Adrian kembali melaju menuju pos depan. Sesuai yang dikatakan tetangga Amelia. Mobil berhenti tak jauh dari pos. Keduanya turun dan berjalan cepat menghampiri seorang laki-laki.
"Permisi, Pak!"
"Iya, Mas. Ada apa ya?"
"Apa Bapak sempat lihat ada Bu Amelia lewat sini ya?"
"Lihat tadi. Jalan terburu-buru sampai enggak pakai sepatu."
"Enggak pakai apa-apa kakinya, Pak?"
Lelaki itu menggeleng.
"Terus, dia ke mana Pak?" Salsa ikut bertanya karena penasaran.
"Dia jalan keluar, kayaknya cegat taxy sedan."
"Apa enggak sama seorang laki-laki?"
"Enggak ada. Dia cuman jalan sendirian. Setelahnya baru ada laki-laki naik mobil yang tanya ke saya juga. Dia juga cari Bu Amelia."
Mendengar keterangan itu. Adrian menoleh pada Salsa yang juga tengah terkejut dengan keterangan sang keamanan.
"Bapak yakin? Yang Bapak lihat itu memang Bu Amelia?"
"Sangat yakin, Mbak. Wong sempat saya sapa kok."
Adrian pun s
Amelia membanting semua benda yang ada di dekatnya. Hingga menimbulkan keributan kecil, yang membuat Rini terkesentak. Saat mengantar segelas madu jahe."A-ada apa sama Mbak Amel?" bisik Rini keheranan.Dia memberanikan diri untuk mnegetuk pintu kamar mandi."Mbak Amel, enggak apa-apa?""Pergilah, Rin! Aku cuman mandi aja kok."Walau ragu, akhirnya dia keluar. Namun, Rini tampak cemas dan gelisah. Ada sekitar lima belas menit, Amelia belum juga keluar dari kamar mandi. Tampak Rini berjalan mondar mandir di depan pintu kamar. Sampai Pak Sadi beserta ikut kebingungan."Ada apa ini, Mbak Rini?""Mbak Amelia, Pak. Aku juga enggak tahu. Tapi--"Rini terus mondar mandir tak karuan."Coba kamu telpon Mas Adrian saja.""Sama, HPnya enggak bisa di telpon juga.""Kamu kirim WA aja, nanti kalau dibaca kamu tinggal telpon Mbak. Gimana?""I-iya, Pak."***Perjalanan terasa panjang. Karen
Tok tok tok! Belum sampai Adrian mengulanginya. Pintu sudah terbuka lebar. Tampak Rini, Pak Sadi beserta istri terlihat cemas. "Di mana Amelia?" "Masih di dalam kamar, Mas. Belum keluar dari kamar mandi," sahut Rini. Tanpa menunggu penjelasan dari mereka. Adrian bergegas ke dalam kamar Amelia. Terdengar suara gemericik air. Tok tok tok! "Amel! Amelia ...!" teriak Adrian cemas. Namun, tak ada sahutan dari dalam kamar mandi. Membuat mereka semua cemas. "Riiin! Kamu ambil handuk lebar itu! Kamu masuk ke dalam kamar mandi!" "Ba-baik, Mas!" Buru-buru Rini menyambar handuk yang berada dalam lemari. Dia mulai mendorong pintu yang ternyata tak terkunci. "Maaaaas Adrian!" teriak Rini. Mengejutkan semua yang berada dalam kamar. "Kenapa kamu teriak?" "Mbak Amelia pingsan, Mas." Tak menunggu lama. Adrian langsung menerobos masuk. Dia menyambar handuk yang ada di tangan Rini, dan menutup
Mobil meluncur dengan kecepatan tinggi. Salsa berharap kalau Romy belum sampai rumah. Namun, ternyata dia salah. Di pelataran parkir apartemen. Dia melihat mobil Romy sudah terparkir. "Semoga dia tak mencurigai aku," bisik Salsa. Langkah bergerak cepat menuju pos security. "Permisi, Pak." "Ehhh, Mbak Salsa. Ada apa?" "Apa Mas Romy sudah datang dari tadi Pak?" "Barusan, Mbak. Mungkin sekitar sepuluh menit." "Ohhh, makasih ya Pak." "Siap, Mbak!" Salsa bergegas menuju lift. Hatinya berdebar-debar. Begitu juga degup jantung yang semakin kencang berdetak. Langkah Salsa tergesa-gesa menuju apartemennya. Dengan ragu dia menekan bel. Tak terbayang bila Romy sampai marah melihat kehadirannya yang hampir jam satu malam. Terdengar suara pintu yang mulai terbuka. Muncul Romy dengan pandangan tajam mengarah pada Salsa. Dia bisa melihat tatapan penuh amarah. Entah pada dirinya atau Amelia?
Romy mengernyitkan kening, dengan dagu yang ikut berkerut-kerut. Gigi gerahamnya pun gemertak. Seakan menahan kemarahan yang mulai melesak."Kau dapatkan omongan sampah itu dari siapa?" bentak Romy."Bukannya tadi sudah aku bilang, Mas. Dari Santi, teman baik Mas Romy. Kenapa, Mas? Kaget ya?"'Beraninya Santi membocorkan rencana ini! Sialan kamu Santi!'"Mas belum jawab juga nih. Ada apa dengan Amelia? Kenapa sampai dia meninggalkan Mas Romy? Jangan ... jangan--""Stop! Hentikan semua praduga kamu yang semakin ngawur itu, Sa!" sentak Romy kesal."Buktikan kalau semua dugaan aku ini salah. Buktikan Mas Romy Pradipta!"Salsa mulai menekan Romy, yang tak berkutik. Dia lebih memilih meninggalkan Salsa dan masuk kamar. Belum sekian detik pintu tertutup. Terdengar suara pintu yang dibuka pelan. Romy melongok, mengarahkan kepala pada Salsa."Kamu tidur di kamarmu sendiri!""Oke, enggak soal!" sahut Salsa tenang, tanpa
Adrian membiar Amelia untuk tidur. Setelah minum madu jahe dan makan sup kaldu. Dia pun kembali terlelap, tanpa Adrian bisa mengorek keterangan darinya. Hal ini semakin membuat Adrian gelisah. Dalam hatinya, sangat yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang menyakitkan pada Amelia."Tapi, apa?" bisiknya berulang-ulang. Sembari mondar mandir di depan pintu kamar Amelia.Lelaki tampan dan matang ini, tak bisa menahan gelisahnya."Apa yang sebenarnya terjadi?"Teringat akan Salsa. Adrian segera merogoh saku celana."Hallo! Belum tidur?'"Belum, Adrian. Ada apa?""Apa kamu belum dapat informasi sama sekali mengenai mereka? Apa Romy belum kau ajak bicara, Sa?"Hening! Tampaknya Salsa tak langsung menjawab pertanyaan Adrian."Kenapa kamu diam?"Salsa tak malah menjawab. Adrian malah hanya mendengar isak tangis yang mendayu. Membuat hati Adrian ikut trenyuh."Katakan, Sa! Apa yang terjadi dengan kalian? Apa, Romy tela
Dering ponsel berbunyi nyaring. Merusak lamunan Adrian yang masih terpaku. Seperti tak siap atas semua yang baru saja terjadi."Salsa ...!" Suaranya berbisik lirih.Buru-buru dia mengangkat telepon."Adrian ....""Bagaimana, Sa?""Dompet sama HP Amelia, ada di dalam mobil Romy. Aku sudah mengambilnya. Mau kamu ambil kapan?""Sekarang!""Maksud kamu?""Aku berangkat sekarang ke apartemen kamu.""Ini sudah jam dua Adrian. Mending besok pagi aja.""Dari rumah Amelia ke apartemen kamu, hampir Shubuh lah. Sekalian aku mau ambil mobil!"Sejenak Salsa terdiam. Dia bingung, bagaimana kalau Romy tahu dan mereka bertemu? Salsa berjalan mondar mandir kian resah. Dia masih menggenggam ponsel dan mendekatkan pada telinga."Aku berangkat sekarang, Sa!"Salsa tak bisa menolak. Dia hanya bisa pasrah. Entah apa yang akan terjadi di antara keduanya nanti.Sedang
Dua lelaki yang mencintai seorang wanita saling berhadapan. Salsa pun mundur beberapa langkah. Saat pandangan mata Romy tertuju pada dompet dan HP Amelia. Dia melirik sekilas pada Salsa."Kau yang ambil dompet sama HP itu?"Tatap matanya nyalang. Bagai elang yang ingin menyambar anak ayam. Membuat Salsa gelagapan. Tak bisa bicara. Dia serasa mati kutu."Jadi, kau berkomplot dengan dia ... haaahhh?!" sentak Romy."Berkomplot apa, Mas?"Adrian tak pedulikan pertengkaran mereka berdua. Dia menerobos masuk dan duduk di sebuah sofa yang tak jauh dari keduanya."Bisa kalian selesaikan pertengkaran nanti?""Lagian, siapa yang suruh kamu masuk?""Karena aku ingin bicara sama kamu!" tegas Adrian.Tanpa ada rasa penyesalan dan bersalah. Romy tersungging sinis. Penuh tatapan kebencian pada Adrian, yang dia anggpa telah merebut hati Amelia."Apa yang ingin kamu bicarakan?!" Suara Romy meninggi. Membuat Adrian gerah. Dia pun b
"Kalau kalian ingin saling memukul. Hantam aku! Lakukan sekarang!!!" teriak Salsa kesal. "Kalian bertengkar memperebutkan Amelia. Tanpa menyadari perasaan aku yang sakit dan terluka. Sekarang, pukul aku! Bila perlu, kalian bunuh!"Teriakan Salsa membuat Adrian dan Romy tersadar. Mereka berdua menghentikan aksi pergulatan dengan napas yang masih memburu keras."Kalian jika ingin melanjutkan perkelahian ini. Silakan pergi sekarang! Lakukan di jalan atau di mana pun juga. Asal jangan di hadapan aku!" sentak Salsa geram."Maafkan aku, Sa. Terbawa emosi melihat suami kamu ini yang masih bermain api. Mencoba merayu Amelia yang jelas-jelas akan jadi istri aku. Kamu benar-benar aneh, Rom! Istri sebaik Salsa kau campakkan begitu saja.""Tak usah kamu campuri urusan rumah tanggaku! Atau kamu memang mau menyerah? Melepaskan Amelia untukku?"Mendengar Romy berkata seperti itu. Salsa langsung pergi masuk kamar.Bruuuuakkk!Pintu kamar dibant