Beranda / Romansa / Dr. Vampire: Who is the Predator? / 05 - What's wrong with me?

Share

05 - What's wrong with me?

Setelah mengambil semua barang-barangnya yang tadi disita, Alaric keluar dari kantor polisi tersebut dengan mesra bersama si wanita berambut pirang agar mereka tidak dicurigai. Ia lalu menarik wanita itu ke tempat yang agak sepi untuk meluruskan keadaan.

“Jangan salah paham. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu,” ujar Alaric.

“Yeah, anggap saja itu adalah hadiah dariku karena kau tadi sudah mau bersenang-senang bersamaku, Tuan. Kuakui kau memang ahli, aku sempat merasa seperti jiwaku ikut terisap bersama ciumanmu,” balas wanita itu sambil sedikit terkekeh. Senyuman licik terukir di sudut bibirnya. “Well, untung saja tadi ada temanmu yang memberitahuku. Kalau tidak, mungkin aku tidak bisa membantumu.”

“Teman?”

“Ya, dia temanmu, bukan?” tanya wanita itu seraya mengedikkan dagu ke arah seseorang yang sedang berjalan menghampiri mereka.

“Malvin?” Alaric berkerut heran ketika melihat sosok pria lugu tersebut adalah Malvin Atkinson, asisten pribadinya sendiri.

“Kau benar-benar dalam masalah besar, Alaric!” kata Malvin ketika mereka sudah berjarak tiga langkah.

“Dari mana kau tahu kalau aku ada di sini?”

“Itu tidak penting. Lebih baik sekarang kita pergi dari sini,” balasnya seraya memberikan segepok uang tunai pada wanita berambut pirang tadi. “Thank you, Miss.” Ia lalu menyeret Alaric masuk ke dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana.

***

“Tunggu, Malvin. Kau dari tadi belum menjelaskannya padaku. Sebenarnya, apa yang sudah terjadi denganku? Kenapa belakangan ini aku terus merasa haus darah?” protes Alaric ketika mereka berdua sudah sampai di rumah. Pria itu menghempaskan diri ke arah sofa panjang yang ada di ruang tamu.

“Itu karena tubuhmu mulai kebal dengan obat yang biasa kau pakai,” jawab Malvin sembari menyalakan perapian. Udara sudah mulai terasa jauh lebih dingin sejak bulan-bulan menjelang musim salju.

“Kebal bagaimana maksudmu? Aku tidak mengerti.”

“Virus V-Type01 yang ada di dalam tubuhmu sudah membuat imun yang membuat obatku jadi tidak bisa bekerja secara maksimal. Kau bisa kapan saja lepas kendali dan menggigit orang lain lagi seperti tadi. Untung saja wanita itu tidak mati. Kalau kau mengisap darahnya sampai habis kau akan mendekam di penjara selama-lamanya!”

Alaric mendengkus. “Aku bisa kabur dari sana dengan mudah.”

“Ya, tapi kau akan menjadi buronan seumur hidup. Apa kau mau?”

“Kalau begitu naikkan saja lagi dosis obatnya. Mudah, bukan?”

Malvin memutar bola mata. “Ini tidak semudah yang kau bayangkan, Alaric. Jangan mentang-mentang virus itu tidak menular melalui gigitan kau bisa berbuat seenaknya.”

“Jadi apa yang harus kulakukan?”

“Kau harus bisa menahannya untuk sementara waktu sampai aku berhasil menemukan obat penawar untuk menyembuhkanmu.”

“Itu tidak berhasil. Aku sudah mencoba menahannya dengan meminum wine. Kau tahu, biasanya satu sampai dua gelas saja ampuh untuk menahan rasa haus darahku buat sementara waktu, tapi aku tadi sudah minum lebih dari delapan gelas. Dan tetap saja aku justru semakin haus, apalagi saat wanita berambut pirang itu datang. Dia yang menggodaku duluan,” ujar Alaric sembari memijat-mijat pangkal hidungnya.

Malvin beralih menyalakan komputer yang sering ia gunakan untuk meneliti. Di sana terdapat banyak data-data penting tentang perkembangan Virus V-Type01 di tubuh Alaric. “Baiklah. Aku akan menaikkan dosisnya, tapi kau tidak boleh terlalu sering menggunakannya karena aku sendiri juga masih belum tahu pasti apa efek sampingnya jika digunakan dalam jangka panjang. Masalah besar bisa muncul kapan saja. Aku tidak ingin kau menjadi vampir ganas yang berkeliaran mencari mangsa di tengah kota, mengerti?”

“Ya, thank's. Lagi pula, aku juga tidak mau sampai menggigit orang sembarangan, apalagi mayat di tempatku bekerja.” Alaric beranjak bangkit dan hendak masuk ke dalam kamar. Namun, langkah kakinya terhenti ketika ia teringat dengan sesuatu hal. “Ah ya, aku hampir lupa. Detektif wanita itu ... siapa namanya? Cale ... Cally? Bukan, Callista! Ya, dia sempat memergokiku saat mengisap darah, Malvin. Apa yang harus kulakukan padanya?”

“Jauhi dia. Jangan sampai detektif itu tahu kalau kau adalah seorang vampir.”

“Hmm, kurasa bagian itu sudah terlambat. Dia sudah terlanjur tahu kalau aku ini vampir. Aku tadi juga sempat sengaja berubah wujud di hadapannya. Kupikir dia akan takut, tapi ternyata otak gadis itu sepertinya agak miring. Dia bahkan terus mengikuti sejak kemarin. Itulah alasannya mengapa aku bisa tertangkap tadi.”

Malvin mengusap wajahnya. “Kau memang cari mati, Alaric!”

“Sorry, itu terjadi di luar dugaanku.”

***

“Sialan! Ini tidak bisa dibiarkan lagi.” Callista menendang kaki meja dengan perasaan dongkol. Ia terus menggerutu sepanjang malam di kantor polisi karena Inspektur Hugh malah membebaskan Alaric begitu saja. “Seharusnya dia meminta keterangan lebih lanjut!” ocehnya untuk yang kesekian kali.

Samantha dan Andrew yang masih ada di ruangan kerja tim sontak melirik Callista dengan wajah penat. Mereka dan anggota tim kepolisian lain memang sering bekerja sampai larut, apalagi jika mendadak ada kasus baru atau permasalahan besar yang belum tuntas.

“Cale, apa kau tidak lelah mengumpat semalaman?” sindir Samantha sambil menghembuskan napas bosan. Telinganya sudah terasa panas mendengar kata-kata mutiara yang sejak tadi terlontar dari mulut Callista.

“Sam, kau harus percaya padaku! Dia adalah pembunuh berantai yang selama ini kita cari dan pria brengsek itu ... dia juga adalah seorang vampir! Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!”

“Oh, kurasa lebih baik sekarang kau pulang. Sepertinya kau butuh istirahat. Aku akan membantu mengajukan cuti untukmu, Cale.”

Callista berdecak kesal. Lalu, menghampiri Andrew yang sedang mengutak-atik komputer kerjanya. “Bagaimana? Sudah ketemu?”

Andrew mengangguk. “Ya, sudah ketemu. Ini adalah data diri dari orang yang ingin kau cari.”

Callista buru-buru ikut melihat ke layar komputer tersebut. Ia tadi sempat meminta Andrew untuk segera mencari biodata diri Alaric dari data kepolisian. Gadis itu curiga kalau kartu nama yang diberikan Alaric hanyalah sebuah identitas palsu.

“Kau bisa lihat sendiri, Nona Cale. Nama, foto, pekerjaan, dan identitas lainnya memang sesuai dengan yang tertera di kartu nama,” kata Andrew sambil menjelaskan.

Samantha menggeleng-gelengkan kepala. “Kau memilih target yang salah. Dia adalah seorang dokter!”

“Hei, jangan tertipu. Dia itu otak kriminal! Di zaman modern seperti ini ada banyak psikopat yang berkedok sebagai dokter,” bantah Callista. Gadis itu rupanya berpendirian kuat dengan apa yang dilihat dan diyakininya. “Lihat saja, bahkan wajahnya tidak seperti seorang dokter. Siapa tahu dia itu cuma dokter gadungan.”

“Ya, dia memang tidak cocok jadi dokter. Wajahnya tampan sekali. Lebih cocok jadi model.”

Andrew menggigit rongga dalam pipinya. Tertawa bukanlah reaksi yang bagus untuk saat ini.

Callista memasang ekspresi malas. Ia kemudian membaca kembali biodata yang ada di hadapannya secara intens. “Ah, rupanya dia tinggal di sekitar kawasan Royal Mile.”

“Kenapa? Kau mau pergi ke sana dan menyelinap masuk ke dalam rumahnya?”

“Damn! Ide bagus, Sam!” Callista langsung bersorak girang seolah baru menemukan ide brilian.

Samantha pun mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. “Oh, God! Please, I can't hold it anymore.”

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status