Suamiku hanya menggeleng saat dia mendengarkan betapa ketusnya putri bungsu kami kepada kakak tirinya. Tak banyak yang bisa kami katakan kepada Reno karena kami harus menyusul ke ruang administrasi untuk melakukan pembayaran.Aku dan suamiku menaiki tangga meninggalkan pemuda yang masih berdiri dan menatap kami, mungkin dengan berjuta rasa dalam hatinya."Setelah bertemu dengan kakakmu Apa kau yakin akan tetap berkuliah di sini tanya Mas Rusdi kepada Felicia yang akan bersiap memasuki ruang ujian.""Aku beda angkatan dengannya Bi. Aku tetap ingin kuliah, lagi pula dia bukan dosennya.""Baiklah Abi pendukungmu tapi ya bisa tapi ingin kau memikirkan kenyamanan dan privasimu.""Tidak tenang saja, aku tidak memperdulikannya, kehadirannya sama sekali tidak menggangguku."Kami berbicara dengan anak kami dia masuk ke ruang kelasnya sementara kami langsung menuju ruang administrasi. Usai membayar uang masuk dan lain sebagainya, aku dan Mas Rusdi memutuskan untuk langsung pulang, sementara kam
Setelah sampai di rumah aku langsung menyiapkan makanan untuk anak-anak lalu memanggil timku yang bekerja di butik depan untuk bergabung dan makan juga. Usai makan, aku briefing tim untuk persiapan live lalu dilanjutkan dengan mengganti pakaian dan mulai berjualan secara live di sosmed.Saat aku sedang sibuk-sibuknya membalas komentar dan mempromosikan barang tiba-tiba beberapa pengunjung datang ke toko kami dan terlihat merangsek masuk begitu saja dari pintu kaca tanpa mengucapkan salam atau bersikap ramah. Tidak berhenti sampai di situ saja mereka juga membenturkan pintu kaca dengan keras hingga membuat kami yang sedang live teralihkan."Permisi, ada yang bisa dibantu?" tanya seorang stafku yang bernama Rini."Mana bosmu?!" Aku mendengar jelas suara wanita yang familiar di telingaku, tidak lain dan tidak bukan dirinya adalah istrinya Mas Faisal, wanita itu berdiri sambil berkacak pinggang dan mengedarkan pandangannya dengan kesal, saat berpapasan denganku wanita itu mendelik dan me
Merasa tidak enak dengan perkataanku salah seorang dari temannya Rima meminta kepada dua orang teman yang lain untuk mengajak Rima pergi, sementara dia masih ingin bicara padaku."Aku minta maaf sekali atas apa yang terjadi Mbak Mutia. Kami pikir bahwa kau lah yang menggoda suaminya."Aku hanya tergelak mendengar perkataan wanita itu, sambil menggelengkan kepala dan memijat kepalaku, aku kemudian berkata kepadanya."Untuk apa aku mengejar lelaki yang sudah kuceraikan. Apa untungnya bagiku masih berusaha untuk bersama dengan lelaki bangkrut? Tidak ada yang tersisa dari dirinya selain pekerjaan yang mati-matian ia pertahankan sekarang. Aku bersyukur dia mencampakkanku, karena dengan demikian Tuhan memberiku jodoh dan kehidupan yang lebih baik seperti yang kau lihat sekarang," jawabku dengan tenang. Aku tidak berusaha untuk membalas dengan kasar sekalipun teman rima yang ada di hadapanku ini bersikap kasar sebelumnya."Saya jadi malu sekali dan tidak enak....""Bukan cuma itu... Dengan c
(Mutia Aku tahu ini bukan dirimu. Kau wanita yang tulus, solehah dan penuh dengan kesabaran. Aku tidak pernah melihat sisi arogan dan kejahatan kecuali sekarang ini. Aku minta padaMu agar kau kembali kepada sifatmu yang asli Mutia. Janganlah kau berubah menjadi sombong dan arogan.)(Saya tidak sombong tapi saya lelah dengan semua drama dan permainan yang kalian buat. Sudah cukup, ketika kamu memilih untuk meninggalkanku maka di situ aku mulai sadar kalau aku tidak bisa mengharapkanmu. Mati-matian aku berusaha mengalihkan perasaanku dan mengobati luka hati ini lalu berusaha menerima cinta orang lain, janganlah lagi untuk datang ke dalam hidupku dan merusaknya.)(Aku hanya mengatakan yang sebenarnya kalau hatiku juga masih ada padamu.)(Jangan berikan hatimu untukku karena aku tidak menerimanya. Cukup ya...)(Tapi Mutia....)(Cukup, tugasku bukan hanya untuk bicara padamu saja tapi aku punya tanggung jawab yang lebih besar dari ini. Aku minta maaf harus memblokir nomormu untuk selama-la
Tidak berhenti sampai di situ, kami yang baru saja ingin beranjak pergi dan menghindari pertengkaran dengan yang malah dihadang oleh wanita itu, perdebatan yang terjadi mulai memicu perhatian orang-orang yang ada di sekitar kami, sehingga mereka pun sedikit demi sedikit memperhatikan dan membuatku malu."Kau tidak ingat bahwa aku menyayangimu selama 20 tahun dan memperlakukanmu lebih dari anak kandung bahkan menantu menantu yang lain. Aku melindungi dan selalu membelamu, aku memberimu tempat terbaik dalam keluarga dan rumahku. Aku nikahkan engkau dengan putra kesayanganku tapi apa balasanmu?!""Ibu... Saya juga berbakti kepada ibu dan menganggap engkau lebih daripada orang tuaku. Aku tidak pernah membantah ataupun melawan sekalipun ibu meminta sesuatu di saat aku sedang lelah dan sakit, aku selalu mengerjakan apa yang ibu inginkan. ada satunya tidak mampu ku lakukan yakni terus mengalah kepada istri baru suamiku! Ibu memaksaku untuk menerima madu baru dan hidup sebagai babu di dalam r
Setelah aku bujuk dengan banyak cara akhirnya ketiga putra-putriku mau pergi melihat wanita yang telah menghina mereka di siang hari, lalu malam harinya dia mengharap kehadiran cucunya. Lucu sekaligus memalukan."Kalau bukan karena Umi yang mendesak kami maka aku sama sekali tidak mau lagi bertemu dengan nenek. Aku tidak menyangka nenek yang tadinya begitu sayang dan lemah lembut berubah menjadi kasar dan mencela Umi sedemikian rupa.""Kebencian nenek kalian hanya kepada Umi bukan kepada kalian, jadi tolong jenguk dia dan tenangkan perasaannya. Mungkin hipertensinya kumat karena terlalu marah kepada umi siang tadi, jadi tolong jenguklah nenek kalian karena bagaimanapun tanpa dia kalian tidak akan hadir di dunia ini."Ketika anakku mendecak dan tidak setuju tapi mereka tidak punya pilihan untuk menolak. Mereka mau mengunjungi neneknya dengan syarat kalau aku juga harus ikut. "Janganlah, umi sudah tidak punya hubungan dengan mereka.""Rasa berat yang ada di dalam hati umi juga kami
Sepanjang jalan dari rumah sakit, semua orang membungkam di mobil, situasi seperti ini saya akan terulang kembali seperti ketika pertama kali aku bertemu dengan rima dan Reno, menegangkan, kelabu dan penuh kesedihan. Anak anak tak mau bicara, mereka hanya menatap sendu ke luar jendela.Aku ingat betul perkataan Mas Faisal sebelum kamu keluar dari ruang perawatan tadi, dia berteriak dan mengutuk anak-anak yang bersikap sombong karena merasa sudah punya ayah yang kaya. Menurutnya, anak-anak sudah durhaka, sementara di versi anak-anak, mereka hanya mencoba melindungi diri dari semua hujatan dan intiminasi keluarga Mas Faisal."Apa kalian merasa bersalah?" Aku yang menggantikan Heri untuk menyetir membuka percakapan agar suasana di mobil tidak begitu hening."Tentu, tapi itu pembalasan yang pantas untuk perasaan umi," jawab Heri."Bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa dengan nenek kalian? Tidakkah kalian merasa tak enak, bukannya dia juga sangat menyayangi kalian""Aku yakin, apapun yang
Terbayang-bayang terus pesan yang ditulis oleh rima meski aku sudah berusaha untuk tidur dan menenangkan diri. Terngiang di telingaku tentang perkataan kalau aku merampas harta suami dan memamerkannya ke orang. Aku berpura-pura jadi istri demi mendapatkan harta dan membagikannya ke anak-anakku, aku berpura-pura bahagia dan baik demi harta. Serendah itukah dia menilai diri ini yang telah memilih menikah lagi? Padahal kalau aku sudah menikah harusnya dia bahagia, karena dengan begitu aku dan suaminya tidak akan punya alasan untuk berjumpa karena sibuk dengan keluarga masing-masing.Harusnya aku tidak terpengaruh dan anggap saja kalau perkataan Rima adalah perkataan orang gila, tapi tetap saja itu terbayang dan menyakitkan perasaan. Dia bilang kalau dia lebih berkelas dariku dan lebih pantas bangga karena sejauh ini pencapaian hidupnya ia dapatkan sendiri bukan dari hasil memeras suaminya. Dia bekerja, katanya ia berusaha, berbeda denganku yang hanya bangga dari harta pinjaman. Oh, Tuhan