Di saat yang sama, tanpa kuduga, Mas Rusdi datang, bersama dirinya ia membawa beberapa box makanan dan terlihat antusias namun setelah memperhatikan keadaan kami yang bersedih, ia hanya menatapku dan anak-anak secara bergantian dengan ekspresi wajah penuh iba dan perhatian."Assalamualaikum, Maaf karena sekali lagi, aku sengaja datang dan masuk pelan-pelan tanpa memanggil, untuk mengetahui apa kiranya yang terjadi di rumah ini. Setiap kali aku datang kalian selalu berada dalam kesedihan? Ada apa kiranya?""Begini Om, kemarilah, kami ingin bicara ucap Heri sambil memberi tempat kepada Mas Rusdi untuk duduk diantara kami."Lelaki yang diberi kesempatan itu segera mendekat dan mengambil tempat duduk di dekat anak sulungku."Ya, kenapa?""Om, di sini kami hanyalah segelintir anak-anak yang kecewa atas kehancuran rumah tangga orang tuanya dan terlebih kecewa kepada ayah kami sendiri yang akhirnya lupa kepada anak-anaknya. Kami sekarang hanya punya Umi dan satu sama lain.""Ya, aku tahu it
Kami serempak tertawa dan melanjutkan makan dengan canda dan tawa. Merasa bahwa Mas Faisal tidak akan lagi menelpon atas pukulan dan kata-kata Mas Rusdi tadi, kami lanjutkan makan dengan semangat dan mulai membeberkan rencana-rencana kami tentang apa yang akan kami lakukan di masa depan nanti."Kalau aku lulus kuliah, aku akan magang di Puskesmas terdekat lalu ikut ujian PN dan berusaha menjadi bidan yang baik," ucap Rena yang berkuliah di jurusan kesehatan dan kebidanan."Kalau aku ... tidak perlu muluk-muluk ... aku hanya ingin menjadi akuntan atau manager dan bekerja di sebuah perusahaan yang gajinya besar," ujar Heri."Aku sih, nggak mau diatur-atur ya, jadi aku memilih untuk buka usaha sendiri," ucap Felicia dengan penuh percaya dirinya sambil dia memakan kentang goreng. Kami semua tergelak mendengar ocehan anak anak."Apapun rencana kalian ke depannya, aku ingin kalian tekun dan konsisten agar apa yang kalian harapkan bisa tercapai sesuai dengan keinginan," jawab Mas rusdi.Te
"Rena... Feli, kalian anak kesayangan Ayah Apakah kalian setuju Ayah diusir dengan cara kasar seperti ini!" Mas Faisal terus saja mencari pembelaan tapi sayangnya anak-anakku yang sudah terlanjur benci dan muak hanya mengangkat bahunya dan menyerahkan semua keputusan itu kepada kakak mereka."Kami tidak ikut campur karena kami sudah tidak punya perasaan apapun terhadap ayah.""Dan ya... apa bilang Ayah tadi...ayah tidak pernah menyakiti atau menghianati? Apa ayah belum sadar juga, delapan belas tahun, ayah berbohong dan itu cukup. Kami berempat bukan mainan, hati kami bukan terminal di mana ayah bisa datang dan pergi kapanpun." Felicia menuding dan mencecar ayahnya dengan tunjukan tangannya. Terkesan kurang ajar, tapi aku membiarkannya agar anakku bisa mengekspresikan kekecewaannya dengan leluasa."Aku tidak menganggap kalian mainan kuantarkan uang ini sebagai bentuk komitmen bahwa aku bertanggung jawab dan mencintai kalian ucapnya yang langsung mengeluarkan amplop itu dari sakunya da
Setelah prosesi akad dan penyematan cincin kawin selesai, acara dilanjutkan dengan ramah tamah keluarga dan resepsi.Kami duduk di pelaminan yang disediakan lalu menerima ucapan dari para kamu undangan yang nampak sangat bahagia dengan penyatuan kami. Ada banyak tamu undangan yang datang termasuk teman seangkatan kuliah dan para senior yang sudah jadi pebisnis sukses serta pejabat yang cukup penting di kota ini. Baru kali ini aku menyaksikan sebuah prosesi dengan tamu yang sangat banyak. Bahkan ibuku sudah jauh-jauh hari menyiapkan 2000 porsi makan karena dia tahu persis Kalau Mas Rusdi punya koneksi dan teman yang banyak. Dan itu terbukti.Tamu-tamu yang datang merupakan kaum kaum elit dan kaya. Belum lagi tetangga dan keluarga kami yang terlihat sangat sumringah mengikuti peralatan pernikahan yang mungkin cukup mewah dari semua orang yang ada di komplek lingkungan ini. Kami tidak jadi melaksanakan acara pernikahan di hotel karena waktu sudah mepet dan pernikahan kami dimajukan. Jad
Hahaha lucu sekali kalau aku harus menikah dan memberitahunya memangnya dia pikir dia siapa?Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala membaca pesan Mas Faisal yang begitu panjang ditulis dalam rentetan bait kata-kata akan besar kekecewaan dia karena aku tidak memberitahunya. Apa pentingnya aku memberitahu lelaki itu dia pasti akan datang lalu mengacaukan segalanya terlebih dia membawa anak dan istrinya. Mereka bertiga adalah manusia yang ingin sekali kuhindari di dalam hidupku jadi tentu saja aku tidak akan mengundangnya.(Teganya kau berbahagia sementara tidak ada kabar sedikitpun.)Pesan itu terus masuk ke ponselku dan membuat aku jengah sendiri. Aku putuskan untuk menghapusnya lalu mengganti baju dan pergi menemui suamiku yang sudah duduk di peraduan menanti istrinya.Aku sisir rambutku yang panjang dan bergelombang, tersenyum sambil memeriksa riasan tipis karena untuk pertama kalinya aku benar benar fokus menatap pantulan diri ini tanpa hijab. Aku terlihat tidak begitu b
(Kenapa kalian tidak mengangkat panggilan atau membalas pesan Apakah Umi kalian yang meminta kalian untuk bersikap seperti ini kepada ayah kalian!)Hari memperlihatkan pesan itu dan kedua adiknya tergelak lagi, mereka melanjutkan makan sambil mengabaikan pesan itu tanpa berniat menjawabnya sedikitpun.Tidak lama kemudian pesan berikutnya masuk.(Kenapa hanya dibaca dan tidak mau dijawab? aku tahu kau sedang ada di depan ponselmu Kenapa kau mengabaikan ayah? Jawab, di mana ibumu, Kalau kalian tidak menjawab maka aku akan datang ke sana.)(Umi bulan madu!)Heri kemudian menjawabnya dengan satu kata dan mereka sontak tertawa dengan riuh lagi. Aku hanya menggeleng sambil memperhatikan tingkah anak-anak yang terlihat begitu bahagia karena berhasil mengerjai ayahnya."Aku yakin Ayah sedang merasakan apa yang kita rasakan sebelumnya. Kita selalu merasa cemburu, emosi dan panas hati ketika ayah bersama dengan istri barunya dan mengabaikan kita, kini dia benar-benar merasakan apa yang namanya
Di dalam perjalanan menuju rumah ibu mertua tiba-tiba Mas Rusdi bertanya kepadaku."Aku yakin mantan suamimu menelepon dan bertanya kepadamu tentang pernikahan kita. Apa dia terus-menerus mengganggumu seperti tadi?""Tidak tahu Mas, aku juga tidak menyangka akan berpapasan dengannya di lampu merah," jawabku kepada suamiku yang duduk di sebelah kananku."Semoga dia menyadari bahwa sekarang dimensi hubungan sudah berubah. Aku harap dia berbahagia dengan istrinya dan kita pun bisa fokus bahagia dengan anak-anak kita," ujar Mas Rusdi sambil menatap mataku dengan lekat, ketiga anakku yang duduk di belakang menggangguk dan menyetujui perkataan Abi mereka."Bahkan kami pun tidak mau menjumpai ayah lagi, agar tidak perlu ada luka lama yang tergores kembali. Bukan karena kami tidak mencintainya, ini hanya demi menghargai hubungan di masa lalu yang pernah baik," timpal Heri yang menanggapi perkataan Ayah tirinya."Betul." Serempak dua putriku menyetujui."Sebenarnya Mas Faisal terus mengganggu
*****Merasa sangat dipermalukan olehku dan ketiga anaknya, lelaki itu hanya bisa menggeram sambil mengibaskan sisa perhiasan emas yang masih menyangkut di pakaiannya. Tanpa banyak bicara lagi lelaki itu langsung membalikkan badan dan meninggalkan pekarangan rumah kami. Kehela nafas lega begitu dia pergi, kumpulkan perhiasan yang berserakan lalu kemudian menutup pintu gerbang dan masuk ke dalam rumah."Kenapa lama sekali Umi?" tanya Mas Rusdi ketika aku masuk ke kamar dan membawa kotak emas."Oh, tadi ada tetangga lewat dan kami sempat bercengkrama sebentar, lalu aku pun menutup pintu gerbang," jawabku sambil sedikit berdusta, Aku tidak mau kedatangan Mas Faisal mempengaruhi pikiran suamiku dan membuat dia berpikir macam-macam. Tidak boleh ada sedikitpun batu sambungan di dalam rumah tanggaku, karena aku akan menjaganya sebaik mungkin.Aku langsung duduk di kaca rias sambil meletakkan kotak yang kubawa tadi dan tersenyum menatapnya. Dilatarbelakang suamiku terlihat mengulum senyum, k