"Ada apa dengan Queen Dok?" tanya Dimas menyela ucapan dokter.
Dokter itu lama menatap Dimas."Pasien sekarang dalam keadaan kritis dan koma. Bapak dan Ibu banyak-banyak berdoa saja agar pasien cepat sadar dari komanya," ucap Dokter itu. "Sebentar lagi pasien akan dipindahkan ke ruang ICU."Setelah mengucapkan itu dokter pun pergi.Dimas meluruhkan tubuhnya dan terduduk di kursi tunggu yang ada di sana. Ia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit rumah sakit, ia tidak pernah menyangka jika Queenza akan dalam keadaan seperti ini. Ia lalu melihat ke arah Mia."Mia ... sebenarnya ada apa? Kenapa bisa Queenza seperti ini?" ucap Dimas dengan suara yang begitu lirih karena syok dengan apa yang baru saja ia dengar dari dokter.Mia dengan suara yang pelan dan terisak-isak menceritakan semua kejadian di saat ia pertama kali melihat Abi datang dengan wajah penuh luka dan diseret oleh anak buah Ervan, sampai akhirnya Queenza kecelakaan.Dimas yang mendengar semuDimas yang mendengar pertanyaan Queenza terkejut. Ia menatap Queenza dengan tatapan yang sedih."Sayang, kamu gak kenal sama aku? Apa kamu amnesia?" tanya Dimas yang berpikir jika Queenza amnesia.Queenza tak menjawab dan hanya diam menatap Dimas dengan dalam."Aku panggil dokter biar periksa kamu," ucap Dimas yang khawatir dengan kondisi Queenza. Ia lalu berlari keluar untuk memanggil dokter.Di luar Dimas bertemu dengan Mia yang baru saja selesai berbicara dengan dokter."Pak Dimas udah datang? Kok malah keluar?" tanya Mia yang heran melihat Dimas keluar dari ruang ICU."Saya mau panggil dokter," jawab Dimas."Mbak Queen kenapa?" tanya Mia yang ikutan panik saat mendengar ucapan Dimas. "Tapi barusan kata dokter mbak Queen baik-baik saja dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan," ucapnya lagi."Queenza amnesia," ucap Dimas."Apa? Serius Pak?" tanya Mia yang terkejut."Serius. Dia tadi gak kenal sama saya dan nanya siapa saya," jawab Dimas.
"Ya ampun Mbak," ucap Mia dengan wajah yang terkejut."Ada apa Mi? Kenapa kamu terkejut begitu? Aku kan cuma tanya keadaan bang Abi," ucap Queenza yang heran melihat reaksi Mia."Aku lupa Mbak, untung Mbak ingetin soal pak Abi." Mia lalu berdiri dan hendak pergi keluar."Kamu mau ke mana Mia?" tanya Queenza."Aku mau telpon pak Abi Mbak, mau ngabarin kalau Mbak udah sadar.""Kenapa gak di sini aja teleponnya?" tanya Queenza lagi yang heran."Aku telepon di luar aja, lagian aku gak bisa lama-lama di ruangan ini, ini kan ICU jadi gak boleh lama berada di sini," ucap Mia, setelahnya Mia pun pergi dari sana.Queenza yang ditinggal sendiri di ruangan itu menoleh ke seisi ruangan. Dan dia baru menyadari jika kini dia tengah berada di ruangan yang penuh dengan alat-alat medis. Queenza melirik ke arah tangannya, ia lalu berusaha untuk menggerakan jari-jari tangannya. Namun tak bisa."Ya Tuhan, apa aku lumpuh?" gumam Queenza dengan lirih. Ia pun berusaha menggerakan jari-jarinya. Queenza terus
"Jadi gimana Mia? Apa kamu mau?" tanya orang yang kini berdiri di depan Mia itu.Mia tak menjawab dan hanya diam saja."Mia!" Orang itu menjentikan jarinya di depan wajah Mia."Hah ... kamu tadi bilang apa Vin?" ucap Mia saat ia tersadar dari rasa terkejutnya.Alvin menatap Mia dengan tajam. Ia sudah membuang rasa ego dan malunya hanya untuk berbicara tadi. Tapi, Mia malah tidak mendengarkannya."Kamu gak dengar apa yang aku katakan tadi?" tanya Alvin dengan nada yang kecewa.Mia menggelengkan kepalanya."Aku dengar apa yang kamu ucapkan tadi. Tapi ... apa aku gak salah dengar?" tanya Mia."Enggak, kamu gak salah dengar. Aku suka sama kamu dan sepertinya aku mulai mencintai kamu Mia," ucap Alvin mengulang perkataannya tadi.Mia kembali terkejut saat mendengar ucapan Alvin. Ternyata ia memang tidak salah dengar tadi, Mia pun menatap Avlin dengan wajah yang syok."Tapi kenapa?" tanya Mia."Kenapa apanya?" "Iya, kenapa bisa?" ucap Mia ya
"Alvin," teriak Mia saat mendengar bisikan Alvin. Ia lalu menjauhkan dirinya dari Alvin dan pergi dari hadapan Alvin dengan wajah yang merah karena malu.Alvin tersenyum saat melihat Mia yang terlihat salah tingkah. "Lucu," ucapnya.Mia tiba di depan ruang perawatan Queenza. Dan saat ia akan masuk ke dalam ia sempat melewati Dimas yang tengah duduk di kursi lorong depan kamar Queenza. Ia tak berani menyapa Dimas dan memilih pergi masuk ke dalam."Mbak," seru Mia saat ia sudah masuk. Ia lalu mendekat pada Queenza yang tengah mengobrol dengan Abi. Mia sekilas menoleh ke arah bu Maya yang tengah duduk di sofa yang ada di sana dan tersenyum ramah pada bu Maya. "Mbak cari aku tadi?" tanyanya saat sudah dekat dengan Queenza.Queenza menanggukan kepalanya."Kamu dari mana aja Mi?" tanya Queenza."Emm ... itu, tadi ... aku habis makan di kantin Mbak," jawab Mia bohong. Ia tak mungkin mengatakan jika dia habis dari taman belakang rumah sakit dan baru saja ditembak oleh Alvin. Oh Tidak.Queenza
"Astaga ... Mas Dimas!" Queenza terkejut dan juga panik saat melihat Dimas yang terbaring di lantai. Ia berusaha untuk bangun. Tapi tubuhnya tak bisa digerakan. "Ya Tuhan, Mas Dimas kenapa?" gumam Queenza sambil terus berusaha menggerakan tubuhnya.Queenza berteriak memanggil Alvin dan juga suster. Namun tak ada seorang pun dari mereka yang datang. "Suster ... tolong, Alvin kamu di mana?" teriak Queenza. Lama menunggu, tak ada juga yang datang untuk membantunya. Queenza pun kembali berusaha menggerakan tangannya dengan sekuat tenaga. Ia terus mencoba menggerakan tangannya, akan tetapi, tangan Queenza masih saja tak bisa bergerak."Ya Tuhan. Tolong aku. Tolong kasih aku kekuatan untuk menggerakan tubuhku ini," ucap Queenza dengan terisak-isak. Ia sungguh takut terjadi sesuatu pada Dimas. "Tolong aku Tuhan."Berkat tekat Queenza yang sangat kuat, doanya pun terkabul. Perlahan tangannya bisa digerakan."Terima kasih Tuhan," ucap Queenza dengan isak tangis. Ia
Seminggu telah berlalu dari kejadian itu, Dimas tak kembali dan tak pernah berkunjung lagi ke rumah sakit."Mbak," panggil Mia untuk kesekian kalinya. Queenza terperanjat saat Mia menepuk pundaknya."Ada apa Mi?" tanya Queenza dengan wajah yang lesu."Mbak kenapa dari kemarin-kemarin banyak melamun?" tanya Mia yang heran melihat Queenza yang sering kali melamun.Queenza diam tak menjawab.Mia duduk di kursi sebelah ranjang, ia lalu membawa tangan Queenza dan menggenggamnya."Apa karena pak Dimas?" tanya Mia, ia juga heran kenapa Dimas tak ada di sana semingguan ini. Biasanya Dimas tak pernah pergi dari ruangan Queenza sedikitpun. Queenza menatap Mia lalu menganggukan kepalanya."Mbak lagi ada masalah ya sama pak Dimas?" tanya Mia dengan hati-hati. Karena tak biasanya Dimas seperti ini. Sebanyak apapun pekerjaannya dan sesibuk apapun dia. Dimas tak pernah meninggalkan ruangan Queenza. Bahkan disaat ia ada jadwal meeting dengan klien, ia memilih m
Dimas berjalan di lorong rumah sakit dengan tertatih-tatih. Ia terus menyeret langkahnya ke arah ruangan Queenza tanpa memedulikan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Tiba di depan pintu ruangan Queenza. Dimas dengan cepat membuka pintu itu dan bergegas masuk.Queenza yang awalnya tengah berpura-pura pingsan terkejut saat mendengar teriakan Mia yang sangat kencang. Ia yang penasaran pun mencoba mengintip apa yang membuat Mia berteriak histeris. Mata Queenza seketika terbuka lebar saat melihat Dimas yang berjalan ke arahnya dengan luka di mana-mana."Mas! Ya Tuhan. Kamu kenapa?" jerit Queenza.Dimas tersenyum lalu berjalan dengan cepat ke arah Queenza, ia lalu memeluk Queenza."Kamu gak apa-apa sayang?" tanya Dimas sambil memeriksa tubuh Queenza. Queenza bukannya menjawab dia malah menangis dengan sangat kencang."Harusnya aku yang tanya begitu Mas," ucap Queenza sambil terisak. Ia melepaskan pelukan Dimas lalu tangannya terulur ke kening Dimas yang terluka dan mengeluarkan darah. "Mas in
"Apa Mas? Bu-bulan depan?" teriak Queenza, ia sangat syok mendengar ucapan Dimas barusan."Iya, kenapa? Kamu gak mau?" tanya Dimas dengan nada bicara yang sinis. Queenza langsung menggelengkan kepalnya."Bukan gitu Mas. Cuma ... apa gak kecepatan kita nikah bulan depan?" Queenza membenarkan posisi duduknya lalu mendekat pada Dimas. "Gini ya Mas. Apa kamu gak lihat kondisi kita saat ini? Kita gak mungkin kan mengadakan pernihakan dengan kondisi kita yang seperti ini?"Dimas menatap Queenza dengan dalam lalu melihat dirinya sendiri."Apa Mas mau, di pernikahan kita nanti, aku pakai kursi roda, kamu masih diperban-perban begini? Nanti apa kata anak kita Mas, kalau melihat foto pernikahan kita yang begitu?" ucap Queenza mencoba membujuk Dimas. Ia pun terkekeh saat membayangkan itu.Dimas tampak berpikir."Benar juga ya. Nanti kalau anak-anak kita lihat, mereka pasti akan tanya. Itu kenapa foto pernikahan mama sama papa kok begini, habis tawuran atau ada tawuran di pernikahan kalian?" uca