"Jadi gimana Mia? Apa kamu mau?" tanya orang yang kini berdiri di depan Mia itu.
Mia tak menjawab dan hanya diam saja."Mia!" Orang itu menjentikan jarinya di depan wajah Mia."Hah ... kamu tadi bilang apa Vin?" ucap Mia saat ia tersadar dari rasa terkejutnya.Alvin menatap Mia dengan tajam. Ia sudah membuang rasa ego dan malunya hanya untuk berbicara tadi. Tapi, Mia malah tidak mendengarkannya."Kamu gak dengar apa yang aku katakan tadi?" tanya Alvin dengan nada yang kecewa.Mia menggelengkan kepalanya."Aku dengar apa yang kamu ucapkan tadi. Tapi ... apa aku gak salah dengar?" tanya Mia."Enggak, kamu gak salah dengar. Aku suka sama kamu dan sepertinya aku mulai mencintai kamu Mia," ucap Alvin mengulang perkataannya tadi.Mia kembali terkejut saat mendengar ucapan Alvin. Ternyata ia memang tidak salah dengar tadi, Mia pun menatap Avlin dengan wajah yang syok."Tapi kenapa?" tanya Mia."Kenapa apanya?""Iya, kenapa bisa?" ucap Mia ya"Alvin," teriak Mia saat mendengar bisikan Alvin. Ia lalu menjauhkan dirinya dari Alvin dan pergi dari hadapan Alvin dengan wajah yang merah karena malu.Alvin tersenyum saat melihat Mia yang terlihat salah tingkah. "Lucu," ucapnya.Mia tiba di depan ruang perawatan Queenza. Dan saat ia akan masuk ke dalam ia sempat melewati Dimas yang tengah duduk di kursi lorong depan kamar Queenza. Ia tak berani menyapa Dimas dan memilih pergi masuk ke dalam."Mbak," seru Mia saat ia sudah masuk. Ia lalu mendekat pada Queenza yang tengah mengobrol dengan Abi. Mia sekilas menoleh ke arah bu Maya yang tengah duduk di sofa yang ada di sana dan tersenyum ramah pada bu Maya. "Mbak cari aku tadi?" tanyanya saat sudah dekat dengan Queenza.Queenza menanggukan kepalanya."Kamu dari mana aja Mi?" tanya Queenza."Emm ... itu, tadi ... aku habis makan di kantin Mbak," jawab Mia bohong. Ia tak mungkin mengatakan jika dia habis dari taman belakang rumah sakit dan baru saja ditembak oleh Alvin. Oh Tidak.Queenza
"Astaga ... Mas Dimas!" Queenza terkejut dan juga panik saat melihat Dimas yang terbaring di lantai. Ia berusaha untuk bangun. Tapi tubuhnya tak bisa digerakan. "Ya Tuhan, Mas Dimas kenapa?" gumam Queenza sambil terus berusaha menggerakan tubuhnya.Queenza berteriak memanggil Alvin dan juga suster. Namun tak ada seorang pun dari mereka yang datang. "Suster ... tolong, Alvin kamu di mana?" teriak Queenza. Lama menunggu, tak ada juga yang datang untuk membantunya. Queenza pun kembali berusaha menggerakan tangannya dengan sekuat tenaga. Ia terus mencoba menggerakan tangannya, akan tetapi, tangan Queenza masih saja tak bisa bergerak."Ya Tuhan. Tolong aku. Tolong kasih aku kekuatan untuk menggerakan tubuhku ini," ucap Queenza dengan terisak-isak. Ia sungguh takut terjadi sesuatu pada Dimas. "Tolong aku Tuhan."Berkat tekat Queenza yang sangat kuat, doanya pun terkabul. Perlahan tangannya bisa digerakan."Terima kasih Tuhan," ucap Queenza dengan isak tangis. Ia
Seminggu telah berlalu dari kejadian itu, Dimas tak kembali dan tak pernah berkunjung lagi ke rumah sakit."Mbak," panggil Mia untuk kesekian kalinya. Queenza terperanjat saat Mia menepuk pundaknya."Ada apa Mi?" tanya Queenza dengan wajah yang lesu."Mbak kenapa dari kemarin-kemarin banyak melamun?" tanya Mia yang heran melihat Queenza yang sering kali melamun.Queenza diam tak menjawab.Mia duduk di kursi sebelah ranjang, ia lalu membawa tangan Queenza dan menggenggamnya."Apa karena pak Dimas?" tanya Mia, ia juga heran kenapa Dimas tak ada di sana semingguan ini. Biasanya Dimas tak pernah pergi dari ruangan Queenza sedikitpun. Queenza menatap Mia lalu menganggukan kepalanya."Mbak lagi ada masalah ya sama pak Dimas?" tanya Mia dengan hati-hati. Karena tak biasanya Dimas seperti ini. Sebanyak apapun pekerjaannya dan sesibuk apapun dia. Dimas tak pernah meninggalkan ruangan Queenza. Bahkan disaat ia ada jadwal meeting dengan klien, ia memilih m
Dimas berjalan di lorong rumah sakit dengan tertatih-tatih. Ia terus menyeret langkahnya ke arah ruangan Queenza tanpa memedulikan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Tiba di depan pintu ruangan Queenza. Dimas dengan cepat membuka pintu itu dan bergegas masuk.Queenza yang awalnya tengah berpura-pura pingsan terkejut saat mendengar teriakan Mia yang sangat kencang. Ia yang penasaran pun mencoba mengintip apa yang membuat Mia berteriak histeris. Mata Queenza seketika terbuka lebar saat melihat Dimas yang berjalan ke arahnya dengan luka di mana-mana."Mas! Ya Tuhan. Kamu kenapa?" jerit Queenza.Dimas tersenyum lalu berjalan dengan cepat ke arah Queenza, ia lalu memeluk Queenza."Kamu gak apa-apa sayang?" tanya Dimas sambil memeriksa tubuh Queenza. Queenza bukannya menjawab dia malah menangis dengan sangat kencang."Harusnya aku yang tanya begitu Mas," ucap Queenza sambil terisak. Ia melepaskan pelukan Dimas lalu tangannya terulur ke kening Dimas yang terluka dan mengeluarkan darah. "Mas in
"Apa Mas? Bu-bulan depan?" teriak Queenza, ia sangat syok mendengar ucapan Dimas barusan."Iya, kenapa? Kamu gak mau?" tanya Dimas dengan nada bicara yang sinis. Queenza langsung menggelengkan kepalnya."Bukan gitu Mas. Cuma ... apa gak kecepatan kita nikah bulan depan?" Queenza membenarkan posisi duduknya lalu mendekat pada Dimas. "Gini ya Mas. Apa kamu gak lihat kondisi kita saat ini? Kita gak mungkin kan mengadakan pernihakan dengan kondisi kita yang seperti ini?"Dimas menatap Queenza dengan dalam lalu melihat dirinya sendiri."Apa Mas mau, di pernikahan kita nanti, aku pakai kursi roda, kamu masih diperban-perban begini? Nanti apa kata anak kita Mas, kalau melihat foto pernikahan kita yang begitu?" ucap Queenza mencoba membujuk Dimas. Ia pun terkekeh saat membayangkan itu.Dimas tampak berpikir."Benar juga ya. Nanti kalau anak-anak kita lihat, mereka pasti akan tanya. Itu kenapa foto pernikahan mama sama papa kok begini, habis tawuran atau ada tawuran di pernikahan kalian?" uca
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Queenza pun berangsur-angsur pulih dan Dimas kini sudah sembuh total, tak ada lagi perban yang membalut lengan dan juga kepalanya. "Sayang, kamu udah siap kan?" tanya Dimas pada Queenza."Siap dong," sahut Queenza dengan antusias. Queenza sangat antusias karena hari ini adalah hari kepulangannya dari rumah sakit, setelah sekian lama ia dirawat di ruamah sakit, akhirnya kini ia bisa pulang juga ke rumah."Pelan-pelan sayang," ucap Dimas sambil memapah Queenza yang masih belum bisa berjalan dengan benar."Makasih Mas." Queenza tersenyum lebar pada Dimas."Kayaknya kamu bahagia banget sayang?" tanya Dimas."Iya dong, aku udah bosen Mas tinggal terus di rumah sakit. Dan akhirnya bisa juga aku pulang, aku kira aku bakalan terus terkurung di sini," ucap Queenza.Dimas terkekeh pelan mendengar ocahan Queenza."Sayang, kamu yakin gak mau pakai kursi roda?" tanya Dimas memastikan. Ia takut kalau Queenza kecapean karena berjalan."Enggak Mas. Aku udah bos
Queenza terdiam mematung memandangi Dimas yang kini tengah berlutut di depannya sambil menyodorkan cincin. Ia menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangannya. Ia sungguh tidak menyangka akan dilamar dengan cara romantis seperti ini dan tanpa terasa air mata mengalir di pipi Queenza tanpa diminta."Sayang!" Dimas terkejut saat melihat Queenza yang menangis. Ia hendak berdiri, namun segera ditahan oleh Queenza."Coba Mas bilang sekali lagi. Tadi Mas bilang apa?" ucap Queenza.Dimas tersenyum lalu ia kembali mengulang ucapannya."Queenza Mikayla Anya. Maukah kamu menikah denganku dan menjadi istriku?" ucap Dimas dengan senyuman terulas di bibirnya yang membuatnya semakin tampan dan menawan.Queenza dengan cepat menanggukan kepalanya."Ya, aku mau," jawab Queenza dengan tangis haru.Dimas yang mendengar jawaban Queenza tersenyum bahagia, dengan cepat ia memasukan cincin itu pada jari manis Queenza lalu ia bangun dan segera memeluk Queenza."Terima kasih sayang, aku berjanji akan sela
"A-Ayah ... Ibu." Queenza sangat terkejut ketika melihat kedua orang tua Dimas berdiri tepat di hadapannya Kini.Bu Halimah dan pak Pratama kini menatap Queenza dengan tatapan penuh arti.Queenza memundurkan langkahnya saat bu Halimah berjalan mendekat pada dirinya. Queenza memejamkan matanya saat bu Halimah mengulurkan tangannya ke atas kepala Queenza, Queenza pikir bu Halimah akan menamparnya.Akan tetapi semua pikiran Queenza meleset, bu Halimah mengelus pelan rambut Queenza dan tersenyum getir."Maafkan Ibu ya sayang, karena keegoisan kedua anak Ibu membuat kamu menderita," ucap bu Halimah, ia lalu membawa Queenza ke dalam pelukannya.Queenza tak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa terdiam membeku namun air matanya mengalir di pipinya."Maafkan Ibu. Ibu yang salah karena tidak bisa mendidik anak-anak Ibu. Kamu pasti sangat menderita ya sayang," ucap bu Halimah lagi sambil terisak.Queenza sempat melihat sekilas ke arah pak Pratama yang kini tengah menatapnya.Jantung Queenza berdebar