Ibram membalikkan tubuh Katya hingga kembali menghadapnya. Namun berbeda dengan sebelumnya, kali ini lelaki itu hanya diam mematung memandangi Katya.Katya menatap Ibram yang tiba-tiba terdiam seperti melamun. "Kenapa?" tanya Katya heran. Ibram pun menatap mata Katya, dan mencium kelopaknya lembut. "Aku baru menyadari sesuatu," ucapnya sambil kembali mencium kelopak mata Katya yang satunya."Menyadari apa?" tanya Katya lagi dengan suara serak, menikmati sentuhan bibir Ibram di matanya."Menyadari, kalau aku tidak akan sanggup hidup tanpamu, Katya. Jangan pernah pergi dariku, apapun yang terjadi di kemudian hari. Aku siap. Siap untuk mencintaimu seumur hidupku."Katya terperanjat. Perkataan Ibram yang diucapkan dengan nada yang sangat lembut itu telah menembus ke dalam hatinya. Hangat. Hatinya pun seketika menjadi hangat, bagaikan menangkup segelas susu panas di musim penghujan.Perutnya juga terasa aneh. Namun aneh yang menyenangkan, bagaikan ada seribu kepak sayap kupu-kupu beterb
"IBU?" Katya tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ibunya ada di sini, di rumah sakit? Apakah ia sedang berhalusinasi karena terlalu sedih? Ibram menoleh ke belakangnya, mengikuti tatapan terpaku Katya pada seorang wanita berambut coklat seleher yang tadi dipanggilnya ibu.Warna rambut wanita itu dan matanya begitu mirip dengan Katya. Begitu pun warna kulitnya yang putih. Ibram mengerutkan dahi, bolak-balik menatap Katya dan wanita di depannya. Wanita ini, apa benar ibunya Katya? Yah, memang ada kemiripan wajah antara keduanya. Tapi ada apa tiba-tiba saja ia muncul setelah menghilang sekian lama? Katya pun beranjak berdiri dengan tubuh kaku dan pandangan yang terus melekat pada wanita yang dipanggilnya ibu, diikuti oleh Ibram yang juga berdiri. Wanita itu kemudian berjalan mendekati Katya, dengan satu tangannya terulur ke wajah Katya. "Anakku... Katya," ucapnya lirih penuh damba. Ibram yang dari tadi masih terdiam menyaksikan semuanya, sekarang mulai bersuara. Ia pun b
"Aku minta ibu bercerai dengan lelaki itu." Silvia tertegun, tidak menyangka kalau persyaratan yang diminta Katya adalah bercerai dengan suaminya. Wanita itu pun kemudian mengulas senyum tipis. "Katya, ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan seperti membalikkan telapak tangan. Ibu tidak mungkin bisa tiba-tiba menceraikan suami ibu," bujuknya. Katya mengangguk pelan dengan raut yang datar. Ia sudah tahu kalau ibunya tidak akan pernah mau bercerai. "Baik, kalau begitu lupakan. Aku minta agar ibu jangan pernah menampakkan diri lagi, terutama di hadapan Sienna. Dia harus konsentrasi untuk penyembuhannya. Jika ia melihat ibu, aku khawatir Sienna tidak fokus dan juga jadi berharap terlalu tinggi pada ibu, padahal kenyataannya hanyalah berharap pada sesuatu yang sia-sia," tegas Katya. Ia merasa lelah dipermainkan seperti ini. Lalu Katya pun kembali ke tempat duduknya, dengan membelakangi Silvia. Sekarang ia merasa tidak bisa menangis lagi karena air matanya terasa kering, sekering
Langkah kaki seorang perawat yang masuk ke dalam kamar, membuat Katya cepat-cepat menjauhkan tangannya yang semula sedang mengelus rahang maskulin Ibram. Ia malu, saat perawat mudah itu menatap Katya dan Ibram sambil mengulas senyum. "Bu Katya Lovina? Bagaimana perasaanmu saat ini, sudah merasa lebih baik?" tanyanya sambil memasangkan alat pengukur tekanan darah dan suhu tubuh pada Katya.Katya mengangguk. "Saya sudah merasa sehat kok suster. Boleh kan, keluar sekarang?" tanyanya penuh harap."Sabar, Sayang. Kurasa lebih baik kalau kamu di sini satu hari lagi, agar tubuhmu lebih fit," tukas Ibram sambil menggenggam erat tangan Katya."Menurut dokter juga begitu, Nona Katya. Anda diminta untuk istirahat dulu sehari." Lalu perawat itu pun melihat hasil tekanan darah dan temperatur tubuh Katya."Oke. Untuk suhu tubuh sudah normal, hanya tekanan darahnya saja yang masih agak rendah. Istirahat yang cukup dan makanlah makanan yang bergizi, Nona," saran perawat tersebut. "Saya permisi dul
Hari ini Katya sudah merasa jauh lebih baik.Ia terbangun di pagi hari dengan tubuh yang terasa segar dan kuat, tapi yang ia butuhkan sekarang adalah mandi. Katya melihat ke samping, dan mendapatkan pemandangan yang membuat hatinya sejuk : Ibram yang masih tertidur pulas di atas sofa yang bisa dibuka menjadi bed. Kakinya yang panjang tampak menggelantung di pinggiran sofa karena tidak cukup menampung. Matanya terpejam rapat sementara bibirnya sedikit terbuka. Dengan celana training dan kaus santai, Ibram terlihat berbeda dari yang biasa Katya lihat. Wajah tampan yang biasanya dingin dan datar tanpa ekspresi, sekarang malah terlihat polos tanpa dosa seperti malaikat. 'Tampannya kekasihku.'Katya pun menatap Ibram lekat-lekat. Ingin rasanya ia menyurukkan wajahnya di dada bidang itu sambil memeluk lehernya. Apakah Ibram akan terbangun? Ya. Ia pasti terbangun. Jadi Katya hanya bisa memandang sosok itu dengan penuh cinta dari tempat tidurnya, karena tidak ingin membangunkan Ibram d
Katya senang sekali, karena hari ini ia sudah boleh pulang dari kamar perawatan. Sambil bersenandung pelan, ia berjalan dengan membawa buket bunga lili besar menuju kamar rawat Sienna, yang hari ini sudah mulai boleh dijenguk meskipun hanya dari luar jendela kaca. Selama dua minggu terakhir, Sienna masih berada dalam pengawasan ketat di ruang intermediate, dan belum boleh dikunjungi keluarga. Katya hanya bisa melihatnya dari jendela kaca besar.Katya sengaja memesan buket bunga lili itu melalui delivery toko bunga terbaik di kota ini, karena lili adalah bunga kesukaan Sienna. Ia akan meminta suster untuk meletakkan bunga itu ke dalam, agar Sienna bisa melihatnya saat ia sadar nanti.Ini dia, ruang intermediate. Katya membuka pintu itu, dan terkejut bukan kepalang hingga hampir saja menjatuhkan buket bunga lilinya.Ada ibunya di situ. Sedang menatap lekat pada Sienna yang masih tertidur lelap. Sepertinya ibunya tidak menyadari kehadiran Katya, dan Katya pun memutuskan untuk mundu
"Pesta?" Katya bertanya tidak mengerti. "Kamu mengadakan pesta?"Mereka sedang berjalan menuju ke mobil Ibram sambil berbincang.Ibram mengangguk. "Selama ini aku tidak pernah merayakan ulang tahunku, tapi tahun ini berbeda. Tahun ini aku memilikimu." Ibram tersenyum lembut menatap mata Katya. "Aku akan memamerkan keberuntunganku karena memilikimu, Katya. Bersiaplah."Katya menggigit bibirnya, memikirkan bagaimana reaksi semua orang saat mengetahuinya nanti. Tiba-tiba ia merasa rendah diri. Bagaimana jika nanti ia dipandang tidak pantas bersanding dengan Ibram Mahesa sebagai pasangannya? Saat sedang memikirkan itu, tiba-tiba saja Katya merasakan ada sesuatu yang hangat dan basah di punggungnya, membuat lamunannya buyar seketika. "Ibram!" pekik Katya terkejut saat ia menyadari bibir lelaki itu ternyata telah melekat di punggungnya yang polos."Maaf," ucap Ibram sambil nyengir tanpa rasa bersalah. Ia pun kembali menegakkan tubuhnya dan menatap nakal Katya. "Aku tak tahan untuk tidak
Iqbal, Katya dan Adel telah sampai di ballroom salah satu hotel termewah di Jakata, tempat diselenggarakannya acara Ulang tahun Ibram Mahesa, sang CEO One Million Agency. Suara musik yang berdentam keras dan banyak orang hilir mudik dengan penampilan yang begitu cantik, tampan dan modis. Bahkan Katya bisa melihat banyak artis-artis terkenal juga ikut menghadiri acara ini. Katya menatap keluar jendela mobil, dan terkejut saat menyadari ada tulisan dengan lampu berkerlap-kerlip di atas pintu masuk ballroom, bertuliskan : GRAND LAUNCHING OF REVALA COMMERCIAL... AND A PARTY ALSO!! Seketika Katya memegang erat tangan Ibram, tanpa mengalihkan pandangannya dari tulisan tersebut. "Ibram?" tanya Katya curiga. "Ini... apa?" Ibram memeluk pinggang Katya erat. "Surprise," bisiknya lembut. "Hari ini adalah peluncuran perdana iklan mobil Revala, Sayang. Iklan pertamamu." Ibram sengaja berlama-lama berbisik di telinga Katya, agar ia punya alasan untuk menghirup aroma kulit lehernya yang h
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare