Suara ketukan terdengar dari pintu, seorang pria dengan rambut kemerahan membuka pintu dan tak tampak terkejut saat melihat siapa yang menyambutnya di ambang pintu.
“Kau ... Mau apa kau kemari?” tanya pria itu, kemudian berbalik dan meninggalkan wanita itu tanpa mempersilakannya untuk masuk. Wanita itu mengikuti langkah sang pria, tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu.“Memangnya tidak boleh? Aku merindukanmu, Mark.” Wanita itu menelusur dada Mark dengan jari telunjuknya yang menampakkan kuku merah yang panjang. “Bagaimana kabarmu?”Mark mendengkus. “Kemarin kau datangkan temanmu, sekarang kau yang datang. Katakan saja apa tujuanmu, Laura. Aku tidak akan meladeni omong kosong.”“Baiklah, kita langsung saja. Aku ingin membantumu mendapatkan Zanara. Dan ... siapa pun yang kau maksud telah datang dan mengaku-aku sebagai temanku, kukatakan padamu, berhati-hatilah padanya. Hanya aku yang bisa membuat wanita itu kembali padamu. Aku tak ingin gadis itHari ini seperti biasa dan yang selalu dilakukan Jayme saat jadwal liburnya tiba adalah meluangkan waktu untuk Marion. Kali ini, juga untuk Zanara, setelah apa yang dialami beberapa hari lalu, tampaknya wanita itu mulai dilingkupi kecemasan.Terbukti dengan beberapa kali ia dan Jayme terlibat adu argumen hanya karena pria itu membawa Marion bermain di halaman depan.Sebenarnya apa yang ditakutkan oleh Zanara sangat masuk akal, terlebih setelah teror hadiah itu, Zanara menjadi lebih berhati-hati bahkan terkesan paranoid. Karenanya, Jayme memutuskan untuk hanya berada di rumah, terlebih sang ibu—Minerva sudah kembali ke Izmir, rumahnya.“Jayme, aku ingatkan sekali lagi, jangan mengajak Marion ke mana pun,” ucap Zanara, sengit tetapi dengan volume yang nyaris berbisik.“Kau tahu betapa tidak amannya di luar sana. Jika ada yang bisa mengirimkan teror semacam itu, artinya mereka sudah mengetahui keberadaan kami.”“Iya, aku tahu. Maafkan aku karena kemarin mengajaknya di taman. Tapi aku ber
“Apa katamu? Siapa mereka itu?” tanya Jayme, sembari mengepalkan tangan, sementara tangan lainnya menopang tubuh Zanara yang lunglai. Wanita itu pasti sangat terguncang karena peristiwa ini.Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini sungguh kesalahan Jayme karena membiarkan Marion masuk seorang diri.“Mark?” tanya Jayme, yang dijawab gelengan oleh Zanara.“Aku tidak tahu, Jayme. Kumohon lakukan sesuatu ....”Jayme bergegas bangkit dan berlari mengejar keberadaan penculik itu, tetapi ia sadar bahwa dirinya sudah terlambat. Mungkin para penjahat itu sudah pergi jauh sebelum Jayme tiba di dalam.Jayme akhirnya kembali pada Zanara. “Aku berjanji akan menemukan Marion. Bagaimana pun caranya.”Dan memang, Jayme menepati janjinya. Ia menghubungi polisi dan sekaligus ikut bersama mereka untuk menemukan keberadaan Marion. Hingga akhirnya pihak berwajib memintanya untuk menunggu dan menyerahkan saja semua pada mereka.Bersamaan dengan itu, hal tak terduga dan sekaligus semakin menghancurkan perasaan Za
Itu kabar baik bagi Zanara, bukan? Pada akhirnya Jayme menyerah mengejarnya. Tak akan ada lagi pria menyebalkan itu dalam hidupnya. Namun, mengapa semua justru terasa menyakitkan? Kalimat yang baru saja ia ucapkan terasa menyayat batinnya kini. Ia masih tertegun, menatap iris sewarna kayu milik pria di hadapannya. Berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang tersembunyi di dasar hatinya. Dan lagi, tak inginkah ia mengatakan hal lain yang bisa menjadi opsi lain bagi Zanara?“A-apa katamu? Apa yang kau bicarakan, Jayme?” tanya Zanara, berharap Jayme akan memberi jawaban yang sedikit melegakan baginya.Pria itu menggeleng lemah. “Aku tak bisa melakukan ini, tetapi harus. Karena nyatanya aku tidak bisa menjaga kalian, juga untuk membahagiakanmu dan Marion, pastilah bukan hal yang mungkin. Karena kau sendiri yang mengatakan tak akan mungkin menerima cintaku, kan?”“T-tapi kenapa—”“Zee … jawab saja. Apakah kau bahagia akan kedatangan pria itu? Apakah kau bahagia berada di dekatnya? Kau tak p
“Apa maksudmu, Clara? Kau jangan main-main denganku untuk masalah ini!” sergah Mark, mulai tampak murka.Namun, belum sempat Clara menjawab pertanyaan Mark, ponsel Mark berdering. Nama Bernadette tertera di sana. Dengan tergesa Mark menerima panggilan itu dan meluapkan kemurkaannya pada Bernadette yang justru terdengar tenang.“Hey ... apa yang terjadi padamu, sayang? Mengapa kau begitu gusar, padahal aku belum mengatakan apa pun,” ucap wanita itu dengan suara yang halus dan tak terdengar emosional sama sekali.“Kau jangan sok manis, Laura! Apa maumu sebenarnya?”Suara desah lelah terdengar dari mulut Bernadette. “Bagaimana, ya, Mark? Kau yang membuatku terpaksa melakukan ini. Kau pilih kasih sekali, apa kau sadar itu?”Mark mengerutkan kening. Wajah yang semula kesal, kini berubah bingung.“Apa maksudmu?”“Jelas apa maksudku, sayang. Anakmu bukan hanya Marion, melainkan juga Max, dan apa yang kau berikan padanya? Dia ti
Clara berjalan tergesa keluar dari ruangan Mark. Ia tak ingin lagi berurusan dengan siapa pun yang berhubungan dengan Zanara. Baginya, semuanya dari mereka tak ada satu pun yang benar.Memangnya apakah dirinya benar? Hanya demi mendapatkan Jayme, lalu justru menghalalkan segala cara?Clara mengambil ponselnya, lalu menghubungi Bernadette. Untuk saat ini ia harus menuntut janji wanita itu untuk membantu dirinya memisahkan Jayme dari Zanara.“Hai ... ada apa menghubungiku?” tanya Bernadette seolah tak pernah melakukan kesalahan. Clara terdengar mendengkus.“Kau wanita licik, Bernadette! Kau memanfaatkanku untuk kepentinganmu sendiri,” protes Clara, sesaat setelah Bernadette menjawab panggilannya. Namun, mendengar ‘rekan bisnis’nya begitu gusar, ia justru bersikap tenang.“Tenang, Clara ... aku justru melakukan ini untuk mengembalikan dokter Demir padamu. Kau lihat saja. Setelah ini, wanita itu akan memutuskan sendiri siapa yang akan dipilih
Jayme bergegas memutar haluan. Ia sadar bahwa Marion penting, tetapi ia telah mengerahkan bantuan untuk mengatasinya sementara, tetapi Clara ... ia tengah dalam bahaya besar dan mungkin bisa saja mati.Jayme tak pedulikan apa pun masalah antara mereka sebelumnya. Ia hanya ingin menolong sahabatnya. Tak ada sangkut pautnya dengan perasaannya terhadap Zanara.Setidaknya ia harus memastikan Clara selamat, maka ia bisa dengan tenang menjalani hari.“Kita mau ke mana, Jayme? Hati-hati mengemudinya,” ucap Zanara yang sejak tadi heran dengan sikap dan gelagat Jayme.“Maafkan aku, Zee. Kita ke suatu tempat dulu, karena ini sangat gawat.”Zanara hanya mengangguk, patuh saja pada apa yang dikatakan pria itu. Dan satu hal lagi, berpegangan erat karena Jayme mengemudikan mobil nyaris seperti orang kesetanan.Mungkin benar, apa yang akan dilakukan Jayme adalah hal yang penting, maka Zanara tak akan menginterupsinya. Meski ia berharap Jayme me
Zanara melangkah keluar dari ruangan Clara membawa rasa nyeri yang berdenyut. Ia merasakan dadanya sesak, hingga meremasnya kuat-kuat seolah dengan begitu rasa sakit itu akan hilang. Namun, rasanya makin nyeri.Ia merasa sangat kecewa. Bukan karena dirinya yang merasa tersakiti—saat ia mulai memutuskan untuk membukan hati dan memilih, tetapi yang terjadi Jayme justru memberinya kejutan semacam itu—melainkan karena hal ini pasti akan sangat menghancurkan hati Marion.Apa yang harus ia katakan jika Marion menanyakan Jayme?Meski Zanara sudah berulang kali mengatakan pada gadis itu bahwa Jayme bukan ayahnya, tetapi gadis kecil itu nyatanya tak peduli. Lalu sekarang, haruskah ia tahu bahwa pria yang dianggap ayah olehnya justru menyakitinya?“Zanara!” Sebuah suara yang sangat ia kenali lalu membuatnya tersadar dari lamunan sesaatnya. Demi mengusir Jayme dari kehidupan Marion, ia mungkin harus abaikan suara itu dan mempercepat langkah.Namun,
“Tapi ... sebelumnya aku ingin meminta bantuanmu, Gabe. Bisakah kau menemaniku untuk mencari tempat tinggal?” tanya Zanara kemudian.Ia tak mungkin tetap berada di rumah ini, sementara Jayme mungkin saja akan membawa Clara untuk tinggal bersamanya. Meski ia memiliki apartemen yang mungkin bisa menjadi tempat tinggalnya bersama Clara, dan mengizinkan Zanara untuk tetap berada di rumah itu, tetap saja tak akan baik baginya.Ia tak ingin Marion berurusan lagi dengan Jayme, selamanya. Karena jika Marion dewasa dan mengetahui bahwa yang selama ini ia anggap ayah bukanlah ayahnya—terlebih Jayme menjalin hubungan dengan Clara—akan sangat berpengaruh pada mental Marion.“Malam ini?” tanya Gabriel. “Apakah tidak sebaiknya besok saja, Zee? Kau harus beristirahat karena sejak tadi kau sudah mencari Marion, kan?”Zanara hanya menunduk, berusaha menyembunyikan kekalutan yang ia yakini pasti sudah tergambar jelas di wajahnya. Ia hanya mengangguk samar menjawab
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara