"Om, maaf, ini namanya penekanan dan pengancaman terselubung, Om....""Diam, kumohon diamlah, agar suasana tidak jadi keruh, anak muda jangan ikut campur urusan orang tua. Duduk manis dan fokus saja belajar," ujar Mas Rusdi.Entah khodam apa yang dipakai suamiku hingga setiap kali bicara dengan orang dia pasti disegani dan dihargai ucapannya. Reno terdiam dan nampak malu sekali, ia menunduk, ingin bicara tapi segan dia pada suamiku. Ketiga orang itu kini menunduk dan tersudutkan."Aku mohon agar masalah antara kita bisa selesai, jangan ada fitnah dan cemburu, jangan ada curiga dan saling tuduh.""Tapi...." Rima ingin bicara tapi Mas rusdi mengangkat jari telunjuknya untuk mencegahnya."Terutama kau! Kau yang paling biang kerok di sini. Kau selalu cari ribut dan bikin malu!" kali ini penekanan suamiku sangat keras."Aku mendiamkanmu, bukan aku pura pura tak tahu, aku hanya menunggu sampai kau sadar sendiri. Tapi ternyata itu mustahil...."Wanita itu mendecak sambil menggigit bibir, ia
Merasa sangat direndahkan dengan semua ucapan Mas Rusdi kedua pasangan suami istri itu seolah babak belur dan tidak mampu melawan lagi. Mereka hanya menunduk sambil terus mengucapkan maaf dan nyaris saja menangis."Baiklah sekali lagi aku ingin bertanya, apa kalian benar-benar ingin menyudahi konflik di antara kita!""Ya.""Mau berdamai?""Iya.""Apa kalian menyesali semua perbuatan kalian selama ini kepada istriku dan anak-anakku?""Ya.""Bagus, tapi aku rasa kau kurang tulus Nyonya Rima.""Apa?" Wanita itu terbelalak dan nampak kesal sekali pada suamiku." ... Memangnya saya harus bagaimana agar saya terlihat tulus?""Bersujudlah pada istriku dan minta maaf, dengan demikian itu menunjukkan kalau kau benar-benar punya iktikad baik mau damai dengannya dan bertobat.""Apa? Dan berlebihan sungguh aku tidak sedih bersujud di hadapannya dan mengapa juga aku harus bersujud memangnya dia Tuhan!?""Kau sudah merendahkannya selama bertahun-tahun dan membuat dia sering menangis jadi untuk mend
Seminggu setelahnya,Kehidupan kami berjalan baik dan terasa begitu damai dan menyenangkan tanpa rasa was-was dan khawatir. Aku merasa bebas bisa berjalan ke mana saja tanpa memikirkan siapa yang akan memperhatikan dan membicarakanku, kehidupanku rasanya lega dan bahagia sekali.Kujalani bisnisku dan kegiatanku sebagai ibu rumah tangga dengan bahagia dan sepenuh hati. Aku juga mengunjungi anak sambungku yang sedang bersekolah di Malaysia selama 5 hari bersama ayah mereka, kami habiskan waktu untuk berkumpul dan bersenang-senang, pergi jalan-jalan dan menikmati kuliner lalu malam harinya kami akan memasak dan makan malam di rumah. Nanda dan Nindy sangat senang dengan kedatangan kami.Pun anakku yang tinggal bersama kami di Indonesia, mereka juga makin lancar dengan kuliah dan pekerjaannya masing-masing.Tiba-tiba tercetus keinginan suamiku untuk menambah anak lagi, dia bilang dia rindu anak kecil dan ingin menimbang bayi, itu membuatku langsung terkejut dan menggelengkan kepala. "Tid
Saat mereka pulang, mereka terlihat lesu dan langsung duduk di sofa ruang tamu dalam keadaan terdiam dan hanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mereka nampak murung meski aku berusaha mengeluarkan keceriaan dan mengalihkan mereka dengan mengajaknya makan."Umi menyesal dengan apa yang terjadi, umi pikir setelah 6 bulan tidak berjumpa, mereka akan merindukan kalian dan situasinya akan mencair. Maafkan karena Umi lah yang bersalah membiarkan kalian pergi....""Tidak ini salah kami, kamilah yang mau ke sana. Kami antusias, kami rindu dan ingin jumpa Tante dan Om, juga sepupu kecil kami, tapi kami hanya diabaikan." Rena mengeluh sambil mendesah pelan."Selama dua puluh tahun lebih bersama ayah, kami dapatkan kasih sayang, kami dapatkan apa saja yang kami inginkan, ayah memanjakan dan menuruti kami, tapi sekarang ayah berubah dan memperlakukan kami seperti orang asing." Heri hanya memijit kepala saat mengatakan itu."... ia sama sekali tidak bereaksi saat Tante Rika menolak kami. Ia
Melihat Rino begitu akrab dengan ayahnya dua putriku terpaksa membalikkan badan untuk menghindari pemandangan yang menurut mereka menyedihkan itu. Menyedihkan untuk hati dan perasaan mereka yang dua tahun diabaikan oleh ayah mereka sendiri."Kalian baik-baik saja kan?""Ya."Andai ini bukan tempat mengantri untuk beli tiket wahana mungkin aku akan langsung mengajak mereka pergi. Di sisi lain, Mas Rusdi yang ada paling depan di antara kami sedang berusaha untuk mendapatkan tiketnya, makanya kami sebagai anak istrinya harus menunggunya.Kebetulan di depan kami, ada vending machine, menyadari bahwa ketiga anakku memperhatikannya, Mas Faisal malah semakin pura-pura berhenti di depan kami lalu menawarkan putranya minuman dingin."Sayang mau minuman dingin gak?""Ya, papa tahu aja kalau aku lagi haus," jawab Reno yang sampai saat itu belum menyadari kehadiran kami."Aku kan papamu, jadi aku merasakan apa yang kau rasakan.""Kayak belahan jiwa dong kita," ujar anaknya sambil memasukkan koi
Selagi kami duduk mengelilingi meja bundar dengan sajian es krim, putriku yang nomor dua dan tiga hanya terdiam murung, sambil memandang gelas dengan tiga rasa tumpukan es. Mereka terdiam, berusaha meredakan perasaan mereka yang kecewa dengan peristiwa yang baru saja mereka lihat."Sudahlah jangan dipikirkan," ujar Mas rusdi, sambil menghibur mereka dan memeluk bahunya."Aku hanya tetap merasa kecewa, meski berkali-kali mengalihkan perasaan untuk tidak memikirkan Ayah lagi. Baru Minggu kemarin kami dilukai olehnya dan minggu ini kami sudah mendapatkan luka baru," keluh Rena sambil menyembunyikan kesedihan dari ayah tirinya."Abi rasa fair faiqi. r saja untuknya memanjakan anaknya, kitalah yang harus memperbaiki mindset dan jangan terlihat iri." Mas Rusdi mulai mengoreksi anak anak." ...Lihatlah, Abi tetap diam saat kalian marah, abi diam meski abi menentang perbuatan kalian, mungkin sesekali Abi harus membiarkan kalian mengungkapkan isi hati, tapi jangankeseringan. Orang model Fa
Setelah pertemuan dengan Faisal di imigrasi tidak ada feeling apapun kecuali kesibukan kami menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan Heri untuk berkuliah di Inggris. Aku tidak punya kecurigaan apapun serta firasat yang jelek, tentang kelanjutan dari hidup kami yang sudah penuh liku ini. Kupikir badai itu telah berlalu dan semuanya sudah selesai. Ya, kami hanya ingin hidup dengan tenang, tidak mengganggu dan tidak mau diganggu.Sehari sebelum keberangkatan anakku, tas, koper dan semua dokumen yang diperlukan sudah siap, bahkan aku sudah menyiapkan bekal makanan kesukaan yang sekiranya akan dimakan olehnya nanti selama seminggu.Tiba tiba saja Heri memanggilku dari kamarnya dengan nada yang panik."Umi! Umi!"Anakku tidak pernah memanggilku dengan cara seperti itu apalagi ini di pagi jam enam. Aku yang tengah menyiapkan sarapan langsung bergetar hatiku dan meninggalkan masakan itu sembari berlari dengan cepat ke lantai 2 di mana kamar Heri berada.Saat membuka pintu, Putraku nampak m
"Kok teganya kamu Mas...."" Kau ingat betapa sombongnya dirimu dan anak-anak hanya karena kalian sudah jadi kaya dan makmur? Bahkan setiap kali aku ingin berjumpa dan beritikad baik berdamai kalian selalu menunjukkan keangkuhan. Giliran sekarang sudah sakit dan tidak bisa bergerak malah mengadu kepada ayah kandungnya! Kenapa tidak saja minta tolong kepada suamimu yang anak-anak anggap sebagai ayah mereka?!""Baiklah jika kau tidak mau menolong, terima kasih.""Memangnya aku bisa apa!" ujarnya tanpa perasaaan.Mengapa sikap Mas Faisal sangat jahat sekali, aku dengan ketulusanku memberitahunya kalau anak kami sakit, tapi respon dia malah kejam dan pedas sekali. Ada apa ini?Aku tahu aku punya suami di mana anak-anak sangat menyayangi dan memuliakannya, tapi tetap saja di saat kesusahan putra-putriku pasti ingin bertemu dengan ayah kandungnya dan mungkin mereka butuh sedikit bicara atau menghibur mereka. Jika dia tidak mau menjenguk Heri, apa salahnya untuk bicara baik-baik dan menolak
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d