Setibanya di area Jaff Corporations, aku diturunkan nun jauh dari pintu lobi perusahaan.
"Tega ya!" Aku menutup pintu mobil dengan kencang. Mobil melaju dengan kecepatan pelan menuju area parkiran khusus petinggi perusahaan.
Aku menghentakkan kaki dengan kesal. Setelah percintaan tadi pagi yang begitu meresahkan, sekarang aku harus jalan kaki dengan rasa nyeri di pangkal pahaku. Sungguh menyedihkan.
Tiba di lobi, aku terus berusaha menenangkan seisi pikiranku dan debar jantungku saat ku lihat Bu Farah dan anak-anak ada disini.
"Hai..." Aku mengusap kepala Kenzo, memaksa senyum agar tak terlihat bersalah.
"Tante darimana? Aku tadi nyariin Tante ke apartemen gak ada, papa juga." ucap Kenzo dengan rengekan khasnya.
"Tadi malam Tante nginap di rumah kak Coki, Ken. Lembur kerjaan, ada apa udah cariin Tante aja, kangen ya?" ujarku lagi bersandiwara. Kenzo mengangguk cepat, ia menggandeng tanganku untuk bertemu dengan ibunya
Coki terbahak tak karuan, ia tertawa begitu renyah dan membuatku terus menimpuk punggungnya dengan gulungan majalah."Udah, Cok... udah." pekikku kesal, "kalau gak aku sumpahin kamu gak bisa ngaceng!" ucapku lugas, namun dalam hati aku tak sungguh-sungguh mengatakan sumpah fatalku itu untuknya.Coki membekap mulutku seraya mendelik tajam. "Batalin sumpah lo!" geramnya seolah takut sumpahku di kabulkan Tuhan, padahal aku tidak yakin apa doa pendosa sepertiku bisa di kabulkan dengan cepat, tapi kalau karma aku percaya bisa datang dengan sendirinya tanpa prasangka atau firasat terdahulu terbukti aku kehabisan napas.Ku tepuk-tepuk punggung tangannya seraya memberontak kuat-kuat."Batalin dulu sumpah lo!" ucapnya lagi penuh paksaan. Aku mengangguk cepat. Huh... Coki melepas tangannya yang terasa asin. Huek! Aku meringis. "Takut banget ya?"Coki menghenyakkan tubuhnya di kursi putar. Aku tak bisa berkomentar lagi saat ia melemparku tatapan j
Pintu apartemen terpentang perlahan saat aku mendorongnya dari luar. Aku lelah sekali hari ini, terlebih kegiatan outbound di Kidzona tadi menyita lagi energiku."Darimana kamu?"Aku menghela napas, orang ini menungguku di kamar, di temani seorang wanita paruh baya berdandan seperti seorang pembantu. Sejurus kemudian aku paham dengan situasi ini. Pak Ardi sungguh-sungguh memindahkan aku ke villanya kemarin.Mataku mengedar dengan liar, semua barang-barangku sudah tertata rapi didalam koper dan box besar transparan yang tersusun rapi di pojokan kamar. "Aku capek, bisa tidak aku istirahat dulu?"Aku mencampakkan tas kerjaku dan sepatuku seraya merangkak naik ke ranjang. Tak ada gairah ataupun kerlingan nakal dari pak Ardi yang bersandar di sandaran ranjang. Semudah itu dia kesini dan memiliki kunci apartemenku.Aku memejamkan mataku, aku lelah dan jengah. Pak Ardi mengusap kepalaku. "Kenzo menyusahkanmu sepertinya."Aku mengangguk, cukup
Aku menghampiri pak Ardi yang duduk di sofa. Dari caranya yang resah ketika membenarkan posisi duduknya, aku tahu ada yang tidak beres sekarang."Ada apa?" aku bertanya seraya menghenyakkan tubuhku disampingnya."Di luar ada Coki" kata pak Ardi.Paru-paruku berhenti selama satu detik, sebelum aku kembali bernapas dengan sesak. "Oh ya, kenapa dia kesini lagi?" tanyaku heran.Pak Ardi mengendikkan bahu. Wajahnya semakin pucat saat bel berbunyi seperti lonceng kematian yang memekak telinga.Aku mengerutkan kening, baru segini saja nyalinya sudah hilang. Aku meraih ponselnya, lalu menaruhnya di telapak tangannya. "Telepon saja atasannya,"Dia datang dengan siapa?" tanyaku. Sendiri, jawab pak Ardi dengan suara lirih.Aku tersenyum mengejek, ku biarkan kegelisahannya sampai berlarut-larut. Sampai bunyi bel itu berhenti sendiri."Bagaimana risiko affair yang anda inginkan, mas? Sudah sesuai ekspetasi?" sindirku dengan sant
Without love?Aku jadi ingat lagunya Rhoma Irama. Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Hai, begitulah nanti pada akhirnya. Suram, suram dan suram.Pak Ardi menegakkan tubuhnya. "Biarkan orang-orangku menata pakaianmu, sementara kamu pergilah ke dapur. Tina sudah menyiapkan keperluan dapur!""Jadi aku ini simpanan rasa istri? Disuruh masak segala." gerutuku sambil beranjak."Apa kamu keberatan, Anna? Lagipula kamu kerjanya apa sih?" Pak Ardi tersenyum mengejek, "kerjaanmu hanya berkhayal, itu mudah! Dan menurut saya berkhayal saat malam lebih menenangkan daripada sekarang." jawabnya sendiri, cukup mewakili pikiranku."Tidak keberatan, tapi aku gak tau apa keinginanmu atau kesukaanmu, mas?""Cukup masak apa yang kamu suka, Anna!" Pak Ardi tersenyum, mendorongku keluar dari kamar, sementara orang-orangnya yang menunggu diluar hanya menunduk saat kami melintasi mereka."Mereka bisa dipercaya?" tanyaku lirih, takut
"Bu Ti..."Tanganku mengepal di udara. Aku mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu. Aku tak ingin mengganggu jam istirahat Tina karena ini baru jam lima pagi.Tapi, aku kehilangan akal sehat. Semalaman aku kepikiran pak Ardi. Menginap dimana sekarang. Apa jangan-jangan dia punya simpanan lain?Aku wira-wiri di depan kamar Tina dengan gelisah. Menghabiskan waktuku dengan sia-sia karena masalah ketidakwarasanku ini.Oh, aku mengacak-acak rambutku. Aku kecewa pada diriku sendiri. Aku kalah pada permainan ini. Lagi-lagi aku kehilangan akal sehat untuk sesuatu yang ku sebut CINTA. Cinta yang salah, cinta yang tak pernah berhenti untuk beristirahat di benakku."This is our desire." Benar atau salahkarena kebersamaan ini adalah masalah. Tapi aku..., Aku gila. Aku mengharapkan informasi dirinya dari Tina. Aku mengharapkan dia tidur sendiri di kamar mewah tanpa seorang perempuan!"Fine!"Aku menghela napas, dosa
Aku mematut diri di cermin setelah Tina selesai membantuku merias diri dan bersiap-siap untuk acara tumpengan nanti.Midi dress dengan warna peach membalut tubuhku. Aku terlihat anggun, sungguh anggun dari biasanya apalagi Stiletto dengan warna hitam ini mempertegas kesan dark dalam diriku."Terimakasih, Bu Tina. Aku sedikit terkejut dengan baju pilihanmu, tapi ini luar biasa bagus." pujiku tulus.Tina mengangguk. "Sudah menjadi pekerjaan saya!" ucapnya tegas. Aku menatapnya dengan teliti."Bu Tina bukan cuma seorang pelayan kan?" tukasku lugas, "aku sebenarnya gak tau harus menganggap apa yang terjadi padaku ini adalah kesialan atau keuntungan. Aku bimbang, karena rasanya aku terjebak, aku gak punya celah untuk keluar dari semua ini."Aku mendesah. Tina menegakkan tubuhnya, matanya begitu meneliti setiap detail dalam diriku."Setidaknya Pak Ardi memperlakukanmu dengan baik. Itu sudah cukup menggambarkan bahwa d
Mengobrol dan membuat rencana-rencana baru untuk hunting buku dan food court adalah oase yang sedikit menepikan Pak Ardi di benakku."Aku suka rencananya, Cok. Besok kita mulai aja planningnya." sahutku saat ia menyelesaikan ide gilanya.Coki tertawa. "Boleh, boleh. Ntar gue jemput. Lagipula kemarin gue ke apartemen lu lagi karena mau ngasih tau lu hal itu."Aku cengengesan, aku tak bisa terlalu jujur dengan Coki sekarang. Aku harus hati-hati."Coki!" panggil salah satu rekan kerja Coki dari jauh. "Ayo ke lokasi syuting!"Coki meringis kepadaku lalu beranjak. "Ntar gue kabari kalau syuting series pertama udah selesai. Ntar lu bisa nobar sama pemainnya kalau udah selesai editing! Tapi sekarang gue harus cabut dulu."Aku mengangguk. "Makasih udah bantuin aku, Cok. Gak ada kamu mungkin aku seperti orang kesasar di sini dan plonga-plongo." Aku tersenyum penuh rasa terima kasih kepadanya.Suasana hangat kemudian terasa di
Coki meringis sambil menghampiriku, ia menarik kursi seraya menghenyakkan tubuhnya. "Lega gue, Ann! Tumpah semua." adunya padaku dengan gamblang.Aku menyunggingkan senyum. "Kasian amat istrimu ntar cuma dapat sisanya, Cok!"Coki berdecap puas setelah menghabiskan kopinya. "Lu tau gak, setidaknya dalam sehari testis pria menghasilkan 100 juta sperma dengan ukuran rata-rata 0,05mm. Mana mungkin istri gue ntar dapat sisa! 100 juta sperma itu banyak banget, Ann. Bayangin aja. 100 juta." Coki menggebu-gebu dengan semua tangan yang ia terangkat ke udara.Aku menepuk jidatku sendiri. Payah kali ini orang, kenapa harus dijelaskan juga. Untung aja kami memilih tempat yang jauh dari pengunjung lain."Percaya, percaya. 100 juta itu banyak banget. Tapi hanya satu yang berhasil membuahi sel telur dan kamu tahu, sejak otw ke rahim satu dari 100 juta sperma itu udah berjuang keras untuk mendahului teman sejenisnya demi kehidupan selanjutnya." balasku, "jadi