Beranda / Romansa / Eleanor / 21-Antar Pulang

Share

21-Antar Pulang

Penulis: yuvitalya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-22 20:17:00

Elena mengetukkan jarinya beberapa kali, apa yang diucapkan Alva kembali berputar dipikirannya. Rupanya apa yang ia lihat tak senyaman yang ia pikirkan. Alva begitu pintar menyembunyikan luka dibalik sifat menyebalkannya.

Getaran benda pipih yang berada tak jauh dari jangkauannya terdengar, Elena meraih benda itu dan melihat notifikasi yang baru saja ia dapatkan. Keningnya berkerut, melihat sebuah undangan online yang tertera pada layar ponselnya. Elena menghembuskan nafas pelannya, ia menimbang-nimbang apakah perlu menghadirinya atau tidak.

“Ada yang sedang mengganggu pikiranmu Elena?” suara Mei yang sangat ia kenal terdengar. Elena langsung menoleh ke sumber suara. Mei berjalan mendekat dan duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi yang Elena duduki.

Elena tersenyum, ia pun kembali menyimpan ponsel itu pada meja dan mulai memusatkan perhatiannya pada Mei.

“Apakah Alva merepotkanmu?” Elena terkekeh lalu menggeleng.

“Lalu apa?” Mei masih berusaha untuk mencari tahu apa yang sedang menjadi permasalahan Elena kali ini karena ketika membuka pintu ruangan Elena, Mei melihat raut wajah Elena yang berbeda seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Ada undangan reuni sekolah tan, tapi sepertinya aku tak akan datang,” tutur Elena yang akhirnya menjawab apa yang menjadikan Mei penasaran.

“Loh kenapa? Kamu bisa mengambil libur dan pulang untuk bertemu teman-temanmu di sana.” Elena cukup terkejut dengan respon Mei, ia pikir Mei tak akan memberikannya izin tapi ternyata Mei memberi penawaran untuk pulang dan menghadiri undangan tersebut.

“Tapi tan pekerjaanku?” Mei menggeleng lalu tersenyum pada Elena.

“Jangan terlalu diambil pusing sayang, kebetulan pekerjaanmu tidak menumpuk bukan? Kamu bisa menjenguk ibumu juga. Dia pasti merindukan putrinya yang cantik ini.” Sungguh Mei membuat Elena tersenyum lebar, tak pernah ia terpikirkan mendapatkan bos yang super baik seperti ini. Elena merasa sangat beruntung.

“Terima kasih banyak tan,” ucap Elena dan balasan anggukan pun Mei berikan. “Apa tidak masalah aku pulang sore ini?”

“Tidak apa-apa, tapi kamu akan sampai malam di rumah, apa tidak masalah?” Mei khawatir. Sedangkan Elena tak mengkhawatirkan itu, ia sendiri berniat akan kembali lagi besok sore setelah menghadiri acara reuni.

Rencana dadakan yang tak pernah gagal, sama halnya dengan acara pulang kampung Elena sore ini. Elena akan pulang tanpa mampir dulu ke apartemen, ia akan langsung menuju stasiun untuk pulang menggunakan transportasi umum kereta listrik. Untuk tiketnya sendiri Elena sudah membelinya melalui situs jual beli online yang sangat memudahkan para penggunannya.

Elena berjalan ke arah ruang kerja Mei untuk pamit pulang. Tapi rupanya keberadaan Alva di sana cukup mengejutkan Elena. Alva menoleh dan tersenyum ke arahnya, Elena menunduk sopan memberikan balasan sapaan Alva.

“Apa ini sudah waktunya pulang?” tanya Alva pada Mei.

“Ya, tapi Elena tak akan pulang ke apartemenmu Alva,” jawaban Mei mengerutkan kening Alva. Alva melirik Elena dan Mei bergantian ia meminta penjelasan atas apa yang Mei ucapkan. “Elena akan pulang kampung dulu, besok dia akan menghadiri acara reuni sekolah,” tutur Mei memberitahu Alva.

“Kalau begitu aku permisi tan,” ucap Elena yang kemudian menyalami Mei. Elena pun menoleh ke arah Alva yang sedari tadi memusatkan perhatian padanya tanpa berkedip, membuat Elena risih di buatnya.

“Aku antar kamu pulang,” ucapan tiba-tiba Alva membuat Elena terperangah.

***

Penolakan yang sudah Elena layangkan beberapa kali tak ada artinya jika berurusan dengan Alva. Sifat memaksa Alva yang luar biasa membuat Elena tak dapat menolak. Alva membuat Elena bingung, apa yang harus ia katakana pada ibunya nanti ketika mendapatkan Elena pulang diantar seorang pria seumurannya. Ia takut ibunya berpikir macam-macam.

“Tidur saja kalau ngantuk, lagian kamu sudah memberikan alamatnya bukan aku hanya perlu mengikuti petunjuk arah ini untuk sampai,” tutur Alva yang baru saja menoleh pada Elena yang duduk di samping kemudi.

“Alva apa kamu gak ada jadwal pemotretan besok? Seharusnya kamu gak perlu antar aku seperti ini, aku bisa pulang naik kereta.”

“Apa ini karena tiket mu yang hangus itu? nanti aku ganti uang yang kamu pakai untuk beli tiket kereta itu Elena.”

“Bukan itu maksudku Alva, aku gak mau mengganggu pekerjaan kamu.”

“Gak ada agenda, gak perlu khawatir,” respon santai Alva berikan pada Elena yang terdengar sangat mengkhawatirkan itu. Elena menyandarkan tubuhnya lemas, sudahlah ia ikuti saja alur yang ada, entah bagaimana respon mamanya nanti dan bagaimana tentang pekerjaan Alva. Elena sudah lelah memikirkannya.

Kebiasaan dirinya yang selalu memikirkan hal yang diluar kendalinya membuatnya dirinya lelah pada akhirnya. Elena memejamkan matanya, tak apa mungkin ia mengikuti saran Alva untuk mengistirahatkan matanya sejenak. Kelelahan memang sudah menerpanya sejak tadi sampai Elena terlelah hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Alva menoleh melihat keadaan Elena yang sudah menutup matanya. Ia tersenyum tipis dan mengarahkan tangan kirinya untuk mengusap pelan kepala Elena.

“Tidur yang nyenyak,” ucap Alva pada Elena yang sudah berada di alam mimpinya.

***

Sebuah rumah sederhana bercat biru itu kini menjadi pusat pandangan Alva yang baru saja menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah. Alva menoleh ke arah dimana Elena masih terjaga. Rasanya tak tega harus membangunkan Elena yang terlihat sangat pulas. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus membangunkannya bagaimana kalau dirinya salah rumah tidak lucu bukan. Jadi, Alva mulai membangunkan Elena untuk memastikan dirinya tak salah alamat.

Alva membuka seatbeltnya terlebih dahulu, setelah itu ia sedikit bergeser ke samping mengusap pelan pipi Elena untuk membangunkannya.

“El bangun dulu hm,” ucap Alva seraya mengusap pipi Elena. Ia terdiam sejenak, memandangi Elena yang masih belum juga terbangun. Senyumnya terbit kala Alva mengingat dirinya pernah menyentuh pipi lembut Elena oleh bibirnya. Gerakan tiba-tiba yang sempat membuat gadis ini kesal padanya.

Tapi tak dapat Alva pungkiri juga, ia ingin mengulang hal itu lagi. Kalau ingin kalian tahu Alva kini sudah mendekat dan nyaris mengulang kecupan itu tapi tiba-tiba gerakan Elena lakukan membuat aksi Alva harus tertunda.

“Eh udah sampai ya.” Suara serak itu terdengar, Elena mengucek matanya dan mulai membenarkan posisi duduknya. Ia menoleh ke arah samping di mana Alva sedang memandangnya.

“Jangan melihatku seperti itu,” ucap Elena yang mulai bersiap untuk keluar. Hembusan nafas kasar Alva terdengar dan hal itu membuat Elena kembali menoleh.

“Hampir saja aku menciummu,” aku Alva. Sontak mata Elena membulat mendengar pengakuan Alva begitu saja. Elena nampak panik lalu menggeser tubuhnya mendekat ke pintu. Kedua tangan ia lingkarkan pada tubuhnya sendiri seperti halnya melindungi diri.

“Apa yang kamu lakukan padaku Alva?” tanya Elena dengan nada paniknya. Alva mulai membuka pintu mobil dengan menoleh sebentar kea rah Elena. Kedipan mata pun ia lakukan.

“Tidak ada,” respon santainya begitu saja, setelah itu keluar dari mobil meninggalkan Elena yang sedang berpikir keras atas apa yang telah Alva lakukan padanya.

Mata Elena membulat melihat Alva yang sudah mendahuluinya berjalan mendekat ke arah rumah yang ada di luar sana. Ketukan pintu hampir saja Alva lakukan, tapi seruan Elena membuat Alva menggantungkan geraknya.

“Apa aku salah rumah?” tanya Alva dengan suara kerasnya. Elena menempatkan jari telunjuk tepat di depan bibirnya.

“Bisa kamu pelankan suaramu Alva,” pinta Elena yang sudah berdiri di samping Alva.

“Oh, maaf,” jawab Alva seraya mengedikkan bahu.

Pintu rumah terbuka mengejutkan keduanya, sepertinya suara keras Alva tadi menarik perhatian orang rumah. Sosok wanita paruh baya muncul dari dalam dengan mata yang melirik Elena dan Alva bergantian. Elena tersenyum dan langsung memberikan salam, ia mendekat lalu menyalami Naura yang baru saja membuka pintu utama.

“Mama pikir siapa El,” ucap Naura yang sedang memeluk dan mendaratkan kecupan di pelipis putrinya.

“Apa kabar ma?” tanya Elena yang masih memeluk erat mamanya dengan usapan yang sesekali ia berikan pada punggung orang yang sangat ia rindukan itu.

“Baik sayang.” Keduanya mulai melepaskan pelukan, Naura menoleh ke arah laki-laki yang tersenyum padanya. Elena menyadari Naura yang bertanya lewat lirikan matanya.

“Ma ini Alva, teman Elena,” ucap Elena memperkenalkan Alva pada mamanya. Alva lebih mengulurkan tangannya dan sambutan uluran tangan pun Naura berikan.

“Selamat malam tan,” sapa Alva tak lupa dengan senyum khasnya.

***

Bab terkait

  • Eleanor   22-Rumah

    Perjalanan yang cukup melelahkan. Alva duduk di sofa ruang tamu seraya memainkan ponselnya. Elena masuk lebih dulu untuk membersihkan diri sedangkan Naura sedang menerima tamu di teras depan. Lelah dengan layar ponsel, Alva pun mengedarkan pandangannya memperhatikan detail ruang tamu yang tertata rapi. Tak begitu banyak dekorasi tapi tetap nyaman dan cantik. Rupanya ada ruang kecil yang tak jauh dari ruangan tersebut. Sebuah mesin Jahit Alva lihat dari arah luar dan sepertinya itu adalah ruang kerja yang selalu dipakai mamanya Elena untuk menjahit. Profesi yang diketahui Alva dari cerita pendek Mei kala itu, ketika Elena belum lama bekerja di butik Mei. “Maaf buat kamu menunggu,” suara itu membuat Alva menoleh. Elena datang dengan pakaian tidurnya yang terlihat nyaman. Sebuah handuk yang melingkar di kepala Elena menarik fokus Alva, rupanya Elena baru saja selesai keramas. “Gak masalah,” jawab Alva seraya memperlihatkan senyum lebarnya. “Mm kamu mau mandi?” t

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-24
  • Eleanor   23-Pertemuan Teman Lama

    Elena berjalan keluar rumah, keningnya berkerut ketika melihat Alva yang membukakan pintu mobil untuknya. Tak ada niat untuk dirinya mengajak Alva ke acara reuni sekolah. Tapi kenapa dia sudah siap saja di sana? “Kamu mau berangkat bareng Alva El?” suara mamanya membuat Elena sontak menoleh ke belakang. “Iya tan aku akan menemaninya,” seru Alva dengan cengiran khasnya. Baru saja akan menjawab tapi Alva mendahuluinya. Elena memutar bola matanya malas, bagaimana jadinya kalau ia mengajak Alva. Apa yang harus ia katakan kalau teman-temannya bertanya siapa dia. Elena pun berjalan mendekat ke arah Alva yang begitu percaya dirinya di sana. “Aku mau datang ke acara reuni Va, kamu tunggu saja di sini ya,” kata Elena. “Aku akan menemanimu,” jawab Alva dengan tangan yang mempersilahkan Elena memasuki mobilnya. Malas berdebat, Elena pun hanya menurut saja. Ia masuk dan membiarkan Alva menutup pintu itu untuknya. Kursi kemudi mulai terisi, Alva me

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • Eleanor   24-Kesalahan

    Sudah lima menit Rosie menatap putranya yang sedang duduk santai tak mengeluarkan suara apapun. Saat kedatangannya ke butik Meisie, Rosie langsung meminta Alva untuk mengikutinya menuju butik miliknya. Disinilah mereka sekarang, di ruang kerja Rosie. Namun semenjak bertemu pagi ini, Alva belum juga berbicara padanya bahkan sekedar sapaan hai pun tak ada. Perdebatan dua hari lalu masih membekas sampai sekarang, beberapa hari ini pula Rosie tak mendapatkan Alva berada di rumah. Di tambah kemarin, Alva yang begitu saja pergi meninggalkan pekerjaannya hanya untuk mengantar Elena pulang sungguh membuat Rosie tersulut emosi. Reno sang manager Alva menjadi sasaran kemarahannya kemarin. “Apa kamu tahu kesalahanmu apa?” tanya Rosie akhirnya mengawali pembicaraan. “Meninggalkan pekerjaan tanpa kabar,” jawab Alva tanpa ragu. Namun tak sedikit pun Alva menoleh, ia masih fokus pada benda pipih berwarna hitam yang ada pada genggamannya. “Apa pekerjaanmu kemarin memai

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-29
  • Eleanor   25-Menolak

    “Mama kenapa gak ada kabarin aku?” tanya Elena pada Naura yang duduk di sampingnya.“Sengaja,” jawab Naura singkat dengan senyuman di akhirnya.Alva yang sedang menyetir melirik Naura dan Elena lewat kaca spion depan. Ketiganya kini berada di perjalanan menuju apartemen yang ditempati Elena alias apartemen milik Alva.Setelah mendapat panggilan dari Naura 30 menit lalu, Elena langsung meluncur di temani Alva menuju stasiun dimana Naura berada. Elena sempat tak enak hati meminta izin pada Mei, namun respon Mei yang tak mempermasalahkan itu membuat Elena lega. Malah Mei meminta Elena untuk mempertemukan Naura dengannya.Elena sempat menolak ketika Alva menawarkan diri untuk menemaninya, namun bukan Alva namanya yang menyerah begitu saja. Ia tak menghiraukan penolakan Elena dan tetap menemani Elena menjemput Naura di stasiun.“Kita mau langsung ke apartemen aja?” tanya Alva yang kembali melirik kaca spion untuk meli

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • Eleanor   26-Berusaha Jujur

    Butik Mei kembali menjadi tujuan Alva. Sesuai apa yang ia katakan tadi bahwa dirinya akan mengantar Elena dan Naura ke apartemen. Pekerjaannya yang belum stabil akibat ulah kemarin menjadikan Alva merecoki keseharian Elena, hal itu menjadi pelarian yang menyenangkan juga pikirnya. Mobil hitam Alva kini sudah kembali terparkir tepat di depan butik Meisie. Ia keluar dari mobil dan melirik dua papan nama yang ada di depan sana. Dua butik yang bersebelahan namun menjual koleksi yang berbeda. Alva memalingkan wajahnya dari toko Rosie, ia pun mulai melangkah menaiki tangga demi tangga yang ada di bagian depan. “Alva,” suara berat menjadikan langkahnya tiba-tiba terhenti. “Apa malam ini kamu bisa menyempatkan waktu untuk pulang?” Alva mulai berbalik ke arah seseorang yang sedang mengajaknya bicara. Matanya menangkap sosok Roy yang sedang berdiri di ambang pintu butik Rosie. Senyum tipis Roy berikan, ia pun melangkah mendekati Alva. Tepukan pelan sampai di pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • Eleanor   27-Saling Mengenal

    Langkah kaki terdengar, Alva mengangkat kepalanya melihat ke arah tangga. Ia tersenyum pada Elena dan Naura yang baru saja menuruni tangga. Alva menyadari pandangan Naura yang tertuju pada hidangan yang sudah ia sediakan di atas meja.“Kamu masak semua ini?” tanya Naura yang begitu tercengang dengan semua makanan yang sudah tersedia di atas meja makan. Anggukan dan ulasan senyum Alva berikan. Ia pun menarik salah satu kursi dan mempersilahkan Naura duduk.“Silahkan menikmati hidangannya tan,” ucap Alva yang mulai ikut bergabung dengan menduduki salah satu kursi makan yang ada di hadapan Elena. Kebetulan Elena duduk tepat di samping Naura.“Ini adalah keahlian lain Alva ma, memasak,” ucap Elena yang lagi-lagi membuat Alva sendiri tertegun. Ia merasa hari ini Elena lebih banyak memberikan pujian dan mengatakan hal-hal baik tentangnya. Diam-diam Alva tersenyum.“Mmmm,” gumaman Naura terdengar, Alva menoleh dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Eleanor   28-Kenyataan Mengejutkan

    Kakinya kembali melangkah menuju taman belakang ketika melihat gelagat kedua orang itu akan keluar dari balik pembatas ruangan. Alva langsung mendudukan bokongnya di kursi yang ada di samping Felicia. Untungnya Felicia tak begitu memperhatikan Alva yang kembali dengan terburu-buru, membuat Alva tak perlu mendapat pertanyaan lebih akan hal itu. Tak lama Roy dan Rosie bergabung. Pandangan mereka langsung tertuju pada keberadaan Alva yang kini menoleh ke arah mereka. “Sejak kapan kamu datang?” tanya Rosie yang tersenyum ke arah Alva dan mulai duduk di kursi yang berseberangan dengan Alva. “Belum lama,” jawab Alva dengan ekspresi datarnya. Roy yang masih berdiri pun ikut tersenyum dan mulai bergabung menduduki kursi yang ada di hadapan putrinya. “Terima kasih sudah menyempatkan waktumu untuk datang,” ungkap Roy yang masih tersenyum ke arah putranya. “Papa, seharusnya aku yang mengatakan itu,” seru Felic. Roy terkekeh ia pun mempersilahkan putrinya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Eleanor   29-Menginap

    Ting Tong! Ting Tong! Bel salah satu apartemen di tekan beberapa kali. Jari itu terus menekan tombol kecil itu sampai pintu apartemen terbuka dan menampilkan seseorang yang mendengus kesal karena risih dengan suara bel yang terus saja berbunyi.“Lo Va, gila lo gak sabar banget,” ucap sang pribumi. Alva langsung masuk tanpa di minta. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa dengan kepala yang ia hadapkan ke langit-langit ruangan. Matanya mulai terpejam dengan kening yang berkerut, sungguh ia sedang merasakan sakit pada kepalanya.“Udah berapa purnama lo gak kesini? Dan sekarang masuk gitu aja tanpa di minta. Gak sopan lo,” gerutuan kembali terdengar dari sang pribumi.“Malam ini gue numpang tidur di sini Rick,” ucap Alva. Ya, pribumi itu bernama Erick, teman yang paling dekat dengannya. Kata sahabat juga mungkin bisa tersemat dalam hubungan pertemanan mereka.“Tumbenan, apartemen lo kemana? Di jual?” t

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05

Bab terbaru

  • Eleanor   103-Bersama

    “Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b

  • Eleanor   102-Serius

    Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg

  • Eleanor   101-Eleanor

    Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara

  • Eleanor   100-Restu Rosie

    Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”

  • Eleanor   99-Rasa Nyaman

    Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork

  • Eleanor   98-Jangan Pergi

    Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al

  • Eleanor   97-Penerimaan

    Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny

  • Eleanor   96-Publik

    “Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd

  • Eleanor   95-Pilu

    Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status