Ya Ampun, Dimas so sweet banget ya. Hatiku ikutan meleleh. Hehehe
Queenza terdiam mematung memandangi Dimas yang kini tengah berlutut di depannya sambil menyodorkan cincin. Ia menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangannya. Ia sungguh tidak menyangka akan dilamar dengan cara romantis seperti ini dan tanpa terasa air mata mengalir di pipi Queenza tanpa diminta."Sayang!" Dimas terkejut saat melihat Queenza yang menangis. Ia hendak berdiri, namun segera ditahan oleh Queenza."Coba Mas bilang sekali lagi. Tadi Mas bilang apa?" ucap Queenza.Dimas tersenyum lalu ia kembali mengulang ucapannya."Queenza Mikayla Anya. Maukah kamu menikah denganku dan menjadi istriku?" ucap Dimas dengan senyuman terulas di bibirnya yang membuatnya semakin tampan dan menawan.Queenza dengan cepat menanggukan kepalanya."Ya, aku mau," jawab Queenza dengan tangis haru.Dimas yang mendengar jawaban Queenza tersenyum bahagia, dengan cepat ia memasukan cincin itu pada jari manis Queenza lalu ia bangun dan segera memeluk Queenza."Terima kasih sayang, aku berjanji akan sela
"A-Ayah ... Ibu." Queenza sangat terkejut ketika melihat kedua orang tua Dimas berdiri tepat di hadapannya Kini.Bu Halimah dan pak Pratama kini menatap Queenza dengan tatapan penuh arti.Queenza memundurkan langkahnya saat bu Halimah berjalan mendekat pada dirinya. Queenza memejamkan matanya saat bu Halimah mengulurkan tangannya ke atas kepala Queenza, Queenza pikir bu Halimah akan menamparnya.Akan tetapi semua pikiran Queenza meleset, bu Halimah mengelus pelan rambut Queenza dan tersenyum getir."Maafkan Ibu ya sayang, karena keegoisan kedua anak Ibu membuat kamu menderita," ucap bu Halimah, ia lalu membawa Queenza ke dalam pelukannya.Queenza tak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa terdiam membeku namun air matanya mengalir di pipinya."Maafkan Ibu. Ibu yang salah karena tidak bisa mendidik anak-anak Ibu. Kamu pasti sangat menderita ya sayang," ucap bu Halimah lagi sambil terisak.Queenza sempat melihat sekilas ke arah pak Pratama yang kini tengah menatapnya.Jantung Queenza berdebar
Hari yang ditunggu-tunggu Dimas dan Queenza akhirnya tiba. Kini Queenza dan Dimas tengah berdiri di atas pelaminan dan menyambut tamu-tamu yang berdatangan.Terpancar rona kebahagiaan di wajah Dimas saat ini. Senyuman bahagia tak luntur dari bibirnya. Ia kini tengah amat sangat bahagia karena akhirnya Queenza kini sudah resmi menjadi istrinya."Sayang, aku gak lagi bermimpi kan?" bisik Dimas tepat di telinga Queenza.Queenza mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Dimas. Ia pun mengulurkan tangannya dan mencubit pipi Dimas dengan cukup keras sampai Dimas mengaduh kesakitan."Aduh sakit sayang!" Dimas meringis kesakitan. Ia lalu mengusap-usap pipinya uang dicubit Queenza."Berarti ini bukan mimpi," ucap Queenza dengan santainya.Dimas bukannya marah malah tersenyum dan langsung memeluk Queenza dan hendak mencium bibir Queenza.Beruntung Queenza berhasil menghindar, jadi Dimas tak sempat mencium bibirnya."Dimas ini masih siang," tegur bu Halimah sa
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny