Share

Bab 25

Author: Hangga
Rafa menghela napas, lalu pergi menggendong Alice sebelum berkata, "Lepaskan saja talinya, pengobatan sudah selesai dan hasilnya sangat baik."

Mega akhirnya sadar dan buru-buru merapikan pakaian Siti sambil tersenyum. "Selesai, Siti! Tangan kananmu sudah sembuh, sekarang bisa bergerak lagi!"

Brawa pun bereaksi, wajahnya berubah penuh kegembiraan. "Hahaha! Siti sudah sembuh! Ini luar biasa!"

Mega segera melepaskan tali yang mengikat Siti, lalu membawanya kembali ke dalam rumah.

Brawa mengajak Rafa masuk untuk minum teh dan bertanya, "Rafa, gimana bisa tiba-tiba tangan Siti sembuh begitu saja?"

"Maaf ya, Paman. Tadi aku melakukan itu bukan bermaksud melecehkan Siti." Rafa mengangguk dan menjelaskan, "Siti mengalami kondisi yang disebut neurosis reaktif, semacam saraf yang tertidur. Ibarat mesin yang mati mendadak, tapi mesinnya sebenarnya nggak rusak dan hanya perlu dinyalakan kembali."

"Tapi, kasus Siti cukup parah, akupunktur dan obat pun nggak akan berpengaruh. Jadi, aku terpaksa memb
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 26

    "Terima saja! Kalau kamu menolak, berarti kamu meremehkanku!" Tanpa memberi Rafa kesempatan menolak, Brawa langsung menyelipkan uang 6 juta itu ke dalam sakunya.Tidak ada gunanya menolak. Akhirnya, Rafa menerima uang itu dan mengangguk. "Baiklah. Paman, aku pamit dulu. Kalau masih ada masalah dengan tangan Siti, suruh dia datang menemuiku saja."Satu tamparan, untung 6 juta. Lumayan juga.Brawa mengangguk, mengantar Rafa keluar.Mega tiba-tiba menambahkan, "Paman, kamu kenal banyak pengusaha besar. Kalau ada kesempatan, kenalkan Rafa ke mereka ya. Rafa ini dokter hebat, spesialis penyakit yang sulit disembuhkan!"Brawa mengangguk berkali-kali. "Tentu saja! Aku akan bantu promosikan dokter sakti dari desa kita!"Rafa mengucapkan terima kasih. Sambil menggendong Alice, dia berjalan pulang bersama Mega.Enam juta dari satu pasien, jantung Rafa sampai berdebar kencang karena terlalu gembira.Mega meliriknya sambil menyeringai. "Rafa! Hari ini aku yang bantu dapat pasien. Kamu mau kasih ak

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 27

    Rafa berkata jujur, "Kak, dia cuma minta aku menemaninya ke warnet, bukan bilang mau pacaran denganku.""Ke warnet bukannya sama saja dengan pacaran? Lama-lama juga bakal nyambung ...." Miko tertawa, mendorong Rafa. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku sudah cocok sama Mega, jadi kamu harus bisa mendapatkannya!"Rafa merasa pusing. "Kak, kamu kira ini kayak beli ayam di pasar? Tinggal nawar harga terus bisa dibawa pulang? Hal kayak begini itu butuh yang namanya jodoh.""Anak kecil tahu apa soal jodoh? Yang penting cewek, bisa punya anak, sudah cukup!" Miko tertawa, lalu pergi memandikan Diah.Rafa hanya bisa mengangkat bahu dan melanjutkan pekerjaannya sendiri. Sebenarnya, Rafa juga ingin pergi ke kota.Sekarang dia punya uang, jadi bisa membelikan kursi roda untuk Diah, juga membeli beberapa buku medis modern untuk menambah wawasannya.Meskipun sudah memiliki ilmu medis turun-temurun, Rafa tetap ingin belajar ilmu medis modern. Selain itu, dia juga ingin membeli beberapa bahan obat dasar d

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 28

    Rafa merangkul bahu Mega. "Ya sudah, kita coba saja!"Kali ini, Rafa bisa memenuhi keinginan Miko. Miko menyuruhnya mendapatkan Mega dan ternyata benar-benar berhasil.Namun, kalau dipikir-pikir, seharusnya bukan dia yang mendapatkan Mega, melainkan Mega yang berhasil mendapatkan dirinya.Mereka terus bermesraan hingga tiba di kota. Sayangnya, penumpang di dalam bus semakin banyak, membuat mereka merasa tidak leluasa. Jadi, mereka hanya bisa menahan diri.Begitu tiba, Mega langsung membawa Rafa ke satu-satunya warnet di kota untuk menyelesaikan tugas online-nya.Rafa berkata, "Aku mau ke toko obat dulu. Mega, kamu selesaikan tugasmu dulu. Nanti aku ke sini lagi setelah selesai belanja.""Oke, aku tunggu kamu buat makan bareng." Mega mengangguk.Di toko obat, wanita yang dulu sering meremehkannya kini malah bersikap antusias. "Dik! Lama nggak ketemu, senang bisa melihatmu lagi!""Halo!" Rafa yang merasa senang pun mengeluarkan uang dan berkata, "Aku datang hari ini untuk bayar utang. Ke

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 29

    Malik terkejut dan mengangguk. "Dik, kamu benar sekali. Aku sendiri adalah seorang dokter, obat itu memang kuracik sendiri ....""Obat yang dulu dikonsumsi oleh Kak Mega juga kamu yang buat, 'kan?" tanya Rafa."Benar, aku minta maaf." Malik tersenyum canggung.Rafa tersenyum tipis. "Tadi saat aku memeriksa nadimu, aku lihat telapak tanganmu panas, lidahmu berwarna merah gelap, dan nadimu sangat lemah. Jelas, kamu kekurangan energi yin. Sebelum kamu kena strok, apa kamu sering mengalami insomnia dan telinga berdenging?""Astaga, kamu luar biasa! Benar sekali!" Malik sangat gembira. Dia langsung menggenggam tangan Rafa. "Aku sudah menjadi dokter seumur hidup, tapi baru kali ini bertemu ahli sepertimu. Ini benar-benar takdir!""Pujianmu berlebihan." Rafa mengeluarkan kertas dan pena, lalu menulis resep dengan cepat. "Kamu perlu perawatan untuk menyeimbangkan energi yin dan meredakan gangguan angin. Minum obat ini. Sesuai perkembangan kondisi, dosisnya bisa disesuaikan.""Selain itu, aku a

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 30

    Rafa berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apa bisa suruh dia keluar? Biar kuperiksa dulu."Malik langsung mengangguk dan masuk ke kamar untuk berbicara dengan Zafia.Tak lama kemudian, Zafia keluar dengan kepala tertunduk dan menyapa, "Halo, Dokter Rafa."Rafa mengangguk dan meminta Zafia duduk. Dia mengamati tanda lahir di wajah gadis itu dengan saksama.Tanda lahirnya sebesar kotak rokok, membentang dari pipi kanan hingga ke dahi kanan. Warnanya sangat gelap dengan sedikit rona merah kehitaman.Malik yang berdiri di sampingnya menjelaskan, "Sudah beberapa kali dilakukan perawatan dengan laser, tapi nggak ada hasil. Dokter bilang ini karena peningkatan pigmen yang menembus hingga ke lapisan kulit terdalam, makanya sangat sulit diobati. Zafia juga jadi murung karena hal ini. Dia sampai nggak mau keluar dari rumah."Dalam dunia medis modern, laser memang bisa menghilangkan tanda lahir dengan area kecil. Akan tetapi, jika tanda lahirnya sedalam dan sebesar ini, pengobatan masih terbatas.Ra

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 31

    "Tentu saja bisa!" Mega mengangguk. "Kita bisa daftar akun di berbagai forum dan mengunggah pengumuman pencarian. Kita catat baik-baik kata sandinya, lalu sesekali login untuk cek. Mungkin, ada petunjuk yang muncul nanti."Rafa sangat senang dan segera membantu Mega mengurusnya. Setelah satu jam, mereka berhasil memposting lebih dari 10 pengumuman pencarian. Setelah itu, mereka baru keluar dari forum.Saat jarum jam menunjukkan pukul 12.30 siang, perut mereka sudah keroncongan. Mereka segera mencari restoran terdekat dan makan dengan lahap.Cuaca sangat panas. Mereka berdua masing-masing minum dua botol bir dingin. Setelah itu, tubuh mereka terasa lebih segar.Selesai makan, Rafa berniat membayar, tetapi Mega buru-buru mengeluarkan uang dulu. "Simpan uangmu untuk mengurus Bibi Diah. Makan siang kali ini aku yang traktir!"Ya sudahlah, hemat sedikit juga tidak apa-apa. Rafa tertawa dan bertanya, "Mau langsung pulang?"Mega mengusap perutnya dan tersenyum. "Cuaca panas sekali, aku mau ca

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 32

    "Astaga, 2 miliar?" Rafa langsung merinding dan menggeleng. "Mending kamu saja yang nikahin aku. Aku nggak minta uang, jadi suami yang tinggal di rumah mertua juga nggak masalah!""Jangan bodoh, tidur saja dulu. Mahar, pernikahan ... jangan pikirkan itu sekarang. Aku masih punya satu tahun lagi sebelum lulus kuliah ...." Mega memeluk Rafa dan tertidur dengan nyenyak.Namun, Rafa malah sulit tidur. Bayar hotel hanya untuk tidur? Bukankah ini buang-buang uang?Pukul 3.30 sore, Mega bangun. Mereka kembali bermesraan sebentar, lalu bangkit dari tempat tidur. Setelah itu, mereka pergi ke toko obat untuk mengambil kursi roda dan obat-obatan, lalu menyewa mobil van untuk kembali dan membawa sepeda mereka pulang ke desa.Setibanya di desa, langit sudah gelap. Miko sudah menyiapkan makan malam dan sedang menunggu Rafa."Kak, aku pulang." Rafa menurunkan kursi roda dan tersenyum. "Aku belikan kursi roda untuk Ibu. Sekarang, Ibu bisa jalan-jalan di luar.""Kamu ini memang anak baik. Aku sudah lam

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 33

    "Catat saja dulu." Hisyam melambaikan tangan. "Keluargamu masih punya utang 2 jutaan untuk daging sapi, potong saja dari situ.""Utang lebih dari 2 juta?" Rafa terkejut."Kamu nggak percaya?" Hisyam menghela napas. "Tanya saja ke kakak iparmu. Waktu ayahmu meninggal, dia pinjam 1,6 juta dariku. Selain itu, masih ada utang lain yang terus bertambah. Sekarang totalnya sudah 2,4 juta."Miko datang dari pintu belakang. "Benar, Rafa. Aku mencatat semuanya, kita memang utang Paman Hisyam 2,4 juta. Kalau itu orang lain, mereka nggak mungkin membiarkan kita utang sebanyak itu."Rafa tertegun dan bergumam, "Utang sebanyak itu ... berarti aku harus mengobati Paman Hisyam 60 kali biar impas?"Hisyam tertawa sambil menggeleng. "Dasar bocah, masa aku keseleo pinggang setiap hari?"Rafa hanya menyengir, lalu mengambil uang untuk melunasi hutang. "Paman, kali ini aku lunasi semua utang sekaligus. Terima kasih atas bantuannya selama ini. Kalau Kak Miko butuh daging atau barang lain, tolong kasih saja,

Latest chapter

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 50

    Kanaya menghela napas. "Ayahku tadi sedang mengangkut kotoran ternak untuk menyuburkan jagung.""Benar-benar lebih memilih uang daripada nyawa." Rafa menggeleng. "Di cuaca sepanas ini, jalan tanpa beban saja sudah tersiksa, apalagi harus mengangkut kotoran!""Itu semua salahmu, Kak." Kanaya meliriknya dengan tatapan penuh keluhan. "Kamu memberikan lima kepala sapi kepada Kak Alzam, supaya dia menggembalakan sapi-sapimu. Karena itu, dia nggak sempat membantu Ayah di ladang, jadi Ayah harus bekerja lebih keras hingga akhirnya dehidrasi.""Uh ...." Wajah Rafa memanas. Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga. Untung saja Rahman tidak sampai kehilangan nyawa. Kalau tidak, Rafa akan merasa berutang budi seumur hidup!Namun, Kanaya tiba-tiba tersenyum jahil dan berbisik, "Aku cuma bercanda. Kamu sendiri tahu, Kak Alzam pemalas. Sekalipun dia nggak menggembalakan sapimu, dia tetap nggak akan membantu Ayah di ladang.""Ya juga sih." Rafa merasa lega. Memang benar, Alzam terkenal malas. Di rumah

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 49

    Ternyata penyakit wanita, pantas saja wajahnya memerah!"Tentu saja aku bisa mengobatinya. Aku ini dokter umum, semua penyakit bisa kutangani," ujar Rafa sambil mengangguk.Kemudian, dia mengerutkan kening. "Siti, tadi aku sudah periksa denyut nadimu. Sepertinya kamu nggak mengalami masalah kesehatan wanita."Bukan hanya tadi, sebelumnya pun dia sudah memeriksa nadi Siti, tetapi tidak menemukan tanda-tanda penyakit."Oh, bukan aku ... tapi temanku ...." Wajah Siti semakin merah."Bukan kamu? Lalu, kenapa wajahmu jadi merah begitu?" Rafa tertawa kecil. "Penyakit apa yang diderita temanmu? Coba ceritakan. Kalau bisa, bawa saja dia ke sini. Kalau nggak bisa, aku bisa memberi saran.""Lebih baik ... lupakan saja." Siti terlihat panik dan berusaha menghindar. "Lain kali kita bicarakan lagi."Rafa mengernyit, tidak bisa memahami jalan pikiran Siti. Benar kata orang, hati wanita itu sulit ditebak!Saat hendak pergi, Siti tiba-tiba menoleh dan berbisik, "Oh ya, Rafa ... soal penyakit wanita ta

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 48

    Galih kemari dengan berkemudi. Dia sudah minum banyak arak dan dua botol bir sebelum akhirnya pamit dan pergi dengan mobilnya. Di desa tidak ada pemeriksaan, jadi Galih pun tidak khawatir.Setelah Galih pergi, Hansen masih bersemangat. Dia merangkul bahu Rafa dengan gembira. "Rafa, kamu pintar menjilat juga sampai bisa menjalin hubungan dengan Galih. Orang ini benar-benar licik. Dulu aku minta pinjaman darinya, dia sama sekali nggak mau setuju. Hari ini berkat namamu, aku langsung dapat 40 juta!"Tadi Hansen bilang Galih adalah orang terkaya, tetapi sekarang mengatainya licik."Aku nggak menjilatnya!" Rafa menepis tangan Hansen dan bertanya, "Paman, kamu nggak kekurangan uang. Kenapa perlu pinjaman?"Miko juga ikut bingung, menatap Hansen dengan dahi berkerut. Secara logika, keluarga Hansen adalah keluarga berkecukupan, jadi seharusnya tidak perlu pinjaman.Hansen terkekeh-kekeh. "Anak muda seperti kalian nggak paham. Uang itu bisa bertambah kalau diputar!"Rafa langsung menyadari sesu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 47

    Galih tersenyum tipis. "Pak Hansen, aku ini cuma rakyat biasa, tapi malah mengundang orang penting sepertimu untuk minum. Sepertinya sangat nggak pantas."Wajah Hansen langsung memerah. Sikapnya mendadak seperti pelayan yang melayani kaisar. "Pak Galih, jangan bercanda begini! Kamu ini orang terkaya di Kota Muara, mana bisa dibandingkan denganku!"Rafa dan Miko sangat terkejut. Ternyata Galih bukan orang sembarangan! Bahkan kepala desa pun harus merendahkan diri di hadapannya.Hansen menatap Rafa dan membentak, "Rafa, dasar berengsek! Sejak kapan kamu kenal Pak Galih? Kenapa nggak bilang padaku?""Paman, aku dan Kak Galih sebenarnya ....""Kami juga baru kenal." Galih memotong dengan santai, lalu tersenyum. "Karena Pak Hansen sudah datang, ayo kita minum."Rafa segera mempersilakan Hansen duduk dan mulai menuangkan minuman.Galih yang perhatian tiba-tiba berkata, "Oh ya, Rafa, kamu ambil beberapa lauk dulu untuk ibumu."Rafa mengangguk, memilih beberapa lauk terbaik untuk ibunya, lalu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 46

    Rafa tersenyum, lalu merobek kertas itu. "Nggak apa-apa, Kak Hana. Aku sangat beruntung, aku nggak bakal mati."Miko sangat khawatir dan berkata, "Kudengar Bilham itu penguasa di Kota Muara. Rafa, seharusnya kamu simpan kertas itu dan melapor ke polisi."Rafa hendak menenangkan kakak iparnya, tetapi tiba-tiba terdengar suara seseorang di depan pintu. "Permisi, apa Rafa ada di rumah?"Suaranya terdengar agak familier. Rafa mendongak dan melihat yang datang adalah Galih, pria paruh baya yang dirampok tasnya di kota dua hari lalu.Galih tampaknya datang dengan mobil. Sebuah mobil van baru terparkir di depan pintu."Kamu?" Rafa agak terkejut."Haha, Sobat, aku datang untuk minum bersamamu!" Galih tertawa, berbalik membuka pintu mobil. Dia mengeluarkan sebungkus rokok, dua botol arak, dan banyak lauk yang sudah dimasak. Dia juga menurunkan sekotak bir."Saat dalam perjalanan, aku khawatir kamu nggak ada di rumah. Ternyata kita berjodoh, aku nggak datang sia-sia."Rafa merasa orang ini terla

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 45

    "Kak, hati-hati ...!" Rafa buru-buru mengulurkan tangan untuk menahan. Karena panik, dia justru menyentuh bagian yang tak seharusnya."Rafa, apa yang kamu lakukan?" Miko terkejut dan langsung mendorongnya."Maaf, Kak. Aku cuma ingin memeriksa denyut nadimu tadi." Rafa buru-buru melepaskan tangannya dan menjelaskan, "Aku khawatir penyakitmu belum sembuh total. Dengan memeriksa nadi, aku bisa lebih memahami kondisi tubuhmu.""Oh, oh .... Kalau begitu ... besok saja ya!" Miko masih gugup, lalu buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Entah kenapa, pikirannya mendadak kacau. Dia bahkan tidak berani menatap Rafa.Memang benar ipar perempuan itu seperti ibu, tetapi Miko hanya tiga tahun lebih tua dari Rafa. Kini, Rafa sudah dewasa sehingga Miko merasa mereka harus menjaga jarak.Namun, bagaimana bisa menjaga jarak jika mereka hidup di bawah atap yang sama? Apa dia harus pindah rumah? Tidak! Miko tidak akan tega meninggalkan Rafa sendirian!Pikirannya berkecamuk hingga larut malam. Sete

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 44

    Rafa masih enggan berpisah, tetapi tetap harus mengantar Mega keluar. Setelah melihat Mega pergi semakin jauh, barulah Rafa kembali ke dalam rumah.Miko tiba-tiba muncul dari balik pintu, menjewer telinga Rafa dengan dua jari rampingnya. "Dasar bocah nakal, kali ini ketahuan juga, 'kan?""Kak, lepaskan ...!" Rafa meringis kesakitan, mencoba mengelak. "Apa maksudmu? Mega datang ... cuma untuk pinjam buku!""Pinjam buku? Sampai ke atas ranjang?" Miko menutup mulutnya sambil tertawa. "Kalian berdua berbuat hal nggak baik di dalam kamar, aku mendengar semuanya dari luar."Rafa mengusap telinganya. "Jangan asal bicara. Kami nggak melakukan apa-apa!""Dasar tukang bohong!" Wajah Miko merah. Dia meneruskan, "Tempat tidur kayumu itu berderit lama sekali, kamu pikir aku nggak dengar?""Ya sudah, jangan dibahas lagi. Aku mengaku." Wajah Rafa panas. Dia pun tergagap. "Aku dan Mega memang pacaran, tapi dia bilang ... untuk sementara jangan sampai orang lain tahu.""Nggak perlu malu, aku ngerti." M

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 43

    Hansen terkekeh-kekeh, lalu melambaikan tangan dan berpamitan, "Fokus saja bertani, jangan pikir yang aneh-aneh!"Rafa merasa kesal dan langsung membanting pintu.Miko yang mendengar suara itu, keluar dari halaman belakang dan bertanya, "Rafa, tadi aku sedang mandiin Ibu. Kudengar kamu mau ajuin pinjaman? Kenapa mau pinjam uang? Pak Hansen ada benarnya, kalau kita pinjam, gimana cara membayarnya?"Rafa menghela napas. "Itu saran dari Mega. Dia bilang aku bisa pinjam 10 juta untuk memperbaiki rumah kecil di timur, lalu menjadikannya ruang praktik medis.""Mega yang bilang begitu?" Miko berpikir sejenak, lalu tiba-tiba wajahnya berseri-seri. "Rafa, jangan-jangan Mega bersedia menikah denganmu dan ingin kamu menyiapkan kamar pengantin?"Rafa tidak tahu harus tertawa atau menangis. "Kak, kamu ini berpikir terlalu jauh.""Nggak kok!" Miko malah semakin bersemangat. "Rafa, kasih tahu Mega, kalau dia bersedia menikah denganmu, aku rela memberikan rumah besar ini untuk kalian. Aku dan Alice bi

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 42

    Semua orang yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak. Terutama Mina, dia sampai tertawa terpingkal-pingkal dan tubuhnya ikut berguncang.Sebenarnya, Mina baru menikah tahun lalu, masih tergolong pengantin baru. Awalnya, dia cukup pemalu dan pendiam. Namun, setelah sering berteman dengan Arumi dan para ibu-ibu, dia mulai lebih terbuka.Arumi menegur, "Rafa dan Mina, kalian ini pasangan aneh! Kompak sekali mengerjaiku ya?"Mina langsung tersipu dan menahan diri untuk tidak bercanda lagi. Dia sadar dirinya bukan tandingan Arumi.Rafa baru sadar bahwa dirinya dijebak. Dia hanya bisa tersenyum kaku. "Kak, aku cuma bicara jujur. Aku ini orangnya polos ... nggak ada maksud apa-apa."Vina yang juga sedang bermain kartu ikut menimpali, "Rafa, kamu tahu nggak? Arumi memang suka pria polos sepertimu!"Rafa tetap berpura-pura lugu dan mengangguk cepat. "Tahu, tahu!"Semua orang kembali tertawa keras.Arumi melirik Vina dengan wajah sebal. "Vina, hati-hati kamu ya! Kalau kamu menyinggung

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status