Jayme tiba di apartemennya dan disambut oleh Clara yang sudah menantinya sejak tadi. Jayme tak bersemangat untuk menyapa siapa pun yang ada di hadapannya. Terlebih jika itu Clara.Andaikan itu Zanara, rasa penatnya akibat pekerjaan yang menumpuk pun rasanya tak ada artinya. Zanara dan Marion sungguh satu-satunya support system yang luar biasa bagi Jayme."Hey ... mengapa kau pulang begitu larut? Apakah banyak pekerjaan?" tanya Clara, yang sama sekali tak ia gubris. Jayme sedang tak ingin membicarakan apa pun .tak bisakah Clara membiarkannya sendiri dulu?Haruskah ia beramah-tamah pada gadis itu sementara hatinya enggan?"Aku dari rumah Zanara," jawabnya, singkat. Tentu saja dengan kesengajaan, agar Clara tahu bahwa Jayme tak pernah bisa meninggalkan wanita itu."Wanita itu lagi. Apa yang ia inginkan sebenarnya? Apakah ia lupa bahwa kau adalah—""Sudahlah, Clara. Jangan permasalahkan hal tak penting. Aku lelah, mau beristirahat."Jayme menepis gamitan Clara dari lengannya kemudian berj
Malam makin larut, bahkan sudah beranjak dini hari, ketika Gabriel mendengar dengan jelas suara letusan dari tempatnya berada. Bergegas ia menghampiri ruangan yang menjadi asal suara tersebut. Ia mengetuk beberapa kali, tak ada sahutan dari dalam. Shienna pun menyusul Gabriel dan ingin memastikan bahwa suara letusan itu bukan membahayakan Zanara. Persetan jika itu mengenai Mark, ia pun sudah muak dan ingin pria itu agar lenyap saja."Zee ... buka pintunya! Apa yang terjadi?" tanya Gabriel, panik. "Gabriel, kumohon pastikan Zanara baik-baik saja," pinta Shienna, yang dijawab anggukan oleh pria itu."Aku akan lakukan itu, kau pastikan saja Marion tidak menyaksikan atau mendengar apa pun."Shienna dengan terpaksa pergi dan masuk kembali ke kamar serta menguncinya. Sementara Gabriel, tak mendapat jawaban yang diharapkannya, ia dengan terpaksa mendobrak pintu dengan sekuat tenaga.Hingga setelah beberapa kali berusaha, pintu akhirnya terbuka dan pemandangan yang ia saksikan membuat dadan
Beberapa hari setelah memutuskan untuk menjauh dari Zanara, Jayme merasa hidupnya tak lagi lengkap. Banyak hal yang rasanya hilang dari hidupnya. Meski hanya Zanara dan Marion, dua perempuan biasa yang baginya luar biasa, telah berhasil membuatnya begitu tersiksa tanpa kehadiran mereka.Bagaimana keadaan Zanara saat ini? Bagaimana kabar gadis kecil kesayangannya—Marion? Apakah mereka bahagia setelah kepergian Jayme? Apakah hidup mereka baik-baik saja?Jayme berada di ruangannya. Namun, ia menolak pasien sejak tadi, meminta pada bagian administrasi untuk menolak pasien dari mana pun.Biarlah jika ia dianggap tidak profesional. Bagaimana pun ia juga hanyalah manusia biasa yang juga memiliki masalah. Dan masalahnya kali ini membuatnya seperti kehilangan gairah hidup.Jayme mengeluarkan bingkai foto dari dalam lacinya. Ia belum menggantinya dengan yang baru setelah Bernadette menjatuhkannya kala itu. Ia hanya belum sempat, banyak hal yang menjadi fokusnya beberapa waktu terakhir.Salah sa
Zanara tak bisa diam di tempat. Ia mendekat ke pintu demi bisa mendengar dan memastikan siapa yang ada di ruangan tersebut dan dengan siapa orang itu berbicara."Kesepakatan kita tidak seperti itu, kau ingat! Aku tidak mau tahu, kau harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki semuanya, oke? Jika tidak, aku akan buat perhitungan denganmu."Begitu yang ditangkap oleh indra pendengaran Zanara. Namun, siapa yang ...."Zee? apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria itu.Zanara mengerjap samar kala melihat pria di hadapannya. Oh, iya ... Gabriel, tentu saja, karena memang pria itu yang sejak tadi datang dan berencana menemani Zanara selama beberapa waktu sebelum ia kembali ke Westmont untuk mengurus Maverick.Mengapa Zanara tak mengingat itu?"Uhm ... maaf, Gabe. Kupikir siapa yang ada di dalam ruang kerja Jayme. Kau tahu, kan, aku masih agak trauma dengan ruangan ini," jawab Zanara, yang sesungguhnya antara trauma dan juga tak rela orang lain memasuki ruangan pribadi milik Jayme. Dulu."Oh,
Gabriel terenyak kala mendengar permintaan Zanara. Ia menatap wanita itu , tak percaya. Berbagai tanya kini mengisi rongga kepalanya. Mengganggu dan tak bisa jika ia tak tanyakan pada sahabatnya itu."Apa yang akan kau lakukan, Zee? Ia masih hidup, dan itu artinya kau tidak baik-baik saja, itu yang harus kau tahu. Aku bahkan berharap kau pergi dari negara ini, demi keselamatanmu."Zanara tertegun sejenak. Berusaha memberi kesempatan pada dirinya untuk berpikir lagi. Bisa saja apa yang akan ia lakukan ini membahayakan bagi semuanya, tetapi ia sudah memikirkan segalanya. Ia harus melakukan ini."Gabe, aku akan baik-baik saja. Percayalah. Aku hanya minta tolong padamu, jaga Marion selama aku menemuinya. Biar kulakukan sendiri.""Zee—""Gabe ... lakukan saja. Aku tidak ingin masalah ini berlarut-larut. Aku ingin semua jelas darinya mengenai apa yang ia inginkan. Lagi pula, aku memiliki kau yang akan melindungi jika terjadi sesuatu, kan? Dan pasti ada John di sana dan pria itu akan selalu
Zanara merangsek ke ruangan di mana Mark dirawat, dan yang tampak di hadapannya adalah Mark yang masih terbaring lemah tetapi sudah mampu berkomunikasi seperti biasa. Mengetahui kedatangan Zanara, wajahnya tampak berbinar.Sangat jauh berbeda dengan ketika ia berusaha melecehkan Zanara. Saat itu, ia tampak seperti seorang iblis yang menjelma dalam wujud manusia."Zee ... aku tahu kau pasti akan datang. Karena kau masih mencintaiku, benar, kan?" ucap Mark, lirih. Apa yang terlihat di depan mata Zanara bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Mark tampak sangat alami dan total—andaikan ini sebuah sandiwara."Aku bukan mencarimu untuk mengetahui kondisimu, Mark. Juga bukan seperti apa yang kau katakan barusan. Aku kemari untuk bertanya apa yang sebenarnya kau inginkan."Pria itu tersenyum, lemah. "Kau sudah tahu apa yang kumau, Zee. Mengapa bertanya lagi? Aku tak akan berhenti sampai kau kembali padaku. Kau dan anak kita."Kalimat yang diucapkan Mark memang berhasil mendinginkan hati Zanara. N
Jayme tak mungkin terus-menerus seperti ini. Hidupnya sudah seperti kehilangan gairah. Ia mirip seperti zombi, sekarang. Hanya raga yang seolah tanpa nyawa. Terbangun di pagi hari, melakukan rutinitas dan tanggung jawab, lalu sudah. Bahkan satu kewajiban yang harus ia pikul jelas bukan merupakan tanggung jawabnya.Kapan terakhir kali ia tidur dengan Clara? Dan kapan terakhir kali Clara tidur dengan pria yang ia bahkan tak mengenal secara detail? Rasanya hingga kini ia masih tak percaya bahwa Clara mengandung bayi yang berasal dari benihnya.Meski saat kejadian itu, ia bahkan tak menyadari apa pun, tetapi entah mengapa ia juga tak bisa begitu saja menerima pengakuan gadis itu.Namun, tentu saja, semakin ia menolak maka yang akan terjadi adalah semakin buruk citranya di mata Zanara. Ia sungguh masih mengingat bagaimana wanita itu memintanya untuk menjadi lelaki sejati dengan mengakui dan bertanggung jawab atas bayi itu.Tidak! Jayme sungguh tak bisa menerima ini. Ia tak terima."Kau mau
Clara mengayun langkah masuk ke ruangan pasien, setelah mendapat izin dari seorang kepercayaan sang pasien yang ingin ditemuinya. Dengan ketenangan seperti biasa, ia mendekat ke arah ranjang di mana pasien tersebut tergolek dengan bebat di bagian pundak hingga ke dada.Rambut kemerahannya tampak sedikit berantakan karena tak tersentuh sisir. Juga wajah rupawan yang pucat dan iris sewarna kayu yang tertutup kelopak, menandakan ia masih belum terjaga. Mungkin efek obat yang disuntikkan oleh perawat ke dalam infusnya yang membuat pria itu menghabiskan satu hari hanya dengan terpejam.Namun, mendengar ketukan heels Clara yang beradu dengan lantai marmer di bawahnya, pria itu akhirnya membuka mata perlahan."Kau. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria itu, yang membuat Clara mendengkus dalam tawa mengejek keadaannya yang kini tengah tergolek tak berdaya."Aku hanya mengunjungimu. Apakah tak boleh? Lagi pula ada urusan kita yang belum selesai, kuharap kau tidak lupa itu." Clara menarik k
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara