Pagi itu, Alya terbangun dengan perasaan ganjil yang terus menghantuinya sejak malam sebelumnya. Dia merasakan keheningan di rumah yang terlalu sunyi, hampir menyelimuti dirinya dalam kabut yang membuat segala sesuatunya terasa samar. Alexander belum pulang sejak semalam, dan tidak ada satu pesan pun darinya. Alya mencoba mengabaikan kekhawatiran yang merayap di hatinya, tetapi semakin dia mencoba, semakin kuat perasaan itu.Di ruang makan, Alya menemukan sepucuk surat yang ditinggalkan oleh Alexander di meja. Dengan jantung berdebar, dia mengambil surat itu, berharap menemukan penjelasan. Namun, isi surat itu hanya beberapa kata singkat yang membuat perasaannya semakin tidak menentu."Ada urusan penting di luar kota. Jangan khawatir. Aku akan segera kembali."Alya menatap kata-kata itu dengan perasaan campur aduk. Sesuatu dalam nada pesan itu terasa berbeda, dingin dan jauh, seolah-olah Alexander berusaha menjaga jarak. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya, namu
Malam itu, keputusan yang Alya buat di balkon menjadi pemantik dari semua langkah yang akan dia ambil. Pagi berikutnya, ia memulai harinya dengan tekad baru. Dia menatap bayangan dirinya di cermin, berusaha meyakinkan dirinya bahwa apa pun yang akan ia temukan, ia siap menghadapinya. Rahasia Alexander sudah terlalu lama membebani hatinya, dan Alya tahu bahwa keheningan ini harus berakhir. Sejak pagi, Alya mencoba menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, namun pikirannya terus melayang kepada Alexander. Apakah keputusannya untuk mencari kebenaran akan mengubah segalanya? Apakah dia siap menghadapi kenyataan yang mungkin akan melukai hatinya lebih dalam lagi? Saat makan siang, Alya memutuskan untuk kembali bertemu dengan Ethan. Di kafe yang sama seperti sebelumnya, Ethan sudah menunggunya. Ketika melihat Alya, Ethan memberikan senyum kecil, namun Alya tahu ada kegelisahan di balik tatapan sahabat Alexander itu. “Ethan, aku butuh bantuanmu,” kata Alya tanpa basa-basi. “Aku tidak bis
Hari itu terasa berat bagi Alya. Setiap kata yang diucapkan Adrian, ayah Alexander, masih bergaung di telinganya. Bagaimana mungkin seorang anak harus memikul beban yang seharusnya tidak ditanggungnya? Meskipun ada rasa lega karena mendapatkan sedikit pencerahan, Alya juga merasakan beban baru—perasaan ingin membantu Alexander, tetapi juga ketidakpastian tentang bagaimana cara melakukannya. Setelah pertemuannya dengan Adrian, Alya berkeliling rumah keluarga Alexander. Di dalam ruang kerja yang penuh dengan dokumen, foto, dan barang-barang berharga, ia menemukan sebuah album tua. Penasaran, Alya membuka album tersebut dan mulai melihat-lihat foto-foto lama. Setiap halaman membawa Alya ke dalam kenangan yang lebih dalam tentang masa kecil Alexander—senyumnya, tawa bahagianya, dan harapan-harapan yang pernah ada sebelum semua tekanan itu datang menghimpitnya. Namun, satu foto menarik perhatiannya. Di situ, Alexander berdiri di samping seorang gadis kecil dengan senyum cerah. Alya tidak
Pagi itu, setelah kembali dari perjalanan yang penuh makna ke rumah keluarga Alexander, Alya merasa lebih tenang. Ia tidak mendapatkan semua jawaban yang ia inginkan, tetapi ia mulai memahami sisi lain dari kehidupan suaminya yang selama ini tersembunyi. Ada sesuatu yang berat dalam masa lalu Alexander, sesuatu yang ia pendam demi melindungi orang-orang yang ia sayangi. Di apartemen, suasana masih sunyi ketika Alya tiba. Ia menatap ke arah ruang tamu yang kosong, lalu menghela napas panjang. Alexander masih belum kembali, tetapi sekarang ia merasa tidak terlalu gelisah. Dia tahu bahwa waktunya akan tiba untuk mereka berdua berbicara dengan jujur tentang semua ini. Ketika Alya melangkah ke kamar, suara dering ponselnya memecah keheningan. Nama Ethan tertera di layar. Alya segera mengangkatnya, penasaran. "Ya, Ethan?" tanyanya. “Bagaimana pertemuanmu dengan Adrian?” tanya Ethan di seberang sana, suaranya terdengar waspada. Alya tersenyum kecil. “Aku belajar banyak. Ayah Alexander me
Keesokan paginya, Alya bangun dengan perasaan campur aduk. Malam sebelumnya bersama Alexander menimbulkan perasaan hangat yang baru ia sadari kini semakin kuat. Namun, bayang-bayang misteri yang masih menyelimuti masa lalu Alexander membuatnya tak bisa benar-benar tenang. Alya menyadari, meski Alexander mulai membuka diri sedikit demi sedikit, ada sisi dirinya yang tetap enggan untuk benar-benar jujur.Pagi itu, saat sarapan, suasana rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Alexander tampak tenggelam dalam pikirannya, sementara Alya menatapnya dari kejauhan, mencoba membaca apa yang mungkin ia sembunyikan. Keinginan untuk bertanya kembali muncul, tapi Alya tak ingin mengusik keheningan yang rapuh di antara mereka.“Aku harus pergi untuk urusan bisnis hari ini,” ucap Alexander tiba-tiba, memecah keheningan. “Mungkin aku akan pulang agak larut.”Alya mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. “Baiklah. Hati-hati di jalan, Alex.”Alexander mengangguk sambil menatap Alya seben
Ketika malam tiba, Alya duduk sendiri di ruang tamu, merenungkan semua yang ia dengar dari Adrian. Satu per satu potongan masa lalu Alexander mulai terungkap, namun masih banyak bagian yang tersisa, belum terlihat. Hari ini menguatkan tekadnya, namun juga meninggalkan jejak keletihan yang mendalam di hatinya.Saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, terdengar suara mobil di depan rumah. Alexander akhirnya pulang. Alya berusaha menyambutnya dengan senyuman, namun Alexander terlihat lelah dan sedikit terpukul. Tanpa mengucapkan apa-apa, ia melewati Alya dan langsung menuju kamar, meninggalkan Alya berdiri dalam kebisuan.Alya tahu, ini bukan saatnya memaksanya untuk bercerita. Ia hanya mengikuti Alexander ke kamar dan memberinya waktu untuk menenangkan diri. Namun dalam hatinya, ia bertekad untuk tetap di sisinya, bahkan jika itu berarti harus menunggu dalam keheningan.Malam itu, Alya hanya terbaring dalam kegelapan, mendengar napas Alexander yang tenang namun terasa berat. Seti
Kehampaan yang dirasakan Alya semakin mengakar seiring berjalannya hari. Pagi tadi, Alexander menjauh darinya dengan dingin, seolah percakapan mereka tidak pernah terjadi. Setiap percakapan kecil yang Alya coba bangun dengannya selalu terhenti oleh sikap defensif Alexander. Alya merasa asing, bukan hanya dalam pernikahan kontraknya, tapi juga dalam rumah yang kini terasa semakin sunyi.Namun, tekadnya tidak goyah. Jika Alexander memilih untuk menutup diri, maka ia akan mencari cara lain untuk menemukan jawaban. Pemikiran itu membawa Alya kembali ke petunjuk samar yang Ethan berikan: rumah keluarga Alexander. Di sanalah, katanya, Alya mungkin akan menemukan sebagian dari kebenaran.Dengan ponselnya, Alya mulai menelusuri informasi terkait rumah besar di bukit itu, berusaha mengumpulkan petunjuk-petunjuk yang bisa membawanya lebih dekat pada masa lalu Alexander. Ia menemukan bahwa rumah itu tidak hanya memiliki sejarah panjang, tetapi juga reputasi yang cukup misterius di kalangan masya
Malam itu, Alya terjaga lebih lama dari biasanya. Pikirannya berputar-putar memikirkan Alexander dan beban masa lalunya. Ia menyadari bahwa meskipun Alexander berusaha tampil tegar, ada luka yang sangat dalam yang masih ia simpan. Alya semakin yakin, meski Alexander belum mengungkapkan semuanya, pria itu butuh seseorang yang bisa ia percaya sepenuhnya.Keesokan paginya, Alya memutuskan untuk mulai mengubah pendekatannya. Alih-alih memaksa Alexander untuk berbagi, ia memilih untuk menciptakan lingkungan yang lebih nyaman baginya. Ia mulai dengan hal-hal sederhana, seperti menyiapkan sarapan, menyusun bunga segar di ruang tamu, dan merapikan ruangan-ruangan di rumah agar terasa lebih hangat. Ia ingin menjadikan rumah mereka tempat yang bisa membuat Alexander merasa damai dan diterima, tanpa tekanan.Hari-hari pun berlalu dengan cepat. Alya berusaha untuk tetap ceria dan ringan saat berada di dekat Alexander, meski kadang ia bisa merasakan dinding tak terlihat yang pr
Alexander tidak pernah mengira bahwa pertemuannya kembali dengan Andra akan menjadi awal dari serangkaian kejadian yang mengguncang hidupnya. Hari-hari berikutnya, ia mulai terlibat dalam proyek Andra. Walaupun hatinya masih dipenuhi keraguan, Alexander mencoba memberikan keahliannya untuk membantu Andra memperbaiki rencana yang tampak penuh lubang itu.Namun, seperti biasa, tidak ada yang benar-benar sederhana.---Saat Alexander memeriksa dokumen-dokumen proyek, ia menemukan beberapa hal aneh. Ada anggaran yang terlalu besar untuk kebutuhan kecil, transaksi yang tidak jelas, dan mitra kerja yang namanya bahkan tidak ia kenal. Ia mencoba menahan dirinya untuk tidak langsung menyimpulkan yang terburuk, tetapi naluri bisnisnya berkata ada sesuatu yang salah."Ini terlalu berisiko," pikir Alexander suatu malam. Ia mencoba membahas ini dengan Andra pada pertemuan berikutnya."Andra," katanya sambil menunjuk ke dokumen yang terbuka di depannya, "ini tidak masuk akal. Kenapa kamu menyisihk
Seminggu setelah pertemuan yang emosional itu, Alexander mulai merasa hidupnya sedikit lebih ringan. Ia tidak lagi dihantui oleh rasa bersalah yang menyesakkan. Walaupun hubungannya dengan Raka belum sepenuhnya pulih, mereka setidaknya telah membuka pintu untuk dialog. Itu cukup untuk membuat Alexander merasa ada harapan.Namun, seperti biasa, hidup tidak pernah berjalan lurus. Pada pagi yang tampak tenang, Alexander menerima panggilan dari nomor tak dikenal. Ia ragu sejenak, tetapi akhirnya menjawab."Hallo, ini Alexander," katanya."Alex, ini aku, Andra." Suara di seberang terdengar berat, hampir seperti orang yang menahan emosi.Alexander terdiam. Andra adalah mantan rekan kerjanya yang dulu pernah terlibat dalam proyek besar yang akhirnya gagal total. Hubungan mereka tidak berakhir baik, terutama karena Alexander merasa Andra mengkhianatinya."Ada apa, Andra?" tanya Alexander dingin.Andra menghela napas. "Aku butuh bicara denganmu. Aku tahu ini tiba-tiba, tapi aku benar-benar mem
Pagi itu, cuaca mendung dan sepi. Alexander duduk di ruang tamu rumahnya, menatap ke luar jendela dengan pandangan kosong. Setelah pertemuan dengan Raka kemarin, semuanya terasa begitu berat. Ia merasa seolah-olah tak ada jalan keluar dari labirin emosi yang mengikatnya. Setiap percakapan dengan Raka hanya menambah luka lama yang belum sembuh, dan perasaan bersalah itu semakin menekan dirinya.Alya yang baru saja keluar dari kamar tidur, mendekat dengan langkah ringan, menyadari betapa dalamnya pikiran suaminya. Tanpa berkata apa-apa, ia duduk di samping Alexander dan memeluknya dengan lembut. Keheningan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata apapun.“Alya…” kata Alexander pelan, suaranya penuh penyesalan. “Aku merasa aku sudah kehilangan segalanya. Raka, persahabatan kita, bahkan diri kita sendiri. Semua yang pernah kita bangun bersama terasa seperti pecahan kaca yang tak bisa disatukan lagi.”Alya menggenggam tangan Alexander, merasakan getaran ketegangan yang ada di tubuhnya
Alexander sudah berada di ruang kerjanya sejak pagi, berkomunikasi intens dengan Pak Arif yang memberi laporan terbaru tentang pencarian Raka. Pak Arif telah berusaha melacak keberadaan Raka melalui jaringan kenalannya, namun setiap kali mereka merasa sudah menemukan jejak, seolah-olah Raka tahu dan menghilang lagi.Alya, yang biasanya menunggu Alexander di luar ruang kerjanya saat dia sedang sibuk, kali ini memutuskan untuk masuk. Ia tahu betul bahwa suaminya sedang berada di bawah tekanan besar, dan ia ingin menjadi tempat sandaran meskipun Alexander terus menutup dirinya.“Sudah ada kabar?” tanya Alya pelan, berdiri di ambang pintu.Alexander mengangkat pandangannya dari ponsel dan menatapnya dengan lelah. “Belum,” jawabnya singkat. “Raka pintar. Dia tidak meninggalkan jejak yang mudah diikuti.”Alya berjalan mendekat, duduk di kursi di hadapan Alexander. “Apa menurutmu Raka benar-benar ingin membuat semuanya hancur? Bukankah kalian dulu sahabat?” tanyanya hati-hati.Alexander terd
Setelah percakapan dengan Ethan, Alya dan Alexander semakin serius memikirkan langkah selanjutnya. Pesan misterius yang terus menghantui Alya kini tak bisa lagi mereka abaikan. Malam itu, Alexander menghubungi seorang detektif pribadi yang dikenal dapat menyelidiki tanpa banyak menimbulkan kecurigaan.Keesokan harinya, saat Alexander bersiap pergi ke kantor, Alya menemuinya di ruang tamu.“Alex, boleh aku ikut? Mungkin, kalau aku ikut, kita bisa menemukan petunjuk lebih cepat,” ucap Alya, mencoba meyakinkan.Alexander memandang Alya dengan ragu. “Aku nggak mau kamu terlibat lebih jauh dalam masalah ini, Alya. Aku bisa mengatasinya sendiri.”Alya mendesah, menahan frustrasi yang mulai muncul. “Alex, ini juga menyangkut aku. Lagi pula, kalau kita ingin ini berhasil, aku harus tahu semua yang terjadi. Aku nggak mau terus dalam ketidaktahuan.”Melihat keteguhan Alya, Alexander akhirnya mengangguk. “Baiklah, tapi kamu harus janji tetap berada di belakangku.”Saat mereka tiba di kantor, Ale
Pagi itu, Alya merasa ada ketenangan yang berbeda. Meskipun masalah besar menunggu di depan mata, langkahnya terasa lebih pasti. Keputusan untuk mulai menyelidiki siapa yang mengirimkan pesan-pesan misterius itu membawa semangat baru, meski hati kecilnya masih dipenuhi kekhawatiran. Setelah percakapan semalam dengan Alexander, ia tahu bahwa mereka tidak akan bisa menghindari kenyataan selamanya.Alya berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya sebelum berangkat. Ia tahu hari ini bukanlah hari biasa. Hari ini, ia dan Alexander akan menggali lebih dalam, menyelami masa lalu yang selama ini disembunyikan. "Semoga saja kita bisa menemukan apa yang sebenarnya terjadi," gumam Alya pada dirinya sendiri.Saat ia keluar dari kamar, Alexander sudah berada di ruang tamu, mengenakan jas hitam yang membuatnya terlihat semakin tegas. Tapi, meski penampilannya rapi dan penuh percaya diri, Alya bisa melihat kelelahan di wajahnya. Perjalanan mereka untuk menemukan kebenaran jelas tidak akan mudah, da
Setelah percakapan yang berat itu, Alya dan Alexander memutuskan untuk mengambil langkah yang berbeda. Mereka sepakat untuk memberikan ruang satu sama lain untuk merenung, terutama setelah banyaknya ketegangan yang muncul karena masa lalu Alexander. Mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan waktu untuk berpikir dan menemukan kembali fondasi yang kuat dalam hubungan mereka.Beberapa hari kemudian, Alya memutuskan untuk pergi mengunjungi keluarganya di desa, jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia merasa bahwa suasana yang tenang akan membantunya merenung dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikirannya. Di sana, Alya berharap bisa menemukan ketenangan, sambil menyusun kembali perasaannya terhadap Alexander dan memahami seberapa kuat cintanya bisa bertahan dalam menghadapi tantangan ini.Di desa, Alya menghabiskan hari-hari dengan berjalan-jalan di alam terbuka, berbincang dengan keluarga, dan merenung. Namun, Alexander tetap ada di benaknya. Kenangan mereka bersama, ca
Beberapa hari setelah percakapan yang intens itu, Alya dan Alexander mulai merasa hubungan mereka memasuki tahap yang lebih kuat dan dewasa. Namun, bayangan masa lalu yang baru saja terungkap belum sepenuhnya hilang. Alya menyadari bahwa Alexander masih membawa beban yang berat di dalam dirinya, meskipun ia telah berusaha sekuat mungkin untuk melangkah ke depan bersama Alya.Suatu malam, Alya kembali menerima pesan dari nomor tak dikenal, kali ini hanya berisi satu kalimat singkat: "Berhati-hatilah, Alya. Masa lalu Alexander bisa lebih gelap daripada yang kau kira."Kali ini, peringatan itu membuat Alya tidak hanya merasa was-was, tetapi juga marah. Ia merasa bahwa ada seseorang di luar sana yang berusaha mengganggu hubungannya dengan Alexander dan menimbulkan ketakutan dalam dirinya. Alya memutuskan untuk mengabaikan pesan itu, percaya pada Alexander dan semua yang telah ia ceritakan.Namun, rasa penasaran tetap ada. Mengapa masa lalu Alexander begitu dipenuhi teka-teki? Siapa yang b
Beberapa hari setelah perbincangan mereka, Alya merasa hubungan dengan Alexander semakin kuat. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, membicarakan harapan, impian, dan rencana masa depan. Walaupun ada ketakutan tersembunyi, Alya tetap percaya bahwa mereka bisa mengatasi apa pun yang datang. Namun, di balik keyakinannya, Alya masih belum bisa mengabaikan surat misterius yang ia terima.Suatu hari, saat Alya sedang membereskan dokumen di kantor, ia menemukan sebuah catatan tua yang ditinggalkan di salah satu berkas yang ditugaskan Alexander kepadanya. Tulisan di catatan itu menarik perhatiannya. Di situ tertulis nama "Evelyn" dengan beberapa alamat dan nomor telepon yang tampaknya sudah usang.Hati Alya berdebar. Apakah ini catatan yang sengaja disimpan Alexander? Apa ada sesuatu yang ingin ia simpan dari masa lalunya? Setelah beberapa saat ragu, Alya memutuskan untuk menyimpan catatan itu. Ia tahu bahwa ini mungkin akan menimbulkan pertanyaan di benaknya, tetapi ada sisi