Seminggu setelahnya,Kehidupan kami berjalan baik dan terasa begitu damai dan menyenangkan tanpa rasa was-was dan khawatir. Aku merasa bebas bisa berjalan ke mana saja tanpa memikirkan siapa yang akan memperhatikan dan membicarakanku, kehidupanku rasanya lega dan bahagia sekali.Kujalani bisnisku dan kegiatanku sebagai ibu rumah tangga dengan bahagia dan sepenuh hati. Aku juga mengunjungi anak sambungku yang sedang bersekolah di Malaysia selama 5 hari bersama ayah mereka, kami habiskan waktu untuk berkumpul dan bersenang-senang, pergi jalan-jalan dan menikmati kuliner lalu malam harinya kami akan memasak dan makan malam di rumah. Nanda dan Nindy sangat senang dengan kedatangan kami.Pun anakku yang tinggal bersama kami di Indonesia, mereka juga makin lancar dengan kuliah dan pekerjaannya masing-masing.Tiba-tiba tercetus keinginan suamiku untuk menambah anak lagi, dia bilang dia rindu anak kecil dan ingin menimbang bayi, itu membuatku langsung terkejut dan menggelengkan kepala. "Tid
Saat mereka pulang, mereka terlihat lesu dan langsung duduk di sofa ruang tamu dalam keadaan terdiam dan hanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mereka nampak murung meski aku berusaha mengeluarkan keceriaan dan mengalihkan mereka dengan mengajaknya makan."Umi menyesal dengan apa yang terjadi, umi pikir setelah 6 bulan tidak berjumpa, mereka akan merindukan kalian dan situasinya akan mencair. Maafkan karena Umi lah yang bersalah membiarkan kalian pergi....""Tidak ini salah kami, kamilah yang mau ke sana. Kami antusias, kami rindu dan ingin jumpa Tante dan Om, juga sepupu kecil kami, tapi kami hanya diabaikan." Rena mengeluh sambil mendesah pelan."Selama dua puluh tahun lebih bersama ayah, kami dapatkan kasih sayang, kami dapatkan apa saja yang kami inginkan, ayah memanjakan dan menuruti kami, tapi sekarang ayah berubah dan memperlakukan kami seperti orang asing." Heri hanya memijit kepala saat mengatakan itu."... ia sama sekali tidak bereaksi saat Tante Rika menolak kami. Ia
Melihat Rino begitu akrab dengan ayahnya dua putriku terpaksa membalikkan badan untuk menghindari pemandangan yang menurut mereka menyedihkan itu. Menyedihkan untuk hati dan perasaan mereka yang dua tahun diabaikan oleh ayah mereka sendiri."Kalian baik-baik saja kan?""Ya."Andai ini bukan tempat mengantri untuk beli tiket wahana mungkin aku akan langsung mengajak mereka pergi. Di sisi lain, Mas Rusdi yang ada paling depan di antara kami sedang berusaha untuk mendapatkan tiketnya, makanya kami sebagai anak istrinya harus menunggunya.Kebetulan di depan kami, ada vending machine, menyadari bahwa ketiga anakku memperhatikannya, Mas Faisal malah semakin pura-pura berhenti di depan kami lalu menawarkan putranya minuman dingin."Sayang mau minuman dingin gak?""Ya, papa tahu aja kalau aku lagi haus," jawab Reno yang sampai saat itu belum menyadari kehadiran kami."Aku kan papamu, jadi aku merasakan apa yang kau rasakan.""Kayak belahan jiwa dong kita," ujar anaknya sambil memasukkan koi
Selagi kami duduk mengelilingi meja bundar dengan sajian es krim, putriku yang nomor dua dan tiga hanya terdiam murung, sambil memandang gelas dengan tiga rasa tumpukan es. Mereka terdiam, berusaha meredakan perasaan mereka yang kecewa dengan peristiwa yang baru saja mereka lihat."Sudahlah jangan dipikirkan," ujar Mas rusdi, sambil menghibur mereka dan memeluk bahunya."Aku hanya tetap merasa kecewa, meski berkali-kali mengalihkan perasaan untuk tidak memikirkan Ayah lagi. Baru Minggu kemarin kami dilukai olehnya dan minggu ini kami sudah mendapatkan luka baru," keluh Rena sambil menyembunyikan kesedihan dari ayah tirinya."Abi rasa fair faiqi. r saja untuknya memanjakan anaknya, kitalah yang harus memperbaiki mindset dan jangan terlihat iri." Mas Rusdi mulai mengoreksi anak anak." ...Lihatlah, Abi tetap diam saat kalian marah, abi diam meski abi menentang perbuatan kalian, mungkin sesekali Abi harus membiarkan kalian mengungkapkan isi hati, tapi jangankeseringan. Orang model Fa
Setelah pertemuan dengan Faisal di imigrasi tidak ada feeling apapun kecuali kesibukan kami menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan Heri untuk berkuliah di Inggris. Aku tidak punya kecurigaan apapun serta firasat yang jelek, tentang kelanjutan dari hidup kami yang sudah penuh liku ini. Kupikir badai itu telah berlalu dan semuanya sudah selesai. Ya, kami hanya ingin hidup dengan tenang, tidak mengganggu dan tidak mau diganggu.Sehari sebelum keberangkatan anakku, tas, koper dan semua dokumen yang diperlukan sudah siap, bahkan aku sudah menyiapkan bekal makanan kesukaan yang sekiranya akan dimakan olehnya nanti selama seminggu.Tiba tiba saja Heri memanggilku dari kamarnya dengan nada yang panik."Umi! Umi!"Anakku tidak pernah memanggilku dengan cara seperti itu apalagi ini di pagi jam enam. Aku yang tengah menyiapkan sarapan langsung bergetar hatiku dan meninggalkan masakan itu sembari berlari dengan cepat ke lantai 2 di mana kamar Heri berada.Saat membuka pintu, Putraku nampak m
"Kok teganya kamu Mas...."" Kau ingat betapa sombongnya dirimu dan anak-anak hanya karena kalian sudah jadi kaya dan makmur? Bahkan setiap kali aku ingin berjumpa dan beritikad baik berdamai kalian selalu menunjukkan keangkuhan. Giliran sekarang sudah sakit dan tidak bisa bergerak malah mengadu kepada ayah kandungnya! Kenapa tidak saja minta tolong kepada suamimu yang anak-anak anggap sebagai ayah mereka?!""Baiklah jika kau tidak mau menolong, terima kasih.""Memangnya aku bisa apa!" ujarnya tanpa perasaaan.Mengapa sikap Mas Faisal sangat jahat sekali, aku dengan ketulusanku memberitahunya kalau anak kami sakit, tapi respon dia malah kejam dan pedas sekali. Ada apa ini?Aku tahu aku punya suami di mana anak-anak sangat menyayangi dan memuliakannya, tapi tetap saja di saat kesusahan putra-putriku pasti ingin bertemu dengan ayah kandungnya dan mungkin mereka butuh sedikit bicara atau menghibur mereka. Jika dia tidak mau menjenguk Heri, apa salahnya untuk bicara baik-baik dan menolak
Bismillah ya Allah ....*Hingga malam berlalu dan fajar kedua menjelang aku masih terduduk di sofa untuk menunggu anakku dan cairan infusnya, serta dengan gelisah lalu berharap bahwa ayahnya yang keras hati akan datang walau sekedar mengintip saja.Tapi tidak ada yang datang. Kuhubungi anakku Rena agar dia membawakan ganti baju serta perlengkapan mandi untuk aku dan Heri. Aku minta juga ia membeli makanan dan buah agar aku tidak perlu meninggalkan Heri kemana-mana.Dua jam setengahnya suamiku dan Feli datang. Terima barang-barang pesananku lalu kuletakkan di lemari. Suamiku terlihat iba menatap diri ini yang nampak sembab dan lesu karena tidak tidur sama sekali. Iya merangkul gulali menetapkan serta memintaku untuk beristirahat saja karena dia bisa menunggui Heri."Kau, bisa tidur beberapa saat aku akan menjaga anakmu...""Tidak Mas... Aku hanya ingin mandi dan berganti gamis, aku akan membuatkan kopi untukmu.""Tidak umi, feli anakku sudah membuatkan kopi dan sarapan di rumah. Jan
Betapa panasnya hatiku karena mengetahui Wanita itu telah melakukan hal yang keji pada putra kebanggaanku. Sakit dan tertusuk diri ini begitu mengetahui kalau dia melalukan itu dengan rencana matang. Artinya, ia sengaja datang ke rumah itu lalu ia minta anak sahabatnya untuk mengundang Heri. Secara tidak langsung ia melibatkan dua orang yang tidak tahu apa-apa ke dalam rencananya yang jahat.Aku tidak tahu apa reaksinya spesial kalau tahu bahwa yang menyebabkan sakitnya Heri adalah istrinya sendiri, mungkin dia akan sangat terkejut dan marah sekali atau bisa jadi dia akan diam saja dan mengabaikan kami. "Apa sih yang kau letakkan?!""Ramuan pembunuh saraf!""Hah? Dapat dari mana?" Sepertinya teman yang diajak bicara tidak kalah syok dan langsung pucat sambil menelan ludah."Mudah saja kalau punya banyak teman dan relasi," jawabnya sambil melipat tangan di dada."... Ingat ya, jaga rahasia ini, sebab kalau kau tidak menjaganya, aku akan membuatmu lumpuh juga," ujarnya sambil tertawa c