Malam beranjak semakin larut, namun di dalam tenda utama perkemahan rahasia mereka, cahaya lentera masih menyala terang. Rainer berdiri di depan meja kayu yang dipenuhi dokumen dan peta, matanya meneliti pergerakan terakhir musuh yang semakin kacau.Elyse duduk di kursi di seberangnya, tangannya menopang dagu. “Dengan perpecahan di antara mereka, kita telah mengambil langkah besar. Tapi apa langkah berikutnya?”Rainer menarik napas dalam sebelum menjawab. “Kita harus memastikan bahwa perpecahan ini berlanjut. Kekacauan ini memberi kita keuntungan, tetapi jika mereka menyadari bahwa mereka telah dipermainkan, mereka bisa saja bersatu kembali melawan kita.”Lucian yang bersandar di sudut ruangan menimpali, “Jadi kita harus memastikan mereka tidak pernah mendapat kesempatan untuk menyusun kembali kekuatan mereka.”Rainer mengangguk. “Tepat. Saat ini, mereka sedang dalam keadaan panik, saling mencurigai. Yang kita perlukan adalah pukulan terakhir yang memastikan mereka tidak bisa lagi ber
Rainer duduk di dalam tenda pertemuan yang diterangi cahaya lentera, menatap surat yang baru saja tiba dari ibu kota. Di tangannya, gulungan perkamen bersegel resmi dari Lord Durnhart, seorang bangsawan yang kini berada di ujung tanduk.Elyse berdiri di sampingnya, membaca isi surat itu dengan ekspresi penuh pertimbangan. “Jadi dia akhirnya menyerah.”Lucian yang bersandar di dekat tiang tenda terkekeh. “Tidak terlalu mengejutkan. Setelah semua yang kita lakukan, hanya masalah waktu sebelum dia menyadari bahwa dia tak punya pilihan lain.”Rainer menghela napas pelan, matanya masih tertuju pada surat itu. Permintaan gencatan senjata ini menandai akhir dari dominasi para bangsawan yang selama ini berkuasa. Namun, meski kemenangan tampak sudah di depan mata, ada sesuatu yang masih mengganjal dalam pikirannya.“Kita tidak bisa menerima pertemuan ini begitu saja,” katanya akhirnya.Elyse mengerutkan kening. “Kau pikir ini jebakan?”“Tidak,” jawab Rainer sambil menggulung kembali surat itu.
Rainer berdiri di ruang pertemuan utama di dalam istana yang kini berada di bawah kendalinya. Cahaya matahari sore menyelinap melalui jendela kaca patri, mewarnai ruangan dengan pantulan warna-warni yang lembut. Di sekelilingnya duduk tokoh-tokoh penting yang telah berperan dalam revolusi ini: Elyse, Lucian, Lord Durnhart, serta beberapa mantan bangsawan dan pemimpin rakyat yang kini berusaha membangun tatanan baru.Namun, meskipun mereka telah memenangkan pertempuran, Rainer tahu bahwa tantangan terbesar baru saja dimulai.“Kita telah menghapus sistem bangsawan yang menindas rakyat,” Rainer memulai dengan suara tenang namun tegas. “Namun, tanpa tatanan yang jelas, kita hanya menciptakan kekosongan yang bisa dihuni oleh kekacauan.”Durnhart, yang kini terlihat lebih tenang dan menerima perannya yang baru, mengangguk. “Dan apa yang kau rencanakan, Rainer? Kau sudah mengatakan bahwa kau ingin membentuk pemerintahan yang berbeda dari sebelumnya. Tapi bagaimana bentuknya?”Rainer menarik
Rainer berdiri di depan meja besar dengan peta terbentang lebar di atasnya. Ruangan itu dipenuhi cahaya dari lentera-lentera gantung, menciptakan bayangan yang menari di dinding batu istana. Di sekelilingnya, Elyse, Lucian, dan beberapa penasihat militer memperhatikan dengan seksama.“Pasukan Duke Reinhardt berkumpul di lembah Utara,” kata Lucian, menunjuk ke lokasi di peta. “Jumlah mereka sekitar lima ribu orang, sebagian besar tentara bayaran. Mereka bergerak cepat, dan dalam waktu kurang dari seminggu, mereka bisa mencapai ibu kota jika kita tidak bertindak.”Rainer mengangguk. Ia telah memperhitungkan langkah ini sejak lama. Kemenangan atas kerajaan lama tidak berarti bahwa semua ancaman hilang begitu saja. Selalu ada sisa-sisa kekuatan yang menolak perubahan, dan Duke Reinhardt adalah salah satunya.“Kita tidak bisa membiarkan mereka mencapai ibu kota,” kata Elyse dengan nada khawatir. “Jika mereka berhasil masuk, rakyat akan panik. Beberapa bangsawan yang masih setia pada sistem
Udara di dalam istana terasa berat. Meskipun kemenangan atas Duke Reinhardt telah mengamankan posisi Rainer, ia tahu bahwa ini hanyalah salah satu dari banyak pertempuran yang akan datang.Di ruang pertemuan utama, para penasihatnya berkumpul. Elyse duduk di dekatnya, dengan ekspresi serius. Lucian, seperti biasa, bersandar dengan santai di kursinya, tetapi matanya tetap waspada. Di seberang meja, Durnhart menatap peta dengan cermat."Setelah Reinhardt tumbang, sebagian besar bangsawan yang masih setia pada sistem lama kini berada dalam posisi lemah," kata Durnhart. "Tapi itu tidak berarti mereka akan menyerah begitu saja."Elyse mengangguk. "Aku setuju. Kita memang memenangkan pertempuran ini, tapi kerajaan masih jauh dari stabil. Kita perlu memastikan bahwa tidak ada sisa-sisa perlawanan yang bisa kembali mengancam."Rainer menatap peta di depannya. Ia bisa melihat wilayah-wilayah yang masih memiliki potensi pemberontakan. Beberapa bangsawan yang tidak turun langsung ke medan perang
Keheningan memenuhi aula setelah Rainer memperlihatkan bukti pengkhianatan Count Veldez. Semua mata tertuju pada tubuh yang terluka, yang kini tergeletak di lantai di depan mereka. Count Veldez, yang selama ini dianggap sebagai salah satu figur bangsawan yang paling sulit untuk dipengaruhi, kini terjerat dalam permainan yang Rainer rencanakan dengan sempurna.Rainer menatap dengan tajam para bangsawan yang berada di hadapannya, menghitung reaksi mereka. Beberapa wajah menunjukkan kebingungan, sementara yang lain tampak jelas cemas. Ada yang terganggu oleh pemandangan Count Veldez yang telah terkapar, sementara ada juga yang merasa lega melihat satu musuh potensial dihilangkan."Kalian baru saja menyaksikan contoh dari mereka yang berani menentang perubahan," kata Rainer dengan suara yang tenang, namun penuh penekanan. "Count Veldez memilih untuk melawan, untuk mempertahankan sistem yang telah runtuh. Tetapi apa yang dia lupakan adalah satu hal yang paling mendasar: sistem yang dulu be
Di luar dinding istana yang kokoh, angin malam bertiup sejuk, menggoyangkan dedaunan pohon-pohon besar yang menghiasi halaman. Di dalam ruang kerja yang dikelilingi oleh tumpukan buku-buku dan peta-peta kerajaan, Rainer duduk dengan kepala tertunduk, menatap lembaran-lembaran yang penuh catatan dan strategi. Tak ada lagi jalan mundur. Perubahan ini harus berhasil, atau segala usaha yang telah mereka rencanakan akan berakhir dalam kegagalan yang memalukan.Elyse duduk di hadapannya, kedua tangan terlipat di atas meja. Wajahnya penuh ketegasan, namun ada bayangan keraguan yang tampak samar di matanya. "Rainer, aku tahu kita sudah mengambil langkah besar hari ini. Namun, kita harus tahu siapa yang sebenarnya mendukung kita. Pencapaian ini penting, tapi tanpa dukungan yang solid, kita tidak akan bisa mengubah apa pun."Rainer mengangkat pandangannya, mata birunya yang tajam menatap Elyse. "Aku tahu, Elyse. Itu sebabnya kita harus terus memperkuat jaringan kita. Kita membutuhkan lebih dari
Ketika Rainer dan Elyse kembali ke ibu kota setelah serangkaian perjalanan diplomatik mereka, mereka merasa angin perubahan mulai berhembus. Namun, seiring dengan perubahan yang mereka bawa, semakin banyak tantangan yang muncul. Rainer tahu betul bahwa meskipun aliansi yang dibangunnya dengan para pemimpin lokal dan tentara mulai menguat, ada ancaman lebih besar yang harus mereka hadapi: ketidakpuasan yang tersembunyi di antara rakyat.Saat Rainer memasuki ruang kerjanya, Elyse berdiri di dekat jendela, matanya memandang ke luar, ke arah langit yang gelap. Ada ketegangan di udara. Rainer bisa merasakannya. “Ada sesuatu yang tidak beres,” kata Elyse dengan suara rendah. “Aku mendengar desas-desus. Ada beberapa kelompok yang mulai bergerak—orang-orang yang tidak puas dengan perubahan yang kita tawarkan.”Rainer menghela napas. Ia tahu bahwa tidak ada perubahan besar yang bisa tercipta tanpa menimbulkan perlawanan. “Rakyat yang telah lama tertindas memiliki keraguan. Perubahan tidak bisa
Darah menetes dari luka di bahu Rainer, jatuh ke lantai batu katedral yang dingin.Ia menekan lukanya dengan tangan kiri, mencoba menahan rasa sakit yang berdenyut. Elyse berdiri di sampingnya, napasnya memburu. Di depan mereka, lorong-lorong panjang Katedral Ravenheim membentang seperti labirin, diterangi cahaya lilin yang berkelap-kelip."Ini jebakan," bisik Elyse.Rainer mengangguk pelan. "Tapi kita tidak punya pilihan lain selain terus maju."Langkah kaki terdengar di belakang mereka. Suara itu berirama, terukur. Bukan lari, bukan terburu-buru. Seperti seseorang yang tahu pasti bahwa buruannya tidak akan bisa kabur.Elyse menggenggam belatinya erat. "Kita tidak bisa bertarung dalam kondisi seperti ini.""Kita tidak akan bertarung." Rainer menarik napas dalam. "Kita akan mengalahkan mereka sebelum pedang diayunkan."Elyse menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Baik. Aku percaya padamu."Mereka bergerak lebih dalam ke dalam katedral, menjauh dari suara langkah kaki yang semakin dekat
Denting langkah mereka bergema di lorong sempit yang menuju ke dalam Benteng Ardentia.Udara di dalam terasa lebih dingin dibandingkan di luar. Cahaya obor yang berkedip-kedip di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan yang bergerak seperti sosok-sosok hantu. Rainer dan Elyse berjalan pelan, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara berlebihan.Di depan, lorong bercabang menjadi dua.Elyse menoleh ke arah Rainer. "Ke mana?" bisiknya.Rainer mengamati ukiran kecil di sudut tembok. Sebuah tanda, samar tapi jelas bagi yang tahu cara membacanya. Itu adalah simbol navigasi kuno yang digunakan oleh para arsitek istana di masa lalu."Ke kanan," katanya pelan.Mereka bergerak mengikuti lorong itu, mendekati jantung benteng tempat arsip rahasia Ordo Maledicta kemungkinan besar disimpan.Di pusat Benteng Ardentia, sebuah ruangan tersembunyi menyimpan dokumen yang telah ada selama berabad-abad.Rainer menempelkan telinganya ke pintu kayu besar di hadapannya. Tidak ada suara da
Gema pertempuran masih tersisa di udara, meski keheningan kini menyelimuti gua bawah tanah.Rainer berdiri di tengah ruangan, napasnya sedikit berat. Jejak sihir yang baru saja ia gunakan masih berkilauan di lantai, menghilang sedikit demi sedikit seperti embun yang menguap. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh penyihir bertopeng telah lenyap, terbakar oleh kekuatan ritual pemurnian yang ia ciptakan.Elyse mengamati simbol-simbol kuno yang terpahat di dinding gua. Matanya menyipit. "Ini bukan sekadar tempat pertemuan biasa, Rainer. Tempat ini… lebih tua dari yang kita duga."Rainer melangkah mendekat, menyentuh salah satu ukiran di dinding. Goresan-goresan itu bukan hanya sekadar tulisan sihir biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang terasa seperti bagian dari sebuah teka-teki yang lebih besar."Lambang ini…" Rainer bergumam. "Aku pernah melihatnya sebelumnya."Elyse menoleh. "Di mana?""Di perpustakaan bawah tanah di Akademi Arcadia," jawab Rainer, suaranya penuh pertimbangan. "Itu
Suara ledakan menggema di dalam gua bawah tanah.Rainer mundur selangkah saat debu berhamburan di udara. Cahaya biru dari perangkap sihir yang ia aktifkan membentuk pola rumit di tanah, mengurung sosok bertopeng emas dalam lingkaran bercahaya.Namun, bukannya panik, sosok itu justru tertawa pelan. “Kau cukup cerdas. Tapi apakah kau benar-benar berpikir perangkap seperti ini cukup untuk menahan kami?”Rainer tak menjawab. Matanya menyipit, memerhatikan pergerakan lawannya. Terlalu tenang. Ini bukan sekadar penyihir biasa.Elyse bergerak cepat ke sisinya, belatinya sudah siap. “Kita habisi dia sekarang.”Namun sebelum mereka bisa bergerak, kabut semakin menebal. Udara berubah berat, seolah ada sesuatu yang menarik energi dari sekitar mereka.Sosok itu mengangkat tangannya. “Jika kau ingin menantang kami, maka bersiaplah menghadapi kekuatan yang telah menjaga dunia ini selama berabad-abad.”Rainer hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga.”Dengan satu gerakan tangan, lingkaran sihir di lanta
Di dalam aula yang penuh dengan kemewahan, Rainer tetap menjaga ekspresi tenangnya saat Duke Marquez menatapnya dengan tajam. Elyse, yang berdiri di sampingnya, tetap siaga, tangannya hampir selalu berada di dekat belatinya, bersiap menghadapi kemungkinan ancaman.Duke Marquez tersenyum tipis, meski matanya penuh dengan ketegangan. “Kita bisa saling menguntungkan, Rainer. Kau ingin meruntuhkan sistem ini, bukan? Aku bisa membantumu.”Rainer menyilangkan tangannya di depan dada. “Setelah kau mengirim pembunuh untuk membunuhku? Itu cara yang aneh untuk mengundang kerja sama.”Duke Marquez tertawa kecil. “Kau lebih cerdas dari yang kukira. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku perlu tahu seberapa besar ancaman yang kau bawa.”Elyse menatapnya tajam. “Dan sekarang kau takut?”Duke Marquez menghela napas. “Aku realistis. Apa yang kau lakukan terhadap kota perdaganganku—itu adalah pukulan yang menghancurkan. Aku kehilangan kendali atas para pedagangku. Sekutuku mulai meragukanku. Jika aku
Langit di atas desa yang hancur mulai memudar menjadi merah keemasan saat matahari terbit. Rainer berdiri di tengah reruntuhan, memandangi tubuh para pembunuh yang dikirim untuk menghabisinya. Simbol keluarga Duke Marquez di salah satu tubuh mereka menjadi bukti tak terbantahkan bahwa serangan ini bukan kebetulan.Elyse berjalan mendekat, matanya tajam menatap luka di lengannya yang masih mengeluarkan sedikit darah. “Kita tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja, Rainer.”Rainer mengangguk. “Tentu saja tidak. Tapi kita juga tidak bisa menyerang balik tanpa perhitungan. Jika kita gegabah, kita bisa kehilangan legitimasi yang telah kita bangun.”Lord Gaillard, yang telah menyusul mereka bersama pasukan tambahan, menatap mayat-mayat di tanah dengan ekspresi serius. “Jika Duke Marquez benar-benar di balik ini, berarti dia sudah siap untuk mengumumkan permusuhan terbuka.”Rainer tersenyum tipis, tetapi matanya dingin. “Belum. Jika dia benar-benar siap, dia tidak akan mengirim tentara
Setelah pertemuan besar di istana, ketegangan yang semula menggantung di udara mulai berubah menjadi rasa penasaran dan perhitungan. Beberapa bangsawan tampak mulai mempertimbangkan tawaran Rainer, sementara yang lain masih bersikeras mempertahankan sistem lama. Namun, yang paling berbahaya bukanlah mereka yang berbicara secara terang-terangan—melainkan mereka yang tetap diam.Di dalam ruang pribadinya, Rainer duduk di hadapan Elyse dan Lord Gaillard, mengamati laporan-laporan terbaru dari para mata-matanya.“Ada pergerakan mencurigakan dari kubu Duke Marquez,” ujar Elyse, menunjuk ke sebuah dokumen di meja. “Mereka mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa bangsawan yang tidak menghadiri pertemuan kita.”Rainer mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang. “Sudah kuduga. Mereka yang terlalu diam justru yang paling harus kita waspadai.”Lord Gaillard menatap peta kerajaan. “Sepertinya mereka tidak akan langsung melawan kita secara terbuka. Tapi jika mereka berhasil membentuk aliansi
Setelah kejatuhan Duke Alvaric, suasana di istana mulai berubah. Para bangsawan yang sebelumnya merasa aman di balik status mereka kini mulai berhati-hati. Kekuatan Rainer sudah terbukti tidak hanya dalam kecerdasannya, tetapi juga dalam cara ia menggulingkan musuhnya tanpa mengangkat pedang sendiri.Namun, Rainer tahu ini hanyalah awal.Di ruang pertemuan rahasia, ia duduk bersama Elyse, Lord Gaillard, dan beberapa sekutu terdekatnya. Di depan mereka terbentang peta kerajaan dengan berbagai wilayah yang menandakan pengaruh para bangsawan.“Kejatuhan Alvaric menciptakan kekosongan kekuasaan,” Rainer memulai. “Beberapa bangsawan akan mencoba mengisi tempatnya, dan yang lainnya akan menunggu dalam bayang-bayang, mencari kesempatan untuk menyerang kita.”Lord Gaillard mengangguk. “Beberapa dari mereka mungkin mulai membentuk aliansi untuk melawan kita.”Elyse menambahkan, “Tapi kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita. Jika kita bisa mendekati beberapa bangsawan sebelum mereka ber
Rainer berdiri di balkon istananya, menatap langit malam yang berhiaskan bintang-bintang. Angin malam yang dingin berhembus pelan, tetapi pikirannya jauh lebih dingin.Veltan telah tersingkir, tetapi kata-katanya sebelum diseret keluar masih terngiang di benaknya. "Aku hanya mengikuti perintah..."Jika Veltan hanyalah boneka, maka siapa dalang sebenarnya?Elyse berjalan mendekat, membawa segelas anggur. “Kau tampak lebih murung dari biasanya.”Rainer menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit sebelum berkata, “Veltan hanya permulaan. Masih ada sosok yang lebih besar di balik semua ini.”Elyse menyandarkan punggungnya ke pagar balkon. “Aku setuju. Kita harus mencari tahu siapa yang menarik tali di balik layar.”Rainer mengangguk. “Aku ingin tahu siapa saja yang menjalin hubungan dengan Veltan sebelum semua ini terjadi. Jika kita bisa menemukan pola, kita mungkin bisa menemukan dalangnya.”Elyse tersenyum tipis. “Kau sudah punya sesuatu dalam pikiran?”Rainer menatap gelasnya sejenak se