Beranda / Romansa / Dosa Dibalik Cadar / DDC 12: Seperti Terenggut Dari Tempatnya

Share

DDC 12: Seperti Terenggut Dari Tempatnya

Penulis: Ana_miauw
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-02 15:23:55

Raut iba terpancar jelas di raut wajah Ummi Nia. Menyaksikannya sendiri bagaimana jalan hidup Salwa selama ini membuatnya tak kuasa menahan tangis.

Namun beliau berusaha menyembunyikannya. Bila Salwa saja sudah terlihat tegar, kenapa dirinya tidak?

Bagi Salwa, mungkin ini adalah titik terendah di dalam hidupnya yang ia sendiri tak tahu apa penyebabnya.

Entah dosa apakah yang dilakukan orang tuanya dulu sehingga ujian hidup seperti tiada henti-hentinya melukai diri.

Mungkinkah ini imbas dari perbuatan mereka yang akhirnya bisa menurun kepada dirinya? Pikirnya menerka-nerka.

Keesokan harinya keadaan Salwa masih tetap sama seperti kemarin, mual, tidak nafsu makan dan sulit terpejam di malam hari.

Sampai hari-hari ini mungkin masih aman karena kehamilannya belum kentara. Kabar dirinya tengah berbadan dua belum sampai tembus sampai ke masyarakat.

Tapi mungkin dua atau tiga bulan lagi pasti hal ini menjadi gunjingan dan berita yang teramat heboh.

Salwa membuka lemari pakaiannya. Niatnya,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 13: Saat Dia Datang

    Masih berada di tempat duduk yang tadi. Salwa mencoba menghembuskan nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan. Berulang kali Salwa melakukannya agar suasana hati menjadi lebih tenang. Ia menyadari satu hal, sampai dirinya menangis darah sekalipun, tersebut tidak akan pernah bisa mengembalikan kenyataan. Raffa sudah berstatus suami Jihan, sahabatnya. Mereka sudah terikat janji sehidup semati dan tak mungkin terpisahkan.Mungkin bila suatu saat nanti dirinya dan Raffa bertemu dalam satu latar yang sama, cukuplah bersikap tak saling mengenal. Itu adalah opsi yang paling terbaik. Dan mungkin Salwa akan menyembunyikan siapa ayah bayi yang sedang ia kandung. Karena bisa jadi, pengakuan ini hanya akan menimbulkan kekacauan banyak orang.Salwa berjanji akan membesarkan anak ini dan menyayangi anak ini berkali-kali lipat dan membuatnya terbiasa menjalani hari-hari tanpasosok seorang ayah. Agar dia takkan pernah menanyakan ayahnya. Terhitung dua puluh menit lamanya Salwa terdiam

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 14: Membunuh Kecurigaan

    “Wa-waalaikumsalam …,” jawab Salwa bersamaan dengan membukakan pintu. Wanita yang saat ini menenteng beberapa kotak makanan itu tersenyum lebar ke arahnya. “Kamu masih sakit?” tanyanya dengan nada panik. Satu tangannya menyentuh dahi Salwa dan menempelkannya berulang kali untuk memastikan.“Kok wajah kamu pucat banget? Tubuh kamu juga masih hangat. Aku anterin ke dokter, ya?” Sederet pertanyaan dari Jihan seakan tak masuk di telinga Salwa. Justru Salwa menanyakan hal lain yang sedari tadi dikhawatirkan.Karena batang hidung laki-laki yang ia maksud tak terlihat turun dari mobil. “Ka-katanya kamu nggak sendiri?” Jujur Salwa benci dengan nada yang gugup itu. Jihan menjawab pertanyaan Salwa dengan antusias, “Oh iya, suamiku tadi mendadak nggak mau diajak karena masih banyak tamu teman-temannya yang datang ke rumah. Jadi ya, udah.” Oh … syukurlah. Akhirnya Salwa bisa bernafas lega. Seolah olah terlepas dari jeratan tali yang tadi mengikatnya. “Eh, ayo masuk-masuk, Ji

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-04
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 15: Tak Memedulikan Apapun

    Salwa langsung memakai hijabnya cepat kala mendengar suara tamu, sebelum akhirnya ia membukakan pintu. Yang ternyata adalah laki-laki yang tinggal di sebelah rumah Ummi Nia.“Iya ada apa, ya?” Laki-laki itu menunjukkan bingkisan yang ada di tangannya, “Ini titipan dari Ummi katanya buat Eneng sama bayinya.” Ucapan laki-laki polos itu berkata cukup keras membuat Salwa membulatkan matanya. Dan yang Salwa khawatirkan, ucapan itu bisa terdengar di telinga orang yang sedang lewat apalagi tetangga.“Ssstttt.” Salwa menempelkan telunjuknya di bibir. Laki-laki itu tersenyum lebar lalu berucap lirih, “Oh iya maaf-maaf, Neng. Sudah atuh, saya cuma mau menyampaikan itu saja, neng Salwa. Saya pamit pergi dulu assalamualaikum.” “Waalaikumsalam.” Salwa segera menutup pintunya lalu menyandarkan dirinya di belakang pintu sambil menutup matanya sejenak.Walaupun lama-kelamaan semua orang pasti akan tahu dengan kehamilannya, tapi rasanya ia takkan pernah siap. Pasti, akan ada banyak

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-05
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 16: Melankolis

    Gamang, Salwa menatap atap-atap langit rumahnya. Pikirannya dipenuhi oleh sebuah pertimbangan.Ia memikirkan ucapan ummi dan Ustaz Adam kemarin sore. Perkataan yang bisa diartikan dengan sebuah lamaran. Begitu lebih tepatnya. Bukan ia sok kuat, sok mampu atau apapun sebagainya. Nyatanya, menikah itu janji suci kepada Allah yang disaksikan para malaikat.Ia tak mungkin mempermainkan pernikahan. Alasan dibaliknya lah yang membuatnya harus berpikir seribu kali.Pun jika pernikahan itu dilakukan, harusnya setelah Salwa melahirkan. Lagi pula, Salwa belum mengenal ustaz pendatang baru yang datang ke kampung ini.Sayup-sayup terdengar beberapa orang mengatakan bahwa Ustaz tersebut masih sendiri. Tapi, sendiri bukan berarti tak mempunyai keluarga bukan? Apa reaksi keluarganya nanti jika Ustaz Adam menikahi wanita hamil yang notabenenya mantan....Mungkin itu akan terdengar buruk. Sangat buruk. Ia tak mungkin menyeret orang lain ke dalam masalahnya. Kasihan nama orang jika harus ikut-ikutan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-06
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 17: Yang Terindah

    Rasanya bisa di ibaratkan seperti tulang sehat yang dipatahkan serentak. Setelah berjuang bertaruh nyawa sebagai kodratnya seorang wanita, pekikan tangis bayi laki-laki menggema di sudut ruang persalinan. Tubuh Salwa masih terbaring lemah menatap senyum bayinya sudah dibersihkan dan dibalut kain hangat. Tangis haru menyelimutinya karena mulai detik ini ia sudah menjadi seorang ibu. Meskipun tanpa suami. “Ini bayinya Bu, alhamdulillah sehat lengkap, ganteng lagi. Saya bantu ibu melakukan inisiasi menyusui dini ya.” Ucap Bidan yang lantas membantunya untuk mempermudah Salwa dalam bergerak. Pertama kalinya Salwa melihat wajah tampan bayinya. Hidung yang mancung dan alis yang lumayan tebal dan mata yang bulat. Bila diperhatikan lamat-lamat, kepala bayi itu begitu mirip dengan ayahnya, apalagi saat dia membuka matanya. Tak butuh waktu lama hingga akhirnya bayi itu menemukan sumber kehidupannya. Bibir yang mungil itu berupaya kuat menyesap ASI. Salwa begitu mengaguminya. Ia mengec

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 18: Yang Pernah Terjadi di Antara Kita

    -Cerita ini nyambung dengan bab 3-Tak melibatkan Zikra dalam langkahnya, malam ini Salwa menuju ke rumah Ustaz Adam untuk mengembalikan uang yang diterimanya siang tadi.Beruntung, Salwa belum membuka isinya sama sekali. Sehingga memudahkannya untuk membuat mereka percaya, bahwa apa yang perempuan tuduhkan itu tidaklah benar. Pantang baginya untuk meminta-minta, pantang baginya untuk menghiba-hiba, segala hal dan apa yang ia jalani dalam hidup. “Assalamualaikum .…” “Waalaikumsalam…,” jawab Ustaz Adam yang sedang mengaji di saung samping rumahnya.Di atas kepalanya, terdapat lampu terang yang menjadikan beliau nyaman dan sering menghabiskan waktu di sini apabila tak sedang mengajar. Laki-laki yang pernah melamarnya beberapa tahun silam itu menutup kitabnya dan melihat Salwa dari atas sampai ke bawah. Sesaat Ustaz mengerutkan dahinya sebelum ia berujar, “Oh, Mbak Salwa!” Salwa mengangguk. “Iya ini saya Pak Ustaz.” Memakai niqab memang membuatnya sulit dikenali.

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-08
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 19: Orang yg Tak Dikenal

    Keesokan harinya. Salwa baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Tak hanya lelah, keringat juga tampak bercucuran di wajahnya karena siang ini cuaca sedang terasa panas sekali. Mendekatkan kipas angin ke tubuhnya, Salwa memejamkan matanya sejenak untuk mengusir rasa panas yang menguasainya. Namun beberapa puluh menit berlalu, rasa kantuk menyerang sehingga membuatnya terpejam. “Astaghfirullahaladzim!” ucapnya saat membuka mata. Menyadari bahwa dirinya telah ketiduran. Bukankah ia harus mengantarkan pakaian yang telah dijahitnya barusan? Sudah berhari-hari baju itu menginap disini. Mengganti pakaiannya, Salwa langsung memasukkan jahitan itu ke dalam kantong plastik, lalu berjalan keluar rumah. Eh, ya ampun, Salwa baru sadar. Zikra main ke mana, ya? Dari pagi anak itu pergi sampai sekarang belum pulang juga. “Ramon, Ramon!”Salwa menghentikan Ramon yang sedang melintas. Anak itu hanya mendongak menatapnya kebingungan. “Ramon liat Zikra nggak, Sayang?” Ramon menggeleng, “Nggak tahu Tant

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-09
  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 20: Merasa Iba Saat Melihatnya

    “Zikra …,” panggil Salwa kepada anaknya yang baru saja pulang entah dari mana lagi. “Dari mana kamu, Nak. Main boleh tapi nggak boleh pulang terlalu sore .…” Salwa sedikit kesal, pasalnya setelah makan siang Zikra kembali pergi main hingga sore hari. Hmm namanya juga anak-anak, masih susah diberi tahu. “Kan Zikra ketemu sama Om, takut Omnya pulang .…” Om itu lagi, Om itu lagi. Seberapa baik dan seberapa hebat orang itu sehingga Zikra langsung bisa menempel padanya?Zikra tak pernah seperti ini sebelumnya. Anak ini selalu berhati-hati dengan orang yang belum dikenal. Salwa menghela nafas panjang sebelum ia kembali berucap, “Memangnya Omnya ada di mana kok Zikra ketemu lagi sama Om itu?” “Kan ada di rumahnya Pak Ustaz.” Oh, jadi dia temannya Ustaz Adam?“Lain kali jangan terlalu dekat sama orang yang belum kenal.” “Tapi Om itu baik, Zikra pengen punya Ayah kaya Om.” Kembali menghembuskan nafas kasar, Salwa segera mengalihkan pembicaraan. “Ya sudah, ini sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-10

Bab terbaru

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 77: End

    Tidak terasa sudah tiga hari Raffa menginap di rumah Mami Nida dan Papi surya. Banyak yang sudah dilakukannya di sana karena kedatangannya disambut antusias oleh warga setempat. Masjid yang biasanya sepi berubah menjadi ramai seketika semenjak mengetahui ada tamu luar biasa yang datang dari kota. Banyak dari mereka yang memintanya untuk mengadakan kajian setiap harinya; baik kuliah subuh maupun sehabis maghrib di masjid-masjid dekat daerah itu.Kali pertama Raffa berdakwah di hadapan mertua dan istrinya. Menjadi kebanggan tersendiri di hati Surya dan Nida. Sungguh pilihan yang tepat, tak sia-sia Sarah batal menikah dengan Fery. Rupanya, sosok yang dinikahinya adalah seorang pemuda yang lebih hebat daripada dokter itu. Bahkan kedatangannya pun dapat mengangkat derajat Mami dan Papi Surya. Semua terpana terkagum-kagum. Dan kedua orang tua itu juga merasa menjadi lebih disegani masyarakat karena anaknya menikah dengan salah satu putra ulama terkenal di negeri ini, yaitu Abah Hasyim A

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 76: Menjemput Kesayangan

    Tampaknya tidak ada yang terlihat membahayakan di raut wajah mereka berdua. Mereka mengobrol selayaknya orang yang telah akrab tanpa ada aura-aura yang memancing keributan. Sarah mendesahkan nafasnya lega, fiuhhh. Semoga semua akan baik-baik saja seperti sedang yang terlihat.“Loh, Mas. Kok kamu ada di sini?” tanya Sarah. “Kenapa nggak ngabarin kalau kamu mau ke sini.”“Kejutan,” hanya itu jawaban Raffa dibubuhi oleh seulas senyum.“Anak-anak sama siapa kamu tinggal?” tanya Sarah lagi.“Sama Maryam.”Maryam lagi, Maryam lagi. Duri dalam daging, musuh dalam selimut, serigala berbulu domba entah sebutan apalagi yang pantas untuk wanita itu. Mungkin kalau Maryam tak menyukai Raffa, mana mungkin dia mau membantu kesulitan Raffa. Dan hanya sesama perempuan yang tahu, karena laki-laki itu memang kurang peka.“Oh,” kata Sarah dengan nada yang bercampur baur dengan kekecewaan.“Oh iya, langsung saja Cilla.” ucap Fery yang masih saja memanggilnya Priscilla. “Aku hanya ingin mengantarkan undang

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 75: With You

    Raffa menoleh pada saat melihat pintu terbuka. Ia melihat Umminya yang sedang tersenyum tulus dan membawakan sesuatu untuknya yang terletak diatas nampan. “Ummi, jangan repot-repot, nanti Raffa bisa ngambil sendiri.” ia berusaha baik-baik saja walaupun kepala sedang berdenyut hebat. Karena takut menambah kekhawatiran Ummi kepadanya. “Nggak papa, kamu kan lagi sakit,” jawab ummi sambil meletakkan makanannya ke meja. Kasih Ibu memang sepanjang masa. Sampai Raffa telah menginjak umur yang bisa dikatakan kepala tiga seperti ini pun masih sangat diperdulikannya. Tak ada lagi wanita yang lebih mulia dibandingkan dengan seorang Ibu di dunia ini.“Apa nggak sebaiknya kamu kabari Sarah kalau kamu sedang sakit, Nak.”“Nggak usah, Bu. Raffa takut Sarah kepikiran. Biar Sarah tinggal di sana dulu sepuasnya sampai pikirannya fresh lagi,” jawab Raffa sambil menerima satu dua suap dari tangan Ummi.“Benar kata Mami, mungkin Sarah sedang butuh berlibur. Salahnya Raffa juga karena nggak pernah mengaj

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 74: Penyesalan Seorang Pengkhianat

    “Apa kamu masih marah?” tanya Raffa. Masih berada di samping istrinya.“Aku bukan orang yang sesabar itu seperti Salwa, masih ada ganjalan di sebelah sini,” tunjuk Sarah di dadanya.“Jangan bawa-bawa nama itu, nanti kita bisa bertengkar lagi,” jelas Raffa menekankan kalimatnya. Karena sedikit saja masalah sepele bisa membuat mereka naik darah. Untuk saat ini, menghidari adalah lebih baik. “Aku jujur, Sarah, aku mencintaimu. Aku siap dihukum jika aku berbohong.”“Aku masih butuh waktu, Mas,” jawab Sarah akhirnya setelah lama terdiam.Raffa menunduk dan menghela nafasnya, “Apa kamu masih ingin tetap pergi bersama Mami dan Papi?”Sarah mengangguk pelan. Kenapa harus seperti ini, Raffa harus bagaimana dan cara apa yang harus dilakukan agar Sarah tak meninggalkannya?“Apa itu harus? Kalau begitu, aku ikut saja.”“Nggak usah, kamu banyak tugas di sini, Mas. Untuk apa kamu ikut?”“Sarah, apa kamu masih nggak percaya?”“Percaya, tapi aku masih perlu bukti,” jawab Sarah."Itu sama saja!" sahu

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 73: Meminta Maaf

    “Sarah! Sarah!” panik Raffa langsung menghampiri. “Sarah, kamu kenapa?” Ia menyatukan wajahnya di kening Sarah. Otak Raffa mendadak kosong tak bisa berpikir apa-apa lagi. Tubuhnya bergetar juga mengeluarkan keringat dingin.Sementara Sarah terus meringis menahan sesuatu yang terasa sakit dan begitu memelintir. Ini sama dengan kemarin yang dirasakannya sebelum Raffa pulang ke Indonesia. Dengan kesadaran yang sudah hilang setengahnya, Raffa mengangkat tubuh Sarah ke sofa agar Sarah bisa berbaring dengan nyaman. Raffa segera menghubungi dokter yang sebelumnya menangani Sarah.“Bangun sayang Plis, kamu jangan mati, jangan mati.” bibir Raffa bergetar ketakutan. Ia tak bisa membayangkan apa yang terjadi jika Sarah tiada. Seumur hidupnya, Raffa tak pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.“Sarah, bangun Sarah ….” air mata telah menetes-netes di pelupuk mata sebab karena teringat bagaimana istrinya dulu. Terpejam karena kesakitannya melahirkan seorang anak dan tidak bisa bangun lagi. Trauma aka

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 72: Menguping Pembicaraan Maryam

    Raffa seketika langsung menendang kopernya lalu menghampiri Ummi yang sudah tergeletak di lantai. Mata beliau terbuka, tapi bibirnya pucat. Pun suara teriakannya yang sudah tak terdengar lagi. Hanya karena mementingkan emosi, Raffa mengorbankan seorang perempuan yang paling dicintainya. Raffa mengangkat tubuh kepala Ummi dalam tangis.“Ummi, Ummi, maafkan Raffa Ummi....” Raffa mengguncang tubuh Umminya yang sudah tergolek lemas. “Ada apa ini?” tanya Abah mendekat di susul oleh beberapa anggota keluarga yang lain. Seperti Maryam, Latief dan asisten rumah tangga yang turut menyaksikan. “Astaghfirullah!” Beliau lantas berjongkok. “Ummi!”“Ayo cepat bawa ke rumah sakit!” titah Abah.“Ada apa sebenarnya ini Raffa?” tanya Latief. “Kenapa Ummi bisa sampai jatuh?”Sarah turun dengan sedikit tergesa untuk melihat dengan jelas apa yang terjadi. Wanita itu hanya bisa menangis namun tak bisa berbuat apa-apa.“Ini pasti gara-gara kalian berantem, aku mendengarnya tadi, Bah. Kata Maryam itu mereka

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 71: Emosi Selalu Mengundang Bahaya

    Raffa keluar setelah obrolan mereka selesai. Ia buru-buru menghapus sisa-sisa kesedihan yang baru saja terlukis di wajahnya untuk menyambut anak-anaknya tercinta. Yang kini sudah terdengar celotehannya setelah mobil jemputan terhenti di depan rumah.“Papaaaaa!” teriak anak-anak yang baru saja pulang bersama Maryam dan juga kedua anaknya. Wajah-wajah ceria dan suka cita berlarian ke dalam rumah. Tas masih menggendong di punggung keduanya. Syifa tidak sekolah, tapi anak kecil itu hanya meniru-niru membawa tas seperti kakak-kakaknya.Kedua anak itu langsung memeluk papanya yang sudah sangat dirindukan. Berapa minggu mereka tak bertemu? “Hihihi, Papa kok banak rambutna?” tanya Syifa lucu melihat jambang Papanya.“Iya ini papa belum cukur, sayang. Gimana kabarnya ini anak-anak Papa.”“Baik, Pa,” jawab Zikra.“Cipa juda baik Pa,” sahut Syifa ikut-ikutan.Raffa berjongkok untuk mengimbangi tinggi mereka untuk berbalas mencium keduanya dengan penuh kasih sayang. Tak pernah bosan rasanya mena

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 70: Kabar Baik Tapi Tak Menyenangkan

    “Assalamualaikum!”“Waalaikumsalam,” jawab Ummi seraya berjalan keluar menyambut suara yang tak asing di telinganya. Siapa lagi kalau bukan putra kesayangannya, yaitu, Raffa Ar Rasyid.Ummi sangat merindukan Raffa yang sudah pergi meninggalkan rumah selama hampir satu bulan lamanya. Banyak hal yang terjadi setelah Raffa pergi. Ummi pikir, beliau harus segera menyampaikannya setelah Raffa tak lelah lagi.“Waduh, itu jambang sudah sampai ke mana-mana, kamu nggak cukur di sana Nak?” tanya Ummi yang pangling dengan penampilan baru putranya. Jambang hampir menutup sebagian wajahnya. "Sudah seperti Wan Qodir kamu, Nak."Raffa terkekeh pelan.“Lagi malas merawat diri, Ummi. Akhir-akhir ini Raffa jadi pemalas,” jawab Raffa kemudian menyambut uluran tangan Ummi, cinta pertamanya.“Hati-hati, malas itu salah satu godaan setan. Jangan lupa terus beristigfar kalau malas ya, Nak,” kata Ummi menasihati. Lalu di respons dengan anggukan kepala.“Memangnya kelihatan jelek, ya?”“Iya, sedikit lebih tua

  • Dosa Dibalik Cadar    DDC 69: KENANGAN MENYAKITKAN

    Malam telah berganti pagi. Dunia terasa cepat sekali berganti hari. Tak terasa sebentar lagi sudah waktunya Raffa pergi dari rumah dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Sanggupkah? Sanggupkah Sarah menahan rindu selama itu. Sarah sudah terbiasa dengan Raffa yang selalu tidur di sisinya. Bagaimana bila besok ia sendiri?Sarah akui, ia sudah sangat mencintai Raffa. Tak bisa hidup tanpanya.Sarah membuka pintu pintu lemari mengeluarkan baju-baju milik suaminya untuk ia packing ke dalam koper. Tapi bukannya mengambil, Sarah malah tertegun seakan tak rela bila suaminya pergi.“Kenapa melamun?” tanya Raffa lalu memeluknya dari belakang. Jarak yang begitu dekat membuatnya mampu merasakan hembusan nafas hangat Raffa yang menerpa kulit lehernya. Dan Sarah menyukai itu.“Nggak papa,” elaknya, "jangan lama-lama di sana ya."“Aku hanya pergi sebentar. Kalau kamu sama anak-anak bisa ikut sih udah aku bawa. Kita ke sana sama-sama sambil bulan madu. Tapi sayangnya Zikra masih sekolah ‘kan?”"Kita

DMCA.com Protection Status