Sepanjang jalan dari rumah sakit, semua orang membungkam di mobil, situasi seperti ini saya akan terulang kembali seperti ketika pertama kali aku bertemu dengan rima dan Reno, menegangkan, kelabu dan penuh kesedihan. Anak anak tak mau bicara, mereka hanya menatap sendu ke luar jendela.Aku ingat betul perkataan Mas Faisal sebelum kamu keluar dari ruang perawatan tadi, dia berteriak dan mengutuk anak-anak yang bersikap sombong karena merasa sudah punya ayah yang kaya. Menurutnya, anak-anak sudah durhaka, sementara di versi anak-anak, mereka hanya mencoba melindungi diri dari semua hujatan dan intiminasi keluarga Mas Faisal."Apa kalian merasa bersalah?" Aku yang menggantikan Heri untuk menyetir membuka percakapan agar suasana di mobil tidak begitu hening."Tentu, tapi itu pembalasan yang pantas untuk perasaan umi," jawab Heri."Bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa dengan nenek kalian? Tidakkah kalian merasa tak enak, bukannya dia juga sangat menyayangi kalian""Aku yakin, apapun yang
Terbayang-bayang terus pesan yang ditulis oleh rima meski aku sudah berusaha untuk tidur dan menenangkan diri. Terngiang di telingaku tentang perkataan kalau aku merampas harta suami dan memamerkannya ke orang. Aku berpura-pura jadi istri demi mendapatkan harta dan membagikannya ke anak-anakku, aku berpura-pura bahagia dan baik demi harta. Serendah itukah dia menilai diri ini yang telah memilih menikah lagi? Padahal kalau aku sudah menikah harusnya dia bahagia, karena dengan begitu aku dan suaminya tidak akan punya alasan untuk berjumpa karena sibuk dengan keluarga masing-masing.Harusnya aku tidak terpengaruh dan anggap saja kalau perkataan Rima adalah perkataan orang gila, tapi tetap saja itu terbayang dan menyakitkan perasaan. Dia bilang kalau dia lebih berkelas dariku dan lebih pantas bangga karena sejauh ini pencapaian hidupnya ia dapatkan sendiri bukan dari hasil memeras suaminya. Dia bekerja, katanya ia berusaha, berbeda denganku yang hanya bangga dari harta pinjaman. Oh, Tuhan
Dari sekian panjang ujian dan waktu yang sudah bergulir, dari banyaknya luka dan sakit hati yang kualami aku belum pernah melabrak Rima untuk menjambak dan menyakitinya. Aku pernah menamparnya dua kali tapi itu tidak dalam konteks aku yang datang dan sengaja ingin melakukan itu. Tidak akan kutampar seseorang kecuali dia melakukan sesuatu yang berlebihan dan sudah di luar batas.Ku pilih waktu di malam hari untuk pergi mengendarai mobilku dan meluncur ke rumahnya. Aku yakin juga kalau malam hari Mas Faisal ada di sana sehingga dia bisa menjadi saksi dan melihat apa yang terjadi.Aku merekam percakapanku dengan suami pagi tadi dan akan kuperdengarkan kepada Mas Faisal sebagai bukti bahwa istrinya memang bermulut jahat dan sengaja mengadu domba antara hubunganku dan suami. Aku yakin Faisal tidak akan senang kalau Rima melakukan itu padaku. Apa untungnya bagi Faisal? Lagi pula sikap rima yang keterlaluan bukanlah alat yang bagus untuk memisahkan aku dan rusdi hingga Faisal bisa kembali pa
Wanita itu menjerit, bak kesurupan, dia menangis sambil berusaha mengais udara karena dadanya yang sesak terbentur, Mas Faisal panik dan berusaha menolong sementara si tukang fitnah itu makin menjadi jadi saja dramanya. "Ouh, aku sesak mas, a-aju akan mati," ujarnya penuh drama, ia meremas baju Mas Faisal dengan napas terengah. Aku tertawa melihatnya bersandiwara."Hmm, untung bukan aku yang mendorong, kalau aku yang dorong pasti kamu akan makin menjadi," ucapku sambil menyilangkan tangan. Wanita itu tak menjawab, ia kesulitan bernapas, rambutnya yang panjang tergerai dan wajahnya yang bekas cakaran membuat dia menyeramkan."Aku akan menuntutmu," ancamnya."Silakan, aku juga membawa bukti," jawabku.Merasa bahwa situasi makin tidak kondusif, mas Faisal memohon padaku agar aku segera pulang."Mutia, aku mohon kau pulanglah karena situasi di sini tidak kondusif, kalau putraku pulang dia pasti akan menghajarmu karena kau memperlakukan ibunya seperti ini....""Kau pikir aku akan takut pa
Kuhela napas, kupandangi cakrawala yang berwarna jingga, kuperhatikan burung-burung terlihat berterbangan menuju sarang sebelum hari benar benar petang. Angin bertiup, mempermainkan ujung jilbabku dan mengibas rambut putraku yang juga terdiam menatap langit senja.Cukup, aku juga akan bertanya lagi tentang pandangan dia pada keluarga ayahnya. Anak-anakku sudah terluka banyak kepada keluarga ayah mereka, aku juga bisa menangkap kecewaan dalam mereka kepada ayahnya yang tidak bisa bersikap tegas dan mengendalikan istrinya. Hubungan kami benar-benar sudah seperti benang kusut yang tidak bisa diurai.Lelaki itu juga suka melenceng jauh dari komitmennya yang dulu berjanji tetap akan memperhatikan anak dan menafkahi. Ya bilang dia akan meluangkan waktu dan bertanggung jawab pada pendidikan putra-putri kami tapi tidak ada satupun dari janjinya yang ditepati. Memberi nafkah tapi itu hanya di bulan pertama dan kedua setelah perceraian. Itupun juga tidak banyak.Dulu kami punya kontrakan yang
"Om, maaf, ini namanya penekanan dan pengancaman terselubung, Om....""Diam, kumohon diamlah, agar suasana tidak jadi keruh, anak muda jangan ikut campur urusan orang tua. Duduk manis dan fokus saja belajar," ujar Mas Rusdi.Entah khodam apa yang dipakai suamiku hingga setiap kali bicara dengan orang dia pasti disegani dan dihargai ucapannya. Reno terdiam dan nampak malu sekali, ia menunduk, ingin bicara tapi segan dia pada suamiku. Ketiga orang itu kini menunduk dan tersudutkan."Aku mohon agar masalah antara kita bisa selesai, jangan ada fitnah dan cemburu, jangan ada curiga dan saling tuduh.""Tapi...." Rima ingin bicara tapi Mas rusdi mengangkat jari telunjuknya untuk mencegahnya."Terutama kau! Kau yang paling biang kerok di sini. Kau selalu cari ribut dan bikin malu!" kali ini penekanan suamiku sangat keras."Aku mendiamkanmu, bukan aku pura pura tak tahu, aku hanya menunggu sampai kau sadar sendiri. Tapi ternyata itu mustahil...."Wanita itu mendecak sambil menggigit bibir, ia
Merasa sangat direndahkan dengan semua ucapan Mas Rusdi kedua pasangan suami istri itu seolah babak belur dan tidak mampu melawan lagi. Mereka hanya menunduk sambil terus mengucapkan maaf dan nyaris saja menangis."Baiklah sekali lagi aku ingin bertanya, apa kalian benar-benar ingin menyudahi konflik di antara kita!""Ya.""Mau berdamai?""Iya.""Apa kalian menyesali semua perbuatan kalian selama ini kepada istriku dan anak-anakku?""Ya.""Bagus, tapi aku rasa kau kurang tulus Nyonya Rima.""Apa?" Wanita itu terbelalak dan nampak kesal sekali pada suamiku." ... Memangnya saya harus bagaimana agar saya terlihat tulus?""Bersujudlah pada istriku dan minta maaf, dengan demikian itu menunjukkan kalau kau benar-benar punya iktikad baik mau damai dengannya dan bertobat.""Apa? Dan berlebihan sungguh aku tidak sedih bersujud di hadapannya dan mengapa juga aku harus bersujud memangnya dia Tuhan!?""Kau sudah merendahkannya selama bertahun-tahun dan membuat dia sering menangis jadi untuk mend
Seminggu setelahnya,Kehidupan kami berjalan baik dan terasa begitu damai dan menyenangkan tanpa rasa was-was dan khawatir. Aku merasa bebas bisa berjalan ke mana saja tanpa memikirkan siapa yang akan memperhatikan dan membicarakanku, kehidupanku rasanya lega dan bahagia sekali.Kujalani bisnisku dan kegiatanku sebagai ibu rumah tangga dengan bahagia dan sepenuh hati. Aku juga mengunjungi anak sambungku yang sedang bersekolah di Malaysia selama 5 hari bersama ayah mereka, kami habiskan waktu untuk berkumpul dan bersenang-senang, pergi jalan-jalan dan menikmati kuliner lalu malam harinya kami akan memasak dan makan malam di rumah. Nanda dan Nindy sangat senang dengan kedatangan kami.Pun anakku yang tinggal bersama kami di Indonesia, mereka juga makin lancar dengan kuliah dan pekerjaannya masing-masing.Tiba-tiba tercetus keinginan suamiku untuk menambah anak lagi, dia bilang dia rindu anak kecil dan ingin menimbang bayi, itu membuatku langsung terkejut dan menggelengkan kepala. "Tid
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d