Situasi penuh resiko jelas mendebarkan. Membuat hari-hari menjadi lebih berwarna dengan risiko-risiko yang menjadi konsekuensi berat atas semua cerita-cerita menarik yang menyajikan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari risiko affair yang dilakukan pak Ardi.
Bagi pak Ardi, yang membuat hari-harinya penuh semangat dan petualangan-petulangan baru adalah risiko yang ia ambil dari setiap tindakannya. Menginvestasikan uangnya demi kebahagiaan sisi gelapnya, mendorong dirinya melakukan yang terbaik untuk wanita incarannya dengan sadar ia biasa melakukan semuanya dengan licin tanpa kendala.
Menggelikan memang sampai aku heran pada diriku sendiri kenapa aku tidak bisa menolak semua makanan, jajanan, atau kopi yang ia belikan terang-terangan dari cafe tempatku kerja.
Alasannya klasik untuk pegawai baru agar betah, dan trik spik-spik itu pernah aku tanyakan kepada senior di ruang relaksasi ini. Bahwa pak Ardi memang kerap mentraktir karyawannya.&
Jarak antara menara Jaff Corporations dengan Apartemen Grandmoon cukup dekat. Hanya sekitar lima belas menit pulang-pergi dengan berjalan kaki.Sudah seminggu aku melakukan aktivitas itu untuk bekerja. Sungguh, jika bukan tuntutan pekerjaan, aku memilih untuk mengurung diri dikamar dan keluar dari apartemen kalau butuh makan atau sesuatu yang urgent. Aku terlalu menikmati kamarku dan kenyamanan yang sudah aku bayar lunas untuk satu tahun kedepan.Aku berhenti untuk memandang sekeliling, riuh kota ini seriuh pikiranku. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pak Ardi muncul silih berganti seperti lika-liku kehidupan yang membuatku terjebak sendiri disini.Aku butuh sandaran, perhatian, dan berbagi keluh kesahku, tapi dengan siapa? Coki? Anthony? Ah, mereka itu laki-laki seumuran dengan pikiran cetek seorang pria biasa. Pikirannya selalu setengah hati.Aku sampai di lobi, entah kenapa aku mau santai-santai dulu disini sambil mengeluarkan b
Skenario nakal berkelebat di otakku saat pak Ardi dengan santai merangkak ke atas ranjang setelah melepas celana cargo panjang berwarna army. Ia bersandar di bahu ranjang sembari menatapku dalam balutan baju santai yang mengesankan bahwa ia sedang tidak menjadi Presdir."Mau tetap disitu?"Aku mengangguk, ku tarik selimut tebal untuk menutupi seluruh bagian tubuhku."Kamu membuatku bersalah jika tidur di sofa, Anne!""Bapak yang membuat saya bersalah!" sungutku kesal, nyaris melempar pot bunga ke arahnya jika tidak mengingat lagi dia siapa.Pak Ardi meringis. "Oke, silahkan kalau mau tidur di sofa! Saya tidak akan ganggu.""Saya pegang janji anda! Karena pria sejati akan menepati janjinya, dalam keadaan terhimpit ataupun melesak!" ancamku sebelum menutup wajah.Dering ponsel membuatku kembali membuka selimut. Aku menatapnya yang bergeming di pinggir pembaringan.Pak Ardi menatapku, aku te
Pintu terbuka saat Pak Ardi masih sibuk mendatangani berkas internal perusahaan."Pak, Mbak Anne sudah datang!""Suruh masuk, Dew!" jawab pak Ardi tanpa mendongkakkan kepalanya, wajahnya serius meski senyum samar terlihat dari sudut bibirnya."Mbak Anne silahkan masuk dan duduk terlebih dahulu."Seperti biasa, perempuan yang mengenakan kacamata berbingkai warna coklat itu---Dewi---sekertaris pak Ardi yang bebas keluar masuk ke ruangannya ini tersenyum ramah."Terimakasih, Mbak!"Aku melangkah masuk ke dalam ruangan super mewah yang memiliki pajangan berkelas dan menyilaukan mata.Pintu tertutup rapat. Aku menghempaskan tubuhnya di sofa. Harusnya jam sekarang aku sudah ke kantor untuk siap-siap meeting dengan JaffFilm. Tapi si pria menyebalkan itu memintaku untuk keruangannya."Sudah sarapan?"Pak Ardi bersandar, ia menatapku setelah merapikan berkas-berkas internalnya."Terimakasih, s
Segalanya berjalan baik dalam duniaku ketika aku dan Coki bersama-sama menyelesaikan meeting dengan JaffFilm. "Lega gue, Ann! Tinggal beberapa naskah, termasuk panas yang bikin bos besar mupeng sama lu!" Aku menoleh cepat. "Sialan, Coki!" ujarku geram. Ini di lingkungan kantor, hanya dia yang tau perkara Pak Ardi dan aku. Pria rock n roll ini terbahak, ia marangkulku untuk kembali ke kantor. Saat aku berbalik di dalam lift, pria-pria bersetelan rapi keluar dari ruang meeting dengan wajah penuh kemenangan. Sekilas Pak Ardi menatapku, Coki yang acuh tak acuh memencet tombol lift dan pintu tertutup. Lift bergerak turun. Aku yakin sebentar lagi dia akan menerorku dengan pertanyaan kenapa Coki merangkulku. Dan benar saja, ponselku berdering ketika aku dan Coki keluar dari lift. "Hahaha, gue yakin itu bos? Gue pembaca yang baik bukan, Anne! Kita sama-sama pengarang, gue suka mengamati bahkan sejak tadi di ruang meeting antara lu dan Pak Ardi!" Satu umpatan
"Anne!"Aku mendesah lega. Coki menghampiriku meski seharusnya ia tak perlu karena aku berlari kecil ke arahnya yang berhenti di depan lobi apartemen."Akhirnya datang juga, Cok! Aku pikir kamu gak jadi kesini karena ogah berurusan dengan si tua genit itu."Aku meringis. Coki terbahak-bahak. "Gue gak lupa, cuma ya gue kemarin dapet mandat dari pak bos buat gak macem-macem sama lu, Ann! Tapi namanya juga lagi nyari impresif, kalau gak sering jalan bareng ya gagal projeknya. Rugi parah kalau lu belum apa-apa udah ogah!"Aku mengangguk setuju. "Kalau bukan karena pak Ardi mungkin aku bakal betah-betah aja kerja! Resikonya berat cuy jadi simpanan."Aku naik ke atas motor yang dikendarai oleh Coki. Ia mulai menggebernya dengan kecepatan sedang menuju cafe yang cukup nyaman untuk ngobrol-ngobrol dengan santai.Lagi-lagi aku teringat Dito, cuma dia yang sering pegang lututku jika sedang naik motor bersama. Tapi Coki, hello,
Senin pagi datang dengan geliat ekonomi kota besar seperti biasanya. Ramai, padat dan riuh suara mesin kendaraan yang meraja, menemani sepanjang perjalananku menuju kantor Jaff Corporations.Ketiadaan pak Ardi membuatku sedikit tenang, tapi tidak untuk mata-mata yang ia sewa, ia seperti pengawal yang memastikan bahwa aku tidak kabur dari pak Ardi, dan tidak melakukan hal aneh-aneh yang merugikan aku atau pak Ardi sendiri."Tuan meminta saya untuk membeli sarapan untuk nona Anne!"Aku tersenyum puas saat dia pergi ke cafetaria. Orang itu irit ngomong namun tegas, juga sangar, mirip anggota intelejen negara.Entah apa maunya pak Ardi dengan memberiku pengawal seperti itu. Aku jadi merasa spesial, tapi aku ini hanya selingkuhan.Selamanya selingkuhan tidak akan dianggap spesial. Kadar keistimewaannya masih ada pada istri sah meski terlihat kekurangan.Coki tersenyum lebar saat menyambutku di kantor JaffFilm."Ming
Aku sudah lama bermimpi tentang kebetulan. Seperti peristiwa-peristiwa tak terduga bertemu dengan seseorang yang ada dalam bayanganku.Dan sekarang seolah di atur takdir, aku dan istri pak Ardi bertemu di perusahaan dengan peristiwa jambangan kristal yang pecah berantakan seperti hatinya kelak saat tahu suaminya pernah menciumiku."Maafkan saya, Ibu! Saya tidak sengaja memecahkan jambangan kristal milik perusahaan, nanti saya ganti saat gajian nanti." ucapku setengah ramah. Pak Ardi tak mungkin mempermasalahkan tentang hal ini, apalagi kedua anaknya tadi dengan senang justru mengoper bola kepadaku lagi."Saya justru ingin sekali menendang bola sepertimu tadi! Hebat!"Kalimat yang meluncur dari bibir istri pak Ardi itu sungguh mengejutkan. Apalagi saat kekehan geli dan senyuman tanpa dosa itu memecah suasana.Hatiku terasa teriris pisau belati. Istri pak Ardi bernama Farah Adzana, berambut panjang hitam dan cantik jelita. Hanya saj
"Cok, bangun, Cok!"Aku menggoyangkan lengannya berkali-kali, Coki mengerang geram. Ia membalikkan badan, memunggungi aku dan pak Ardi yang menunggunya untuk sarapan bersama."Cok, ini ada pak Ardi!" ucapku menahan kesal, dia ini tidur apa balas dendam sih lama banget ngoroknya. Aku menegakkan tubuh, melirik pak Ardi yang sejak tadi membuntutiku kemana saja seperti anak ayam.Pak Ardi menghembuskan nafas kasar. "Coba saya saja yang bicara!" ucapnya penuh tekad.Aku berdecih dalam hati. 'Kita lihat, apa Coki mempan mendengar kalimat perintah dari kamu pak! Kalau iya, anda punya efek luar biasa.'Pak Ardi menepuk pundak Coki dengan mantap. "Coki, ayo meeting!""Meeting!" gumam Coki dengan serak. Belum juga sadar dari mimpi indahnya.Aku membeo, 'Meeting apaan, hari libur!'Pak Ardi tersenyum kepadaku. Aku mlengeh dengan malas. Sudah jelas dia ini sarap, otaknya tidak sehat.Tan