Share

Bab 145

last update Huling Na-update: 2025-03-20 20:39:18

Benteng Blackthorn kini berada dalam kendali mereka. Namun, kemenangan ini bukan akhir dari perjuangan—ini baru permulaan.

Di atas menara utama, Rainer mengamati dari kejauhan. Pasukan pemberontak mulai mengamankan area, membakar simbol kekuasaan Duke Alistair, dan merawat luka-luka mereka. Udara masih dipenuhi bau darah dan asap, sisa-sisa pertempuran yang baru saja terjadi.

Elyse berdiri di sampingnya, menyeka darah dari pedangnya sebelum menyarungkannya kembali. "Kita menang," katanya, suaranya penuh kelegaan, tetapi matanya tetap tajam. "Tapi kita juga kehilangan banyak orang."

Rainer mengangguk pelan. "Kemenangan selalu punya harga."

Ia memandang ke arah lapangan dalam benteng, di mana beberapa orang yang menyerah sedang dikumpulkan. Callan sedang berbicara dengan mereka, menawarkan pilihan—bergabung atau pergi.

"Bagaimana dengan Valtherion?" tanya Elyse.

"Dia mundur," jawab Rainer. "Lukanya cukup parah, tapi dia bukan tipe orang yang mudah menyerah."

Elyse menghela napas. "Itu b
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 146

    Debu mulai mengendap, tetapi benteng masih bergetar akibat serangan dahsyat yang dilepaskan Lord Kael.Rainer bangkit perlahan, darah menetes dari pelipisnya, sementara suara gemuruh api dan teriakan para prajurit bergema di sekelilingnya. Benteng Blackthorn, yang baru saja mereka rebut, kini berada dalam bahaya besar.Kael melangkah maju dari reruntuhan, matanya yang tajam mengamati Rainer dengan penuh rasa ingin tahu. "Aku mengerti sekarang," katanya dengan suara tenang namun berbahaya. "Kau bukan hanya pemberontak biasa. Kau adalah seseorang yang layak diperhitungkan."Rainer mengusap darah di wajahnya, lalu berdiri tegak. "Dan kau lebih dari sekadar anjing Duke Alistair."Kael menyeringai. "Mungkin begitu. Tapi yang lebih penting, aku datang untuk mengakhiri pemberontakan ini."Rainer menatap pasukan di belakang Kael—barisan prajurit elit dengan perisai hitam dan penyihir yang berdiri dalam formasi sempurna. Ini bukan pasukan biasa.Elyse berlari mendekat, pedangnya berlumuran dar

    Huling Na-update : 2025-03-21
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 147

    Langit mulai berubah warna, perlahan-lahan memerah akibat matahari yang terbenam di ufuk barat. Benteng Blackthorn kini menjadi saksi bisu dari pertempuran yang baru saja terjadi. Bau darah dan asap masih menyelimuti udara, sementara para prajurit yang selamat bersandar ke tembok, mencoba mengatur napas mereka.Di tengah medan perang yang hening, Rainer berdiri tegap, pedangnya masih berlumuran darah. Tatapannya tetap tajam, meski tubuhnya dipenuhi luka-luka.Elyse mendekatinya dengan hati-hati. "Rainer... kita menang. Tapi ini belum berakhir."Rainer mengangguk. "Aku tahu. Kael mundur bukan karena dia kalah, tapi karena dia sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar."Mata Elyse menyipit. "Kau pikir dia akan kembali?""Bukan hanya dia," kata Rainer, membalikkan tubuhnya menghadap pasukan y

    Huling Na-update : 2025-03-22
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 148

    Pasukan pemberontak melanjutkan perjalanan mereka melewati hutan lebat. Setelah mengalahkan para pembunuh bayaran, mereka tidak bisa berhenti terlalu lama. Rainer tahu bahwa semakin lama mereka tinggal di satu tempat, semakin besar kemungkinan pasukan Duke Alistair menemukan mereka.Elyse berjalan di sampingnya, matanya tajam mengawasi sekitar. "Seberapa jauh lagi kita dari ibu kota wilayah barat?" tanyanya.Rainer melirik peta yang telah ia hafalkan dalam pikirannya. "Jika kita terus bergerak tanpa henti, kita bisa sampai dalam dua hari. Tapi kita harus berhati-hati. Semakin dekat kita ke wilayah utama mereka, semakin besar kemungkinan kita terdeteksi."Marcus, yang berjalan di belakang mereka, menghela napas berat. "Prajurit kita kelelahan, Rainer. Mereka sudah bertarung habis-habisan di Benteng Blackthorn, lalu berjalan berjam-jam tanpa istirahat."

    Huling Na-update : 2025-03-23
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 149

    Pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Rainer kini semakin kuat dengan bergabungnya kelompok pembunuh bayaran, Bayangan Hitam. Dengan tambahan kekuatan ini, perjalanan menuju ibu kota wilayah barat menjadi lebih terorganisir dan penuh perhitungan.Di dalam hutan yang lebat, mereka berjalan dalam formasi rapi. Darius dan pasukannya bergerak di garis depan dan belakang, memastikan tidak ada penyusup yang mengikuti mereka. Sementara itu, Rainer, Elyse, dan Marcus berjalan di tengah pasukan, mendiskusikan langkah selanjutnya."Kita sudah mendekati perbatasan wilayah barat," kata Marcus sambil menunjuk peta yang digelar di atas sebuah batu besar. "Dari laporan yang kudapat, benteng luar kota memiliki penjagaan yang ketat, dan kita tidak bisa melewatinya tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Itu berarti kita harus menemukan cara untuk masuk tanpa menimbulkan kecurigaan. Jika kita menyerang langsung, kita hanya akan membuang tenaga."Elyse berpikir sejenak sebe

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 150

    Malam turun di ibu kota wilayah barat, menyelimuti kota dengan cahaya remang-remang dari lentera yang menggantung di sepanjang jalan berbatu. Suasana kota terlihat lebih sepi dibandingkan siang hari. Warga lebih memilih menghindari keluar rumah kecuali ada keperluan mendesak.Di sebuah rumah sederhana yang berfungsi sebagai tempat persembunyian sementara, Rainer dan kelompoknya berkumpul. Viktor, pedagang yang membantu mereka masuk ke kota, menatap mereka dengan penuh kewaspadaan."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Viktor, melipat tangannya di dada.Rainer menatap peta kota yang terbuka di atas meja kayu di tengah ruangan. "Kami perlu mengetahui kekuatan pasukan Duke Alistair sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Aku ingin kita membagi tugas untuk mengumpulkan informasi."Elyse mengangguk. "Aku bisa menyelinap ke distrik pekerja dan berbicara dengan warga. Mereka mungkin memiliki keluhan tentang pemerintahan Alistair yang bisa kita manfaatkan."Marcus menambahkan, "Aku akan me

    Huling Na-update : 2025-03-25
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 151

    Malam terus berlanjut, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang beristirahat dengan tenang. Rainer menatap peta di depannya, memperhitungkan langkah-langkah berikutnya. Dengan informasi yang mereka peroleh, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk bergerak.Kelompok perlawanan di distrik pelabuhan akan menjadi kunci. Jika mereka bisa meyakinkan mereka untuk bekerja sama, kota ini akan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengguncang rezim Duke Alistair.Elyse menatap Rainer dengan penuh perhatian. "Kapan kita akan menemui mereka?""Besok malam," jawab Rainer. "Kita harus berhati-hati. Jika mereka terlalu takut atau ada mata-mata di dalamnya, kita bisa dalam bahaya."Marcus, yang duduk di sudut ruangan, menyeringai. "Itu sebabnya aku akan pergi lebih dulu untuk memastikan tempatnya aman. Aku bisa bergerak tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Lakukan. Dan jika ada yang mencurigakan, mundur. Kita tidak bisa mengambil risiko kehilanganmu."Marcus berdiri. "Serahkan padaku."Keesokan malamnya,

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 152

    Suara ledakan menggema di seluruh kota. Api berkobar di beberapa sudut distrik, dan jeritan pertempuran bercampur dengan dentingan senjata yang saling beradu. Kekacauan telah mencapai puncaknya—tanda bahwa rencana Rainer berjalan sesuai yang diharapkan.Di dalam istana Duke Alistair, sang penguasa berdiri dengan pedang terhunus. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dipenuhi amarah dan kegelisahan. Di hadapannya, Rainer berdiri tenang, sementara Elyse dan Marcus bersiaga di sisinya.“Aku sudah memperhitungkan segalanya, Alistair,” kata Rainer dengan nada datar. “Hari ini, kekuasaanmu berakhir.”Alistair menyipitkan mata. “Kau pikir hanya dengan beberapa pemberontak rendahan bisa menjatuhkanku?”Senyum tipis tersungging di bibir Rainer. Ia tidak menjawab, tetapi menatap keluar jendela, melihat pasukan perlawanan yang semakin mendekati istana.“Kota ini bukan milikmu lagi,” lanjut Rainer. “Setengah pasukanmu sudah pergi ke timur. Para bangsa

    Huling Na-update : 2025-03-27
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 153

    Rainer berdiri di puncak menara istana, menatap ke kejauhan. Kota yang dulunya diperintah dengan tangan besi oleh Duke Alistair kini dalam transisi menuju era baru. Cahaya fajar mulai menyinari bangunan-bangunan yang masih dipenuhi bekas pertempuran. Jalanan yang tadinya berlumuran darah perlahan dibersihkan, meski bau asap dan kematian masih terasa.Di bawahnya, rakyat berkumpul di alun-alun utama, menunggu pengumuman berikutnya.Elyse melangkah mendekat. “Mereka menunggu pidatomu.”Rainer mengangguk, tetapi matanya tetap tertuju ke kejauhan. “Perjuangan ini belum berakhir. Kota ini masih bisa jatuh ke dalam kekacauan jika kita tidak segera bertindak.”Elyse menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku tahu. Tapi untuk saat ini, kita telah memberi mereka harapan.”Rainer akhirnya mengalihkan pandangannya ke Elyse. Dalam beberapa bulan terakhir, gadis itu telah menjadi orang yang paling ia percaya. Dengan kecerdasan dan tekadnya, Elyse selalu menjadi suara rasional yang menyeimbangkan pemi

    Huling Na-update : 2025-03-28

Pinakabagong kabanata

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 160

    Malam masih gelap saat beberapa bayangan bergerak cepat di gang-gang ibu kota Vildoria. Lima sosok berpakaian gelap, masing-masing dengan simbol kecil berbentuk mata di pergelangan tangan mereka, menyelinap melalui lorong-lorong sempit menuju sebuah gudang tua yang tersembunyi di antara bangunan usang.Di dalam, beberapa pria dan wanita bertopeng sudah berkumpul di sekitar meja panjang, peta dan dokumen tersebar di atasnya. Mereka adalah anggota Tangan Hitam—organisasi rahasia yang beroperasi di balik layar, mengendalikan informasi dan kekuatan dengan cara yang hanya mereka yang berkepentingan bisa pahami.Seorang pria bertopeng duduk di tengah, jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme yang lambat. "Rainer mulai bergerak," katanya dengan suara tenang namun tajam.Salah satu anggota lain mengangguk. "Ya, dan dia sudah mengetahui keberadaan kita. Tidak lama lagi dia akan mencari cara untuk menghancurkan kita dari dalam."Pria bertopeng itu menghela napas. "Maka kita harus bergerak lebih

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 155

    Malam berhembus dingin saat Rainer berdiri di atas menara pengawas, menatap ke arah selatan. Dalam kegelapan, titik-titik api kecil terlihat di kejauhan—kemah pasukan yang mulai berkumpul di wilayah perbatasan. Jika laporan itu benar, seseorang dari keturunan keluarga kerajaan lama sedang membangun kekuatan di sana.Elyse melangkah mendekat, mantel tebal melilit tubuhnya. "Kau tampak gelisah."Rainer tersenyum tipis. "Gelisah bukan kata yang tepat. Lebih ke... mengantisipasi."Elyse bersandar di pagar batu. "Jika benar ada keturunan kerajaan lama yang tersisa, itu bisa menjadi masalah besar. Rakyat yang masih setia pada monarki pasti akan berkumpul di bawah panji mereka.""Dan itulah yang membuat ini menarik," Rainer menjawab. "Orang-orang selalu mencari simbol. Jika seseorang bisa meyakinkan mereka bahwa kerajaan lama bisa bangkit kembali, maka kita akan menghadapi perang yang lebih besar dari sebelumnya."Marcus datang membawa sebotol anggur, wajahnya tetap santai meskipun situasi s

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 154

    Langit di atas wilayah barat masih dipenuhi asap, sisa dari pertempuran yang baru saja berakhir. Kastil milik Count Reinhardt kini berdiri dalam kehancuran, simbol kejatuhan para bangsawan yang menolak tunduk pada perubahan.Di dalam ruang pertemuan yang dulu penuh dengan kemewahan, kini hanya ada aroma debu dan darah. Rainer berdiri di tengah ruangan, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah barat telah mereka taklukkan, tetapi peperangan belum selesai.Elyse masuk ke ruangan, wajahnya tenang namun penuh ketegasan. “Beberapa pasukan kita masih sibuk mengamankan desa-desa sekitar. Sebagian besar rakyat di sini tidak berani melawan, tetapi ada kelompok kecil yang masih setia pada Reinhardt.”Rainer mengangguk. “Itu sudah kuduga. Reinhardt mungkin sudah tiada, tapi jejaknya masih ada dalam pikiran orang-orang yang dulu hidup di bawah perlindungannya.”Marcus, yang duduk di sudut ruangan dengan cangkir anggur di tangannya, mendengus. “Orang-orang bodoh. Mereka tidak sadar

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 153

    Rainer berdiri di puncak menara istana, menatap ke kejauhan. Kota yang dulunya diperintah dengan tangan besi oleh Duke Alistair kini dalam transisi menuju era baru. Cahaya fajar mulai menyinari bangunan-bangunan yang masih dipenuhi bekas pertempuran. Jalanan yang tadinya berlumuran darah perlahan dibersihkan, meski bau asap dan kematian masih terasa.Di bawahnya, rakyat berkumpul di alun-alun utama, menunggu pengumuman berikutnya.Elyse melangkah mendekat. “Mereka menunggu pidatomu.”Rainer mengangguk, tetapi matanya tetap tertuju ke kejauhan. “Perjuangan ini belum berakhir. Kota ini masih bisa jatuh ke dalam kekacauan jika kita tidak segera bertindak.”Elyse menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku tahu. Tapi untuk saat ini, kita telah memberi mereka harapan.”Rainer akhirnya mengalihkan pandangannya ke Elyse. Dalam beberapa bulan terakhir, gadis itu telah menjadi orang yang paling ia percaya. Dengan kecerdasan dan tekadnya, Elyse selalu menjadi suara rasional yang menyeimbangkan pemi

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 152

    Suara ledakan menggema di seluruh kota. Api berkobar di beberapa sudut distrik, dan jeritan pertempuran bercampur dengan dentingan senjata yang saling beradu. Kekacauan telah mencapai puncaknya—tanda bahwa rencana Rainer berjalan sesuai yang diharapkan.Di dalam istana Duke Alistair, sang penguasa berdiri dengan pedang terhunus. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dipenuhi amarah dan kegelisahan. Di hadapannya, Rainer berdiri tenang, sementara Elyse dan Marcus bersiaga di sisinya.“Aku sudah memperhitungkan segalanya, Alistair,” kata Rainer dengan nada datar. “Hari ini, kekuasaanmu berakhir.”Alistair menyipitkan mata. “Kau pikir hanya dengan beberapa pemberontak rendahan bisa menjatuhkanku?”Senyum tipis tersungging di bibir Rainer. Ia tidak menjawab, tetapi menatap keluar jendela, melihat pasukan perlawanan yang semakin mendekati istana.“Kota ini bukan milikmu lagi,” lanjut Rainer. “Setengah pasukanmu sudah pergi ke timur. Para bangsa

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 151

    Malam terus berlanjut, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang beristirahat dengan tenang. Rainer menatap peta di depannya, memperhitungkan langkah-langkah berikutnya. Dengan informasi yang mereka peroleh, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk bergerak.Kelompok perlawanan di distrik pelabuhan akan menjadi kunci. Jika mereka bisa meyakinkan mereka untuk bekerja sama, kota ini akan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengguncang rezim Duke Alistair.Elyse menatap Rainer dengan penuh perhatian. "Kapan kita akan menemui mereka?""Besok malam," jawab Rainer. "Kita harus berhati-hati. Jika mereka terlalu takut atau ada mata-mata di dalamnya, kita bisa dalam bahaya."Marcus, yang duduk di sudut ruangan, menyeringai. "Itu sebabnya aku akan pergi lebih dulu untuk memastikan tempatnya aman. Aku bisa bergerak tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Lakukan. Dan jika ada yang mencurigakan, mundur. Kita tidak bisa mengambil risiko kehilanganmu."Marcus berdiri. "Serahkan padaku."Keesokan malamnya,

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 150

    Malam turun di ibu kota wilayah barat, menyelimuti kota dengan cahaya remang-remang dari lentera yang menggantung di sepanjang jalan berbatu. Suasana kota terlihat lebih sepi dibandingkan siang hari. Warga lebih memilih menghindari keluar rumah kecuali ada keperluan mendesak.Di sebuah rumah sederhana yang berfungsi sebagai tempat persembunyian sementara, Rainer dan kelompoknya berkumpul. Viktor, pedagang yang membantu mereka masuk ke kota, menatap mereka dengan penuh kewaspadaan."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Viktor, melipat tangannya di dada.Rainer menatap peta kota yang terbuka di atas meja kayu di tengah ruangan. "Kami perlu mengetahui kekuatan pasukan Duke Alistair sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Aku ingin kita membagi tugas untuk mengumpulkan informasi."Elyse mengangguk. "Aku bisa menyelinap ke distrik pekerja dan berbicara dengan warga. Mereka mungkin memiliki keluhan tentang pemerintahan Alistair yang bisa kita manfaatkan."Marcus menambahkan, "Aku akan me

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 149

    Pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Rainer kini semakin kuat dengan bergabungnya kelompok pembunuh bayaran, Bayangan Hitam. Dengan tambahan kekuatan ini, perjalanan menuju ibu kota wilayah barat menjadi lebih terorganisir dan penuh perhitungan.Di dalam hutan yang lebat, mereka berjalan dalam formasi rapi. Darius dan pasukannya bergerak di garis depan dan belakang, memastikan tidak ada penyusup yang mengikuti mereka. Sementara itu, Rainer, Elyse, dan Marcus berjalan di tengah pasukan, mendiskusikan langkah selanjutnya."Kita sudah mendekati perbatasan wilayah barat," kata Marcus sambil menunjuk peta yang digelar di atas sebuah batu besar. "Dari laporan yang kudapat, benteng luar kota memiliki penjagaan yang ketat, dan kita tidak bisa melewatinya tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Itu berarti kita harus menemukan cara untuk masuk tanpa menimbulkan kecurigaan. Jika kita menyerang langsung, kita hanya akan membuang tenaga."Elyse berpikir sejenak sebe

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 148

    Pasukan pemberontak melanjutkan perjalanan mereka melewati hutan lebat. Setelah mengalahkan para pembunuh bayaran, mereka tidak bisa berhenti terlalu lama. Rainer tahu bahwa semakin lama mereka tinggal di satu tempat, semakin besar kemungkinan pasukan Duke Alistair menemukan mereka.Elyse berjalan di sampingnya, matanya tajam mengawasi sekitar. "Seberapa jauh lagi kita dari ibu kota wilayah barat?" tanyanya.Rainer melirik peta yang telah ia hafalkan dalam pikirannya. "Jika kita terus bergerak tanpa henti, kita bisa sampai dalam dua hari. Tapi kita harus berhati-hati. Semakin dekat kita ke wilayah utama mereka, semakin besar kemungkinan kita terdeteksi."Marcus, yang berjalan di belakang mereka, menghela napas berat. "Prajurit kita kelelahan, Rainer. Mereka sudah bertarung habis-habisan di Benteng Blackthorn, lalu berjalan berjam-jam tanpa istirahat."

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status