Share

06

Beberapa minggu berlalu sejak malam itu, ketika Alexander dan Alya mulai membuka diri satu sama lain. Setiap hari, perlahan, hubungan mereka semakin erat. Namun, Alya tidak bisa mengabaikan rasa penasaran yang terus mengusiknya, sebuah pertanyaan yang ia pendam sejak pertama kali menyetujui pernikahan ini: alasan di balik keputusan Alexander untuk memilih pernikahan kontrak. Meski hati mereka semakin dekat, Alexander tetap menyembunyikan sesuatu, seolah-olah ada tembok terakhir yang belum sepenuhnya ia hancurkan.

Pada suatu malam, setelah seharian menjalani rutinitas mereka, Alya memutuskan untuk menghadapi pertanyaan itu secara langsung. Mereka sedang duduk di sofa ruang tamu, menonton sebuah film lama yang secara tak terduga memancing banyak tawa di antara mereka. Namun, di tengah gelak tawa itu, Alya tiba-tiba merasa bahwa ini adalah momen yang tepat untuk menanyakan sesuatu yang selama ini mengganggunya.

“Ada yang ingin kutanyakan padamu, Alexander,” ujar Alya, suaranya terdengar tenang namun serius.

Alexander menoleh ke arahnya, mengangkat alis dengan senyuman kecil. “Apa itu?”

Alya menatapnya, mencoba mencari kekuatan untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini ia pendam. “Aku hanya ingin tahu... kenapa kamu memutuskan untuk menikahiku, dan kenapa harus dengan pernikahan kontrak?”

Alexander terdiam, senyuman di wajahnya perlahan memudar. Untuk beberapa saat, ia menatap kosong ke layar televisi, seolah-olah sedang berusaha menyusun kata-kata. Alya bisa melihat ketegangan di wajahnya, namun ia tetap menunggu dengan sabar, memberinya ruang untuk berbicara.

“Alya,” akhirnya Alexander mulai bicara, suaranya terdengar berat. “Ada alasan yang mungkin sulit untuk dipahami. Tapi jika kamu benar-benar ingin tahu, aku akan memberitahumu.”

Alya mengangguk pelan, menyiapkan dirinya untuk mendengar jawaban yang mungkin tak pernah ia duga.

Alexander menghela napas panjang sebelum melanjutkan. “Sejak kecil, keluargaku adalah keluarga yang penuh aturan dan harapan. Ayahku, terutama, selalu menekankan pentingnya mempertahankan reputasi keluarga dan perusahaan. Semua keputusan yang kuambil, setiap langkah dalam hidupku, selalu berada dalam kendali mereka.”

Alya mendengarkan dengan seksama, merasakan beban yang Alexander bawa di balik sikap dinginnya.

“Aku dibesarkan untuk menjadi seseorang yang sempurna di mata dunia, seseorang yang selalu patuh pada aturan yang mereka tetapkan. Ketika aku mencapai usia dewasa dan mulai mengelola bisnis keluarga, mereka mulai menuntut lebih. Mereka ingin aku segera menikah, dan, tentu saja, dengan seseorang yang bisa meningkatkan posisi keluarga kami di masyarakat. Mereka mengatur semuanya, bahkan memilih calon yang menurut mereka 'sempurna'.”

Alexander berhenti sejenak, tatapannya menjadi sayu. “Aku tidak pernah mengenal cinta sejati, Alya. Semua hubungan yang kujalani terasa seperti transaksi, dan itu membuatku kehilangan banyak hal dalam hidup. Jadi ketika keluargaku mulai mendesak agar aku segera menikah, aku merasa terjebak. Aku tahu bahwa jika aku menikah dengan pilihan mereka, aku akan kehilangan kebebasan yang selama ini kuinginkan.”

Alya bisa merasakan betapa beratnya pengalaman yang Alexander ceritakan. Ia mulai memahami bahwa di balik sosok dingin dan kaku Alexander, tersembunyi seorang pria yang selama ini terikat oleh ekspektasi keluarganya.

“Jadi, aku memutuskan untuk mencari solusi lain,” lanjut Alexander. “Aku membutuhkan seseorang yang bisa menjadi istriku hanya untuk sementara, untuk menunjukkan pada keluargaku bahwa aku bisa mengambil keputusan sendiri. Aku ingin pernikahan yang memberikan kendali penuh padaku, dan aku ingin menikahi seseorang yang bisa kupercayai namun tidak akan mengikatku selamanya.”

Alexander menatap Alya dengan mata yang penuh dengan kejujuran dan kerentanan yang selama ini ia sembunyikan. “Itulah alasannya aku memilihmu, Alya. Aku merasa kamu adalah orang yang bisa kupahami, seseorang yang tidak akan memaksakan ekspektasi yang selama ini menghantui hidupku.”

Alya terdiam, mencoba mencerna penjelasan Alexander. Di satu sisi, ia merasa lega karena akhirnya mengetahui alasan di balik pernikahan ini. Namun, di sisi lain, ia merasakan kekecewaan yang sulit dijelaskan, mengetahui bahwa ia hanyalah bagian dari rencana Alexander untuk melawan keluarganya.

“Aku bisa mengerti, Alexander,” kata Alya pelan. “Tapi apa yang terjadi jika keluargamu mengetahui kebenaran ini? Bukankah itu bisa menimbulkan masalah bagi kita berdua?”

Alexander tersenyum kecil, meski ada kegetiran dalam senyumannya. “Aku sudah mempersiapkan segalanya, Alya. Selama kita tetap mengikuti perjanjian ini, mereka tidak akan pernah tahu. Setelah beberapa waktu, ketika keluargaku berhenti menekan, kita bisa menjalani hidup masing-masing, seperti yang kita sepakati.”

Alya mengangguk, namun dalam hatinya ada rasa sakit yang perlahan-lahan merayap. Meskipun ia tahu bahwa ini adalah pernikahan kontrak, ia tidak bisa menahan perasaannya yang semakin dalam terhadap Alexander. Ia sadar bahwa ia telah jatuh cinta pada pria ini, namun ia juga tahu bahwa perasaan itu tak akan pernah terbalas.

“Kamu tidak perlu merasa bersalah atas pernikahan ini, Alya,” lanjut Alexander, seolah-olah ia bisa membaca pikiran Alya. “Aku sangat bersyukur karena kamu setuju untuk menikah denganku. Kamu telah memberiku ruang untuk bebas, meski hanya sementara.”

Malam itu, setelah percakapan panjang yang penuh dengan emosi, Alya pergi tidur dengan perasaan yang campur aduk. Ia merasa lega karena akhirnya mengetahui kebenaran di balik pernikahan ini, namun ia juga merasakan kekosongan yang mendalam. Ia tahu bahwa hubungannya dengan Alexander tidak lebih dari sekadar kontrak, dan meskipun ia telah membuka hatinya, ia harus menerima kenyataan bahwa perasaannya mungkin tidak akan pernah terbalas.

---

Keesokan harinya, suasana di antara mereka kembali seperti biasa, seolah-olah percakapan malam sebelumnya tidak pernah terjadi. Namun, Alya mulai melihat Alexander dari sudut pandang yang berbeda. Ia melihat pria itu sebagai seseorang yang terjebak dalam jeratan ekspektasi keluarganya, seseorang yang selama ini berjuang untuk menemukan kebebasan di balik kekakuan dan aturan yang mengikatnya.

Dalam beberapa kesempatan, Alya mencoba memberikan dukungan kepada Alexander tanpa terkesan memaksakan diri. Ia memperhatikan cara Alexander bekerja, membantunya di setiap kesempatan, dan bahkan mencoba memberikan saran-saran kecil yang bisa meringankan beban pekerjaannya. Alya mulai memahami Alexander sebagai pribadi yang kompleks, dan ia merasa terhubung lebih dalam dengannya, meskipun ia tahu bahwa hubungan mereka bersifat sementara.

Namun, meskipun Alya berusaha untuk menerima keadaan ini, ia tak bisa sepenuhnya menekan perasaannya. Malam demi malam, ia merasakan cinta yang semakin dalam terhadap Alexander. Setiap kali Alexander menunjukkan perhatian kecil, seperti bertanya apakah ia sudah makan atau apakah ia butuh bantuan, hatinya berdebar tak karuan. Ia tahu bahwa ia tidak seharusnya memiliki harapan, namun perasaan itu semakin sulit ia abaikan.

Hingga suatu hari, Alexander menerima panggilan telepon dari keluarganya. Suara di seberang sana terdengar mendesak, dan Alexander terlihat tegang selama percakapan itu. Setelah menutup telepon, ia berbalik menghadap Alya dengan ekspresi serius.

“Alya, aku butuh bantuanmu,” katanya, suaranya terdengar mendesak.

Alya terkejut, namun ia segera mengangguk. “Tentu, apa yang bisa kubantu?”

“Aku membutuhkanmu untuk ikut denganku ke sebuah acara keluarga. Mereka ingin memastikan bahwa kita... benar-benar menikah,” kata Alexander, tatapannya penuh tekanan. “Aku tahu ini sulit, tapi aku ingin kamu berpura-pura seolah-olah kita adalah pasangan yang saling mencintai. Mereka akan mengamati setiap gerak-gerik kita, jadi...”

Alya tersenyum kecil, meskipun hatinya berdebar keras. “Jangan khawatir, Alexander. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantu.”

Di dalam hatinya, Alya tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk lebih dekat dengan Alexander, meskipun hanya dalam sandiwara yang mereka mainkan. Namun, ia bertekad untuk menjalani peran itu sebaik mungkin, meski menyadari bahwa perasaan yang ia miliki mungkin tak akan pernah terbalas.

Dan di saat itulah, tembok terakhir di antara mereka mulai benar-benar retak, menyisakan kerentanan yang tak pernah mereka duga akan hadir dalam hidup mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status