Beranda / Romansa / Duda dan Janda Bertetangga / 71. Bukti Keseriusan Hati

Share

71. Bukti Keseriusan Hati

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 10:20:34

Kintan melirik Rani sekilas. Ia sebenarnya tertarik, tapi tidak mau termakan umpan wanita itu. "Udah tau juga," tukasnya sok tahu. "Kamu kan, cinta pertamanya?"

Rani menggeleng sambil tersenyum menang. "Salah!!!" bantahnya sambil terkikik. "Hayoo... pasti kepo banget, kan?"

Kintan membuang muka. Dia memang kepo juga sih siapa cinta pertama Iqbal. Tapi... masa iya, Rani yang akan jadi manajernya??

"Nggak ah. Nggak tertarik. Lagian soal gitu doang aku juga bisa langsung tanya ke Iqbal, apa susahnya?" tukas Kintan.

"Yakin Iqbal mau cerita?" tantang Rani. "Dia itu paling nggak suka ditanya-tanya soal masa lalu, apalagi ditanya soal cinta pertamanya. Aku aja baru tahu setelah menikah delapan tahun!" cetusnya meyakinkan.

"Ran, sebenarnya demi apa sih, kamu sampai berbuat begini?" Kintan tak tahan untuk tidak bertanya. "Demi bertemu Ibram Mahesa idolamu itu, ya? Aku bisa membuatmu bertemu dengannya tanpa perlu susah-payah dan berpura-pura jadi manajerku, kok."

"Siapa yang ingin b
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Duda dan Janda Bertetangga    72. Arti Yang Menjadi Sebuah Tanda Tanya

    "Wuuuhuuu... keren bangeeet!!" seru Khalil ketika melihat pemandangan di depannya. Anak lelaki itu tidak dapat berkedip saking terkagum-kagum dengan burung elang hologram berwarna-warni empat dimensi yang melayang-layang dengan lincah depannya. Burung elang itu tiba-tiba saja hinggap di atas bahunya, dan mengeluarkan suara yang nyaring. Lalu ia pun kembali terbang. "EPIC!!" serunya lagi dengan mata yang bersinar-sinar gembira, saat tiba-tiba turun hujan empat dimensi aneka warna yang menembus dirinya. Suara gemericik hujan yang menenangkan membuat Khalil menengadah, memejamkan mata dan tersenyum. Hujan yang sangat keren. "Kamu suka nggak?" tanya Adelia saat lampu di ruangan yang semula redup sekarang telah terang menyala. Mereka sedang berjalan keluar dari ruang laboratorium One Million menuju cafetaria VIP di lantai 39. "SUKA BANGET!" sahut Khalil penuh semangat. "Jadi itu ya, prototipe untuk project One Million Island? Wah, pamanmu itu benar-benar keren! Aku yakin pasti tam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Duda dan Janda Bertetangga    73. Mandi

    Pukul 19.30 Iqbal baru sampai di rumah Kintan, dan seketika ia pun heran mendengar suara ramai anak kecil dari dalam rumah kekasihnya itu. Apa jangan-jangan Rani masih belum pulang juga? Sementara itu di dalam rumah, Kintan masih sibuk memasak makan malam dan Rani yang mengatur meja makan. Gea dan Khalil mengerjakan PR di meja tamu, sementara Khafi, Cindy dan Clara asik menonton kartun lucu di televisi sambil tertawa-tawa. Iqbal yang masuk diam-diam ke dalam rumah Kintan pun seketika melongo menatap pemandangan di depannya. Apa-apaan ini? Rumah Kintan yang jauh lebih mungil dari rumahnya sekarang terasa penuh sesak dengan banyaknya manusia di situ! Dengan kesal, Iqbal mengetuk keras pintu rumah Kintan yang memang sudah terbuka, membuat tujuh pasang mata seketika tertuju padanya. "PAPA!" seru Gea, orang pertama yang menyapanya dan kaget atas kedatangannya. Anak itu bangkit dari lantai tempat ia duduk mengerjakan PR, meninggalkan bukunya di atas meja tamu untuk menghampiri pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Duda dan Janda Bertetangga    74. Marry Me

    Seperti rumahnya yang megah dan menakjubkan, kamar mandi Iqbal pun tak kalah spektakuler. Luasnya saja hampir dua kali luas kamar Kintan. Iqbal menarik tubuh Kintan dengan rapat ke tubuhnya, tak membiarkan selintas angin pun lolos di antara mereka. Lelaki itu menatap lembut mata hitam Kintan yang berkilau indah bagai tercetak ribuan manik di dalamnya. Pandangannya pun turun ke hidung mancung yang kecil menggemaskan serta bibir merah ranum yang seksi dan menggoda itu. Jemari Iqbal tak tahan untuk merasakan tekstur lembut kenyal yang sering membuatnya hilang akal, ingin memagut keras dan membuat Kintan kehabisan napas karena ciuman menggebu-gebu darinya. Iqbal ingin selalu menunjukkan betapa ia sangat merindukan Kintan, setiap detik dan menit saat mereka terpisah. Namun jemarinya masih betah berlama-lama meraba dan bermain di bibir Kintan, lalu tiba-tiba saja telunjuknya menelusup masuk ke dalam mulut wanita itu. Kintan terkejut, namun ia membiarkan jari Iqbal tenggelam di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Duda dan Janda Bertetangga    75. The Truth About Her

    Iqbal masih asik memandangi wajah cantik Kintan yang sedang terlelap, ketika tiba-tiba saja terdengar suara ponselnya yang bergetar pelan. Meski enggan beralih dari pemandangan indah di depan matanya saat ini, namun akhirnya ia beranjak melangkah juga untuk meraih ponselnya yang terletak di atas meja kerja. Ia mengerutkan keningnya heran melihat sederet nomor tanpa nama yang tertera di layar ponselnya. Meski ragu, namun Iqbal memutuskan untuk tetap mengangkatnya. "Halo?" "Apa benar aku berbicara dengan Iqbal Bimasakti?" sebuah suara bariton yang dingin dan tidak Iqbal kenal terdengar di seberang sana. "Ya, saya sendiri. Dengan siapa saya berbicara?" Iqbal menjawab suara asing yang berucap di sebrang sana. "Aku? Ibram Mahesa." Iqba pun tersentak. Ibram Mahesa?! Bukankah dia big boss One Million tempat agensinya Kintan? "Oh, Ibram Mahesa. Aku baru saja mendengar tentang diri anda dari Kintan. Dari mana anda mengetahui nomor ponselku?" Terdengar suara tawa pelan dari Ibram. "Bag

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Duda dan Janda Bertetangga    76. Menua Bersama

    Kintan terbangun, dan menyadari sesuatu telah tersemat di jari manisnya. Dengan mata membelalak kaget dan jantung berdebar kencang, ia menatap lekat pada cincin berlian besar yang sangat indah telah tersemat di sana. Seketika bibir merahnya pun melengkungkan senyuman. Pasti Iqbal yang memakaikan cincin itu di jarinya. Kintan mengangkat jarinya ke atas, mendongak kagum pada cincin yang bersinar terang itu. Seketika ia pun mendekapnya di dada. 'Aku... akan menjadi Nyonya Bimasakti?? Aaaaaa!' Kintan membenamkan wajahnya yang sedang tersenyum bodoh di atas bantal sambil memukul-mukul kasur di samping kepalanya dengan perasaan bahagia. Ia juga sudah tidak peduli lagi dengan ingatannya yang belum juga kembali, karena cinta yang ia rasakan pada Iqbal tidak perlu untuk diingat. Kintan hanya perlu merasakannya, begitu besar dan kuat terpancar dari dalam hatinya. Ia begitu mencintai Iqbal hingga rasanya hatinya ingin meledak. Tapi... dimana Iqbal? Kintan melihat ke seluruh pen

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Duda dan Janda Bertetangga    77. Kamu Sepupuku

    Iqbal akhirnya ikut mengantar Gea, Khalil dan Khafi ke sekolah dengan Kintan menggunakan mobil Tesla-nya, sementara Rani serta anak-anaknya menggunakan mobil Kintan untuk hadir di One Million lebih dulu. Sepanjang perjalanan, Iqbal tak henti-hentinya mengecup jemari Kintan, membuat anak-anak tak henti meledek kemesraan mereka. Kintan tersipu malu saat Khalil dan Gea bersiul-siul menggoda, tapi Iqbal cuek dan hanya mengedipkan mata pada Kintan yang semakin merona. "Ngomong-ngomong, kamu bukannya harus balik lagi ke Semarang pagi ini?" tanya Kintan pada Iqbal, saat tinggal mereka berdua di dalam mobil dan anak-anak sudah berada di sekolahnya masing-masing. Iqbal akan mengantarkan Kintan ke agensi One Million untuk bekerja. Pria itu menggeleng. "Aku sudah mengajukan cuti besar untuk persiapan pernikahan kita sekalian bulan madu, Sayang," sahutnya sambil tersenyum. "Kita menikah secepatnya, ya? Aku akan segera mengurus semuanya. Minggu depan paling lama kita harus sudah sah jadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Duda dan Janda Bertetangga    78. Masa Lalu Yang Terungkap (1)

    "Hah! Kamu membelanya, Kintan?" tanya Iqbal tak percaya. "Tadi di mobil kamu bertanya tentang bibirku yang berdarah, kan? Asal kamu tahu, DIA yang memukul wajahku semalam dan bukan karena aku terjatuh!" tukas Iqbal kesal melihat Kintan membela lelaki sialan itu. Kintan pun menjadi semakin bingung. Ia menoleh ke belakangnya untuk menatap Ibram yang sedang mengernyit sambil memegangi perutnya, lalu kembali lagi menatap Iqbal. "Jadi kalian... sudah saling kenal sebelumnya??" tukasnya. Iqbal pun kembali terdiam, sementara Ibram Mahesa tiba-tiba tertawa dengan keras. "Kintan Larasati, kamu benar-benar sudah dibohongi oleh tunanganmu itu! Dia bahkan sudah selingkuh sebelumnya, dan juga tidak mengatakan kalau semalam kami telah bertemu?" ejek Ibram yang sekarang berada di atas angin karena Kintan melindunginya. 'Selingkuh?' Kintan menatap Iqbal yang wajahnya sekarang benar-benar sudah merah padam menahan amarah. "Minggir, Kintan. Si brengsek itu harus dihajar habis-habisan agar tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Duda dan Janda Bertetangga    79. Masa Lalu Yang Terungkap (2)

    "Itu sebabnya aku langsung menemuimu. Aku hanya ingin menghapus dan menggantinya dengan bibirmu yang selalu membuatku tergila-gila." Tanpa menunggu lagi, Iqbal langsung merangkum bibir Kintan dan melumatnya dengan keras. "Hanya bibir ini yang boleh menyentuhku," ucapnya lirih sambil menggosok-gosokkan bibirnya di bibir Kintan. "Maafkan aku, Kintan. Aku bukannya tidak ingin jujur denganmu. Aku hanya tidak mau membuatmu kesal dengan hal yang tidak penting." Kintan menggigit bibir Iqbal dengan keras, membuat lelaki itu kaget dan langsung menjauhkan bibirnya. "Rasain! Makanya, lain kali jangan nggak jujur!" sembur Kintan kesal. "Dan juga soal pertemuanmu semalam dengan Ibram. Kenapa sih kamu nggak bilang? Bahkan menurut Ibram, kamu juga melarangnya untuk mengatakan soal masa laluku!" sentak Kintan sambil berkacak pinggang. Iqbal menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Aduh, Kintan kalau sedang marah-marah begini bikin dia jadi salah tingkah. "Maaf, aku hanya takut kamu depresi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14

Bab terbaru

  • Duda dan Janda Bertetangga    127. My Personal Asisstant

    Kintan benar-benar bingung dan kaget menatap pria tampan yang kini sedang menggendongnya, bahkan ia sampai lupa dengan kakinya yang sedang sakit dan terkilir. Sedang apa Iqbal di sini? "Ssst... Bukankah itu Iqbal Bimasakti? CEO FlashJet yang baru saja mengumumkan identitasnya?" bisik pelan seseorang. "Apa yang dia lakukan di sini?" ucap yang lain. "Kenapa dia menggendong Kintan Larasati? Jangan-jangan mereka saling mengenal?" "Ehm, ternyata dia jauh lebih tampan daripada di televisi ya.." Suara-suara kasak kusuk yang terdengar di sekeliling mereka, membuat rona merah menjalar di wajah Kintan. Terlebih karena Iqbal menatapnya begitu intens dan tak melepas pandangannya dari wajah Kintan sedetik pun "Pak Iqbal? Anda kemari?" Iqbal dan Kintan menoleh pada suara ceria yang menegur Iqbal. Kintan kembali mendapatkan kejutan, karena yang barusan menyapa Iqbal adalah... Katya! Tanpa sadar, Kintan menelan ludah dan mencengkram bagian dada baju Iqbal. Seketika ia mengingat perkataan lela

  • Duda dan Janda Bertetangga    126. Gathering

    Seharusnya Kintan menampar wajah tampan itu. Atau paling tidak, mendorong tubuh Iqbal dan segera pergi sejauh mungkin dari sini. Tapi yang malah dilakukan oleh tubuhnya adalah menerima bibir pink pucat itu yang bergerak dengan bebas untuk menyesap bibirnya. "Kintan bodoh!" rutuk hatinya, ketika lagi-lagi ia terbuai saat lidah Iqbal yang basah dan hangat itu berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya. Dan kedua tangan yang seharusnya bersikap tegas terhadap perbuatan lelaki itu, kini malah berada di kepala Iqbal, dengan jari Kintan yang terbenam di dalam rambut lebat lelaki itu. Terdengar suara erangan lirih penuh suka cita dari mulut Iqbal, saat jemari Kintan meremas lembut rambutnya, karena wanita itu semakin larut dalam permainan lidah mereka. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Iqbal mengangkat pinggang Kintan dan memindahkan tubuh ramping itu dari kursi penumpang ke atas tubuhnya. Kintan sedikit kaget saat Iqbal mengangkat tubuhnya dengan sangat gampang, namun lelaki itu ta

  • Duda dan Janda Bertetangga    125. Ciuman Strawberry Cheesecake

    Kini mata Kintan pun benar-benar terbelalak sempurna. "Kamu... ada di depan rumahku?" gumannya tak percaya. Kintan melirik jam di dinding ruang makan.Jam 01.30? Apa yang Iqbal lakukan di malam buta begini di depan rumahnya?"Keluarlah. Aku ada di dalam mobil."Kintan menggigit bibirnya karena bingung. Apakah dia harus keluar menemui Iqbal?"Kalau kamu tidak keluar juga, akan kusampaikan kepada Katya tentang Ibram yang menyukaimu," ancam Iqbal."Ck. Kamu tidak akan berani melakukannya," tukas Kintan dengan yakin."Benarkah? Asal kamu tahu kalau Katya Lovina dan aku telah saling mengenal. Bahkan aku pun memiliki nomor ponselnya," sahut Iqbal dengan santai."Aku mengenalnya, Kintan. Dan hanya masalah waktu saja hingga aku memberitahukan semua ini kepada Katya. Kecuali jika kamu keluar dan menemuiku sekarang," tukasnya ringan, seakan yang baru ia ucapkan itu bukanlah sebuah ancaman."Lalu apa maumu Iqbal? Untuk apa aku harus menemuimu?""Untuk menagih," sahut Iqbal cepat."Menagih?""999

  • Duda dan Janda Bertetangga    124. Telepon Tengah Malam

    Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah di sini. Hatinya terasa bergetar karena melihat tatapan teduh Arga yang ditujukan padanya??!! Rasanya sekarang Kintan ingin sekali membenturkan kepalanya kembali ke lantai, biar sekalian aja benjolnya nambah satu lagi! Kintan pun memaki-maki otaknya dalam hati. Jangan-jangan karena amnesia yang nggak sembuh-sembuh, membuat otaknya mulai agak geser! Huufft... tarik napas, Kintan. Nggak perlu terlalu dipikirkan. Nggak ada perasaan lebih dari seorang tetangga biasa dan rekan kerja di One Million yang nggak perlu kamu rasakan pada Arga. Nggak ada! Uhm... Tapi... kenapa Arga menatapnya seperti itu? Entah kenapa Kintan merasa sekilas tatapan Arga mirip sekali dengan Iqbal, meskipun warna mata mereka sangat jauh berbeda. Arga berwarna hitam seperti Kintan, sedangkan Iqbal berwarna coklat terang yang cemerlang. Tapi Iqbal juga menatapnya seperti Arga, teduh dan... mendebarkan. Haaah... kayaknya mulai Kintan berhalusinasi. Apa itu akibat dari

  • Duda dan Janda Bertetangga    123. Kolektor

    Jam 7 malam.Kepala Kintan pusing dan penat seharian ini. Benjol yang makin terasa berdenyut dan juga kekhawatirannya pada masalah agensi One Million milik Ibram, membuat wanita itu mencari-cari obat migrain di dalam laci obat.Setelah menenggak obat putih itu, Kintan pun merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya melayang pada perkataan Ibram di kantor tadi.Hufff... bagaimana mungkin Iqbal setega itu meminta Katya, istri sepupunya itu untuk menjadi brand ambassador FlashJet sebagai ganti klaim kepemilikannya atas One Million?Apa sebenarnya yang ia mau dari Katya?Uh, Kintan akan benar-benar marah padanya jika lelaki itu ternyata hanya berniat untuk menyakiti istri sepupunya itu!Awas saja kamu, Iqbal!Tiba-tiba Kintan mendengar suara pintu pagarnya dibuka dari luar. Seketika ia pun mengangkat kepalanya yang sedang rebahan. Siapa yang masuk?Arga muncul di depan pintu rumah Kintan yang terbuka dengan senyum manis berlesung pipinya. "Hai, Kintan."Kintan berdiri dan membalas

  • Duda dan Janda Bertetangga    122. Out Of The Box

    Kintan langsung terbangun saat ia mendengar suara dering ponsel. Dengan mata masih mengantuk, ia berusaha meraih ponselnya dari atas nakas. Eh? Khalil anak sulungnya menelepon? Baru saja Kintan mau menjawabnya, tapi ternyata keburu putus. 'Uh. Memangnya jam berapa sih sekarang?'Dan matanya pun melotot saat melihat jam bulat di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore!! Waktunya anak-anaknya pulang sekolah. Gawat!!Kintan pun menjerit frustasi dan buru-buru bangun dari tempat tidurnya. Namun dasar ceroboh, karena terlalu panik, akhirnya kakinya malah terbelit selimut tebal dan membuatnya hilang keseimbangan, lalu terjatuh berdebam di lantai yang keras."ADDUUUUHH!!" jerit Kintan kesakitan sambil mengusap-usap keningnya yang sempat terbentur. Sialan! Bakal benjol deh ini!Dengan sedikit pusing, ia berdiri dan menatap wajahnya di cermin besar. 'Ampun... rambut awut-awutan, muka kusut, jidat benjol... Nggak ada manis-manisnya! Ah, sudahlah...'Kintan pun buru-buru mengambi

  • Duda dan Janda Bertetangga    121. Pantas Mendapatkan 1000 Tamparan

    Kintan sudah berada di dalam mobil milik Iqbal menuju pulang ke rumahnya. Akhirnya mobil Kintan yang mengeluarkan asap itu diurus dan dijemput oleh salah satu karyawan Iqbal yang akan membawanya ke bengkel. Keheningan mewarnai perjalanan mereka di dalam mobil, mereka masih sama-sama terdiam seakan bingung mau membicarakan apa. "Kamu... baik-baik saja, kan? Dua minggu ini?" akhirnya Iqbal pun membuka suara. Kintan pun memaki Iqbal dalam hati. 'Pertanyaan yang ngeselin! Ngapain dia nanya begitu, cobaa?? Habis nyakitin, ninggalin lagi!! Gimana mau baik-baik saja, haa??!!' SARAAPP!!! Berlawanan dengan isi hatinya yang rasanya kepengen nyakar-nyakar wajah ganteng Iqbal, Kintan hanya memalingkan wajahnya ke jendela samping dan mengangguk pelan. Iqbal pun mendesah dalam hati. 'Harusnya tidak seperti ini. Harusnya aku sudah tidak boleh menemui Kintan lagi!! Dasar Iqbal blo'on.' "Kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Kintan tiba-tiba, membuat Iqbal gelagapan dengan pertanyaan tembak langsun

  • Duda dan Janda Bertetangga    120. Kamu Hot Banget

    "Kamu baik-baik saja?" Kintan tersenyum pada Arga yang menemaninya menuju parkiran mobil. Pasti Arga bertanya seperti itu karena melihat wajahnya yang kusut tanpa gairah. "Aku baik-baik saja, Arga." "Tinggalkan saja mobilmu di sini dan naiklah ke mobilku, Kintan. Nanti akan kusuruh supir kantor untuk mengambil mobilmu." Kintan menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lagipula tujuanku bukan ke kantor, tapi pulang ke rumah." "Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya Arga lagi, memastikan. "Iya, Arga. Aku yakin." Arga menatap Kintan cukup lama, membuat wanita itu jengah. "Baiklah, kalau begitu naiklah ke mobilmu, aku akan mengikutimu dari belakang hingga sampai ke rumah." Kintan ingin menolaknya, tapi akhirnya ia hanya membiarkan saja Arga mengantarnya. Dering suara ponsel Arga mengagetkan mereka berdua. Segera lelaki itu mengangkatnya, dan terlihat ada yang berubah dari ekspresinya. "Kintan, maaf aku tidak bisa mengantarmu," ucapnya sambil mendesah. "Prissy menelepon dan menga

  • Duda dan Janda Bertetangga    119. Buram

    “Tetaplah di sini." Kintan menatap tangan kokoh yang memegang lengannya dengan erat, dan ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Apa dia tetap di sini saja mengikuti kemauan Iqbal? Ataukah ia hempaskan saja tangan itu dan berlalu pergi dengan cuek seakan tidak terjadi apa-apa? Meskipun... saat ini Kintan bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak tak normal karena terlalu kencang... "Kintan, ayo." Arga yang tadi berjalan di depan Kintan, kini berbalik arah dan memanggilnya. Lelaki itu menatap tangan Iqbal yang memegangi tangan Kintan, dan ia merasa ingin sekali melepaskan tautan itu, serta membawa Kintan pergi jauh dari sini. Arga bahkan tidak peduli jika Iqbal akan menghajarnya habis-habisan seperti waktu mereka berada di Lombok, asalkan Kintan memang benar-benar melepaskan tangan lelaki itu. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kintan benar-benar ingin melepasnya? Untuk beberapa saat yang terasa begitu lama, Kintan pun akhirnya mendesah. "Lepaskan tanganku, Iqbal,

DMCA.com Protection Status