Home / Romansa / Ei-Bree My Betelgeuse / 9 - Dia dan Depresinya

Share

9 - Dia dan Depresinya

last update Last Updated: 2021-08-26 21:41:19

Sesuai kesepakatan kami bertiga, waktuku untuk mendesain rumah tinggal Hyunji hanyalah dua minggu, sudah termasuk semua revisi yang kemungkinan besar akan banyak sekali. Tapi Hyunji menawariku untuk membuat desain tersebut di rumah sewaannya. Empat belas hari dalam dua minggu. Selama dia mengajar di kampus, aku boleh menggunakan fasilitas di rumah itu. Termasuk mandi, memasak, mencuci baju, menjemur, dan menginap.

Aku memanfaatkan fasilitas itu sebaik-baiknya. Selain karena semua fasilitas dan jaminan yang kudapatkan, aku jadi lebih mudah mengamati kebiasaan Hyunji selama seharian. Sifatnya secara langsung memengaruhi warna kesukaannya, abu-abu tua dan biru matanya. Perpaduan dua warna tersebut harus dimaksimalkan tanpa kesan paksaan. Hyunji juga menginginkan pencahayaan alami sehingga aku merancangkan jendela minimalis layar lipat atau yang biasa disebut dengan folding screen di bagian ruangan yang akan menghadap ke sebuah taman.

Pekerjaan menggambar itu kulakukan setelah pulang dari kampus. Kemudian malamnya akan kudiskusikan dengan Hyunji setelah dia mandi. Kegiatan menjadi panitia sukarelawan kepanitiaan OSPEK memang hanya memakan waktu seminggu, tapi aku harus datang pukul tujuh pagi dan pulang pukul empat sore. Badanku remuk, kepalaku memar, dan mataku rasanya seperti mengalami varises. 

Pada hari keempat, aku menyerahkan draft pertamaku pada Max, yang bentuknya hanya berupa denah kasar dengan beberapa ruang utama sesuai keinginan Hyunji. Max memintaku untuk mulai menggambarkan detailnya dan segera memindahkan detail 2D itu ke dalam bentuk 3D, yang mana merupakan tantangan terberat dalam tugasku ini. Di kampusku, arahan menggunakan software untuk menggambar tampilan 3D atau materi apa pun yang memerlukan komputer baru diajarkan mulai semester empat.

Di rumah Max, aku bertemu dengan semua orang—bahkan termasuk ayah Max yang legendaris itu, yang ternyata sangat menggemari warna hitam dan sweter turtleneck walau ini Indonesia—kecuali Bree.

Selagi Max merevisi pekerjaanku, aku menghampiri Junko di ruang tengah lantai dua. Kelas tiga SMA disimpulkannya sebagai waktu paling merepotkan sepanjang masa remajanya. Walau dia sudah memiliki dua bisnis yang akan segera dikelolanya setelah lulus nanti, Junko memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S1 di bidang Fashion Designer, yang berarti dia tetap saja harus mempersiapkan diri menghadapi ujian tulis untuk bisa diterima di perguruan tinggi negeri.

Tirai berat tersingkap sehingga aku bisa melihat kamar Bree yang gelap. Ini adalah saat di mana bulan Juli menyumbangkan cahaya matahari yang lebih lama dari bulan-bulan lain sepanjang tahun. Tapi pada pukul tujuh, matahari telah tenggelam sepenuhnya. Lampu di pot beton bunga lonceng putih di teras depan menyorot seperti susu neon, yang memberkaskan bayangan dari benda-benda di belakangnya ke arah kamar Bree. Belum pernah aku melihat kesan kesendirian di rumah ini. Tapi kamar Bree saat ini benar-benar menggambarkannya.

"Dia ke mana?" tanyaku, menunjuk kamar Bree yang senantiasa rapi. Kali ini bahkan mejanya juga.

"Katanya lembur di ruang kerja fakultas teknik mesin. Padahal," Junko mendesah. "Kau ingat beberapa hari lalu saat kami mengantarmu dan Max menghadiri meeting kalian?"

Aku mengangguk.

Junko yang terlena oleh pijatannya sendiri di bagian pelipis setengah memejamkan mata waktu melanjutkan. "Mood-nya sedang sangat buruk. Biasanya kami hanya akan bermusuhan paling lama tiga hari. Mama tidak suka kami saling diam. Dia lalu akan membuatkanku secangkir cappuccino bergambar hati, satu-satunya teknik pouring yang dia bisa. Tapi sekarang hampir seminggu dan dia belum menyapaku."

Tawanya saat istirahat bersamaku di sofa ruang tengah lantai satu setelah kami selesai menyulap Jotunheim kembali menjadi Asgard mendadak mencubit jantungku. Empat hari menginap di rumah Hyunji (dua kali bercinta, dan sudah kupastikan kalau dia belum menikah) kupikir bakal membuatku melupakan Bree. Tapi yang terjadi sebaliknya. Seringkali aku berharap bahwa wanita yang berbaring di sebelahku saat aku terbangun di pagi hari adalah Bree.

Apa-apaan, Thomas?

Kenapa? Ini soal nafsu. Kau tidak akan marah padaku soal nafsu. Nafsu adalah hal paling alami dari fungsi organ dan saraf manusia dan hewan. Aku kebetulan keduanya. Homo sapiens. Tidak mungkin aku menerima impuls tapi diam saja. Tubuhku dalam kondisi normal, maka nafsuku juga normal.

Kau tidak pernah bisa mengendalikan nafsumu.

Aku sedang mencari tombolnya di tubuhku, May. Tapi tidak pernah menemukannya.

"…Tiga hari." Junko menolehku dan menatap mataku lekat-lekat. "Kau bayangkan."

"Apa?"

"Bree tidak pulang selama tiga hari. Tadi pagi dia pulang untuk mengambil kemeja jurusannya lalu pergi lagi. Mama tidak bakal menghadiri wisudanya kalau nanti malam dia tidak tidur di rumah."

Sandra benar-benar mencengangkan. Dia ditakuti semudah dia disayangi.

"Apa menurutmu aku sudah keterlaluan?"

"Pada Bree?"

Junko mengerjap. "Kuperhatikan kau memanggilnya Bree sejak… Tadi. Atau sejak kapan?"

"Sejak kau mulai berkeliling Bali dan meninggalkan rumah ini dalam keadaan porak-poranda."

"Kau membaca buku dengan kakakku."

"Setelah membersihkan semua kekacauan yang dibuat keluarganya. Jadi karena Sandra tidak menoleransi tamu membersihkan rumahnya, aku menawarkan diri menjadi bagian keluarga. Bree menerimaku."

Dalam jumpsuit sewarna kopinya yang sedikit ketat, Junko kelihatan seperti muda permanen. Lengan jumpsuit itu panjang, tapi pipa celananya hanya sepanjang paha bagian atas Junko yang ditumbuhi bulu halus, lurus, dan panjang. Berbeda dengan bulu kakiku, yang merupakan kebalikan dari halus, lurus, dan panjang. Ditambah jumlahnya sangat banyak. Dan pirang. Aku berjanji akan mencukurnya di rumah Hyunji nanti.

Tiba-tiba jantungku rasanya seperti ditonjok. Bree sudah tidak pulang selama tiga hari dan dia masih bermusuhan dengan Junko. "Sepertinya Bree serius dengan Zaman Kegelapan Skripsinya."

"Pikirku juga begitu. Tapi dia menghindari semua orang. Aku beranggapan dia hanya sedang marah padaku saja, tapi ternyata tidak. Dan, yang sebenarnya menyebalkan, Thomas, ini pernah terjadi sebelumnya, tapi hanya sekali."

Karena aku tidak tahu aku boleh mendengarkan cerita itu atau tidak, aku hanya memandangi Junko dan mangkuk puding di pelukannya. Kedua kakinya ditekuk di depan dadanya yang tertutup rapat. Kelihatannya dia sedang berpikir, menimbang pantaskah aku mendengar ini? Atau apakah dia diizinkan menceritakan ini?

"Kau serius ketika bilang diterima Bree dalam keluarga?"

"Seharusnya aku tahu aku harus merekamnya waktu itu."

"Baiklah." Junko menaruh mangkuk melamin jingga di antara kami dan mulai menjelaskan. "Untuk masalah cowok, sepertinya Bree mengalami sedikit... Hm, semacam ketertarikan seksual yang di... Pengaruhi umur?"

"Kau bertanya padaku?"

"Begini, Thomas." Junko kini berjongkok di atas sofa. Aku berani bersumpah ini pertama kalinya aku melihat Junko berjongkok. Mataku terasa kaku mempertahankan kontak mata kami. Aku terlalu takut menoleh ke tempat yang tidak seharusnya. "Rambut Bree dicukur pendek sejak semester enam. Benar, kalau kau masih ingat percakapan tentang motor sport, dia mencukur rambutnya tepat sehari setelah ayah kami menikah. Sejak saat itulah dia tidak pernah akur dengan cowoknya pada waktu itu."

"Cowoknya pada waktu itu." Bagaimana mungkin aku berpikiran Bree tidak pernah punya pacar?

"Namanya Kenny. Mereka putus sebulan setelah masa-selalu-bertengkar itu. Bree bilang Kenny akan melanjutkan pendidikannya di Edinburgh bulan September nanti. Nah, masalahnya, Kenny ini jenius. Dia mengambil dua kelas akselerasi, yaitu saat SMP dan SMA. Saat pertama kali mereka berpacaran, Bree telah berumur sembilan belas tahun sementara Kenny masih tiga belas tahun."

"Sangat dipengaruhi umur." Aku mengangguk setuju.

Kemudian aku ingat. Apakah perbedaan umur empat tahun masuk dalam kategori kesukaannya?

Kau akan melepaskanku detik demi detik, Thomas. Setiap kali berlalu, kau akan melupakanku.

Aku hanya bercanda.

Kau tidak pernah bercanda tentang Gesa Edrei.

Denyut jantungku meningkat. Aku berkonsentrasi untuk menghalau pikiran-pikiran lain dan kembali mendengarkan Junko, tapi kata-kata May dalam bayanganku semakin membuatku takut. Aku tidak ingin melupakannya. Tidak ingin melepasnya. Dan aku tidak ingin dia melupakanku. Tidak ingin dia melepaskanku.

"Thomas?" Aku berjengit. Junko menepuk-nepuk pipiku. "Bagus. Tetaplah bersamaku. Aku sampai di bagian terpenting. Kurasa Kenny hanya mencari-cari alasan untuk mencampakkan Bree. Kalau dia serius, dia pasti akan berusaha pulang ke Indonesia secepatnya alih-alih mencampakkan kakakku. Waktu itu kemarahan Bree masif tapi pasif. Dia kelihatan seperti cewek depresi, yang memang benar. Prestasi Kenny terlalu membanggakan di bidang akademik, dia anak istimewa. Tapi kupikir-pikir lagi prestasi terbesarnya adalah membuat kakakku depresi berat tepat setelah depresi ringan selesai."

"Bree depresi karena pernikahan ayah kalian?"

Junko mengangguk. Akhirnya dia duduk—mataku kini bebas memandang ke mana pun. "Aku membenci Kenny. Tidak mau memiliki kakak ipar yang lebih muda dua tahun dariku. Maksudku, kalau dia anak baik-baik berumur enam belas tahun yang mencintai kakakku seumur hidupnya, aku tentu akan mendukung mereka."

"Junko," panggilku. Junko berdeham. "Bree bisa saja menyusulnya ke sana."

"Sangat bisa."

Kau akan gila kalau dia pergi ke Inggris.

Kau sendiri pergi ke Belgia.

Bree akan meninggalkanmu seperti aku meninggalkanmu. Karena kau pantas ditinggalkan.

Aku menjambak rambutku dan memijatnya pelan-pelan dengan teratur. Perlahan-lahan saraf di kepalaku kembali rileks. Aku menunggu Junko bicara lagi, tapi sekarang mangkuk pudingnya sudah kosong sehingga dia bangkit dari sofa dan menunjukku. "Puding lagi, Tom? Masih ada apel, pistachio, dan cokelat yang rendah lemak di kulkas. Ayah Max tidak bakal marah. Max mungkin marah, tapi aku bisa menggigitnya."

Aku tertawa, menolak tawarannya. Gemuruh kembali membentur-bentur di seluruh dinding kepalaku, berlontaran tak tentu arah seperti gasing yang dilepaskan dalam arah bebas. Sangat bisa. Junko bahkan tidak menambahkan penyangkalan, seolah memang itulah yang akan terjadi. Tinggal menunggu waktu.

Walaupun mereka sudah putus.

Dan Bree memacari anak berumur tiga belas tahun saat dia sudah berumur sembilan belas tahun. Bagaimana bisa? Apa yang dia katakan sehingga Kenny kecil bersedia menerimanya? Terpikir olehku bahwa saat itu rambut Bree masih panjang bergelombang. Sama seperti pandanganku terhadap kecantikan Hyunji, mungkin seperti itulah pandangan Kenny terhadap kecantikan Bree. Dan memang tampaknya tepat seperti itu.

Aku melakukan apa yang Kenny lakukan. Dia terhadap Bree. Aku terhadap Hyunji yang umurnya terpaut sepuluh tahun dariku. Kenny mencampakkan Bree. Bagaimana denganku?

Aku masih berada di sana saat pukul sembilan, bersama Junko menonton Descendants of the Sun, sampai Max naik ke lantai dua dan bergabung dengan kami. Kami menghubungi Jake lewat video call. Dia sedang membuat desain untuk kedai makan Mexico bersama Victor. Itulah saham pertama yang diinvestasikan ayahnya. Tidak biasanya aku bisa melihat rambut Jake terpental ke atas seperti bekas terkena angin dari baling-baling helikopter seperti itu, jadi aku terbahak-bahak dan mengejeknya, juga mengejek Junko yang akhirnya mendengus jengkel padaku.

Mereka makin hari makin serasi. Tidak terima jika mendengar penghinaan dilontarkan orang pada salah satu dari mereka. Bagaimanapun, mereka pasti akan membela pasangannya.

Aku cemas sendiri. Biasanya, kalau menyangkut tentang pasangan, aku selalu mengingat May.

Dasar pengkhianat.

Tapi satu-satunya yang kupikirkan adalah Bree.

Aku membencimu.

Bree muncul di puncak tangga, terdiam saat melihatku, lalu berkedip-kedip sebelum beranjak masuk ke dalam kamarnya tanpa menyapa seorang pun dari kami. Tirai beratnya diturunkan. Lampu kamar tidak dinyalakan. Begitu saja.

Padahal aku sengaja menunggunya sampai pukul setengah satu malam. Dan besok aku harus sudah berada di kampus pukul tujuh pagi.

.

Untuk detail seperti kusen dan lampu, Hyunji menjelaskannya tidak terlalu mendetail. Poin yang disorotinya adalah semua ruangan harus terkesan lembut dan tenang, benar-benar harus menggambarkan dirinya.

Gaun piama satin abu-abunya yang panjang dan berekor membuat perpindahannya tampak seperti melayang alih-alih melangkah. Dia merebahkan dirinya di sofa di belakangku, membawa wangi mawar dan melati segar bersamanya. Kepalanya berada dekat leherku. Setiap kali punggungku menegak, Hyunji akan mengecup leherku dan tersenyum.

Sebenarnya aku lebih nyaman bekerja di atas meja kacaku di rumah karena kaki-kakinya tinggi. Meja kaca di ruang tamu Hyunji hanya setinggi betis bagian atasku sehingga punggungku membusur hampir sesempurna huruf U saat menggambar. Hyunji membelikanku lampu kerja portabel untuk menerangi kertas gambarku.

"Kau begitu mirip dengan Noud."

"Kekasihmu?"

"Semacam itu."

Aku heran kenapa selalu berurusan dengan orang-orang yang belum bangkit sepenuhnya dari bayang-bayang kekasihnya dulu. Apakah karena aku begitu jadi Tuhan menempatkanku di antara orang-orang yang begitu juga? Agar kami saling berinteraksi, saling melongkopi kekosongan, menimbun ceruk dengan cerita baru, dan berbahagia setelah melupakan?

Tapi baik aku, Hyunji, Edy (aku sebenarnya tidak tahu dia sudah mengakhiri hubungannya dengan Marilyn Monroe atau belum), maupun Bree sepertinya tidak pernah memiliki niatan untuk melupakan. Realitas paling menjengkelkan yang sulit untuk dilalui.

Thomas… Aku tidak bisa mengenalimu lagi.

Aku jengkel pada orang-orang yang belum bisa bangkit sepenuhnya dari masa lalunya, tapi lebih jengkel lagi pada orang yang sangat cepat melupakan masa lalunya.

Kalau begitu kau membenci semua orang.

Begitu lebih baik, bukan? Saat aku tidak menjalin hubungan dengan siapa pun, kau lebih senang. Dan bahkan pendiam.

"Dia orang Belanda. Arsitek rumah kapal yang mengubah kapal-kapal penumpang lusuh di Belanda menjadi sebuah rumah yang layak ditempati, bahkan tergolong megah."

"Kau mencintainya."

"Dia menikahi teman kecilnya di Rotterdam." Hyunji berhenti saat aku menoleh ke belakang. Aku mengecup bibirnya yang selalu saja berkilauan, tidak peduli dia mengoleskan lipstik warna apa pun atau bahkan hanya karena efek setelah menggosok gigi. Hyunji tersenyum, menangkup rahangku dan membalas kecupanku. "Malam sebelum pernikahannya, kami bercinta untuk terakhir kalinya. Rasanya seperti mimpi. Sejak itu dan sebelum ini, aku tidak bercinta lagi dengan siapa pun."

"Kenapa kau melepasnya begitu saja?"

"Karena dia mencintai istrinya."

"Dan kau?"

"Kalau orang berbicara tentang makna persahabatan, kau harus percaya bahwa aku dan Noud jauh lebih pandai dalam memaknai persahabatan kami."

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. Lalu gerakan-gerakan luwes tanganku menarik sabuk piama dan menanggalkan piama dari tubuhnya terjadi dengan sangat ringan. Kami melakukannya di sofa Hyunji yang menguarkan bau parfum bunga dengan lembut seperti tubuhnya yang sempurna. Peralatan gambarku berserakan di atas meja di sebelah kami. Aku meraba-raba sisi belakang telingaku untuk mencari-cari pensil, bersamaan dengan pikiran yang muncul tentang kau tidak mungkin bisa bergerak dengan gesit di atas tubuh wanita saat sedang bercinta dengan pensil mekanik masih menancap di belakang telingamu. Setelahnya, kami tertidur.

Meja kaca tiba-tiba bergetar. Dan karena itu kaca, getarannya jadi seperti gempa bumi yang diikuti tsunami. Hyunji menyeruduk ceruk leherku dan mengeratkan pelukannya saat aku berusaha menggeliat ke atas dan menjangkau meja.

Panggilan dari Gerald. Tadinya sempat kupikir Sylvia yang senantiasa iseng. Aku mengecek bar yang menampilkan jam digital di handphone. Saat ini sudah pukul dua malam. Seharusnya telepon di jam-jam seperti ini penting.

"Thomas." Daripada khawatir, Gerald lebih terdengar seperti mengagumi kemampuanku untuk tidur lebih cepat darinya. "Aku butuh bantuanmu. Seseorang memuntahi gaun beledu biru wanita galak dan orang itu kini teler di lantai dansa."

"Siapa?"

"Yuda."

"Kenapa kau menghubungiku?"

"Aku harus menghubungi siapa, Berengsek? Tino tidak mau tahu karena dia sudah muak dengan kemampuan payah lambung Yuda dalam mencerna alkohol. Jake dan Victor? Kau mau aku mengandalkan bantuan aristokrat dan ajudannya itu? Kau yakin mereka bakal mau tahu?"

Aku mendecak, memukul lantai di balik karpet sutra dengan keras. "Lalu kenapa kau hanya pergi ke pesta berdua saja dengannya?"

"Karena kau menolak untuk datang, Boyo, tentu saja."

Delapan belas menit setelahnya aku sedang memapah teman teler yang kukhianati selama sebelas tahun menuju mobil Hyunji. Bau kabin mobil ini mirip seperti samudera dan mawar, yang entah bagaimana, memancing tawa keras Yuda. Aku benar-benar khawatir dia muntah lagi. Gerald dengan cekatan melepas jaket ripped jeans-nya dan membentangkannya di bawah dagu Yuda. Tapi Yuda hanya bergumam, "Kapan aku akan mendapatkan cewek-cewek cantik seperti yang selalu Thomas dapatkan?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Little Cojong
Entah kenapa Yuda terkesan malang nian
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ei-Bree My Betelgeuse   10 - Lemari Ekstra di Rumah Orang Lain

    Terpaksa aku membawanya pulang ke rumahku. Gerald tidak mungkin membawa temannya yang mabuk pulang ke rumah. Dia punya adik perempuan berumur delapan tahun yang merupakan permata keluarga, yang membuat semua masalah kecil yang diprakarsai adiknya dilimpahkan sebagai kesalahannya. Gerald merasa cukup dengan semua masalah itu, tidak perlu menambah masalah baru.Mengantar Yuda pulang ke rumahnya juga tidak mungkin. Aku bisa gila jika harus bertemu Marilyn Monroe dan adiknya Yuda.Lampu rumahku mati. Aku keluar mobil lebih dulu untuk membuka pintu rumah, kemudian kembali ke mobil untuk menggotong tubuh tegap Yuda masuk ke rumah bersama Gerald. Pintu kamar Edy tertutup saat aku melewatinya. Tidak ada suara apa pun, begitu hening sampai membuat telingaku berdengung. Aku dan Gerald membaringkan Yuda di atas seprai lecek kasurku. Aku selalu berpikir sudah membersihkan kamarku saat akan meninggalkan rumah, tapi ternyata itu hanyalah angan-angank

    Last Updated : 2021-08-27
  • Ei-Bree My Betelgeuse   11 - Sehari Bersama Si Kutu Buku

    "Selamat malam. Mohon maaf, saya tidak terbiasa mengangkat panggilan masuk di atas pukul sebelas malam dari nomor tidak dikenal. Saya Gesa Edrei, sebelum melanjutkan, saya perlu tahu sedang bicara dengan siapa saat ini."Aku menahan napas. "Bre," panggilku, melarutkan aksen Belanda dalam namanya.Lama Bree terdiam sebelum mendesahkan senyuman. "Di mana aku bisa mencarimu besok?""Uluwatu.""Kau berada jauh sekali dari rumahmu.""Yuda bilang kau mencariku.""Ya. Bukankah kita membuat rencana untuk mendatangi pameran buku obral setiap hari sampai puas?"Aku tersenyum, membayangkan jemariku meraba lajur pipinya dari mata menuju bibirnya yang seperti buah persik dan disergap perasaan yakin bahwa dialah perempuan yang benar. May dalam kepalaku hanyalah sebuah suara, Sylvia hanyalah rekan untuk bersenang-senang, Hyunji hanyalah persinggahan sementara. Ba

    Last Updated : 2021-08-29
  • Ei-Bree My Betelgeuse   12 - Daftar Kemustahilan

    Desain itu sudah kuselesaikan dan sedang berada dalam tahap revisi terakhir di tangan Max. Aku tetap harus mempelajari salinan revisinya, baik dalam bentuk 2D maupun 3D, tapi Max memberitahuku bahwa desain bentuk 3Dku jauh lebih baik daripada yang dia bayangkan sehingga revisinya tidak banyak.Kesibukan Max di tanah Canggu pun dimulai. Sesekali, pada rutinitas yang sudah kami rencanakan, aku harus mengawasi jalannya pembangunan untuk memeriksa apakah semuanya sesuai dengan maksud dan tujuan desainku. Tapi selain pengawasan rutin itu, selebihnya, aku dibebastugaskan. Lagipula, sebenarnya aku hanya drafter. Kerjaku di proyek ini hanya menggambar. Jika desainnya sudah sesuai dengan keinginan user dan apa yang Max perintahkan padaku, selesai sudah.Beberapa kali aku mempertimbangkan untuk menghubungi Bree. Tapi aneh rasanya mengangkat handphone untuk menghubungi perempuan selain ibu dan nenekku padahal aku ada di

    Last Updated : 2021-08-30
  • Ei-Bree My Betelgeuse   13 - Merancang Malam

    Jumat malam di bulan September awal, tepat setelah aku menyelesaikan tugas menganalisis sebuah tapak, Sylvia mengirimiku pesan yang bersifat genting.Angkat teleponku. Ini telepon paling harus diangkat dari telepon-telepon harus diangkat lainnya.Handphone-ku berdering pada detik berikutnya. Hyunji sudah tertidur di kamar. Aku pergi ke sudut rumah, jauh dari kamarnya, berpikir untuk membuka pintu depan pelan-pelan tapi saat kusadari percakapan ini mungkin hanya akan terjadi secara satu arah—tentu dari pihak Sylvia—aku pun hanya bersandar pada pintu dan mulai mendengarkan."Ada pesta," dia memberitahu. "Besok di Uluwatu. Aku tidak akan menghadirinya, kau tahu? Karena Janet tidak akan datang. Tapi kupikir pesta bisa membangkitkan gairah seksualmu seperti dulu"—belakangan ini aku melakukannya secara berkala dengan Hyunji—"jadi aku ingin kau menghadiri pesta itu. Thomas, kau menden

    Last Updated : 2021-08-31
  • Ei-Bree My Betelgeuse   14 - Lumpuh di bawah Kusen Pintu

    Lia menginterupsi nostalgiaku yang payah. Gaun satin putih yang jatuh lurus di luar tubuhnya bergelombang ketika dia berlari kecil ke arahku. Lia lalu melompat ke sebelah kiriku dan langsung menjatuhkan kepalanya di bahuku. Manis, pikirku. Sulit beradaptasi, tapi sekalinya menemukan titik teraman, dia akan menjeratkan diri selamanya di sana."Kau terbiasa tidur di kamar yang dingin?" Aku merengkuh perut ratanya.Lia tersenyum, menolehku, menyusurkan ujung hidungnya di dekat bibirku dan mendusal daguku dengan dahi di balik poni bergelembungnya. "Kau kedinginan?" Suaranya seperti remah roti saat terpisah dari bagian utamanya: lembut, nyaris tak terdengar, dan kalaupun terdengar pasti bunyinya serenyah ini."Aku biasanya mudah kedinginan. Tapi sebenarnya ada cara lain untuk menghangatkan tubuh kita."Lia tertawa sampai lehernya terbusung ke depan. Aku langsung mencium bagian di bawah tonjolan le

    Last Updated : 2021-09-01
  • Ei-Bree My Betelgeuse   15 - Mendiami Atau Didiami?

    Sulit memungkiri semuanya berawal dari egosentrismeku. Bahwa kupikir segalanya bisa kulakukan dalam rangka menyenangkan diriku. Bahwa aku memang merindukan May dan walau tak bisa mencari duplikat kehangatan tubuhnya, setidaknya aku berada dalam rasa hangat. Detik itu juga aku mendapatkan segalanya. Pelampiasan nafsu, akomodasi, teman, dan kenyamanan. Entah itu dari Hyunji, Sylvia, atau pun perempuan lain yang kukenal dari pesta dan acara serupa.Daftarnya terus bertambah. Dan aku tidak pernah lelah.Lalu serentetan momen melambat, lentur tapi tidak pernah lenyap. Tersisalah diriku yang berusaha meloloskan diri dari momen-momen yang semakin lama terasa seperti hari murung yang mengitariku tanpa henti. Aku merasa semua orang bersalah. Mereka berperan dalam merusak kondisiku.Aku tetap pergi ke rumah Hyunji, menemaninya dalam diskusi soal pekerjaan atau hubungannya dengan keluarganya, menjadi 'teman malamnya', menunggunya

    Last Updated : 2021-09-02
  • Ei-Bree My Betelgeuse   16 - Kopi dan Vanila

    Pengamatanku tidak mungkin salah. Jalan menuju rumah Junko hanya akan sepi selama dua jam dalam sehari. Sejak pukul dua sampai empat pagi. Aku membayangkan kelelahan gedung beton dan aspal yang harus menyaksikan kegaduhan manusia. Tapi untuk apa repot-repot bersimpati pada gedung dan aspal? Manusia memang biang gaduh. Kalau manusia tidak gaduh, manusia bukanlah manusia.Tapi tak kusangka aku—sebagai manusia—juga termasuk salah satu yang membuat kegaduhan. Di rumah Sandra, melompati atau melangkahi sandaran sofa untuk kemudian merebahkan diri di atas sofa ternyata merupakan hal ilegal. Tingkahku itu membuatku diburu. Junko dan Max berlomba-lomba menebas kepalaku, tapi aku melesat menuju kamar Max dan terus berkelit sampai akhirnya kalah di depan anak tangga pertama menuju lantai dua. Max mengunci tanganku di punggung lalu menggiringku bersama Junko ke ruang tengah lantai dua.Tirai berat kamar Bree diturunkan. Artinya dia ada

    Last Updated : 2021-09-03
  • Ei-Bree My Betelgeuse   17 - Sejuta Trauma

    Pada saat-saat seperti inilah aku berusaha mengingat-ingat koleksi buku Bree dalam raknya di lantai dua. Seharusnya jika Max memberikan sumbangsihnya, koleksi itu akan mencakup bidang bangunan juga. Siapa yang tahu mereka memiliki buku tentang sejarah arsitektur? Sehingga aku tidak harus mencari referensi di seluk-beluk internet melalui layar komputer dalam waktu relatif lama.Hyunji akan membayari buku-bukuku seandainya dia tahu aku membutuhkannya. Tapi aku tidak berniat memorotinya.Aku merogoh ke dalam tas dan mengambil handphone-ku yang bergetar. "Vic?""Kau di mana?""Salah satu bilik tugas di perpustakaan. Aku membuat makalah Sejarah Arsitektur.""Mulia sekali. Tapi kau begitu mudah ditebak, tahu? Seseorang menunggumu di pintu keluar.""Siap-""Lihat sendiri."Reaksi Victor ketika kusapa pagi tadi sangat mengharukan

    Last Updated : 2021-09-05

Latest chapter

  • Ei-Bree My Betelgeuse   74 - Penyelamat

    Aku dirawat di rumah sakit selama dua hari. Yuda tak mengatakan apa pun pada siapa pun. Bree tak mengatakan apa pun pada siapa pun. Hanya ada aku dan Yuda di parkiran seluas itu saat perkelahian itu berlangsung sehingga tak ada saksi mata lainnya. Kata Sandra, mengherankan betapa Bree bersikap sekalem ini menghadapi pengeroyokan terhadapku. Tapi berbeda dengan semua orang, Bree, walau tak melihat, tahu apa yang terjadi. Utangku pada Yuda sudah terbayarkan atau belum, aku juga tidak tahu. Pasalnya, aku merasa hanya berutang informasi bahwa aku tahu. Dan aksi penggebukan itu kumaksudkan sebagai pelunasan utang. Bonus pelunasan utang. Sekarang, seharusnya utangku telah terbayarkan. Tapi, kalau ditelaah lebih jauh, aku juga berutang waktu kepadanya, sesuatu yang takkan pernah berhasil kubayarkan dengan tuntas. Begitu siuman, aku dibawa pulang. Administrasi rumah sakit diselesaikan, keluargaku tak diberi kabar, sesuai pesanku pada

  • Ei-Bree My Betelgeuse   73 - Kisah tentang Pengkhianatan Diakhiri

    Pertanyaan terakhir Edy padaku sebelum terbang ke Belanda adalah, "Apakah ada alasan lain mengapa kau membenciku?" Bree menolehku, Edy menatapku, aku berdiri termangu-mangu beberapa detik, mencari-cari di antara serabut otakku, liku urat, dinding daging lembek, tapi aku yakin bahwa jawabannya hanya mentok sampai pertanyaannya saja. Aku pun menggeleng. Edy dan Bree saling mengangguk. Dan kemudian Edy pun pergi.Dua malam setelahnya, kami mengadakan perombakan besar-besaran pada kamar tamu di lantai satu rumah Bree karena aku tidak lagi tinggal sebagai penumpang, melainkan sebagai anggota tetap keluarga mereka. Terlepas dari ada atau tidaknya hubungan romantis dengan Bree, kini aku resmi menjadi anak kesayangan Sandra. Lemari lapuk dikeluarkan dari kamar seluas 12m² tersebut, diganti dengan walk-in closet yang kudesain secara darurat. Dinding di sebelah lemari kupajangi lukisan-lukisan abstrak geometris. Cetakan jernih lukisan Broadway Boogie

  • Ei-Bree My Betelgeuse   72 - Privasi Individu

    Aku menuruti penuturan Olaf. Sertai keterpurukannya sampai dia sadar aku ada di sana untuknya, menemaninya. Berbelit di sekitarnya, lakukan dengan mulus, tapi jangan intens. Sebab, Olaf ingin aku menjadi satu dari orang-orang yang cukup dipercayainya, dan bukan orang yang paling dipercayainya. Merunut cerita Victor tentang bagaimana Yuda melibatkan Mike dalam urusan privasinya, kata Olaf, Yuda pastilah orang yang mudah memercayai hampir siapa pun. Dia tepat dijuluki ekstrover putus asa. Begitu ingin bergabung dalam keramaian, tapi tak tahu bagaimana caranya membaurkan diri.Jadi dalam sebulan terakhir, aku, yang biasanya menghindari Yuda, berlaku sebaliknya. Dalam kerja-kerja kelompok, aku menyertakannya. Aku juga mengajaknya (kalau sempat melakukannya sebelum kelas pagi dimulai) sarapan dan makan siang. Dan kuceramahi pula dia tentang kelas-kelas semester lalu yang harus diulanginya pada semester ini.Dan aku, merasa sangat berkebalika

  • Ei-Bree My Betelgeuse   71 - Sesolid Tungsten

    Tubuh kebal Edy siap menjalani bertahun-tahun kembali tanpa diserang penyakit. Dia tampak lebih kuat setelah memutuskan untuk turun kasur permanen. Kami mencopot seluruh kain kotor berikut gorden, kasur, sampul bantal, selimut, pakaian apak yang terlalu lama digantung di lemari dari kamarnya, dan membawanya ke penatu terdekat. Pada bulan Februari, saat libur semester ganjilku berakhir, kampus Edy baru menjatah libur. Durasi libur itulah yang dipergunakannya sebaik mungkin untuk mengurus kelengkapan dokumen pengunduran diri dari kampus karena ternyata kabar dari Bree benar adanya: Edy memutuskan untuk pindah ke Belanda selamanya, meninggalkanku sebatang kara di sini sampai lulus kuliah. Mama masih agak khawatir padanya sehingga mengutusku untuk menemani Edy mengurus hampir segala keperluannya dan Edy, tampak sama sekali, tak keberatan. Mirip seperti dulu, yang baru saja dikatakan Reza beberapa waktu lalu. Aku mengikuti Edy ke mana pun

  • Ei-Bree My Betelgeuse   70 - Denyut Bintang Sekarat

    "Seharusnya memang begitu." "Tapi, katanya mustahil ada perempuan seperti aku. Sungguh, aku menahan diri untuk tidak bertanya seperti aku itu sebenarnya seperti apa? Dan demi mencegah berbagai macam spekulasi ngawur, seperti misalnya aku ini transgender atau lesbian atau disuntik hormon testosteron, kubilang saja kenapa mustahil kalau aku adalah bukti yang duduk di hadapanmu?Dan, yah, katanya, benar juga. Lalu kami mulai membicarakanmu." "Kalian tertawa-tawa. Sepertinya menertawakanku?" "Edward bilang kau belum bisa cuci pantat sendiri setelah buang air besar sampai kelas satu." Aku mulai mengerang. Bree tertawa dengan penuh kemenangan mendapati cerita itu ternyata benar. Dan memang benar. Dan juga memalukan. "Rambutmu dulu sulit sekali tumbuhnya. Mereka sudah membaluri minyak kemiri, gel lidah buaya, pasta bawang merah, dan segalanya, tapi rambutmu tumbuh dengan lambat. Dan ternyata

  • Ei-Bree My Betelgeuse   69 - Penentu Hubungan

    Aku dan Bree menyetir Jeep ke rumah Hyunji pada pukul sepuluh malam kurang dua belas menit karena perjalanan dari Dalung ke Canggu tidak memakan waktu lebih dari dua puluh menit. Seandainya kami terlambat, keterlambatan itu terletak dalam rentang waktu yang relatif bisa dimaafkan—lima menit? Tujuh? Sepuluh? Aman. Pokoknya, selama Hyunji tidak menganut idealisme hidup ala orang Jepang yang disiplin waktu, semuanya akan baik-baik saja. Mesin bermotor yang punya badan besi hitam tinggi-besar sempurna seperti raksasa ini menyorotkan lampu jauhnya pada jangkauan jalan-jalan tergelap di Canggu. Asap debu mengepul di sepanjang tongkat cahaya kekuningan lampu sorot yang bentuknya membesar di kejauhan, tempat kami bisa mengamati alam Indonesia yang liar dan lebih menyerupai alam yang sesungguhnya. Alam yang tak terjamah manusia dengan pelepah pohon kelapa setinggi lima meter yang tumbuh dari balik pembatas besi melingkar di tikungan jalan yang diterangi oleh lam

  • Ei-Bree My Betelgeuse   68 - Kembali ke Indonesia

    Setelah proses lepas landas selesai, Bree kembali menawariku permen karet mentol—yang kutolak dengan menggeleng—sambil menjabarkan seluruh kiat untuk menyukseskan ED Education. Katanya, dia harus berpikir cerdas untuk membagi waktu antara menyelesaikan skripsi dengan mengorganisasi bimbingan belajar rintisannya tersebut. Paling tidak, dia harus bisa mengejar kuota wisudawan bulan Maret. Di bulan itu, ED Education menargetkan sudah mendidik sekitar lima belas murid. "Dan tahukah kau bagian paling kacau dari semua ini?" "Apa?" tanyaku. "Promosi." "Kenapa dengan promosi? Kau bisa saja menyewa jasa orang untuk melakukannya." "Benar. Kok tidak kepikiran, ya?" Bree mengernyit, berpikir secara mendalam sampai akhirnya kembali menolehku. "Aku merasa payah dengan media sosial. Tapi baiklah. Aku akan menuruti saranmu." Kemudian, aku memikirkannya. Tentang menetap di Bel

  • Ei-Bree My Betelgeuse   67 - Skateboard Modifikasi

    "Bukankah kau harus mengambil semua barang-barangmu dari sana?" Aku masih merasa bingung. Bree mengangkat alis dan mencebik ketika melihatku menelengkan kepala. "Untuk memperbaiki hubunganmu dengan kakakmu, hal pertama yang harus kaulakukan adalah tinggal bersamanya, benar?" Barulah aku mengerti. Tapi, sayangnya, kini aku tahu Breelah yang tidak mengerti. Ada hal-hal yang tidak diketahuinya, yang tidak terlalu senang kubagi dengannya menyangkut persaudaraanku yang rusak dengan Edy. Salah satunya adalah ketakutan tidak mendasarku kembali ditinju Edy. Padahal, akulah yang mulai mengangkat tangan padanya, tapi ketika Edy membalas hanya demi melindungi dirinya sendiri dari terkamanku, aku malah merasa sedang dikeroyok, dihina, dipermalukan, dan disingkirkan. Kau tidak perlu merasa dirimu orang asing sehingga pantas disingkirkan, kata Olaf pada sesi konseling pertama kami. Dia benar. Seharusnya aku berhenti merasa begitu.

  • Ei-Bree My Betelgeuse   66 - Apa Bedanya Kau dan Aku?

    Kereta selanjutnya dari Leiden menuju Belgia berangkat pukul 18.15. May dan Jeremy segera berpamitan tepat pada pukul setengah enam sore. Mereka berkata akan mencari bus menuju Leiden tapi Papa mengoper kunci mobil padaku dan diam-diam memintaku mengeluarkan mobil dari garasi. Masalah membujuk, serahkan saja pada Bree. Dan begitu mobil siap di depan rumah, May dan Jeremy terbukti telah termakan bujuk rayu Bree. Tentu saja harus Bree karena baik Mama maupun Papa bukan merupakan orang yang tepat melakukan segala daya upaya persuasif. Perjalanan menuju Leiden menggunakan mobil memakan waktu delapan belas menit karena Papa yang menyetir. Setidaknya, kami memangkas waktu lima menit dari biasanya (kalau yang menyetir adalah orang selain Papa). May dan Jeremy segera turun di depan fasad kerangka besi Stasiun Leiden Centraal. Kebetulan, tidak banyak kendaraan yang mengantar pengunjung ke stasiun sore ini sehingga dalam satu lompatan lincah, May mengetu

DMCA.com Protection Status