Seorang gadis sedang tergantung di sebuah ruangan sempit yang minim ventilasi udara. Gadis itu dalam keadaan sadar tetapi dalam keadaan yang sangat lemah, ia sudah di gantungselama dua hari tanpa di beri makan. Ia bernapas dengan susah payah karena ruangan yang pengap.
Gadis itu hanya memakai bra dan celana pendek setengah paha. Pakaiannya sudah di lepaskan sejak ia masuk ke sini, bajunya robek saat ia melawan agar tidak di masukkan di dalam tempat ini, semenara celananya di gunting oleh seorang pria hingga setngah paha. Sangat pendek menurutnya tetapi masih beruntung di bandingkan hanya menggunakan celana dalam.
“Ana, tetaplah sadar.” Ucap seseorang yang terikat oleh rantai di lantai.
Gadis yang di panggil Ana itu langsung membuka matanya. Pergelangannya mati rasa akibat di gantung. Napasnya memburu akibat ruangan yang sangat pengap. Ana sejak dua hari lalu berjuang untuk tetap sadar tetapi hari ini ia tidak bisa lagi menahannya.
Ana baru satu kali di berikan air dan itu sudah berjam-jam yang lalu. Sekarang, tenggorokannya sangat kering dan ingin sekali minum, ia berharap seseroang datang lagi dan membawakannya air. Tetapi, waktu berjalan sangat lama, tidak lama kemudian kesadarannya hilang karena terlalu lelah.
…
Ana terkisap dan menjerit sekuat tenaga, ia berontak dan mengakibatkan rantai besi yang mengantungnya berbunyi karena saling bergesekan. Air matanya keluar dari kedua matanya akiba rasa menyengat dan sakit yang berasal dari punggungnya.
“Kau beruntung, Burke memutuskan untuk menyelamatkanmu dan sekarang kau bagian dari anggota organisasi ini.” ucap seseorang dari arah belakang Ana.
Ana masih menjerit kesakitan, matanya melebar ketika melihat sebuah besi yang ujungnya membara sedang di bawa oleh seorang pria yang baru saja lewat di sampingnya. Air mata masih mengalir di pipinya ketika melihat benda itu.
“Itu cap organinasi, semua yang bergbung dengan Burke harus memilikinya. Itu akan sembuh dalam seminggu, tenang saja.” ucap Pria itu sembari tersenyum miring.
Ana tidak bereaksi apa-apa, punggungnya masih sangat sakit dan suaranya sudah serak karena berteriak kesakitan. Ia merasakan punggungnya seperti di bakar ketika besi panas itu menempel di kulitnya.
“Kemana temanku?” tanya Ana, itu kata yang pertama kali keluar dari mulutnya.
Pria itu berhenti melangkah, “Oh, dia. Entahlah, sepertinya di bawa oleh orang lain. Tenang saja, dia tidak mati.”
Ana menghela napas lega, ia tidak akan bisa melihat temannya mati. Mereka telah bersama sejak sama-sama di jual ke sini, hanya mereka yang selamat dari puluhan orang yang mengarungi laut dengan kapal kecil menuju Washington untuk di jual.
Pria itu berjalan mendekati Ana dengan tatapan sulit di artikan, Ana menghindar ketika pria itu berusaha meraih tengkuknya dan sukses membuat pria itu berdecak.
“Andai saja pimpinan tidak menyelamatkanmu, sekarang kau pasti sudah menjadi pemuas ranjangku.” Ucap pria itu sensual sembari membelai payudara Ana.
Ana mengetatkan rahang dan menghantam kepala pria itu dengan kepalanya membuat pria itu meringis kesakitan dan menyumpahinya sebelum keluar dari ruangan tempatnya di sekap. Tidak lama kemudian, seseorang perempuan datang untuk melepaskannya.
Setelah berhasil bebas, Ana tidak tinggal diam. Ia mencari pria tadi dan memukulnya dengan sekali pukulan dan membuat pria itu langsung meraung kesakitan dengan mulut berdarah dan gigi lepas.
Ana melemaskan badan, ia baru saja kembali dari melakukan misi. Kali ini ia membawa pulang beberapa peti kayu berisi senjata pesanan mereka yang dikirim dari Rusia, misinya berjalan cukup keras karena informasinya bocor dan langsung ditangani langsung oleh kepolisian.Ana terkena goresan peluru di bahu kanannya ketika melakukan tembak menembak saat ingin membawa peti-peti itu ke markas. Tetapi, tentunya tidak ada misi yang tidak berhasil saat ia yang melakukannya. Ana kembali ke markas dengan bangga walaupun tergores
Ana mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, ia membawa mobil mewah dengan santai. Ana sangat menyukai semilir angina yang menyentuh wajahnya. Ia menaruh tangannya di jendela mobil dengan satu tangan memegang kemudi.Tujuan Ana kali ini untuk pergi ke klub malam untuk menghilangkan penat. Ia sangat butuh udara segar dan juga sesuatu untuk menyenangkan pikirannya. Ana senang ketika malam hari karena lebih tenang dan leluasa untuk begerak.
Ana mengigit bibirnya, bagaimana bisa pria itu menemukannya? Ana keluar dari mobil dan menuju mobil pria itu. Ana menatap Werren dengan kening berkerut dan pria itu balas menatapnya dengan ekspresi senang dan mengejek. “Bagaimana bisa?” tanya Ana tidak mengerti.Wer
Ana melajukan mobilnya sampai dua ratus meter dari lokasi kecelakaannya. Ia memarkir mobilnya di sebuah lorong gelap yang berada di antara dua gedung tidak terlalu ramai. Ana memegang bahu kanannya yang sakit akibat terbentur di badan mobil.Ia melihat Sherly yang juga dalam kondisi yang tidak jauh lebih baik darinya, bahkan kepala gadis itu berdarah akibat terbentur di kaca mobil. Ana menggeram lalu membuka sabuk pengamannya untuk mengambil dua benda yang merupakan sebuah benda hitam mirip remot yang hanya memiliki d
Werren uring-uringan karena tidak bisa menemukan Ana di manapun. Ia sudah mencarinya berkali-kali ke kelab malam bahkan bertahan sampai pagi buta untuk bertemu dengan Ana tetapi gadis itu tidak pernah lagi datang.Werren berada di balik meja kerjanya dan tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik karena memikrikan tentang Ana. Gadis itu memberikan efek yang sangat hebat untuknya yang sudah sangat handal dalam urusan bercinta.
Ana mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia tidak lagi memikirkan tentang peraturan lalu lintas yang harus ia patuhi. Ana bahkan mendengar suara sirine polisi tetapi dengan cepat mengecoh merkea dan berhasil melarikan diri.Ketika ia sampai di markas, tidak banyak orang di sana dan malah sangat sepi dari biasanya. Ana memarkirkan mobilnya dan mencari Dake tetapi pria itu tidak terlihat dimanapun.
Ana tidak di perbolehkan keluar dari markas dan hanya membantu tim yang bertugas mengawasi CCTV selama empat bulan. Ia juga tidak di berikan ponsel, tetapi Ana tidak masalah karena tidak ada yang ia hubungi di dalam ponsel itu selain rekan-rekannya. Ana tersiksa karena dia hanya menatap layar seharian untuk mengawasi timnya melaksanakan misi. Tugas mereka hanya mengawasi dan mengganti gambar yang di tangkap CCTV agar mobil rekan-rekan mereka tidak terlihat di CCTV pihak keamanan yang setiap saat juga di pantau oleh p
Ana benar-benar membersihkan dapur, itu ia lakukan karena ucapan terimakasihnya karena sedikit banyak telah dilindungi walaupun ia di tampar. Ketika ia sedang mencuci lap yang ia pakai, seorang wanita paruh baya yang menamparnya tadi itu masuk ke dalam.“Sudah bersih, sekarang pergilah!” ucap wanita paruh baya itu.
Ana bangun dengan kaget ketika mendengar suara keributan dari luar, dengan setengah kesadaran dia langsung bangun dan melangkah keluar dari kamar. Hanya butuh beberapa detik untuk Ana melangkah sampai melihat apa yang sedang terjadi. Di sana, tepat di depan pintu berdiri seorang pria dengan wajah memerah karena marah dan di depannya Werren sedang tertunduk sembari memegang wajahnya. Ana melangkah mendekat.
Ana di sadarkan oleh panggilan telepon, dia segera mengangkatnya hanya dengan menekan satu tombol di saku celananya yang langsung terhubung denan earpods yang masih berada di telinganya.“I’m sorry, Ana. Sepertinya tadi aku diikuti dan membuat Dake tahu tempat itu. Sekarang aku berada di atas rumah dan memperhatikan kemera pengawas. Ada ruang bawah tanah yang berada di belakangmu, sekitar dua meter.” Ucap Anton dari sambungan telepon.
Ana kembali masuk ke dalam kamar setelah menyimpan handuk dan baskom di wastafel, dia melihat Werren sudah tertidur pulas di atas tempat tidur. Ana memutuskan untuk membersihkan diri.Sejak tadi, dia merasakan seluruh tubuhnya ngilu. Walaupun posisi bahunya sudah kembali seperti semula Ana masih merasakan nyerinya sampai sekarang. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan melihat pantulan dirinya di cermin.
Perasaan Ana tidak enak, sekarang sudah jam dua malam dan Werren masih belum pulang. Dia sangat khawatir dan tidak bisa tenang menunggu Werren pulang. Ana menghela napas pelan, dia sudah berdiri di dekat jendela setengah jam hanya untuk menunggu kepulangan Werren tetapi tidak ada tanda-tanda pria yang di cintainya itu akan pulang.Ana berjalan buru-buru menuju ruangan kerja Werren, di mana banyak terdapat banyak komputer yang telah di rakit oleh pria itu. dia masuk dan melihat CCTV.
Ana memperhatikan tiga layar komputer di depannya. Dia sudah berada di tempat itu selama lima menit dan melihat Werren berada di sana sembari duduk dan sibuk mengerjakan pekerjaannya.Ana sedang melihat rekaman CCTV di ruangan Werren dari beberapa arah. Tetapi, dia menyukai rekaman yang memperlihatkan pria itu secara dekat. Ana sengaja berada di sana karena tidak lama lagi Rose akan datang, Werren sudah mengabarinya jika wanita itu setuju untuk datang.
Malam itu, menjadi malam yang paling buruk untuk Herman—ayah kandung dari Ana. Setelah di tangkap di Indonesia bersama istrinya, dia di bawa paksa menuju Amerika. Di dalam perjalanan, dia terus saja di siksa dan diberi makanan yang sangat tidak layak.Herman sangat marah tetapi dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Padahal dia baru saja hidup dengan layak setelah beberapa tahun, Herman sangat marah ketika dia di culik karena anaknya yang telah dia jual, Ana melarikan diri.
Werren duduk setelah pria yang menemaninya, Anton… masuk di damping oleh seorang perempuan lain yang membawa tiga cangkir teh panas untuk mereka. Dia sering bertemu dengan wanita seperti Rose. Hanya saja, yang membedakan Rose dengan wanita lain adalah profesinya. “Jadi, langsung saja. Apa yang ingin kau bicarakan tentang mantan atasanku itu?” tanya Rose tertarik.
Werren dan Ana tidak perlu membawa banyak barang, dia tidak ingin membawa pakaian Ana dari vila itu. Untuk menyamarkan jejak bahwa mereka akan pergi, Werren tidak percaya jika mereka tidak akan kembali untuk masuk lagi ke dalam vila ini.Ana sedang membuat sarapan untuknya dan Werren, kali ini dia hanya membuat wafel di siram dengan madu serta teh panas untuk mengisi perut mereka sebelum pergi.
Werren langsung menghubungi Ana ketika menderima pesan itu, dia juga langsung berlari meninggalkan ruangan kerjanya dan langsung naik lift menuju tempat parkir. Tanpa pengawalan, Werren langsung mengemudi menuju vila miliknya. Ana masih tidak mengangkat panggilannya dan itu membuatnya semakin khawatir. Dia mengemudi sangat kencang sampai di peringati oleh petugas kepolisian.