Kami serempak tertawa dan melanjutkan makan dengan canda dan tawa. Merasa bahwa Mas Faisal tidak akan lagi menelpon atas pukulan dan kata-kata Mas Rusdi tadi, kami lanjutkan makan dengan semangat dan mulai membeberkan rencana-rencana kami tentang apa yang akan kami lakukan di masa depan nanti."Kalau aku lulus kuliah, aku akan magang di Puskesmas terdekat lalu ikut ujian PN dan berusaha menjadi bidan yang baik," ucap Rena yang berkuliah di jurusan kesehatan dan kebidanan."Kalau aku ... tidak perlu muluk-muluk ... aku hanya ingin menjadi akuntan atau manager dan bekerja di sebuah perusahaan yang gajinya besar," ujar Heri."Aku sih, nggak mau diatur-atur ya, jadi aku memilih untuk buka usaha sendiri," ucap Felicia dengan penuh percaya dirinya sambil dia memakan kentang goreng. Kami semua tergelak mendengar ocehan anak anak."Apapun rencana kalian ke depannya, aku ingin kalian tekun dan konsisten agar apa yang kalian harapkan bisa tercapai sesuai dengan keinginan," jawab Mas rusdi.Te
"Rena... Feli, kalian anak kesayangan Ayah Apakah kalian setuju Ayah diusir dengan cara kasar seperti ini!" Mas Faisal terus saja mencari pembelaan tapi sayangnya anak-anakku yang sudah terlanjur benci dan muak hanya mengangkat bahunya dan menyerahkan semua keputusan itu kepada kakak mereka."Kami tidak ikut campur karena kami sudah tidak punya perasaan apapun terhadap ayah.""Dan ya... apa bilang Ayah tadi...ayah tidak pernah menyakiti atau menghianati? Apa ayah belum sadar juga, delapan belas tahun, ayah berbohong dan itu cukup. Kami berempat bukan mainan, hati kami bukan terminal di mana ayah bisa datang dan pergi kapanpun." Felicia menuding dan mencecar ayahnya dengan tunjukan tangannya. Terkesan kurang ajar, tapi aku membiarkannya agar anakku bisa mengekspresikan kekecewaannya dengan leluasa."Aku tidak menganggap kalian mainan kuantarkan uang ini sebagai bentuk komitmen bahwa aku bertanggung jawab dan mencintai kalian ucapnya yang langsung mengeluarkan amplop itu dari sakunya da
Setelah prosesi akad dan penyematan cincin kawin selesai, acara dilanjutkan dengan ramah tamah keluarga dan resepsi.Kami duduk di pelaminan yang disediakan lalu menerima ucapan dari para kamu undangan yang nampak sangat bahagia dengan penyatuan kami. Ada banyak tamu undangan yang datang termasuk teman seangkatan kuliah dan para senior yang sudah jadi pebisnis sukses serta pejabat yang cukup penting di kota ini. Baru kali ini aku menyaksikan sebuah prosesi dengan tamu yang sangat banyak. Bahkan ibuku sudah jauh-jauh hari menyiapkan 2000 porsi makan karena dia tahu persis Kalau Mas Rusdi punya koneksi dan teman yang banyak. Dan itu terbukti.Tamu-tamu yang datang merupakan kaum kaum elit dan kaya. Belum lagi tetangga dan keluarga kami yang terlihat sangat sumringah mengikuti peralatan pernikahan yang mungkin cukup mewah dari semua orang yang ada di komplek lingkungan ini. Kami tidak jadi melaksanakan acara pernikahan di hotel karena waktu sudah mepet dan pernikahan kami dimajukan. Jad
Hahaha lucu sekali kalau aku harus menikah dan memberitahunya memangnya dia pikir dia siapa?Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala membaca pesan Mas Faisal yang begitu panjang ditulis dalam rentetan bait kata-kata akan besar kekecewaan dia karena aku tidak memberitahunya. Apa pentingnya aku memberitahu lelaki itu dia pasti akan datang lalu mengacaukan segalanya terlebih dia membawa anak dan istrinya. Mereka bertiga adalah manusia yang ingin sekali kuhindari di dalam hidupku jadi tentu saja aku tidak akan mengundangnya.(Teganya kau berbahagia sementara tidak ada kabar sedikitpun.)Pesan itu terus masuk ke ponselku dan membuat aku jengah sendiri. Aku putuskan untuk menghapusnya lalu mengganti baju dan pergi menemui suamiku yang sudah duduk di peraduan menanti istrinya.Aku sisir rambutku yang panjang dan bergelombang, tersenyum sambil memeriksa riasan tipis karena untuk pertama kalinya aku benar benar fokus menatap pantulan diri ini tanpa hijab. Aku terlihat tidak begitu b
(Kenapa kalian tidak mengangkat panggilan atau membalas pesan Apakah Umi kalian yang meminta kalian untuk bersikap seperti ini kepada ayah kalian!)Hari memperlihatkan pesan itu dan kedua adiknya tergelak lagi, mereka melanjutkan makan sambil mengabaikan pesan itu tanpa berniat menjawabnya sedikitpun.Tidak lama kemudian pesan berikutnya masuk.(Kenapa hanya dibaca dan tidak mau dijawab? aku tahu kau sedang ada di depan ponselmu Kenapa kau mengabaikan ayah? Jawab, di mana ibumu, Kalau kalian tidak menjawab maka aku akan datang ke sana.)(Umi bulan madu!)Heri kemudian menjawabnya dengan satu kata dan mereka sontak tertawa dengan riuh lagi. Aku hanya menggeleng sambil memperhatikan tingkah anak-anak yang terlihat begitu bahagia karena berhasil mengerjai ayahnya."Aku yakin Ayah sedang merasakan apa yang kita rasakan sebelumnya. Kita selalu merasa cemburu, emosi dan panas hati ketika ayah bersama dengan istri barunya dan mengabaikan kita, kini dia benar-benar merasakan apa yang namanya
Di dalam perjalanan menuju rumah ibu mertua tiba-tiba Mas Rusdi bertanya kepadaku."Aku yakin mantan suamimu menelepon dan bertanya kepadamu tentang pernikahan kita. Apa dia terus-menerus mengganggumu seperti tadi?""Tidak tahu Mas, aku juga tidak menyangka akan berpapasan dengannya di lampu merah," jawabku kepada suamiku yang duduk di sebelah kananku."Semoga dia menyadari bahwa sekarang dimensi hubungan sudah berubah. Aku harap dia berbahagia dengan istrinya dan kita pun bisa fokus bahagia dengan anak-anak kita," ujar Mas Rusdi sambil menatap mataku dengan lekat, ketiga anakku yang duduk di belakang menggangguk dan menyetujui perkataan Abi mereka."Bahkan kami pun tidak mau menjumpai ayah lagi, agar tidak perlu ada luka lama yang tergores kembali. Bukan karena kami tidak mencintainya, ini hanya demi menghargai hubungan di masa lalu yang pernah baik," timpal Heri yang menanggapi perkataan Ayah tirinya."Betul." Serempak dua putriku menyetujui."Sebenarnya Mas Faisal terus mengganggu
*****Merasa sangat dipermalukan olehku dan ketiga anaknya, lelaki itu hanya bisa menggeram sambil mengibaskan sisa perhiasan emas yang masih menyangkut di pakaiannya. Tanpa banyak bicara lagi lelaki itu langsung membalikkan badan dan meninggalkan pekarangan rumah kami. Kehela nafas lega begitu dia pergi, kumpulkan perhiasan yang berserakan lalu kemudian menutup pintu gerbang dan masuk ke dalam rumah."Kenapa lama sekali Umi?" tanya Mas Rusdi ketika aku masuk ke kamar dan membawa kotak emas."Oh, tadi ada tetangga lewat dan kami sempat bercengkrama sebentar, lalu aku pun menutup pintu gerbang," jawabku sambil sedikit berdusta, Aku tidak mau kedatangan Mas Faisal mempengaruhi pikiran suamiku dan membuat dia berpikir macam-macam. Tidak boleh ada sedikitpun batu sambungan di dalam rumah tanggaku, karena aku akan menjaganya sebaik mungkin.Aku langsung duduk di kaca rias sambil meletakkan kotak yang kubawa tadi dan tersenyum menatapnya. Dilatarbelakang suamiku terlihat mengulum senyum, k
Apa dia bilang tadi? dia bilang aku tidak setia, untuk apa lagi aku setia, haruskah aku setia kepada masa lalu dan sisa bayang dirinya di mana dia sudah bahagia sebagai suami orang lain sementara aku menjanda dan hanya memeluk kenangan. Hahaha, lucu sekali.Tentang istrinya yang menjemput diriku orang kaya baru, tidak, tidak, Demi Tuhan, kami sudah kaya dari awal, maksudku hidup kami berkecukupan dan Alhamdulillah Mas Faisal selalu mencukupi, hanya saja kekayaan itu tidak sebangak sekarang, juga waktu yang kami habiskan dengan keluarga serta treatment yang diberikan Mas Rusdi kepada kami seperti perhatian dan cinta itu lebih besar dibandingkan dengan ayah kandungnya anak-anak.Kami nikmati seminggu liburan lalu pulang dengan tubuh dan hati yang sudah bugar serta ceria. Nanda dan Nindy kembali ke tempat mereka berkuliah, sementara aku dan ketiga anakku kembali menjalani aktivitas seperti semula.Karena aku tidak punya kegiatan di rumah dan mulai merasa bosan, suamiku punya ide agar aku
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d