Karena tak kunjung ngantuk, aku hanya menatap alang-alang palsu yang berada di sampingku, memainkannya sambil membiarkan malam bergerak menuju pagi.
"Sepertinya masalah ini juga memberatkan pikiranmu." Pak Ardi memelukku. "Maafkan sikapku tadi!"
Tenggorokanku tercekat, aku tidak mengerti harus percaya atau tidak dengan alibinya sekarang. Dia minta maaf secepat ini? tanpa keraguan? Setelah mengatakan bahwa aku ini murahan?
Ya, Tuhan. Aku merasa buruk sekali sekarang, merasa hina namun di satu sisi aku merasa spesial menjadi bagian dari hidupnya. Ini konyol and i am like a devil you know?
Tapi lihatlah, vila ini mahal, baju-baju yang dia berikan sama sekali bukan merek rendahan.
Pak Ardi sudah berusaha, dia sudah menghabiskan banyak uang untukku, menyempatkan waktu untuk bersamaku disela-sela kesibukannya yang padat, yang berarti semua skedul yang ia punya harus di atur lagi setelah affair yang dilakukan ini. Sungguh pasti sekarang s
Aku mendesah nikmat ketika ia mencicipiku dengan kehangatan mulutnya, saking nikmatnya pinggulku terus bergerak-gerak gelisah menahan kedutan yang akan menerjangku dan membuatku malu, jika aku orgasme hanya dengan isapan mulut di payudaraku.Mulutnya terus menghisap, bergantian dari payudara satunya ke satunya lagi, seolah tidak mau ada yang iri dengan jilatan lidahnya yang menggoda.Aku mencengkeram seprai saat isapan mulutnya semakin menggoda."Stop... it, please!" Suaraku bergetar, sedikit tersengal-sengal karena isapan mulut pak Ardi begitu menguasai payudaraku.Pak Ardi menengadahkan kepalanya, ia menarikku ke dalam ciuman-ciuman panjang sementara satu tangannya terus menangkup payudaraku. Aku mendesah di mulutnya, mataku mulai menggelap saat gairah mulai membutakan hati nuraniku.Pak Ardi ikut mendesah. Napas kami mulai terengah-engah. Aku melepas ciumanku terlebih dahulu, lalu mengusap bibirku dengan jengkel."Cukup!" bentakku s
"Sudah selesai!"Aku mengerjap-ngerjapkan mataku yang basah, dia memanjakan aku dengan teramat baik dan lembut. Pijatan tangannya membuatku rilex dan lupa ini salah.Aku beranjak dari bathtub, telanjang, basah, dan gak tahu lagi harus bersikap bagaimana. "Aku gak tau harus ngucapin terimakasih atau gak, ini..." aku menghela napas, "aku menikmatinya!" kataku jujur. Mau bagaimanapun aku bukan orang munafik. Pak Ardi cukup pintar menggoda apalagi wajah serta tubuhnya teramat menawan untuk diabaikan barang sekejap saja."Bagus kalau kamu menikmatinya, tapi itu hanya pijatan, Anna! Bukan..." Pak Ardi beranjak, ia menggendongku ke bawah pancuran air shower untuk membilas tubuh bersama. Terpaksa sudah aku melingkarkan tanganku di lehernya dan melingkarkan kakiku di pinggangnya jika tidak mau ambruk dan berakhir di tukang pijat urut.Tangannya menangkup bokongku, menepuk-nepuknya seraya menggesekkan tubuhku yang telanjang di bagian tubuhny
Setibanya di area Jaff Corporations, aku diturunkan nun jauh dari pintu lobi perusahaan."Tega ya!" Aku menutup pintu mobil dengan kencang. Mobil melaju dengan kecepatan pelan menuju area parkiran khusus petinggi perusahaan.Aku menghentakkan kaki dengan kesal. Setelah percintaan tadi pagi yang begitu meresahkan, sekarang aku harus jalan kaki dengan rasa nyeri di pangkal pahaku. Sungguh menyedihkan.Tiba di lobi, aku terus berusaha menenangkan seisi pikiranku dan debar jantungku saat ku lihat Bu Farah dan anak-anak ada disini."Hai..." Aku mengusap kepala Kenzo, memaksa senyum agar tak terlihat bersalah."Tante darimana? Aku tadi nyariin Tante ke apartemen gak ada, papa juga." ucap Kenzo dengan rengekan khasnya."Tadi malam Tante nginap di rumah kak Coki, Ken. Lembur kerjaan, ada apa udah cariin Tante aja, kangen ya?" ujarku lagi bersandiwara. Kenzo mengangguk cepat, ia menggandeng tanganku untuk bertemu dengan ibunya
Coki terbahak tak karuan, ia tertawa begitu renyah dan membuatku terus menimpuk punggungnya dengan gulungan majalah."Udah, Cok... udah." pekikku kesal, "kalau gak aku sumpahin kamu gak bisa ngaceng!" ucapku lugas, namun dalam hati aku tak sungguh-sungguh mengatakan sumpah fatalku itu untuknya.Coki membekap mulutku seraya mendelik tajam. "Batalin sumpah lo!" geramnya seolah takut sumpahku di kabulkan Tuhan, padahal aku tidak yakin apa doa pendosa sepertiku bisa di kabulkan dengan cepat, tapi kalau karma aku percaya bisa datang dengan sendirinya tanpa prasangka atau firasat terdahulu terbukti aku kehabisan napas.Ku tepuk-tepuk punggung tangannya seraya memberontak kuat-kuat."Batalin dulu sumpah lo!" ucapnya lagi penuh paksaan. Aku mengangguk cepat. Huh... Coki melepas tangannya yang terasa asin. Huek! Aku meringis. "Takut banget ya?"Coki menghenyakkan tubuhnya di kursi putar. Aku tak bisa berkomentar lagi saat ia melemparku tatapan j
Pintu apartemen terpentang perlahan saat aku mendorongnya dari luar. Aku lelah sekali hari ini, terlebih kegiatan outbound di Kidzona tadi menyita lagi energiku."Darimana kamu?"Aku menghela napas, orang ini menungguku di kamar, di temani seorang wanita paruh baya berdandan seperti seorang pembantu. Sejurus kemudian aku paham dengan situasi ini. Pak Ardi sungguh-sungguh memindahkan aku ke villanya kemarin.Mataku mengedar dengan liar, semua barang-barangku sudah tertata rapi didalam koper dan box besar transparan yang tersusun rapi di pojokan kamar. "Aku capek, bisa tidak aku istirahat dulu?"Aku mencampakkan tas kerjaku dan sepatuku seraya merangkak naik ke ranjang. Tak ada gairah ataupun kerlingan nakal dari pak Ardi yang bersandar di sandaran ranjang. Semudah itu dia kesini dan memiliki kunci apartemenku.Aku memejamkan mataku, aku lelah dan jengah. Pak Ardi mengusap kepalaku. "Kenzo menyusahkanmu sepertinya."Aku mengangguk, cukup
Aku menghampiri pak Ardi yang duduk di sofa. Dari caranya yang resah ketika membenarkan posisi duduknya, aku tahu ada yang tidak beres sekarang."Ada apa?" aku bertanya seraya menghenyakkan tubuhku disampingnya."Di luar ada Coki" kata pak Ardi.Paru-paruku berhenti selama satu detik, sebelum aku kembali bernapas dengan sesak. "Oh ya, kenapa dia kesini lagi?" tanyaku heran.Pak Ardi mengendikkan bahu. Wajahnya semakin pucat saat bel berbunyi seperti lonceng kematian yang memekak telinga.Aku mengerutkan kening, baru segini saja nyalinya sudah hilang. Aku meraih ponselnya, lalu menaruhnya di telapak tangannya. "Telepon saja atasannya,"Dia datang dengan siapa?" tanyaku. Sendiri, jawab pak Ardi dengan suara lirih.Aku tersenyum mengejek, ku biarkan kegelisahannya sampai berlarut-larut. Sampai bunyi bel itu berhenti sendiri."Bagaimana risiko affair yang anda inginkan, mas? Sudah sesuai ekspetasi?" sindirku dengan sant
Without love?Aku jadi ingat lagunya Rhoma Irama. Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Hai, begitulah nanti pada akhirnya. Suram, suram dan suram.Pak Ardi menegakkan tubuhnya. "Biarkan orang-orangku menata pakaianmu, sementara kamu pergilah ke dapur. Tina sudah menyiapkan keperluan dapur!""Jadi aku ini simpanan rasa istri? Disuruh masak segala." gerutuku sambil beranjak."Apa kamu keberatan, Anna? Lagipula kamu kerjanya apa sih?" Pak Ardi tersenyum mengejek, "kerjaanmu hanya berkhayal, itu mudah! Dan menurut saya berkhayal saat malam lebih menenangkan daripada sekarang." jawabnya sendiri, cukup mewakili pikiranku."Tidak keberatan, tapi aku gak tau apa keinginanmu atau kesukaanmu, mas?""Cukup masak apa yang kamu suka, Anna!" Pak Ardi tersenyum, mendorongku keluar dari kamar, sementara orang-orangnya yang menunggu diluar hanya menunduk saat kami melintasi mereka."Mereka bisa dipercaya?" tanyaku lirih, takut
"Bu Ti..."Tanganku mengepal di udara. Aku mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu. Aku tak ingin mengganggu jam istirahat Tina karena ini baru jam lima pagi.Tapi, aku kehilangan akal sehat. Semalaman aku kepikiran pak Ardi. Menginap dimana sekarang. Apa jangan-jangan dia punya simpanan lain?Aku wira-wiri di depan kamar Tina dengan gelisah. Menghabiskan waktuku dengan sia-sia karena masalah ketidakwarasanku ini.Oh, aku mengacak-acak rambutku. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku kalah pada permainan ini. Lagi-lagi aku kehilangan akal sehat untuk sesuatu yang ku sebut CINTA. Cinta yang salah, cinta yang tak pernah berhenti untuk beristirahat di benakku."This is our desire." Benar atau salahkarena kebersamaan ini adalah masalah. Tapi aku..., Aku gila. Aku mengharapkan informasi dirinya dari Tina. Aku mengharapkan dia tidur sendiri di kamar mewah tanpa seorang perempuan!"Fine!"Aku menghela napas, dosa