Share

Bab 146

last update Last Updated: 2025-03-21 14:56:23

Debu mulai mengendap, tetapi benteng masih bergetar akibat serangan dahsyat yang dilepaskan Lord Kael.

Rainer bangkit perlahan, darah menetes dari pelipisnya, sementara suara gemuruh api dan teriakan para prajurit bergema di sekelilingnya. Benteng Blackthorn, yang baru saja mereka rebut, kini berada dalam bahaya besar.

Kael melangkah maju dari reruntuhan, matanya yang tajam mengamati Rainer dengan penuh rasa ingin tahu. "Aku mengerti sekarang," katanya dengan suara tenang namun berbahaya. "Kau bukan hanya pemberontak biasa. Kau adalah seseorang yang layak diperhitungkan."

Rainer mengusap darah di wajahnya, lalu berdiri tegak. "Dan kau lebih dari sekadar anjing Duke Alistair."

Kael menyeringai. "Mungkin begitu. Tapi yang lebih penting, aku datang untuk mengakhiri pemberontakan ini."

Rainer menatap pasukan di belakang Kael—barisan prajurit elit dengan perisai hitam dan penyihir yang berdiri dalam formasi sempurna. Ini bukan pasukan biasa.

Elyse berlari mendekat, pedangnya berlumuran dar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 147

    Langit mulai berubah warna, perlahan-lahan memerah akibat matahari yang terbenam di ufuk barat. Benteng Blackthorn kini menjadi saksi bisu dari pertempuran yang baru saja terjadi. Bau darah dan asap masih menyelimuti udara, sementara para prajurit yang selamat bersandar ke tembok, mencoba mengatur napas mereka.Di tengah medan perang yang hening, Rainer berdiri tegap, pedangnya masih berlumuran darah. Tatapannya tetap tajam, meski tubuhnya dipenuhi luka-luka.Elyse mendekatinya dengan hati-hati. "Rainer... kita menang. Tapi ini belum berakhir."Rainer mengangguk. "Aku tahu. Kael mundur bukan karena dia kalah, tapi karena dia sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar."Mata Elyse menyipit. "Kau pikir dia akan kembali?""Bukan hanya dia," kata Rainer, membalikkan tubuhnya menghadap pasukan y

    Last Updated : 2025-03-22
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 148

    Pasukan pemberontak melanjutkan perjalanan mereka melewati hutan lebat. Setelah mengalahkan para pembunuh bayaran, mereka tidak bisa berhenti terlalu lama. Rainer tahu bahwa semakin lama mereka tinggal di satu tempat, semakin besar kemungkinan pasukan Duke Alistair menemukan mereka.Elyse berjalan di sampingnya, matanya tajam mengawasi sekitar. "Seberapa jauh lagi kita dari ibu kota wilayah barat?" tanyanya.Rainer melirik peta yang telah ia hafalkan dalam pikirannya. "Jika kita terus bergerak tanpa henti, kita bisa sampai dalam dua hari. Tapi kita harus berhati-hati. Semakin dekat kita ke wilayah utama mereka, semakin besar kemungkinan kita terdeteksi."Marcus, yang berjalan di belakang mereka, menghela napas berat. "Prajurit kita kelelahan, Rainer. Mereka sudah bertarung habis-habisan di Benteng Blackthorn, lalu berjalan berjam-jam tanpa istirahat."

    Last Updated : 2025-03-23
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 149

    Pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Rainer kini semakin kuat dengan bergabungnya kelompok pembunuh bayaran, Bayangan Hitam. Dengan tambahan kekuatan ini, perjalanan menuju ibu kota wilayah barat menjadi lebih terorganisir dan penuh perhitungan.Di dalam hutan yang lebat, mereka berjalan dalam formasi rapi. Darius dan pasukannya bergerak di garis depan dan belakang, memastikan tidak ada penyusup yang mengikuti mereka. Sementara itu, Rainer, Elyse, dan Marcus berjalan di tengah pasukan, mendiskusikan langkah selanjutnya."Kita sudah mendekati perbatasan wilayah barat," kata Marcus sambil menunjuk peta yang digelar di atas sebuah batu besar. "Dari laporan yang kudapat, benteng luar kota memiliki penjagaan yang ketat, dan kita tidak bisa melewatinya tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Itu berarti kita harus menemukan cara untuk masuk tanpa menimbulkan kecurigaan. Jika kita menyerang langsung, kita hanya akan membuang tenaga."Elyse berpikir sejenak sebe

    Last Updated : 2025-03-24
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 150

    Malam turun di ibu kota wilayah barat, menyelimuti kota dengan cahaya remang-remang dari lentera yang menggantung di sepanjang jalan berbatu. Suasana kota terlihat lebih sepi dibandingkan siang hari. Warga lebih memilih menghindari keluar rumah kecuali ada keperluan mendesak.Di sebuah rumah sederhana yang berfungsi sebagai tempat persembunyian sementara, Rainer dan kelompoknya berkumpul. Viktor, pedagang yang membantu mereka masuk ke kota, menatap mereka dengan penuh kewaspadaan."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Viktor, melipat tangannya di dada.Rainer menatap peta kota yang terbuka di atas meja kayu di tengah ruangan. "Kami perlu mengetahui kekuatan pasukan Duke Alistair sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Aku ingin kita membagi tugas untuk mengumpulkan informasi."Elyse mengangguk. "Aku bisa menyelinap ke distrik pekerja dan berbicara dengan warga. Mereka mungkin memiliki keluhan tentang pemerintahan Alistair yang bisa kita manfaatkan."Marcus menambahkan, "Aku akan me

    Last Updated : 2025-03-25
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 151

    Malam terus berlanjut, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang beristirahat dengan tenang. Rainer menatap peta di depannya, memperhitungkan langkah-langkah berikutnya. Dengan informasi yang mereka peroleh, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk bergerak.Kelompok perlawanan di distrik pelabuhan akan menjadi kunci. Jika mereka bisa meyakinkan mereka untuk bekerja sama, kota ini akan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengguncang rezim Duke Alistair.Elyse menatap Rainer dengan penuh perhatian. "Kapan kita akan menemui mereka?""Besok malam," jawab Rainer. "Kita harus berhati-hati. Jika mereka terlalu takut atau ada mata-mata di dalamnya, kita bisa dalam bahaya."Marcus, yang duduk di sudut ruangan, menyeringai. "Itu sebabnya aku akan pergi lebih dulu untuk memastikan tempatnya aman. Aku bisa bergerak tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Lakukan. Dan jika ada yang mencurigakan, mundur. Kita tidak bisa mengambil risiko kehilanganmu."Marcus berdiri. "Serahkan padaku."Keesokan malamnya,

    Last Updated : 2025-03-26
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 152

    Suara ledakan menggema di seluruh kota. Api berkobar di beberapa sudut distrik, dan jeritan pertempuran bercampur dengan dentingan senjata yang saling beradu. Kekacauan telah mencapai puncaknya—tanda bahwa rencana Rainer berjalan sesuai yang diharapkan.Di dalam istana Duke Alistair, sang penguasa berdiri dengan pedang terhunus. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dipenuhi amarah dan kegelisahan. Di hadapannya, Rainer berdiri tenang, sementara Elyse dan Marcus bersiaga di sisinya.“Aku sudah memperhitungkan segalanya, Alistair,” kata Rainer dengan nada datar. “Hari ini, kekuasaanmu berakhir.”Alistair menyipitkan mata. “Kau pikir hanya dengan beberapa pemberontak rendahan bisa menjatuhkanku?”Senyum tipis tersungging di bibir Rainer. Ia tidak menjawab, tetapi menatap keluar jendela, melihat pasukan perlawanan yang semakin mendekati istana.“Kota ini bukan milikmu lagi,” lanjut Rainer. “Setengah pasukanmu sudah pergi ke timur. Para bangsa

    Last Updated : 2025-03-27
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 153

    Rainer berdiri di puncak menara istana, menatap ke kejauhan. Kota yang dulunya diperintah dengan tangan besi oleh Duke Alistair kini dalam transisi menuju era baru. Cahaya fajar mulai menyinari bangunan-bangunan yang masih dipenuhi bekas pertempuran. Jalanan yang tadinya berlumuran darah perlahan dibersihkan, meski bau asap dan kematian masih terasa.Di bawahnya, rakyat berkumpul di alun-alun utama, menunggu pengumuman berikutnya.Elyse melangkah mendekat. “Mereka menunggu pidatomu.”Rainer mengangguk, tetapi matanya tetap tertuju ke kejauhan. “Perjuangan ini belum berakhir. Kota ini masih bisa jatuh ke dalam kekacauan jika kita tidak segera bertindak.”Elyse menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku tahu. Tapi untuk saat ini, kita telah memberi mereka harapan.”Rainer akhirnya mengalihkan pandangannya ke Elyse. Dalam beberapa bulan terakhir, gadis itu telah menjadi orang yang paling ia percaya. Dengan kecerdasan dan tekadnya, Elyse selalu menjadi suara rasional yang menyeimbangkan pemi

    Last Updated : 2025-03-28
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 154

    Langit di atas wilayah barat masih dipenuhi asap, sisa dari pertempuran yang baru saja berakhir. Kastil milik Count Reinhardt kini berdiri dalam kehancuran, simbol kejatuhan para bangsawan yang menolak tunduk pada perubahan.Di dalam ruang pertemuan yang dulu penuh dengan kemewahan, kini hanya ada aroma debu dan darah. Rainer berdiri di tengah ruangan, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah barat telah mereka taklukkan, tetapi peperangan belum selesai.Elyse masuk ke ruangan, wajahnya tenang namun penuh ketegasan. “Beberapa pasukan kita masih sibuk mengamankan desa-desa sekitar. Sebagian besar rakyat di sini tidak berani melawan, tetapi ada kelompok kecil yang masih setia pada Reinhardt.”Rainer mengangguk. “Itu sudah kuduga. Reinhardt mungkin sudah tiada, tapi jejaknya masih ada dalam pikiran orang-orang yang dulu hidup di bawah perlindungannya.”Marcus, yang duduk di sudut ruangan dengan cangkir anggur di tangannya, mendengus. “Orang-orang bodoh. Mereka tidak sadar

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 181

    Kilatan cahaya menyelimuti seluruh ruang dalam Menara Caelus. Cahaya dari Prisma Keempat memancar, menyatu dengan tiga fragmen sebelumnya yang telah Rainer kumpulkan. Suara bisikan kuno membahana, menyampaikan pesan yang tak dapat ditangkap oleh telinga biasa—melainkan oleh jiwa yang bersedia menerima kebenaran seutuhnya.Rainer berdiri di tengah pusaran cahaya itu, matanya terbuka lebar, menyerap seluruh memori dan kebenaran yang tersimpan selama ribuan tahun. Sosok Aeron, bayangan dari masa lalu, perlahan menghilang—senyumnya pudar, meninggalkan beban yang tak kasat mata.Elyse mendekat, wajahnya penuh kecemasan. “Apa yang kau lihat?”Rainer tidak langsung menjawab. Tangannya gemetar. Di matanya tergambar peperangan yang belum pernah diceritakan, pengkhianatan oleh mereka yang dicatat sebagai pahlawan, dan dunia yang dibentuk bukan dari harapan, melainkan dari ketakutan para pendiri.“Aku melihat... dunia yang kita kenal bukan hasil dari kebijaksanaan. Tapi hasil dari keputusan terb

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 180

    Angin dingin dari utara membawa kabar buruk.Pagi itu, Rainer berdiri di atas puncak benteng pengamatan, memandangi pusaran cahaya yang membelah langit dari kejauhan. Fenomena itu muncul mendadak—tidak satu pun dari alat-alat sihir mereka bisa mendeteksi energi semacam itu sebelumnya. Tapi satu hal jelas: titik pusatnya adalah Menara Caelus, struktur kuno dari Zaman Awal yang selama ini hanya dianggap reruntuhan tak berfungsi.Kini, menara itu bersinar. Hidup kembali.“Menara keempat telah bangkit,” gumam Rainer.Di belakangnya, Elyse datang membawa gulungan tua yang diambil dari arsip Perpustakaan Tengah. “Ada yang menarik,” katanya sambil membuka gulungan di meja observasi. “Menurut peta zaman kuno, Menara Caelus bukan hanya tempat sihir—melainkan tempat penyimpanan memori dunia.”Rainer menoleh, alisnya terangkat. “Memori dunia?”Elyse mengangguk. “Sesuatu yang disebut ‘Rekam Astral’. Sebuah sistem penyimpanan sihir yang bisa merekam kejadian dan pengetahuan dari masa lalu. Jika be

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 179

    Dunia berubah, tapi perubahan sejati tidak pernah datang tanpa konsekuensi.Sepekan setelah kepulangan Rainer dari Perpustakaan Tengah, gelombang informasi mulai merembes ke setiap pelosok kerajaan. Terjemahan parsial Simfoni Tertinggal telah disalin dan disebarkan ke berbagai sekolah sihir rakyat dan tempat-tempat belajar kecil yang tersembunyi di balik bayang-bayang kota besar.Di awalnya, banyak yang menertawakan dokumen itu. Mereka menyebutnya propaganda seorang anak dari kasta rendah yang menginginkan kekuasaan melalui pengetahuan. Namun semakin banyak yang membaca, semakin banyak pula yang mulai bertanya-tanya.“Kalau sihir bukan bakat keturunan, mengapa kami tidak bisa mempelajarinya?”“Kenapa hanya keluarga bangsawan yang punya akses ke sekolah sihir tingkat tinggi?”Pertanyaan-pertanyaan itu menyebar lebih cepat daripada yang diperkirakan siapa pun.Dan dari balik dinding istana, para bangsawan mulai merasakan tekanan.Di ruang utama Dewan Tertinggi Bangsawan, sebuah pertemua

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 178

    Hujan turun pelan di atas atap markas, membasahi kaca jendela tempat Rainer bersandar. Di tangan kirinya, liontin yang memuat tiga fragmen kini berpendar aneh—perpaduan antara cahaya dan kegelapan, seolah dua kekuatan bertentangan sedang saling menekan, mencari bentuk akhir dari sebuah kebenaran.Elyse melangkah masuk tanpa suara, membawa dua cangkir teh. Ia menyerahkan satu pada Rainer sebelum ikut bersandar di sisi jendela. Diam.“Apa kau pernah merasa,” kata Elyse akhirnya, “bahwa dunia ini... lebih tua dari yang kita tahu?”Rainer tersenyum kecil. “Tidak hanya lebih tua. Tapi juga lebih terluka.”Ia mengangkat liontin. “Setiap fragmen membawa ingatan. Yang pertama memberi petunjuk tentang asal usul sistem kasta. Yang kedua memperlihatkan eksperimen sihir terhadap manusia biasa. Tapi yang ketiga...”“...membawa kehampaan,” sambung Elyse pelan. “Aku merasakannya saat kita berada di altar itu.”“Dan lebih dari itu.” Rainer berbalik, berjalan ke meja penuh dokumen. Ia mengambil satu g

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 177

    Langit malam menyelimuti dunia dengan kelam yang lebih pekat dari biasanya. Di luar ibu kota, jauh dari mata para penguasa dan rakyat biasa, Menara Bayangan berdiri di atas bukit batu yang tandus, dikelilingi reruntuhan peradaban lama yang telah lama dilupakan. Di dalam menara itu, sihir lama—sihir yang bahkan tidak dikenali oleh Akademi Sihir Pusat—masih hidup.Di tengah lingkaran sihir yang berpendar redup, pria berjubah ungu tua itu membuka matanya. Mereka bersinar hijau pucat, bukan karena sihir, tapi karena kekosongan yang menghuni raganya. Ia bukan lagi manusia biasa. Namanya telah lama dihapus dari sejarah, digantikan dengan satu julukan: Nihros, sang Pemelihara Kekosongan.“Fragmen ketiga telah terbangun,” gumam Nihros. Suaranya nyaris seperti bisikan di antara celah kenyataan. “Dan si bocah itu... mulai mengganggu alur.”Di sekelilingnya, entitas-entitas tak bernama—makhluk yang dulunya manusia, tapi telah dirusak oleh sihir gelap dari

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 176

    Ruangan Majelis Tertinggi tidak seperti aula biasa di kerajaan—ia tidak hanya dibangun dari marmer dan batu mulia, tapi dari keheningan yang dalam dan rasa takut yang menggantung. Di tempat inilah hukum kerajaan diciptakan, strategi perang dirancang, dan takdir rakyat ditentukan.Pagi itu, ratusan kursi di tribun atas dipenuhi para bangsawan, penyihir agung, akademisi, dan bahkan utusan luar negeri. Mereka semua datang karena undangan langka: seseorang dari kalangan bawah, tanpa darah bangsawan, tanpa gelar, akan berbicara di hadapan Majelis.Rainer berdiri di tengah podium, mengenakan jubah hitam dengan garis emas yang dirancang Elyse dan para pendukungnya—sebuah simbol antara perlawanan dan martabat. Di belakangnya, Elyse berdiri tegak, mata tajamnya menyapu ruangan.Suara bel logam berdentang tiga kali, menandakan awal sesi. Di kursi utama, High Consul Avarel—pemimpin tertinggi Majelis—mengangguk ke arah Rainer.“Rainer dari distrik bawah, pemegang fra

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 175

    Langit di atas ibu kota kerajaan Arkwen tampak kelabu. Awan gelap menggantung rendah, seolah menandakan badai besar akan segera datang. Namun badai yang mendekat bukan sekadar cuaca—melainkan konflik yang akan mengguncang seluruh struktur kekuasaan kerajaan.Rainer dan timnya baru saja kembali dari ekspedisi ke Utara, membawa satu kebenaran baru dan satu fragmen simfoni tambahan. Tapi bukan hanya kekuatan yang mereka bawa pulang, melainkan juga informasi yang bisa mengguncang fondasi dunia: bahwa sistem yang saat ini berdiri adalah hasil dari siklus berulang yang dipaksakan oleh kekuatan kuno, dan bahwa pemilik simfoni sejati berpotensi menjadi kunci pembebas atau penghancur dari siklus itu.“Berita tentang pergerakan kita telah bocor,” kata Kysha sambil menyerahkan gulungan surat kepada Rainer. “Tiga dari lima keluarga bangsawan besar mengirim utusan ke menara dewan sihir. Mereka menyebutnya sebagai ‘Tanda Pertama dari Kerusakan.’”“Karena kita mengambil fragme

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 174

    Hutan Frostveil, wilayah utara kerajaan yang dinginnya mampu membekukan tulang bahkan sebelum musim salju datang. Kabut tebal menggantung di antara pohon-pohon cemara tinggi, dan hanya suara ranting patah atau langkah lembut di salju yang memberi tanda bahwa kehidupan masih ada di tempat itu.Di sinilah Rainer, Elyse, Marcus, dan Kysha menelusuri jejak pengkhianat dari tim mereka—Seth, anggota pencatat sihir yang ternyata telah menyusup atas perintah pihak luar. Peta menuju fragmen ketiga kini berada di tangannya, dan jika dia berhasil menyerahkannya ke tangan sekte atau faksi bangsawan tertentu, pertarungan untuk perubahan bisa berakhir sebelum dimulai.“Kita hanya berjarak satu hari perjalanan dari kuil tua yang disebutkan di fragmen kedua,” bisik Kysha sambil menunjuk peta yang telah mereka salin ulang. “Tapi jalur yang diambil Seth... bukan jalur langsung. Dia menuju celah pegunungan—ada sesuatu di sana yang dia sembunyikan.”Rainer menatap langit yang mulai

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 173

    Hujan deras mengguyur pelabuhan selatan Kerajaan Galvane. Kapal ekspedisi akademi telah bersandar di dermaga, dan suara ombak yang menghantam kayu menambah ketegangan suasana. Rainer berdiri di dek kapal, mengenakan jubah tebal berlapis pelindung sihir. Di belakangnya, Elyse, Marcus, dan beberapa anggota tim elite akademi bersiap turun.Wilayah yang mereka tuju adalah reruntuhan Virellis, kota kuno yang terkubur oleh tanah longsor dua abad lalu. Berdasarkan kode dalam simfoni pertama, fragmen kedua tersembunyi di bawah tanah, dilindungi oleh mekanisme sihir yang hanya bisa dipecahkan oleh harmoni energi tertentu—sesuatu yang hanya bisa dideteksi jika seseorang memiliki resonansi dengan fragmen pertama.“Aku merasakannya,” bisik Rainer sambil menekan telapak tangannya ke dada, tempat ia mengenakan liontin kristal kecil dari fragmen pertama. “Ada sesuatu yang memanggil… seperti gema di ujung lorong panjang.”Elyse menatapnya, mata peraknya penuh waspada. “Pastikan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status