Share

24. Rahasia Kita

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-11-26 07:45:51

Iqbal menghembuskan napas lega saat ia menutup pintu. Akhirnya Gea dan Rani pergi juga!

Tapi hatinya jadi tidak tenang mendengar bisikan Gea padanya tadi. Apa Gea tahu kalau Kintan… menginap di sini?

Kacau.

Iqbal mengacak-acak rambutnya dengan perasaan kalut. Orang tua macam apa dirinya, memberikan contoh yang buruk untuk anak gadisnya yang sedang beranjak dewasa itu!

Iqbal berjalan menuju kamarnya, dan merasa bersalah pada Kintan karena sekarang mood nya sudah hilang untuk meneruskan aktivitas panas mereka tadi.

Apa yang harus ia katakan pada wanita itu?

Saat Iqbal membuka pintu kamarnya, ia pun seketika terkejut karena tidak melihat Kintan di ranjangnya. Dimana dia?

"Kintan?" Iqbal pun masuk ke dalam kamarnya dan memanggil Kintan.

Wanita itu keluar dari kamar mandi dan tersenyum pada Iqbal. Rambutnya yang sebelumnya digelung ke atas, sudah tergerai ke bawah, mungkin untuk menutupi jejak kecupan Iqbal.

Piyama yang tadi kancing-kancingnya dibuka oleh Iqbal, sekarang sudah tertutup r
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Duda dan Janda Bertetangga    25. Day One In Love... And Fight

    "Ma, sore ini Jayden ulang tahun dan katanya mau dirayakan di rumahnya. Aku kepengen datang Ma, boleh ya?" pinta Khalil, anak sulung Kintan sambil mengunyah sandwich tunanya. Jayden adalah teman sekelasnya di sekolah.Mereka semua sedang berkumpul untuk sarapan bersama di meja makan. Khalil sudah rapi memakai seragam sekolahnya, sementara Khafi masih tertidur pulas. Mungkin dia kelelahan kemarin setelah bermain dengan kakaknya.Kintan memasak sandwich tuna, milkshake coklat untuk Khalil dan Khafi, serta orange juice untuknya. "Rumahnya di mana?" tanya Kintan pada putra sulungnya itu."Katanya Jayden, nanti akan di share lokasinya ke Mama," sahut Khalil lagi. "Boleh kan Ma?"Kintan mengangguk ragu. "Ya, nanti Mama anterin ke rumah Jayden. Tapi sore ini Mama ada pekerjaan di panti asuhan. Khalil nggak apa-apa kan, kalau Mama tinggal sendiri di rumah Jayden? Mama nggak bisa ikut menemani di sana."Khalil mengangguk. "Iya, nggak apa-apa. Kan Khalil nggak sendirian, ada Jayden dan teman

    Last Updated : 2024-11-26
  • Duda dan Janda Bertetangga    26. Cooling Down

    Kintan tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Apa? Beli apartemen? "Kamu sudah gila ya? Buat apa beli apartemen lagi?" Cicit Kintan tak habis pikir. "Karena aku tidak suka jika nanti dia menggunakan apartemen ini sebagai alasan untuk menemuimu. Dan aku juga tidak suka membayangkan bahwa dia punya kunci cadangan sehingga setiap saat bisa masuk ke sini sesuka hatinya!" bentak Iqbal tanpa sadar. "Mama?? Om Iqbal??" Seketika Kintan dan Iqbal menoleh cepat pada suara kecil yang memanggil mereka. Itu Khafi, yang sedang manyun karena terbangun sambil menggosok-gosokkan matanya. "Khafi," Kintan langsung menghampiri anak itu dan menggendongnya. "Khafi jadi bangun, ya? Maaf ya." Khafi pun kemudian menatap Iqbal yang masih membisu. "Om Iqbal, malah ya sama Mama?" *maksudnya "marah", Khafi masih cadel nggak bisa bilang R* Iqbal menggeleng dan seketika memaksakan untuk mengulas senyum di bibirnya. "Om Iqbal nggak marah kok. Om kan sayang sama Mamanya Khafi," terang Iqbal dengan

    Last Updated : 2024-11-26
  • Duda dan Janda Bertetangga    27. Menyentuh Hati

    Wajah Kintan yang menyentuh seprai halus tertoleh ke arah samping, dan kedua tangannya berada di atas kepalanya yang dikunci oleh tangan Iqbal. Tubuhnya terperangkap di bawah tubuh lelaki itu, membuatnya benar-benar tidak dapat bergerak.Iqbal mengusap pelan rambut panjang Kintan yang wangi, merasakan teksturnya yang begitu halus lalu menghirupnya dalam-dalam sambil memejamkan mata.‘Hmm... wanita ini, seluruh tubuhnya benar-benar beraroma bunga, sama seperti object yang sering ia lukis.’Kintan yang sangat cantik dan beraroma bunga. Apa wanita seperti ini nyata?Iqbal menghirup serta mengecup daun telinga Kintan, lalu mengulum bagian lembutnya, membuat wanita itu terkesiap dan merasa geli. "Iqbal...," desahnya, parau dan pelan."Hm..?" Iqbal hanya menjawab dengan mengguman, karena sekarang sibuk menghirup dan menyecap aroma leher Kintan."Please... aku juga ingin menyentuhmu..." ucapan lirih yang penuh permohonan itu sama sekali tidak membuat Iqbal merasa ingin mengabulkannya. Kin

    Last Updated : 2024-11-27
  • Duda dan Janda Bertetangga    28. Cinta

    Kintan pun seketika terdiam. Apakah ia harus menjawab ucapan Iqbal barusan? Namun sejujurnya, Kintan tidak tahu apakah cinta yang ia rasakan kepada Iqbal, ataukah hal lain... meskipun ia tidak menampik bahwa ia memang sangat menginginkan Iqbal. Apakah karena gairah? Atau karena lelaki ini yang luar biasa tampan?Seketika Kintan mengingat momen-momen saat anak-anaknya begitu akrab dengan Iqbal. Saat Khafi rewel, Iqbal hanya memeluk dan membelikannya es krim, lalu anak itu pun tertidur pulas dalam pelukan Iqbal.Lalu saat Khalil mengira Iqbal adalah Kemal dan memeluk lelaki itu dengan erat dalam tidurnya. Juga saat anak sulungnya itu begitu antusias saat Iqbal mengantarnya ke sekolah.Kintan sungguh bersyukur dan terharu pada kebaikan dan kasih sayang tulus dari Iqbal kepada anak-anaknya.Tapi… apakah dia mencintai Iqbal??Tidak.Sayangnya… belum ada cinta di hatinya, dan Kintan pun seketika merasa bersalah karenanya.Melihat Kintan yang mendadak terdiam seperti melamun, Iqbal pun me

    Last Updated : 2024-11-27
  • Duda dan Janda Bertetangga    29. Setelah Kita Bercinta

    Iqbal terbangun dari tidur lelapnya, dan baru menyadari bahwa Kintan ternyata sudah tidak ada lagi di sampingnya. Ia memukul keningnya sendiri sambil mengerang kesal, mengutuk diri kenapa malah tidak terbangun saat wanitanya pergi. Sial, padahal ia ingin sekali memandangi wajah mempesona Kintan setelah puas bercinta. Pasti pipinya yang lembut itu bersemu merah jika Iqbal menatapnya dengan lekat. Haha. Kintannya yang pemalu seperti anak perawan, namun ternyata sangat panas dan menggairahkan di atas ranjang. Iqbal pun melamun sambil senyum-senyum sendiri saat visual dan semua momen-momen panas tadi terbersit kembali di dalam otaknya. Seketika ia membenamkan wajahnya di atas bantal untuk meredam tawa bahagianya yang konyol. Ia tak peduli, meski kini dirinya pun merasa kembali seperti anak remaja yang sedang dimabuk cinta. Aah... Kintan. Kintannya yang cantik, sensual dan seharum bunga. *** Jam 11.30 siang. Kintan sedang bersiap-siap untuk menjemput Khalil dari sekolah, saat bel

    Last Updated : 2024-11-27
  • Duda dan Janda Bertetangga    30. Penjelasan Yang Membingungkan

    Iqbal pun menatap kembali anak itu, yang masih saja mengamatinya secara seksama dengan mata sipitnya yang polos.Pria itu pun tersenyum kecil. "Nama kamu siapa, gadis kecil?""Namaku Jemma, om. Aku adiknya Jayden. Umurku 5 tahun," ucapnya sambil membuat angka dengan kelima jarinya."Nanti kalau sudah besar aku mau menikah dengan Khalil," tambahnya lagi dengan informasi yang mengagetkan, membuat Iqbal sulit menahan tawanya.‘Haah... dasar anak jaman sekarang. Kecil-kecil sudah bilang nikah aja.’"Oh ya?" Iqbal makin tertarik untuk bercakap-cakap dengan anak ini.Jemma mengangguk dengan penuh semangat, membuat kuncirannya ikut bergoyang mengikuti gerakan kepalanya. "Kalau sekarang kami masih tunangan dulu." Ia menunjukkan cincin ungu pink berglitter emas dengan figur my little pony di atasnya. "Nanti kami akan menikah di Disneyland. Terus kami punya anak dua saja. Satu laki-laki, satu lagi perempuan," lanjutnya panjang lebar."Kalau Om jadi Papanya Khalil, berarti Om adalah mertua Jem

    Last Updated : 2024-11-28
  • Duda dan Janda Bertetangga    31. Diskusi Dengan Gea

    "Iqbaal!!" pekik lirik Kintan, saat lelaki itu membaringkan tubuh wanitanya di atas ranjang, lalu naik ke atas tubuh Kintan."Hmm... jadi sudah mulai berani nge-prank calon suami kamu ya?? Sekarang terima hukumanmu, Sayang..." tukas Iqbal sambil menggigit dan menghisap leher seharum bunga yang dari tadi ia impikan.‘Ha?? Calon suami??’Kintan mendesah nikmat, melupakan sejenak keinginan untuk protesnya atas ucapan Iqbal barusan."Iqbal... uh... jangaan... nanti ketahuan.. mmm.... anak-anak... " sekuat tenaga Kintan berusaha untuk menolak gairah meluap-luap yang ditawarkan Iqbal. Bukannya Kintan tidak mau, tapi ia hanya takut kalau sampai anak-anak dan Mbok Yani tahu."Jangan buang-buang waktu lagi kalau begitu, kita quickie saja, Sayang," bisik Iqbal penuh hasrat di telinga Kintan, dengan jemarinya yang menyusuri rok selutut yang dikenakan Kintan dan langsung menyibaknya. Iqbal menatap lekat pada kain kecil penutup inti gairah Kintan. Ingin sekali ia bermain-main dahulu di situ, mem

    Last Updated : 2024-11-28
  • Duda dan Janda Bertetangga    32. Suporter Khalil

    Iqbal sedang sarapan santai di hari Sabtu. Pagi ini mereka berencana akan ikut ke sekolah Khalil untuk mengantarnya ikut lomba pidato Bahasa Inggris."Pa. Kalau nanti Tante Kintan jadi istri papa, Gea mau panggil mommy aja ah. Biar keren, hehe," celutuk Gea sambil berandai-andai. Ia nyengir sendiri membayangkan saat mereka berlima berada dalam satu rumah. Huuft... semoga hal itu cepat terjadi! Gea sudah tidak sabar bisa mendapatkan seorang ibu seperti Kintan, dan adik laki-laki yang lucu dan menggemaskan seperti Khalil dan Khafi.Yang pasti, ia tidak akan kesepian lagi, begitu pun dengan papanya. Mengingat kembali ke belakang, membuat Gea menarik napas pelan. Mengingat Papanya sudah banyak menderita karena Mama. Gea ingat sekali saat mereka baru bercerai. Berminggu-minggu Papa terlihat pucat dan tidak berselera untuk makan, namun selalu tersenyum pada Gea seakan semua baik-baik saja."Doain ya, Ge. Supaya Kintan mau menjadi istri Papa segera," ucap Iqbal sebelum menghirup kopinya

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • Duda dan Janda Bertetangga    127. My Personal Asisstant

    Kintan benar-benar bingung dan kaget menatap pria tampan yang kini sedang menggendongnya, bahkan ia sampai lupa dengan kakinya yang sedang sakit dan terkilir. Sedang apa Iqbal di sini? "Ssst... Bukankah itu Iqbal Bimasakti? CEO FlashJet yang baru saja mengumumkan identitasnya?" bisik pelan seseorang. "Apa yang dia lakukan di sini?" ucap yang lain. "Kenapa dia menggendong Kintan Larasati? Jangan-jangan mereka saling mengenal?" "Ehm, ternyata dia jauh lebih tampan daripada di televisi ya.." Suara-suara kasak kusuk yang terdengar di sekeliling mereka, membuat rona merah menjalar di wajah Kintan. Terlebih karena Iqbal menatapnya begitu intens dan tak melepas pandangannya dari wajah Kintan sedetik pun "Pak Iqbal? Anda kemari?" Iqbal dan Kintan menoleh pada suara ceria yang menegur Iqbal. Kintan kembali mendapatkan kejutan, karena yang barusan menyapa Iqbal adalah... Katya! Tanpa sadar, Kintan menelan ludah dan mencengkram bagian dada baju Iqbal. Seketika ia mengingat perkataan lela

  • Duda dan Janda Bertetangga    126. Gathering

    Seharusnya Kintan menampar wajah tampan itu. Atau paling tidak, mendorong tubuh Iqbal dan segera pergi sejauh mungkin dari sini. Tapi yang malah dilakukan oleh tubuhnya adalah menerima bibir pink pucat itu yang bergerak dengan bebas untuk menyesap bibirnya. "Kintan bodoh!" rutuk hatinya, ketika lagi-lagi ia terbuai saat lidah Iqbal yang basah dan hangat itu berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya. Dan kedua tangan yang seharusnya bersikap tegas terhadap perbuatan lelaki itu, kini malah berada di kepala Iqbal, dengan jari Kintan yang terbenam di dalam rambut lebat lelaki itu. Terdengar suara erangan lirih penuh suka cita dari mulut Iqbal, saat jemari Kintan meremas lembut rambutnya, karena wanita itu semakin larut dalam permainan lidah mereka. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Iqbal mengangkat pinggang Kintan dan memindahkan tubuh ramping itu dari kursi penumpang ke atas tubuhnya. Kintan sedikit kaget saat Iqbal mengangkat tubuhnya dengan sangat gampang, namun lelaki itu ta

  • Duda dan Janda Bertetangga    125. Ciuman Strawberry Cheesecake

    Kini mata Kintan pun benar-benar terbelalak sempurna. "Kamu... ada di depan rumahku?" gumannya tak percaya. Kintan melirik jam di dinding ruang makan.Jam 01.30? Apa yang Iqbal lakukan di malam buta begini di depan rumahnya?"Keluarlah. Aku ada di dalam mobil."Kintan menggigit bibirnya karena bingung. Apakah dia harus keluar menemui Iqbal?"Kalau kamu tidak keluar juga, akan kusampaikan kepada Katya tentang Ibram yang menyukaimu," ancam Iqbal."Ck. Kamu tidak akan berani melakukannya," tukas Kintan dengan yakin."Benarkah? Asal kamu tahu kalau Katya Lovina dan aku telah saling mengenal. Bahkan aku pun memiliki nomor ponselnya," sahut Iqbal dengan santai."Aku mengenalnya, Kintan. Dan hanya masalah waktu saja hingga aku memberitahukan semua ini kepada Katya. Kecuali jika kamu keluar dan menemuiku sekarang," tukasnya ringan, seakan yang baru ia ucapkan itu bukanlah sebuah ancaman."Lalu apa maumu Iqbal? Untuk apa aku harus menemuimu?""Untuk menagih," sahut Iqbal cepat."Menagih?""999

  • Duda dan Janda Bertetangga    124. Telepon Tengah Malam

    Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah di sini. Hatinya terasa bergetar karena melihat tatapan teduh Arga yang ditujukan padanya??!! Rasanya sekarang Kintan ingin sekali membenturkan kepalanya kembali ke lantai, biar sekalian aja benjolnya nambah satu lagi! Kintan pun memaki-maki otaknya dalam hati. Jangan-jangan karena amnesia yang nggak sembuh-sembuh, membuat otaknya mulai agak geser! Huufft... tarik napas, Kintan. Nggak perlu terlalu dipikirkan. Nggak ada perasaan lebih dari seorang tetangga biasa dan rekan kerja di One Million yang nggak perlu kamu rasakan pada Arga. Nggak ada! Uhm... Tapi... kenapa Arga menatapnya seperti itu? Entah kenapa Kintan merasa sekilas tatapan Arga mirip sekali dengan Iqbal, meskipun warna mata mereka sangat jauh berbeda. Arga berwarna hitam seperti Kintan, sedangkan Iqbal berwarna coklat terang yang cemerlang. Tapi Iqbal juga menatapnya seperti Arga, teduh dan... mendebarkan. Haaah... kayaknya mulai Kintan berhalusinasi. Apa itu akibat dari

  • Duda dan Janda Bertetangga    123. Kolektor

    Jam 7 malam.Kepala Kintan pusing dan penat seharian ini. Benjol yang makin terasa berdenyut dan juga kekhawatirannya pada masalah agensi One Million milik Ibram, membuat wanita itu mencari-cari obat migrain di dalam laci obat.Setelah menenggak obat putih itu, Kintan pun merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya melayang pada perkataan Ibram di kantor tadi.Hufff... bagaimana mungkin Iqbal setega itu meminta Katya, istri sepupunya itu untuk menjadi brand ambassador FlashJet sebagai ganti klaim kepemilikannya atas One Million?Apa sebenarnya yang ia mau dari Katya?Uh, Kintan akan benar-benar marah padanya jika lelaki itu ternyata hanya berniat untuk menyakiti istri sepupunya itu!Awas saja kamu, Iqbal!Tiba-tiba Kintan mendengar suara pintu pagarnya dibuka dari luar. Seketika ia pun mengangkat kepalanya yang sedang rebahan. Siapa yang masuk?Arga muncul di depan pintu rumah Kintan yang terbuka dengan senyum manis berlesung pipinya. "Hai, Kintan."Kintan berdiri dan membalas

  • Duda dan Janda Bertetangga    122. Out Of The Box

    Kintan langsung terbangun saat ia mendengar suara dering ponsel. Dengan mata masih mengantuk, ia berusaha meraih ponselnya dari atas nakas. Eh? Khalil anak sulungnya menelepon? Baru saja Kintan mau menjawabnya, tapi ternyata keburu putus. 'Uh. Memangnya jam berapa sih sekarang?'Dan matanya pun melotot saat melihat jam bulat di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore!! Waktunya anak-anaknya pulang sekolah. Gawat!!Kintan pun menjerit frustasi dan buru-buru bangun dari tempat tidurnya. Namun dasar ceroboh, karena terlalu panik, akhirnya kakinya malah terbelit selimut tebal dan membuatnya hilang keseimbangan, lalu terjatuh berdebam di lantai yang keras."ADDUUUUHH!!" jerit Kintan kesakitan sambil mengusap-usap keningnya yang sempat terbentur. Sialan! Bakal benjol deh ini!Dengan sedikit pusing, ia berdiri dan menatap wajahnya di cermin besar. 'Ampun... rambut awut-awutan, muka kusut, jidat benjol... Nggak ada manis-manisnya! Ah, sudahlah...'Kintan pun buru-buru mengambi

  • Duda dan Janda Bertetangga    121. Pantas Mendapatkan 1000 Tamparan

    Kintan sudah berada di dalam mobil milik Iqbal menuju pulang ke rumahnya. Akhirnya mobil Kintan yang mengeluarkan asap itu diurus dan dijemput oleh salah satu karyawan Iqbal yang akan membawanya ke bengkel. Keheningan mewarnai perjalanan mereka di dalam mobil, mereka masih sama-sama terdiam seakan bingung mau membicarakan apa. "Kamu... baik-baik saja, kan? Dua minggu ini?" akhirnya Iqbal pun membuka suara. Kintan pun memaki Iqbal dalam hati. 'Pertanyaan yang ngeselin! Ngapain dia nanya begitu, cobaa?? Habis nyakitin, ninggalin lagi!! Gimana mau baik-baik saja, haa??!!' SARAAPP!!! Berlawanan dengan isi hatinya yang rasanya kepengen nyakar-nyakar wajah ganteng Iqbal, Kintan hanya memalingkan wajahnya ke jendela samping dan mengangguk pelan. Iqbal pun mendesah dalam hati. 'Harusnya tidak seperti ini. Harusnya aku sudah tidak boleh menemui Kintan lagi!! Dasar Iqbal blo'on.' "Kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Kintan tiba-tiba, membuat Iqbal gelagapan dengan pertanyaan tembak langsun

  • Duda dan Janda Bertetangga    120. Kamu Hot Banget

    "Kamu baik-baik saja?" Kintan tersenyum pada Arga yang menemaninya menuju parkiran mobil. Pasti Arga bertanya seperti itu karena melihat wajahnya yang kusut tanpa gairah. "Aku baik-baik saja, Arga." "Tinggalkan saja mobilmu di sini dan naiklah ke mobilku, Kintan. Nanti akan kusuruh supir kantor untuk mengambil mobilmu." Kintan menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lagipula tujuanku bukan ke kantor, tapi pulang ke rumah." "Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya Arga lagi, memastikan. "Iya, Arga. Aku yakin." Arga menatap Kintan cukup lama, membuat wanita itu jengah. "Baiklah, kalau begitu naiklah ke mobilmu, aku akan mengikutimu dari belakang hingga sampai ke rumah." Kintan ingin menolaknya, tapi akhirnya ia hanya membiarkan saja Arga mengantarnya. Dering suara ponsel Arga mengagetkan mereka berdua. Segera lelaki itu mengangkatnya, dan terlihat ada yang berubah dari ekspresinya. "Kintan, maaf aku tidak bisa mengantarmu," ucapnya sambil mendesah. "Prissy menelepon dan menga

  • Duda dan Janda Bertetangga    119. Buram

    “Tetaplah di sini." Kintan menatap tangan kokoh yang memegang lengannya dengan erat, dan ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Apa dia tetap di sini saja mengikuti kemauan Iqbal? Ataukah ia hempaskan saja tangan itu dan berlalu pergi dengan cuek seakan tidak terjadi apa-apa? Meskipun... saat ini Kintan bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak tak normal karena terlalu kencang... "Kintan, ayo." Arga yang tadi berjalan di depan Kintan, kini berbalik arah dan memanggilnya. Lelaki itu menatap tangan Iqbal yang memegangi tangan Kintan, dan ia merasa ingin sekali melepaskan tautan itu, serta membawa Kintan pergi jauh dari sini. Arga bahkan tidak peduli jika Iqbal akan menghajarnya habis-habisan seperti waktu mereka berada di Lombok, asalkan Kintan memang benar-benar melepaskan tangan lelaki itu. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kintan benar-benar ingin melepasnya? Untuk beberapa saat yang terasa begitu lama, Kintan pun akhirnya mendesah. "Lepaskan tanganku, Iqbal,

DMCA.com Protection Status