperangan para Dragon telah dimulai, namun yang tidak Aksa mengerti adalah ... ia justru berada di ranah asing yang menyerupai belantara Britania Raya, hanya terlihat lebih gelap dengan aura kelabu yang menyesakkan dada.Manik birunya memandang ke sekeliling dengan gamang. Pepohonan di sana begitu tinggi, barangkali tingginya melebihi tinggi pepohonan di belantara Britania Raya. Suara hewan malam tak terasa bersahabat, justru membuat bulu kuduknya berdiri.Aksa menoleh ke arah sumber suara saat mendengar suara langkah kaki. Jantungnya berdebar dua kali lebih kencang

    Last Updated : 2022-02-11

Latest chapter

  • Elegi   8. Kekasih

    Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi sang raja siang masih menunjukkan kegagahannya. Hilea tengah memandang jauh ke muara Sungai Nil bersama Rosemary yang tengah memainkan serulingnya. Gadis bersurai malam itu memejamkan mata guna menikmati permainannya. Bayang wajah sang tuan hadir begitu saja tanpa ia minta. Rosemary tidak paham pada perasaan-perasaan aneh yang bergolak di dadanya semenjak sang tuan memeluknya sambil menangis di atas kereta kuda. Ia juga tidak mengerti kenapa pipinya selalu terasa panas saat sang tuan menatap dan tersenyum hangat padanya. Jantungnya pun bertalu keras setiap kali ia mendengar sang tuan memanggil namanya, atau ketika ia mendengar nama sang tuan disebutkan."Kau sedang jatuh cinta?"Rosemary agak tersentak dengan pertanyaan tiba-tiba dari nona muda yang dihormatinya. Ia menghentikan permainan serulingnya dan membuka mata, guna menatap wajah ayu sang nona muda."Jatuh cinta?" tanyanya dengan wajah polos yang membuat Hilea te

  • Elegi   7. Kidung

    Dua minggu telah berlalu sejak kedatangan Aksa di Mesir. Dua minggu itu pulalah ia mengenal sosok Rosemary. Odin benar, gadis itu adalah manifestasi sosok Binar dengan latar belakang dan ingatan yang berbeda. Mesir adalah dunia kedua yang Aksa jalani dan lagi, ia masih harus memecahkan enigma yang belum sepenuhnya ia mengerti. Tapi ada satu hal yang dapat ia pastikan di sini, bahwa perasaannya terhadap sosok Rosemary adalah sama dengan perasaannya terhadap Putri Ryujin. Barangkali, seperti itu pulalah perasaan Kitsune kepada Phoenix.Aksa menghela napas lelah begitu ia kembali teringat pada enigma menyebalkan itu. Rasanya kepalanya bisa saja berasap karena memikirkan enigma sekaligus terkena sinar Matahari yang luar biasa terik di bawah langit Mesir. Menggeleng sejenak, Aksa memilih mengedarkan pandang ke sekeliling, dan ia mendapati Rosemary tengah memberi makan kuda, bersama Hilea yang merupakan putri dari Hiro. Lengkung senyum terpoles secara spontan di bibir Aksa, hanya k

  • Elegi   6. Rosemary

    Di hari yang terik, Wisnu dan Laksmi mengantarkan Aksa ke Mesir, tak jauh dari muara sungai Nil. Ia berada di peradaban dinasti ke-26 Mesir, tepatnya tahun 575 SM dengan Firaun; Amasis II sebagai pemimpinnya. Sepasang Sura itu berpesan padanya untuk berbaur dengan manusia di sana seusai mereka memberi ingatan perihal keadaan sekitar, sementara mereka akan mengawasi Aksa dari sebuah tempat yang tak diketahuinya. Sepasang samudra di matanya mengamati sekeliling yang begitu berbeda dengan belantara Britania Raya, tapi di manapun itu, tak masalah baginya, asalkan ia bisa bertemu dengan Binar."Apa yang kaulakukan di sini?"Aksa menoleh ketika mendengar suara berat seorang pria di belakang tubuhnya. Ia berbalik badan dan menemukan sosok pria bertubuh tinggi dengan surai cokelat panjang dan mata berwarna amethyst yang menatapnya penuh selidik."Aku ...." Aksa menggaruk pipinya dengan gugup. Meski telah dibekali ingatan oleh Wisnu dan Laksmi, tetap saja ia tak memiliki

  • Elegi   5. Father of Aesir

    Aksa berdiri takjub di sebuah ruangan besar dengan warna perak di segala sisinya. Wisnu dan Laksmi benar-benar mengantarkannya ke Asgard, mereka juga yang berbicara pada Heimdall agar Aksa bisa melewati Bifrost-jembatan pelangi menuju Asgard-dan sekarang di sinilah mereka berada; Valaskjalf, salah satu ruangan terbesar Odin. Sepasang samudra milik Aksa menatap sopan kepada sang penguasa Asgard yang tengah duduk di singgasananya; Hlidskjalf di mana Odin biasa mengawasi alam semesta. Sosok besar Odin dengan janggut putih panjang, dan topi berpinggiran lebar serta tongkat di mana dua ekor burung peliharannya-Hugin dan Munin-yang biasa terbang berkeliling Midgard dan melaporkan berita dari Midgard kepada Odin. Yang begitu mencolok dari penampilan lelaki tua bertubuh besar itu adalah salah satu matanya yang ditutup, mengingatkan Aksa pada bayangan sosok kapten bajak laut yang biasa dibicarakan oleh penduduk pinggiran kota Britania Raya."Hugin dan Munin telah membawakan berita ten

  • Elegi   4. Enigma

    Hari-hari berlalu tanpa keberadaan Binar di belantara Britania Raya. Aksa tidak bisa berbohong, ada hampa yang merongrong rongga dadanya. Lebih dari yang ia pikirkan, lebih dari yang ia bayangkan, dan lebih dari yang ia inginkan ... Binar adalah pemilik keseluruhan jiwanya. Lelaki pirang itu menghela napas sembari menatap Purnama yang berkilauan, saat itu kesadaran menyentaknya. Bulan Purnama yang berarti peperangan para Dragon telah dimulai, namun yang tidak Aksa mengerti adalah ... ia justru berada di ranah asing yang menyerupai belantara Britania Raya, hanya terlihat lebih gelap dengan aura kelabu yang menyesakkan dada.Manik birunya memandang ke sekeliling dengan gamang. Pepohonan di sana begitu tinggi, barangkali tingginya melebihi tinggi pepohonan di belantara Britania Raya. Suara hewan malam tak terasa bersahabat, justru membuat bulu kuduknya berdiri.Aksa menoleh ke arah sumber suara saat mendengar suara langkah kaki. Jantungnya berdebar dua kali lebih kencang

  • Elegi   3. Kelindan

    Binar melangkah memasuki goa di mana ia terbiasa menyendiri semenjak tinggal di belantara Britania Raya. Di sana Temaram dan Gulita sudah menunggu. Ia yakin kedua Dragon itu akan menyampaikan kabar buruk yang entah apa. Sebentar lagi purnama, sudah pasti banyak kejadian tak terduga yang disebabkan oleh Bakunawa."Jadi ... apa yang ingin kalian berdua bicarakan?" tanya Binar begitu melihat wajah serius Temaram dan Gulita yang kini berlutut di hadapannya."Kami membawa kabar buruk Yang Mulia." Binar melirik Temaram untuk menunggu lelaki itu melanjutkan ucapannya. "Yang Mulia Raja Ryujin telah tewas di tangan seorang manusia."Manik obsidian Binar membola begitu suara Temaram merasuki indera pendengarannya. Waktu seolah berhenti detik itu bagi Binar. Ayahnya tewas di tangan para manusia, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?"Bakunawa telah menyebar ilusi pada sebagian manusia dan memberitahukan kelemahan para Dragon di seantero jagat raya agar ia bisa mem

  • Elegi   2. Malapetaka

    Di bawah siraman cahaya Matahari yang mulai menampakkan eksistensinya. sepasang manusia duduk di tepian sungai berarus deras. Satunya adalah lelaki pemilik surai pirang dan mata biru, sedangkan yang satunya lagi adalah sosok gadis bergaun merah dengan surai panjang berwarna kelam yang senada dengan iris matanya. Mereka sama-sama diam, hanya ada suara angin yang meramaikan kesunyian di antara mereka."Kau lebih terlihat seperti iblis penghancur daripada Dewa pelindung, Kitsune." Gadis itu memulai pembicaraan, sementara si pemuda mendengus sinis."Aku bukan lagi Dewa, permataku dicuri oleh manusia dan aku tidak bisa mengendalikan diri saat Bulan sedang purnama." Si gadis terbahak mendengar penjelasan Sang Kitsune yang sangat dikenal sebagai Dewa pelindung itu. "Jadi, apa yang membuat Zeus menyambarkan petirnya padamu ... Phoenix?" tanya Sang Kitsune pada gadis bergaun merah yang merupakan sosok manusia dari burung Phoenix."Oh itu ... Para Dewa sedang mengadakan r

  • Elegi   1. Bakunawa

    Sang raja malam bertahta dengan sempurna, ditemani ribuan gemintang yang berkerlip menggoda. Suara binatang malam riuh menyuarakan rasa kepada semesta. Di tepi hutan tampak sosok pemuda dengan pakaian compang-camping. Manik birunya berubah merah begitu menatap sang purnama. Seiring biru yang berubah merah, pemuda itu merangkak dan sekujur tubuhnya mulai bermantelkan bulu keemasan. Ia berubah menjadi sosok rubah dengan ekor berjumlah sembilan.Sang rubah mulai bergerak liar mengibas kesembilan ekornya. Akal sehatnya telah hilang tergantikan hawa nafsu untuk menghancurkan segalanya. Tiada peduli pada pekik ketakutan para binatang malam pun manusia. Nyanyian kepada semesta berubah menjadi jeritan duka yang merobek dada. Semuanya musnah dalam amukan sang rubah merah yang sekujur tubuhnya bermandikan darah semua makhluk yang dimangsa.Hingga satu titik membelah malam. Sebuah kilat mengalihkan atensi sang rubah. Dengan langkah tergesa sang rubah menuju sungai di mana kilat i

  • Elegi   Prolog

    Rerintik hujan turun membasahi setiap bagian dari permukaan Bumi. Tiap tetesnya bagai kemarahan semesta, di mana awan kelabu sepenuhnya menyembunyikan Sang Mentari. Angin bertiup ringan bagai bisikan merdu yang menenangkan semesta dari kemarahannya. Tiba-tiba suara dentingan lonceng terdengar menggelegar ke seantero jagat raya. Rerintik air yang jatuh berhenti di udara, angin berhenti bertiup. Hanya tinggal keheningan janggal yang tertinggal. Di sebuah pegunungan yang ditumbuhi pepohonan lebat, sebuah cahaya putih muncul secara tiba-tiba. Para manusia terbiasa menyebut wilayah itu termasuk ke dalam Britania Raya. Cahaya putih itu berubah terang, semakin terang, dan semakin terang, seolah berniat membutakan mata siapapun yang melihatnya, dan begitu cahaya itu menghilang tinggallah sesosok tubuh telanjang yang tergeletak di atas tanah lembab sisa hujan. Perlahan kelopak mata berwarna kecokelatan itu membuka, menampilkan eksistensi bola mata biru yang dimilikinya. Tetes air hujan yang b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status