Seorang pria tua berkacamata, dengan rambut dan janggut yang telah memutih, tampak sedang fokus membaca jurnal di layar laptopnya. Dia tidak menyadari jika sejak tadi ada dua pasang mata yang mengamatinya.“Profesor.”Pria tua itu mengerutkan keningnya. Suara yang memanggil memasuki telinganya itu tidak terdengar asing. Dia menoleh ke belakang untuk memastikan.“Jack?” Senyum merekah diwajahnya yang telah dipenuhi kerutan. Dia berdiri untuk membuka kedua tangannya.“Profesor Jim.” Jack memeluk dosen favoritnya dengan hangat.Sekelibat ingatan di masa lalu mencuat di kepala Jack. Ketika Profesor Jim merekomendasikan dirinya kepada para dosen lainnya. Karena itu, Jack kerap menerima pekerjaan tambahan dari para dosen, seperti merapikan dokumen, mengumpulkan data, dan lain sebagainya. Dan dia mendapatkan uang tambahan dari pekerjaan-pekerjaan tersebut. Lebih dari itu, Jack juga mendapatkan banyak pengetahuan dan ilmu baru secara tidak langsung.Jack juga tidak lupa bagaimana Profesor Jim
"Aku tidak tahu jika ada orang yang ngefans padamu lebih daripada aku," bisik Claire."Percayalah, sejak awal memang ada aura idola dalam diriku. Hanya saja, tidak semua orang bisa melihatnya."Claire memanyunkan bibirnya. Sebagai hadiah, Jack memberikan pelukan padanya. Beberapa orang yang melihat mereka berbisik-bisik. Entah apa yang mereka katakan, tapi yang jelas ekspresi iri terlihat di wajah mereka. Hingga akhirnya mereka yang masih berjalan mengikuti Profesor Jim sampai juga di auditorium kampus. Namun, saat mereka baru saja melewati pintu utama, mereka bertemu dengan Elena Stuart lagi."Profesor Jim, anda mengajak Jack dan pacarnya ke mari juga?" sergap Elena dengan sebelah alis terangkat."Ayo kita duduk di sebelah sana." Profesor Jim berbicara tanpa menjawab pertanyaan Elena, bahkan dia bersikap seperti tidak mendengar ataupun melihat keberadaan dosen muda itu.Elena mendengkus kesal. Dia merasa diremehkan. Tidak terima begitu saja, dia berkata, "Profesor Jim, aku menghorm
Sementara itu, dengan kecemasan menyundul langit, Elena terlihat kebingungan di tempat parkir utama University of Carnaby. Dia berkacak pinggang di samping mobil Lamborghini Egoista."Di mana sebenarnya Tuan Muda Roodenburg sekarang? Tidak ada mobil Lamborghini yang memasuki kampus selain mobil ini. Ini pasti mobil Tuan Muda Roodenburg." Elena menjadi semakin yakin karena ada logo keluarga Roodenburg pada mobil tersebut. "Tapi di mana Tuan Muda? Tidak mungkin aku menanyakannya lagi pada Tuan Matthew. Aku tidak boleh terlihat bodoh di depan orang-orang kelas atas, terlebih lagi di hadapan mereka yang ada kaitannya dengan Tuan Muda." Elena menggeleng sebelum memegang kepalanya sendiri.Sebenarnya, Elena sudah menyiapkan tempat khusus untuk sang tuan muda. Itu benar-benar tempat yang sangat eksklusif dengan segala sesuatu di dalamnya adalah hanya yang terbaik kualitasnya. Dia menyewa furniture itu secara khusus untuk hari ini saja. Tidak hanya itu, Elena juga telah membayar barista unt
‘Ayo, ayo, cepat keluar. Tunjukkan dirimu, Tuan Muda,’ batin Elena tidak bisa berhenti berbicara. Dia bahkan mengepalkan tangannya karena gemas menunggu sosok keluar dari dalam Lamborghini Egoista.“Akhirnya,” desis Elena ketika melihat seseorang dari dalam mobil itu menurunkan kakinya.Itu memang kaki seorang laki-laki yang mengenakan celana panjang dan sepatu fantofel.Memperhatikan model dan merk sepatu yang dikenakan sosok tersebut, Elena tersenyum lebar. Itu jelas bukan sepatu sembarang yang bisa didapatkan hanya dengan membayar tagihan yang murah.Elena tahu, pria tersebut mengenakan sepatu branded edisi terbatas dengan kuaitas nomor satu. Jika ingatan Elena tidak salah tidak, sepatu itu hanya ada tujuh pasang saja di dunia. Jadi, tidak mungkin jika sepatu tersebut dimiliki oleh orang kalangan menengah, bahkan pria dari kalangan atas pun belum tentu bisa mendapatkannya.“Aku yakin, dia memang Tuan Muda Roodenburg.” Elena membuat penjaga yang ada di sampingnya menoleh beberapa ka
Dengan langkah dipercepat dan dipanjang-panjangkan Elena memasuki pintu utama auditorium kampus. Dadanya ingin meledak atas kemarahan yang sangat besar.‘Kurang ajar! Pecundang itu memang sialan! Berani sekali dia bertindak begitu jauh? Aku tidak menyangka jika Jack nekat berbuat seperti ini. Dia merusak segalanya. Memang setan!” Di kepalanya muncul banyak sekali umpatan yang ditujukan untuk Jack.Maka, ketika wanita itu sudah lebih dekat dengan deret kursi undangan, matanya menyisir ke area belakang untuk menemukan sosok Jack. Dia menautkan kedua alisnya bermaksud untuk membuat penglihatannya menjadi lebih tajam. Auditorium itu sangat luas. Elena harus lebih teliti untuk bisa menemukan apa yang dicari.Ketika itu, rektor kampus sedang menyampaikan pidatonya. Jelas saja Elena mengumpat tiada akhir karena semestinya dia duduk tenang dengan penuh kebanggaan detik ini. Rektor pasti akan memberikan sanjungan padanya karena telah berhasil menyelenggarakan acara dengan sangat baik, telah me
Jack mengerutkan keningnya ketika melongok ke arah belakang Matthew. Matanya menangkap sosok wanita yang sedang diperbincangkan Matthew."Bagaimana jika kamu bertanya langsung pada Elena?" Jack melambai-lambaikan tangannya. "Halo, Elena!" Claire menatap pacarnya lekat-lekat dengan kedua mata terbuka lebar. Ekspresi keheranan terlihat jelas di wajahnya.Bagaimana mungkin Jack menyapa wanita menyebalkan dengan begitu ramah?Meskipun Jack tidak terlihat marah atau kesal, wajah Elena mendadak pucat seperti kertas, seolah dia baru saja melihat hantu paling menyeramkan. Tidak hanya itu, jantung Elena juga berdetak sangat cepat hingga dadanya bergetar.Elena mematung dengan ekspresi wajah yang rumit. Dia tidak tahu harus berbuat dan berkata apa ketika Matthew berbalik dan menatapnya.Saat itu auditorium yang luas dan diisi oleh banyak orang terasa begitu sempit dan sunyi, seolah itu adalah ruangan hampa udara yang membuat napasnya menjadi sesak."Nona Stuart, kebetulan sekali anda di sini.
Matthew terbelalak mendengar pernyataan Claire. Dia menatap tajam ke arah Elena hingga membuat wanita itu semakin ketakutan."Tuan Matthew, sebenarnya kami berdiri di sini karena Elena tidak mengizinkan kami untuk duduk. Dosen Jack telah menyanggupi untuk meminta pihak perlengkapan untuk mengambilkan kami kursi, tetapi Elena melarang dengan dalih menyalahi prosedur. Tak tahu prosedur mana yang dia maksud, mungkin prosedur mempermalukan orang lain!" Claire meluapkan kemarahannya.Sejak tadi dia berusaha keras untuk diam, bahkan sangat diam. Itu tidak seperti dirinya yang biasanya tidak pernah berhenti berbicara. "Anda tahu Tuan Matthew, wanita ini telah menghina Jack dengan kata-kata yang sangat kasar. Jika Jack tidak memperingatkanku untuk mengendalikan diri sejak kemarin, sudah pasti aku akan memberikan tamparan keras di wajahnya." Claire mengangkat tangan kanannya. Dia membuat Elena takut!Tapi itu masih belum cukup, Claire melanjutkan, "Aku juga berpikir untuk meninju bibirnya hin
Elena tahu dia tidak memiliki kesempatan untuk membela diri. Pasalnya kesalahan yang dia lakukan terlalu nyata, dan sungguh sial karena Jack sebagai Tuan Muda Roodenburg, justru menjadi korban sekaligus saksi utama.Jadi bagaimana bisa dia mengelak atau menyampaikan alasan untuk membuatnya tidak terlihat seperti wanita yang buruk?Elena menurunkan pandangannya, melihat ke arah tangan Jack. Tepat sekali, dia memang berpikir akan meminta maaf dengan memegang tangan itu, menciumnya seperti tangan yang suci."Tuan muda, tolong maafkan saya. Saya tahu kesalahan yang saya lakukan sangat sangat besar, dan mungkin tidak bisa diampuni lagi. Sikap saya sangat keterlaluan. Saya sudah melakukan hal-hal buruk kepada anda, meskipun anda selalu bersikap baik kepada saya selama ini. Tuan Muda memang orang yang sangat baik. Anda memiliki hati seperti malaikat. Sedangkan saya, saya begitu buruk, bahkan lebih buruk dari iblis sekalipun." Elena sengaja memuji-muji Jack sekaligus merendahkan dirinya send
Bulan bundar sempurna. Dari loteng Greenroad Villa, angin membuat pucuk pohon cemara seperti sedang menggesek-gesekkan tubuhnya pada purnama. Ada kopi yang mengepul di dalam dua cangkir putih di atas meja kayu. Tangan yang kekar tampak mengambil satu di antara cangkir itu. “Ini sangat indah,” kata Claire setelah sang suami menyesap kopi. Dia mengagumi pemandangan malam hari di tempat itu. Jack menggeleng. “Ada yang lebih indah dari ini.” Dengan wajah berseri Claire menyahut. “Benarkah?” “Hm.” Jack kembali menyeruput kopi buatannya sendiri. “Cepat katakan padaku. Aku ingin melihatnya besok.” Claire semakin bersemangat. “Kenapa harus menunggu besok?” “Jadi, aku bisa melihatnya sekarang?” “Tentu saja.” Claire bertepuk tangan kegirangan. “Di mana aku bisa melihatnya?” Dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jack. “Pergilah ke kamar.” Claire yang mendengarkan suaminya dengan sungguh-sungguh mengernyetkan keningnya. Namun, dia tetap berkata, “Lalu?” “Saat kamu berdiri di de
Orang-orang terkejut dengan reaksi Jack atas apa yang dilakukan Claire, tanpa terkecuali Claire itu sendiri. Sejak mengenal Jack hingga mereka memutuskan untuk menikah, Jack tidak pernah membentaknya, kecuali hanya jika dia bersalah.‘Lalu, apa salahku?’ batin Claire sambil menatap suaminya.Beberapa wanita yang berada di kursi tamu juga tidak menyangka bahwa sang tuan muda akan membentak istrinya. Mereka sampai memegangi dada karena terkejut. Menurut pandangan mereka, apa yang dilakukan Claire sudah benar.Orang-orang yang kurang ajar itu pantas mendapat dua sampai tiga tamparan lagi. Beberapa di antara tamu malah ingin menjambak mereka juga.Jika Claire syok, tidak demikian dengan Lady. Meski tamparan Claire membuat pipinya terasa sakit, dia senang mengetahui sang tuan muda dengan cepat membentak istrinya karena sudah bersikap kasar. Itu artinya, dia masih memiliki kesempatan. Entah kesempatan apa yang dimaksud oleh Lady.“Tuan Muda,” ucap Matthew merasa perlu untuk membela Claire.
Tidak dipungkiri, aura yang keluar dari Jack membuat empat wanita itu tertekan. Mereka tampak mencengkeram pakaian sendiri untuk menyembunyikan tangan mereka yang bergetar karena takut. “Lady,” panggil Jack karena empat wanita itu membisu tanpa kata. Lady memaksakan diri untuk tersenyum. “Sa-saya, Tuan Muda.” Jack tertawa mendengar Lady yang dahulu mengoloknya sebagai pecundang, kini memanggilnya dengan sebutan demikian, dan itu dikatakan dengan nada bicara yang lembut. “Kamu bersikeras ingin menemuiku. Katakan, sesudah ini, apa yang kamu inginkan?” Jack memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sejujurnya, reaksi Jack yang berubah-ubah, terkadang tampak murka, terkadang begitu ramah, malah membuat Lady bingung. Dia sadar benar jika Jack berhak murka. Dan dia akan menerima apa saja yang akan Jack lakukan. Lady sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ekspresi wajah teman-temannya. Dia yakin, ekspresi wajahnya sekarang juga tidak jauh berbeda dari mereka; takut, cemas, be
Para pengawal menunda untuk menyeret Sophie dan kawan-kawannya keluar karena mendengar ucapan berwibawa dari seorang pria. Itu adalah ucapan yang tidak mungkin mereka abaikan.Benar, Jack sendiri yang menahan para pengawalnya meringkus para wanita pembuat onar. Kini, tempat itu seperti membeku. Semua orang bergeming melihat wajah tenang Jack selagi bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya."Apa yang akan Tu-tuan Muda lakukan?" tanya Gary menyaksikan Jack berjalan ke tepi panggung usai berpamitan dengan istrinya. Meskipun Gary hanya melihat dari layar kaca televisi, napasnya ikut tertahan juga.Sebagai orang yang memiliki banyak kesalahan pada Jack, Gary tentu mencemaskan kehidupannya. Dia menjadi paham tentang hal buruk yang terus menimpanya, walau itu tidak seburuk apa yang menimpa David, Gary sempat frustrasi atas grafik hidupnya yang merosot. Melihat keadaannya sekarang, sudah mampu menjelaskan segala kesialan yang menimpanya.Lalu, bagaimana jika ternyata kesialannya masih
Satu teriakan itu berhasil memprovokasi tamu undangan lainnya. Kini tempat itu dipenuhi oleh seruan yang meminta Tuan Muda Roodenburg untuk mencium istrinya. Kedua pipi Claire memerah mendengarnya. Dia bahkan melepas rangkulannya dari leher Jack, sedikit tertunduk menghadap para hadirin. Jack mengambil napas melihat istrinya demikian. Dia mendekatkan wajahnya pada Claire, membuat para hadirin menghentikan seruan mereka. Semua tegang menunggu apa yang akan Tuan Muda lakukan. “Jangan cemas. Aku tidak akan melakukannya di depan umum,” bisik Jack sangat rendah, hingga hanya Claire yang bisa mendengarnya. Wanita itu menoleh pada suaminya dengan wajah cerah. Sementara para hadirin masih menanti sang tuan muda melakukan apa yang mereka harapkan. Dalam saat-saat sunyi itu, mendadak terdengar panggilan dari deret kursi belakang. “TUAN MUDA!!” Orang-orang terkejut. Mereka menoleh ke belakang, ke sumber suara, demi melihat kenampakan wanita yang begitu lancang memanggil Tuan Muda Roodenbu
Prosesi pernikahan Tuan Muda Roodenburg dengan Nona Claire Boutcher telah selesai. Kini, persahabatan mereka sudah resmi menjadi hubungan suami istri dengan ikatan cinta yang suci. Kebahagiaan itu tergambar jelas di wajah kedua mempelai, keluarga, dan para tamu undangan, kecuali empat sekawan yang duduk di kursi belakang. Sophie yang sejak tadi menitikan air mata, kini memeluk Lady untuk menyembunyikan isakannya setelah melihat Jack mencium kening Claire. Masih hangat dalam ingatan Sophie, selama dia dan Jack dahulu berpacaran, Jack tidak pernah meminta ciuman darinya. Sedangkan saat menjadi kekasih David, pria itu meminta segalanya darinya, bahkan di hari pertama mereka berpacaran. Sungguh, dahulu Sophie menilai Jack sebagai pecundang meski dalam hal percintaan. Sementara dia memberikan penilaian sangat tinggi untuk David, dan menganggapnya sebagai pria sejati yang bergairah. ‘Tapi lihat sekarang. Jack menikahi Claire di depan seluruh warga Rhineland dengan gagah dan penuh kharisma
“Dari suaranya saja, jelas sekali jika Tuan Muda adalah orang yang ramah dan rendah hati. Daripada dirinya, jelas kita semua yang mendapat kesempatan untuk hadir di acara ini begitu bahagia dan merasa terhormat. Kita benar-benar beruntung. Bahkan jika seseorang membeli undangan pernikahan dari Tuan Muda dengan harga fantastis, aku akan dengan yakin menolaknya. Ini benar-benar momen patah hati yang paling berharga.” Grace tersenyum lebar dengan pandangan mata tertuju pada layar besar yang ada di sisi kanan panggung. Dalam layar itu menampilkan sosok pria bertopeng yang menyita perhatian seluruh manusia di Rhineland.Dua layar besar memang sengaja disediakan di samping panggung demi membantu para hadirin yang duduk di kursi belakang, supaya tetap bisa melihat dengan jelas jalannya acara. Apa yang ditampilkan dalam layar itu adalah apa yang terlihat di layar televisi juga. Sebenarnya Grace dan rombongan sedikit kecewa karena mereka mendapat kursi di deret paling belakang, tetapi mereka
"Jika yang berbicara ini adalah David yang dahulu, aku pasti percaya. Tapi David, sekarang kamu bahkan hanya tinggal di kos sempit ini. Tidak mungkin kamu bertemu dengan wanita dari kelas atas." Gary mengambil kripik kentang dan mengunyahnya dengan santai. Tidak ada lagi rasa segan atau was-was akan membuat David tersinggung. "Mungkin saja David melihatnya saat masih menjadi manajer keuangan di Big Roodgroup." Gary menimpali.Namun, David masih bergeming. Dia tidak menggeser sedikit pun pandangannya dari kaca televisi. Kerutan di keningnya semakin banyak."David." Bahkan panggilan pelan dari Gary membuat David terkejut.Sambil menggelengkan kepala, David berkata, "Tidak salah lagi, dia memang wanita itu."Ryan bertanya, "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku sangat yakin, dia, mempelai wanita Tuan Muda Roodenburg adalah wanita kasar yang bekerja di King Pizza. Dia berteriak-teriak memakiku dan Sophie. Dia melarang kami masuk ke kedai itu."Gary dan Ryan sempat melihat satu sama lain sebelu
Greenroad Villa hari ini terlihat sangat ramai. Para pelayan begitu sibuk ke sana ke mari mengurus segala keperluan, apalagi sejak tadi para tamu sudah mulai datang.Banyak tamu istimewa yang datang ke acara pernikahan paling mewah dan fenomenal ini, misalnya para pejabat, artis, konglomerat, dan lain sebagainya. Mereka sangat antusias mengingat ini adalah pernikahan pewaris tunggal keluarga Roodenburg, keluarga dengan kekayaan, popularitas, dan pengaruh paling besar.Memangnya siapa yang mau melewatkan undangan pernikahan pewaris tunggal dari keluarga nomor satu dari orang-orang kelas atas?"Sebenarnya, aku masih trauma dengan kejadian di malam amal itu." Lady menggandeng lengan Sophie. "Aku tidak menyangka jika undangan pernikahan itu asli. Rasanya ini terlalu ... mendadak, super mendadak. Untung saja kalian memaksaku ikut, jika tidak, aku akan lebih menyesal lagi karena tidak hadir di acara berbahagia idolaku, meski mungkin tidak lama lagi aku akan menangisinya." Lady melanjutkan.